Degh! Jantung Alif seolah berhenti berdetak saat itu juga. Nafasnya seakan tercekat di tenggorokan, peluh sebesar biji jagung mulai keluar dari pori-pori kulitnya.
"Pa, palsu? Kok bisa Mbak?" tanya Alif sambil tergagap."Ya mana saya tahu!"jawabnya dengan tatapan sinis.Alif pun mengambil uang itu dengan kedua tangannya yang bergetar, kedua netranya mulai berkaca-kaca pandangannya pun berkabut."Udah sana pergi! Banyak pelanggan yang lagi antre tuh!" kasir itu mengusir Alif sembari membentaknya.Alif pun berjalan dengan kedua lututnya yang terasa sangat lemas, ia menatap uang 100 ribuan itu dengan tatapan yang nanar dan memilukan."Bagaimana bisa ini palsu ya Allah ... tega banget sih orang yang udah nipu Alif ya Allah ..." Alif kembali terduduk di ats trotoar. Alif menyusut kedua pelupuk matanya, ia tidak ingin menangis dan terlihat lemah di tempat umum seperti ini."Heh, bocah kamu nggak boleh jualan disini!" Suara bariton seorang pria dewasa tiba-tiba mengagetkan Alif yang sedang bersedih meratapi nasibnya yang habis ditipu orang."Astaghfirullah!" gumam Alif, ia buru-buru menyusut kedua sudut matanya."Heh, kamu! Denger nggak apa yang barusan saya omongin?" ucapnya setengah berteriak."De, denger Pak!" jawab Alif, badannya bergetar dengan hebat."Ini tempat jualanku! Gara-gara kamu jualan disini, para pelangganku jad pada kabur. Mereka nggak jadi membeli buah jeruk milikku! Karena mereka sudah lebih dulu membeli buah salak dari kamu!" Pria itu memegang kerah baju Alif dengan kedua tangannya."Ma, maaf Pak. Saya nggak tahu kalau Bapak jualan buah jeruk disini ..." jawab Alif ketakutan."Sekarang kamu sudah tahu kan, bocah! Sekarang juga kamu pergi dari sini! Atau kamu akan tahu sendiri akibatnya!" Pria itu melepaskan genggamannya dari Alif dengan kasar. Hampir saja tubuh Alif terjatuh, tapi Alif berusaha untuk segera menyeimbangkan tubuhnya dan tangannya menopang pada tembok."Ba_baik Pak. Saya akan segera pergi dari sini!" ucap Alif dengan terbata-bata."Cepat pergi dari sini bocah si*lan!" Jangan pernah kamu untuk jualan disini lagi!" Bentaknya dengan berapi-api."I_iya Pak." Alif pun kembali menenteng dagangan salak miliknya dan pergi meninggalkan trotoar tempat ia berdagang dengan membawa perasaan yang tak menentu bercampur aduk jadi satu."Huh." Alif menghela nafasnya. "Bismillah ..." Alif berjalan dengan tergopoh-gopoh sembari menenteng dua kerangjang buah salak, dagangannya."Jangan pernah jualan lagi disini, dasar bocah!" umpat pria paruh baya tersebut, ia berteriak karna Alif sudah mulai menjauh darinya.Beberapa pasang mata menoleh pada Alif, ada yang menatap sinis ada juga yang menatapnya iba.*****Alif sudah melangkahkan kakinya meninggalkan tempat tadi setelah ia diusir dengan kasar. "Allahu Akbar, Allaahu Akbar, terdengar suara adzan dzhuhur menggema begitu syahdu di telinga.Setelah jauh berjalan, akhirnya Alif tiba juga di depan sebuah masjid di pinggir jalan raya."Ah, sholat dulu aja ah, udah masuk waktu dzhuhur. Sebaiknya sholat itu dilakukan tepat pada waktunya jangan ditunda-tunda, biar Allah pun segera memberikan kebaikanNya kepada kita," gumam Alif.Alif pun menaiki setiap anak tangga di depan masjid. Lalu, Alif meletakkan dua keranjang dagangannya di teras masjid di samping dinding."Ah, sebaiknya aku segera ambil air wudu, takutnya nanti nggak keburu sholat berjama'ah bersama Imam dan para jama'ah yang lain." Alif bergegas menuju ke tempat wudu masjid.Allaahu Akbar, Allaahu Akbar.Iqomat sudah dikumandangkan, Alif bergegas memasuki shaf sholat.Saat