Izora menatap cemas kedua mata Bandit. Ia berharap lelaki ini hanya bersimpati padanya. Tidak yang lain.
Bandit meraih kaki Izora dan meletakkannya di atas pahanya kemudian tanpa disangka-sangka ia mengecup betis wanita itu. Pelan dan dalam. Matanya terlihat bingung sekaligus memuja.
Izora terhenyak. Ia terdiam kaku dan menatap Bandit ngeri.
“Jangan,” ucap Izora ketika Bandit hendak mencium punggung kakinya. “Aku bisa memberikannya untukmu, seks—tapi tidak dengan cinta. Itu mustahil, Kayman.”
Bandit terlihat semakin bingung seolah tidak menyadari arti perasaannya sama sekali.
“Aku tidak bisa memberikan apa yang ada di hatimu.”
“Apa yang ada di hatiku?”
Tatapan bingung itu membuat Izora frustrasi. Dengan apa dia harus menjelaskannya, bahwa yang ada di dalam hati pria ini sangatlah berbahaya.
&l
Tiara melarikan mata ke lain arah, bukan karena ia takut kepada lelaki tinggi itu. Sejak dulu ia memang tidak pernah sanggup menatap wajah Darius, mengingat betapa laki-laki itu sudah menghancurkan kehidupan putrinya.“Kami hanya berselisih kecil. Kami sengaja datang pagi untuk menemuimu karena tidak sempat menjenguk di rumah sakit. Ayah juga dirawat beberapa hari yang lalu.” Adnan menjelaskan dengan suara yang ramah dan bersahabat.Tiara tidak mengerti. Apa karena terlalu berambisi mengembangkan perusahaan, mereka menjadi lupa siapa orang yang ada di hadapan mereka ini?“Terima kasih atas perhatian kalian. Kalian datang pagi sekali. Apa sudah sarapan?”“Ya, ini terlalu pagi. Kami belum sempat karena buru-buru kemari.”“Mari sarapan dulu.”Tiara sangat memahami jenis senyuman yang terpatri di wajah Darius. Senyum merendahkan yang teramat jelas. Keramahan itu jelas sangat palsu.Mer
Kening Bhanu mengerut bingung.Lalu Darius melanjutkan, “Dia cukup cerdik melawanku, jadi aku harus lebih cerdik darinya.”Ada banyak rencana dari raut wajah Darius yang tak bisa Bhanu tebak. Majikannya ini selalu punya pemikiran yang tidak terduga, berubah-ubah dan tak bisa diprediksi sekalipun oleh pengawal berpengalaman sepertinya.“Kau tahu yang harus kau lakukan ‘kan, Bhanu?”Bhanu mengangguk dan memberikan sorot mata mengerti. Meskipun tidak memahami makna sesungguhnya dari rencana Darius, tapi ia mengetahui dengan pasti apa langkah pertama yang harus dia lakukan.Darius kembali menekuni laptopnya, memberikan tanda bahwa sudah saatnya Bhanu keluar dari ruang kerjanya.Bhanu membuka pintu ruangan Darius untuk keluar, tapi kehadiran Izora di depan pintu membuat Bhanu sedikit terkejut, namun ia berhasil menguasai diri dalam beberapa detik.“Darius sibuk?”Bhanu menatap ma
Izora bisa merasakan bagaimana napas hangat beraroma mint itu menyerbu wajahnya, hidungnya dan semakin dekat dengan bibirnya.Jantungnya memompa gila-gilaan dan ia tahu jantung Bandit tidak lebih tenang dari miliknya. Rasa panas yang aneh menjalar tiba-tiba dari dada sampai ke tungkai kakinya saat tangan lelaki itu merayap di pinggangnya.Bandit seolah memberikan waktu untuk Izora menolak dan Izora seharusnya melakukan itu. Ia semestinya mengikuti akal sehatnya, tapi dadanya yang berdenyut antusias sampai terasa perih membuat kakinya terus terpaku di tempat.Kelima indranya masih berfungsi dengan baik—hanya akalnya yang menguap—saat samar-samar di tengah keheningan yang mendebarkan itu ia mendengar suara kenop pintu yang diputar.Sedetik sebelum pintu terbuka, Izora segera mendorong tubuh Bandit menjauh. Sepertinya Bandit tidak menyadari suara pintu, ia terengah dan kebingungan memandang Izora.Dan saat itulah Darius m
Bandit memberondong dinding gudang dengan pukulan penuh kemarahan. Geramannya menggema di seluruh sudut seperti amukan binatang liar.Lampu neon yang dayanya rendah itu memperlihatkan noda-noda darah yang memenuhi dinding. Buku-buku jarinya terluka dan meneteskan darah.Lagi-lagi dia menjadi tidak berguna.Izora dilecehkan di depan matanya dan dia tidak melakukan apa-apa. Bandit menerjang lantai, memberikan sekali lagi pukulan telak, sekali lagi lalu menjadi berkali-kali tanpa henti.Kemejanya sudah basah kuyup karena keringat. Anak-anak rambut jatuh menutupi dahinya, menambah kesan liar dan berbahaya pada lelaki itu.Raut tenang Izora yang palsu, sorot matanya yang membutuhkan pertolongan, tubuh kecilnya yang dicengkeram dengan kasar.“AAAAAAAARRGGGHHHHHH!” Bandit mendongak ke langit-langit gudang yang dipenuhi sarang laba-laba. Sekujur tubuhnya mengeras dengan urat-urat yang menonjol.Seharusn