Alif sedang melaksanakan sholat berjama'ah ...."Hey, lumayan ada buah salak nih, kita cobain dulu. Coba buka satu bungkus!" ucap seorang pria asing yang memakai jaket kulit di teras mesjid, ia berbisik kepada temannya."Oke Bro!" Sahut kawan pria asing itu yang memakai jaket jeans.Mereka berdua membuka satu bungkus salak, mengambil buahnya lalu mulai mengupas kulitnya."Am, nyam, nyam, nyam. Enak bro! Manis bin legit!" ucap pria yang memakai jaket jeans."Ya bener!" timpal pria yang sedang memakai jaket kulit."Kalau gitu kita ambil aja, Bro! Mayan buah salak gratis!" Mereka berdua mengambil semua buah salak tersebut."Heh, jangan semuanya banget bro, sisain aja satu bungkus mah!" imbuh pria yang memakai jaket kulit."Oke, Bro! Kita sisain satu ya!" pria berjaket jeans itu menimpali."Ya udah Bro, keburu para jama'ah itu kelar sholatnya. Gimana kalau kita cepet-cepet cabut dari sini?" Pria yang sedang memakai jaket kulit itu lari terbirit-birit bersama kawannya, masing-masing mereka membawa 8 bungkus buah salak, dengan cara memeluknya.25 menit kemudian, Alif telah selesai melaksanakannya kewajibannya sebagai umat muslim yang beriman. Alif bergegas untuk kembali berjualan. Tak lupa, Alif pun memasukkan uang 5 ribu ke dalam kencleng masjid."Ya Allah walaupun Alif udah ketipu sebanyak 100 ribu, tapi Alif ikhlas ya Allah. Semoga rezekinya diganti dengan yang berkali-kali lipat dan jauh lebih baik dari uang 100 ribu ini ya Allah aamiin," doa Alif di dalam hatinya.Alif pun berjalan cepat menuju ke teras. "Aku harus lebih semangat lagi! Semua ini Alif lakuin demi Emak,biar Emak bisa masak ketupat opot sama gamis baru buat lebaran!" ucap Alif berapi-api.Saat ia sudah berada di teras masjid ....Alif menghampiri keranjang jualannya."Astaghfirullah!" lirih Alif.Ia mengelus dadanya, "hm." Alif menghembuskan nafasnya dengan kasar."Ya Allah, kenapa buah salak tinggal 2 bungkus lagi ... itu artinya ... sisa buah salakku hanya sekilo lagi ...." tanpa terasa tetesan bening sudah mengalir di kedua pelupuk mata Alif."Hu, hu, hu, bagaimana ini ya Allah, aku harus bilang apa sama Emak ... padahal Alif udah janji mau ngasih Emak duit bakal beli ketupat buat lebaran, hu hu hu ..."Alif menangis tersedu-sedu di pojokan teras masjid.Matanya menatap nanar 2 keranjang dagagannya yang sudah kosong dari buah salak, yang hanya tinggal sisa sekilo saja."Udah mah ketipu 100 ribu, sisa buah salak Alif ada yang nyuri ya Allah, astaghfirullah ..." Alif terduduk lesu di pojokan sembari menyenderkan punggungnya ke dinding.Karena terlalu lelah berjalan saat berjualan, tak terasa Alif pun ketiduran di atas teras masjid.KETUPAT UNTUK EMAK“Daffa, Daffa Sayang, kemana aja kamu, Nak?” Seorang perempuan muda memeluk Alif yang tengah tertidur di teras masjid.Alif terbangun karena pelukan dari perempuan tersebut serta suara berisik dari mulut perempuan itu. Ia mengerjapkan kedua matanya dan berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi, tiba-tiba saja ada seorang perempuan dewasa memakai hijab memeluknya begitu saja.“Ta-Tante siapa? Saya nggak kenal sama Tante!” Alif mengernyitkan Kedua alisnya ia berusaha untuk melepaskan pelukan perempuan itu dari tubuhnya.“Maaf Tante, kita bukan mahrom,” tolak Alif secara halus.Perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat, ia mendelik pada Alif, “Tidak!” teriaknya.“kamu itu Daffa anakku yang udah lama pergi dari rumah. Daffa Sayang, jangan tinggalin Mamah lagi ya, Nak! Mamah udah pusing nyari-nyari kamu kemana-mana,” perempuan itu bersikeras mengira bahwa Alif itu adalah Daffa, anak kandungnya.“Maaf Tante, nama saya Alif bukan Daffa, Tante. Dan ibu kandung s
“Alif yang sabar ya, ikhlaskan semuanya ….”Seorang pria paruh baya menghampiri Alif dan memegangi bahu Alif dengan begitu erat. Alif masih bingung dan tidak begitu mengerti dengan apa yang telah terjadi. Ia melihat tampak tubuh yang sedang terbujur kaku yang sedang ditutupi oleh kain jarik berbaring di ruang depan rumahnya.Alif masih berpikiran positif, ia sangat berharap kalau yang sedang berbaring itu adalah orang lain, bukan siapa-siapa.“Lif, ikhlasin emakmu ya Lif. Untuk sementara, Bapak akan temani kamu di rumah ini, karena Bapak tahu betul kalau kamu itu sebatang kara ….”Pak Qosim yang dikenal dengan Pak RT di kampung Alif sangat baik dan dan sangat perhatian kepada warganya itu, ia memberikan perhatian lebih kepada Alif yang notabenenya Alif adalah seorang yatim piatu yang tidak memiliki sanak saudara atau tidak memiliki siapa-siapa lagi.“Ma-maksud Pak RT, apa?” tanya Alif dengan bibirnya yang bergetar.“emakmu, Lif. Emakmu sudah meninggal Lif,” jawab Pak RT dengan wajah s
Dua hari kemudian ….Setelah selesai mengurus beberapa dokumen penting agar Alif menjadi anak angkat Rendi dan juga Nayla, akhirnya, kini Alif sudah sah menjadi anak angkat Rendi dan juga Nayla, Akhirnya Alif pun meninggalkan rumah reyot peninggalan kedua almarhum orang tuanya. Alif diboyong oleh Rendi dan Nayla di kediamannya yang berada di kota sebelah.Rumah Rendi sangat besar dan juga megah, rumah Rendi dan Nayla memiliki dua lantai rumahnya terletak di perumahan elite di kotanya. Alif terbelalak saat melihat kediaman Rendi yang sangat besar itu, baru pertama kali ia menginjakkan kakinya di rumah sebesar itu.“Mari Lif, kita masuk ya. Mulai sekarang, kamu tinggal di sini!” Rendi berucap ramah pada Alif sementara Nayla tidak pernah mau melepas genggamannya dari Alif.Alif hanya menggangguk pelan pada Rendi.Sesampainya di ambang pintu kedua mata Alif kembali tercengang, ia sangat mengagumi interior rumah Rendi serta Nayla, orang tua angkat Alif.“Mulai sekarang, ini rumah kamu jug
“Jangan mentang-mentang anak saya itu mengangkat kamu sebagai anak angkatnya terus kamu bisa seenaknya tinggal di sini, ya!” perempuan itu melotot tajam pada Alif, ia tak henti-hentinya memperhatikan Alif dari ujung kaki hingga ujung kepala.Glek!Alif menelan salivanya dengan susah payah, Alif hanya bisa menundukkan kepalanya tanpa berani menatap ke arah perempuan paruh baya itu.“Jangan mentang-mentang kamu memiliki wajah yang sangat mirip dengan almarhum cucu saya, lantas saya bakal tiba-tiba menyayangi kamu gitu, lalu saya tiba-tiba menerima kamu sebagai cucu saya gitu? Begitu maksud kamu, hah?” perempuan itu berbicara dengan nada yang sedikit ditinggikan.Alif hanya diam tak bergeming seraya menggelengkan kepalanya dengan sangat pelan.Kini, Alif serta perempuan paruh baya itu saling duduk berhadap-hadapan di atas kursi sofa yang ada di ruang depan kediaman Rendi.“Hm, tapi lumayan juga kamu tinggal di sini, saya bisa memanfaatkan situasi ini dengan menggunakan tenaga kamu yang m