Tengah malam Izora terbangun dengan selimut tipis yang membungkus tubuhnya. Matanya terbuka dan langsung berhadapan dengan wajah Bandit yang tertidur gelisah, kening lelaki itu mengernyit dan ia bergumam tidak jelas.Mengingatkan Izora pada dirinya sendiri ketika di malam-malam dia bermimpi buruk dan tak bisa tidur dengan nyenyak. Sejujurnya, lelaki ini sama dengannya. Izora tak tahu masa lalu Bandit, tapi ia melihat kekelaman itu di matanya.Bibir dingin yang maskulin itu tertutup rapat. Izora melarikan ujung jari telunjuknya di sana, menyentuh dengan hati-hati, merasakan kulit bibir yang keras itu bersentuhan dengan jarinya.Rasanya sangat benar.Malam ini terasa benar.Saat ia memindahkan ujung jarinya naik ke hidung bangir lelaki itu, ke tulang pipinya yang bertekstur kasar dan pada kelopak matanya yang dihiasi luka goresan yang melintang. Perpaduan wajahnya benar-benar khas lelaki jantan, mengingatkan Izora pada Rambo, si pahlawan dengan
“Kalau begitu, mau kubuat kelelahan lagi?”Bandit menatap Izora intens, tak ada sorot bercanda dalam matanya, ia terlihat sangat serius.“Untuk membuatmu tidur nyenyak.”Izora tidak mengerti mengapa dirinya yang berdebar seperti ini, padahal sebelum-sebelumnya dia yang selalu menguasai keadaan di antara mereka.Wajah Bandit bergerak ke arahnya, perlahan seolah meminta izin kepada Izora, dan yang terjadi selanjutnya di luar kendali Izora ketika ia membiarkan Bandit menemukan bibirnya, mengulum dan memberikan sensasi panas yang membangkitkan kembali hasrat liar dalam dirinya yang ia pikir telah lama mati.Bibir lelaki itu terasa dingin dan keras, tapi mampu membuat Izora merinding dari ujung kaki sampai ke ubun-ubun. Ia merasa pening saat Bandit menggeram dam semakin agresif mendekatinya.Napas Bandit bahkan jauh lebih buruk. Izora bisa merasakan debar jantung pria itu di telapak tangannya. Bandit berusaha mendoro
Ketika Bandit membuka mata di pagi hari, Izora sudah tidak berada di pelukannya. Dengan panik dia bangun dan mencari-cari di seluruh sudut gudang sambil memanggil-manggil nama Izora.Napasnya terengah-terangah, tapi Izora sama sekali tidak terlihat. Pintu gudang yang sejak semalam tidak tertutup membuatnya menghela napas. Mobil Izora juga tidak ada, tapi ketiga gaun yang dicobanya semalam masih ada. Dengan cepat ia kembali ke dalam dan mengambil ponsel yang dibelikan Izora.Jika Izora pulang, ia pasti meninggalkan pesan dan membawa gaunnya. Seolah-olah wanita itu sedang pergi buru-buru atau mungkin dibawa pergi secara paksa.Diteleponnya wanita itu. Ada ketakutan dalam kepalanya meski akal sehatnya mengatakan Izora mungkin sudah pulang kembali ke rumah Darius.Tapi kenapa tiba-tiba?Napasnya kian memburu ketika nomor Izora tidak aktif. Berulang kali ia mengulang panggilan telepon, tapi operator di seberang sana tetap tak mengizinkannya berbicara de
Baru kali ini Izora luar biasa panik, seolah semua rahasianya terkupas habis. Mata Ronald tak lagi memicing curiga dan malah menjadi sangat yakin.Lelaki itu menyandarkan pungung dengan senyum santai. “Padahal aku hanya asal tebak."“Tebakanmu salah." Izora menepis dengan cepat.Ronald mengangguk sambil menyeringai jahil. “Jadi sejauh mana hubungan kalian?”Izora mengernyit. Tatapan yang seolah mengetahui semua rahasianya itu membuat dadanya terasa panas. Sejauh ini, ia tak pernah keberatan jika Ronald mengetahui setiap hal yang dia rasakan, tapi kali ini dia idak menyukainya.Tahu-tahu Izora berdiri. Kedua alisnya menukik tajam dan ia benar-benar membenci betapa santainya Ronald menanggapi masalah itu.“Kau sudah kelewatan batas, Ronald Prayoga. Aku tidak akan pernah menjalin hubungan dengan seorang pembunuh bayaran dan merasakan kenyamanan yang tidak seharusnya. Aku harus membunuh Darius, titik! Maka tujuanku