"Mak, doain Alif ya biar jualan salaknya abis semua, biar Alif bisa beliin Emak ketupat sama baju gamis buat lebaran, Mak," ujar Alif pada Emaknya.Emak Alif sedang mencuci beras untuk makan saur keluarga untuknya juga Alif, anak semata wayangnya."Iya Lif, pasti Emak doain biar jualan salakmu laku. Aamiin," jawab Emak Alif yang sedang menanak nasi."Iya Mak, nanti kalau jualan salaknya abis, uangnya bisa buat bikin ketupat sama opor lebaran, Mak ..." Alif mengulangi perkataannya karena sepertinya Emak tidak terlalu fokus mendengarkan penuturan Alif barusan."Aamiin, tapi Mak mah nggak muluk-muluk Lif, makan sama nasi lauk tempe tahu terus dicolek sambel juga jadi. Segitunya juga udah alhamdulillah Emak mah, Lif." Imbuh Mak Alif sambil mengaduk-aduk beras di atas panci."Alif janji Mak, bakal beliin Mak ketupat sama opor lebaran. Lagian ini kan cuma setahun sekali Mak, idul fitri doang. Kalau idul adha kan jarang juga kita masak ketupat opor hehe," ujar Alif terkekeh."Kalau ada uang
Wajahnya Emak memancarkan cahaya.Degh!Seketika itu juga hati Alif bergetar, ada yang lain dari ucapan serta tingkah laku Emaknya subuh ini."Ya Allah ... Emak kenapa sih, kok dari tadi bicaranya kayak Emak mau pergi jauh dari sini deh ?" ucap Alif membathin."Hm, Emak dari tadi kok ngomongnya gitu terus sih, Mak? Emangnya Emak mau kemana?" Alif mengerutkan keningnya sehingga kedua alisnya saling bertemu."Hm, nggak kok Lif ... Emak cuma kangen sama almarhum bapakmu ..." Emak Alif jadi salah tingkah saat ditanya perihal hal aneh yang terjdi pada dirinya."Lah, dari tadi ngomong terus, kapan kita makannya Mak ... tuh liat, udah jam setengah 4 Mak ... sebentar lagi imsak Mak ..." Alif berusaha memecah kekakuan dalam pembicaraan Alif dan emaknya.Beberapa menit kemudian, mereka telah selesai makan sahur dengan nasi, tahu goreng serta sambal seadanya."Alhamdulillah ... makan kayak gini juga udah nikmat banget ya, Mak," sahut Alif penuh sumringah."Iya Lif, alhamdulillah ... Emak bersyuk
"Hm," Alif mendengkus kesal, ia mencebikkan bibirnya.Rasanya ingin sekali agar ia cepat-cepat pergi dari rumah si Ibu. Tapi si Ibu yang cuma beli satu kilo salak itu, ia belum selesai memilih buah salak sedari tadi."Cih, si Ibu ini sudah nawarnya mepet, banyak omong, milihnya lama banget lagi!" Alif merasa kesal di dalam hatinya."Astaghfirullah, Alif lupa kalau Alif lagi saum, maafin Alif Ya Allah ..." Alif mengusap dadanya pelan."Yang ini ... banyak sih. Tapi, buah salaknya kecil-kecil. Yang ini buah salaknya besar-besar. Tapi, salaknya sedikit! Aduh jadi bingung, yang mana ini ya?" Si Ibu membandingkan bungkusan salak yang satu dengan bungkusan salak yang lainnya."Pegalnya, duduk dulu ah ... dari pada lama dan bete nungguin si Ibu." Alif menjatuhkan bobot tubuhnya di atas keramik teras si Ibu."E_eh ... mau ngapain kamu?" tanya si Ibu mengagetkan Alif."Mau ikut duduk disini Bu, saya pegel berdiri terus dari tadi!" jawab Alif denga santai."Heh, ini tuh keramik mahal ya, udah s
“Jangan mentang-mentang anak saya itu mengangkat kamu sebagai anak angkatnya terus kamu bisa seenaknya tinggal di sini, ya!” perempuan itu melotot tajam pada Alif, ia tak henti-hentinya memperhatikan Alif dari ujung kaki hingga ujung kepala.Glek!Alif menelan salivanya dengan susah payah, Alif hanya bisa menundukkan kepalanya tanpa berani menatap ke arah perempuan paruh baya itu.“Jangan mentang-mentang kamu memiliki wajah yang sangat mirip dengan almarhum cucu saya, lantas saya bakal tiba-tiba menyayangi kamu gitu, lalu saya tiba-tiba menerima kamu sebagai cucu saya gitu? Begitu maksud kamu, hah?” perempuan itu berbicara dengan nada yang sedikit ditinggikan.Alif hanya diam tak bergeming seraya menggelengkan kepalanya dengan sangat pelan.Kini, Alif serta perempuan paruh baya itu saling duduk berhadap-hadapan di atas kursi sofa yang ada di ruang depan kediaman Rendi.“Hm, tapi lumayan juga kamu tinggal di sini, saya bisa memanfaatkan situasi ini dengan menggunakan tenaga kamu yang m
Dua hari kemudian ….Setelah selesai mengurus beberapa dokumen penting agar Alif menjadi anak angkat Rendi dan juga Nayla, akhirnya, kini Alif sudah sah menjadi anak angkat Rendi dan juga Nayla, Akhirnya Alif pun meninggalkan rumah reyot peninggalan kedua almarhum orang tuanya. Alif diboyong oleh Rendi dan Nayla di kediamannya yang berada di kota sebelah.Rumah Rendi sangat besar dan juga megah, rumah Rendi dan Nayla memiliki dua lantai rumahnya terletak di perumahan elite di kotanya. Alif terbelalak saat melihat kediaman Rendi yang sangat besar itu, baru pertama kali ia menginjakkan kakinya di rumah sebesar itu.“Mari Lif, kita masuk ya. Mulai sekarang, kamu tinggal di sini!” Rendi berucap ramah pada Alif sementara Nayla tidak pernah mau melepas genggamannya dari Alif.Alif hanya menggangguk pelan pada Rendi.Sesampainya di ambang pintu kedua mata Alif kembali tercengang, ia sangat mengagumi interior rumah Rendi serta Nayla, orang tua angkat Alif.“Mulai sekarang, ini rumah kamu jug
“Alif yang sabar ya, ikhlaskan semuanya ….”Seorang pria paruh baya menghampiri Alif dan memegangi bahu Alif dengan begitu erat. Alif masih bingung dan tidak begitu mengerti dengan apa yang telah terjadi. Ia melihat tampak tubuh yang sedang terbujur kaku yang sedang ditutupi oleh kain jarik berbaring di ruang depan rumahnya.Alif masih berpikiran positif, ia sangat berharap kalau yang sedang berbaring itu adalah orang lain, bukan siapa-siapa.“Lif, ikhlasin emakmu ya Lif. Untuk sementara, Bapak akan temani kamu di rumah ini, karena Bapak tahu betul kalau kamu itu sebatang kara ….”Pak Qosim yang dikenal dengan Pak RT di kampung Alif sangat baik dan dan sangat perhatian kepada warganya itu, ia memberikan perhatian lebih kepada Alif yang notabenenya Alif adalah seorang yatim piatu yang tidak memiliki sanak saudara atau tidak memiliki siapa-siapa lagi.“Ma-maksud Pak RT, apa?” tanya Alif dengan bibirnya yang bergetar.“emakmu, Lif. Emakmu sudah meninggal Lif,” jawab Pak RT dengan wajah s
KETUPAT UNTUK EMAK“Daffa, Daffa Sayang, kemana aja kamu, Nak?” Seorang perempuan muda memeluk Alif yang tengah tertidur di teras masjid.Alif terbangun karena pelukan dari perempuan tersebut serta suara berisik dari mulut perempuan itu. Ia mengerjapkan kedua matanya dan berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi, tiba-tiba saja ada seorang perempuan dewasa memakai hijab memeluknya begitu saja.“Ta-Tante siapa? Saya nggak kenal sama Tante!” Alif mengernyitkan Kedua alisnya ia berusaha untuk melepaskan pelukan perempuan itu dari tubuhnya.“Maaf Tante, kita bukan mahrom,” tolak Alif secara halus.Perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat, ia mendelik pada Alif, “Tidak!” teriaknya.“kamu itu Daffa anakku yang udah lama pergi dari rumah. Daffa Sayang, jangan tinggalin Mamah lagi ya, Nak! Mamah udah pusing nyari-nyari kamu kemana-mana,” perempuan itu bersikeras mengira bahwa Alif itu adalah Daffa, anak kandungnya.“Maaf Tante, nama saya Alif bukan Daffa, Tante. Dan ibu kandung s
Degh! Jantung Alif seolah berhenti berdetak saat itu juga. Nafasnya seakan tercekat di tenggorokan, peluh sebesar biji jagung mulai keluar dari pori-pori kulitnya."Pa, palsu? Kok bisa Mbak?" tanya Alif sambil tergagap."Ya mana saya tahu!"jawabnya dengan tatapan sinis.Alif pun mengambil uang itu dengan kedua tangannya yang bergetar, kedua netranya mulai berkaca-kaca pandangannya pun berkabut."Udah sana pergi! Banyak pelanggan yang lagi antre tuh!" kasir itu mengusir Alif sembari membentaknya.Alif pun berjalan dengan kedua lututnya yang terasa sangat lemas, ia menatap uang 100 ribuan itu dengan tatapan yang nanar dan memilukan."Bagaimana bisa ini palsu ya Allah ... tega banget sih orang yang udah nipu Alif ya Allah ..." Alif kembali terduduk di ats trotoar. Alif menyusut kedua pelupuk matanya, ia tidak ingin menangis dan terlihat lemah di tempat umum seperti ini."Heh, bocah kamu nggak boleh jualan disini!" Suara bariton seorang pria dewasa tiba-tiba mengagetkan Alif yang sedang b
"Hm," Alif mendengkus kesal, ia mencebikkan bibirnya.Rasanya ingin sekali agar ia cepat-cepat pergi dari rumah si Ibu. Tapi si Ibu yang cuma beli satu kilo salak itu, ia belum selesai memilih buah salak sedari tadi."Cih, si Ibu ini sudah nawarnya mepet, banyak omong, milihnya lama banget lagi!" Alif merasa kesal di dalam hatinya."Astaghfirullah, Alif lupa kalau Alif lagi saum, maafin Alif Ya Allah ..." Alif mengusap dadanya pelan."Yang ini ... banyak sih. Tapi, buah salaknya kecil-kecil. Yang ini buah salaknya besar-besar. Tapi, salaknya sedikit! Aduh jadi bingung, yang mana ini ya?" Si Ibu membandingkan bungkusan salak yang satu dengan bungkusan salak yang lainnya."Pegalnya, duduk dulu ah ... dari pada lama dan bete nungguin si Ibu." Alif menjatuhkan bobot tubuhnya di atas keramik teras si Ibu."E_eh ... mau ngapain kamu?" tanya si Ibu mengagetkan Alif."Mau ikut duduk disini Bu, saya pegel berdiri terus dari tadi!" jawab Alif denga santai."Heh, ini tuh keramik mahal ya, udah s
Wajahnya Emak memancarkan cahaya.Degh!Seketika itu juga hati Alif bergetar, ada yang lain dari ucapan serta tingkah laku Emaknya subuh ini."Ya Allah ... Emak kenapa sih, kok dari tadi bicaranya kayak Emak mau pergi jauh dari sini deh ?" ucap Alif membathin."Hm, Emak dari tadi kok ngomongnya gitu terus sih, Mak? Emangnya Emak mau kemana?" Alif mengerutkan keningnya sehingga kedua alisnya saling bertemu."Hm, nggak kok Lif ... Emak cuma kangen sama almarhum bapakmu ..." Emak Alif jadi salah tingkah saat ditanya perihal hal aneh yang terjdi pada dirinya."Lah, dari tadi ngomong terus, kapan kita makannya Mak ... tuh liat, udah jam setengah 4 Mak ... sebentar lagi imsak Mak ..." Alif berusaha memecah kekakuan dalam pembicaraan Alif dan emaknya.Beberapa menit kemudian, mereka telah selesai makan sahur dengan nasi, tahu goreng serta sambal seadanya."Alhamdulillah ... makan kayak gini juga udah nikmat banget ya, Mak," sahut Alif penuh sumringah."Iya Lif, alhamdulillah ... Emak bersyuk
"Mak, doain Alif ya biar jualan salaknya abis semua, biar Alif bisa beliin Emak ketupat sama baju gamis buat lebaran, Mak," ujar Alif pada Emaknya.Emak Alif sedang mencuci beras untuk makan saur keluarga untuknya juga Alif, anak semata wayangnya."Iya Lif, pasti Emak doain biar jualan salakmu laku. Aamiin," jawab Emak Alif yang sedang menanak nasi."Iya Mak, nanti kalau jualan salaknya abis, uangnya bisa buat bikin ketupat sama opor lebaran, Mak ..." Alif mengulangi perkataannya karena sepertinya Emak tidak terlalu fokus mendengarkan penuturan Alif barusan."Aamiin, tapi Mak mah nggak muluk-muluk Lif, makan sama nasi lauk tempe tahu terus dicolek sambel juga jadi. Segitunya juga udah alhamdulillah Emak mah, Lif." Imbuh Mak Alif sambil mengaduk-aduk beras di atas panci."Alif janji Mak, bakal beliin Mak ketupat sama opor lebaran. Lagian ini kan cuma setahun sekali Mak, idul fitri doang. Kalau idul adha kan jarang juga kita masak ketupat opor hehe," ujar Alif terkekeh."Kalau ada uang