Home / Fantasi / Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis / 142nd Story: Terbunuh Karena Diriku

Share

142nd Story: Terbunuh Karena Diriku

Author: _yukimA15
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Ia menepis tanganku dan melihatku dengan tatapan mata yang terlihat penuh dengan kebencian. Suasana canggung, aku bingung harus mengatakan apa. Aku merasa suasana hatinya masih belum berubah, karena itu aku merasa harus segera pergi dari sisinya.

"Yang Mulia! Ma, maaf mengganggu!" Aku segera keluar dari ruangan tersebut.

Semenjak hari itu, aku jadi berhenti meminta banyak hal kepadanya. Untuk hal yang sulit ku lakukan, aku meminta Derald Felixis membantuku seperti memahami pelajaran ataupun kepada teman sebangku yang biasanya mengajakku bicara.

Aku masih makan bersama dengannya di akademi dan aku sering melihat dirinya jadi semakin sering terlihat kesal. Aku jadi sering menghindar darinya dan hanya diam karena merasa kalau aku berpikir karena keberadaanku yang membuatnya emosionalnya memuncak.

'Aku tidak ingin semakin dibenci olehnya...'

Hingga di hari pesta di istana, ia berdansa dengan setiap wanita yang memintanya berdansa termasuk Jesshiena Frossel. Aku juga ingin berdansa denganny
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis    143rd Story: Kelemahan

    Aku selalu berpikir kalau keberadaanku ini membuat mereka mati. Aku teringat senyumannya yang ia tunjukkan kepadaku pertama kali. Aku tidak pernah melihatnya lagi semenjak tragedi itu. Ia menjadi kejam karena diriku.Aku terus mencari cara agar aku bisa melindungi adikku yang bahkan mungkin akan terbunuh olehnya. Aku tidak ingin membuat dirinya menjadi pembunuh yang kejam.Hingga di hari kelulusannya, aku menjalankan rencana yang ku buat dengan perasaanku yang sangat putus asa. Aku dihukum mati dengan guillotine yang dipajangkan di tengah halaman akademi. Aku bisa melihat wajahnya yang terpuruk dan putus asa menghadapi diriku. Aku tahu ia selama ini tidak mampu mengendalikan emosionalnya. Semua ini bukan kesalahannya. Lemahnya diriku yang membuat semua ini terjadi.Semua hal buruk ini tidak terjadi di ruang dan waktu ini. Tetapi, tetap saja kejadian semua itu masih bersemayam di kepalaku dan juga beberapa dari mereka.Aku bahkan baru sadar... Sebelum ruang dan waktu kami berputar, aku

  • Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis    144th Story: Jangan Lakukan Itu!

    'Seperti waktu itu, keberadaanku bahkan hanya membawa petaka untuk kalian.'Rean terpikirkan raut wajahku yang hampir tidak berbeda di saat jarak kami terpisahkan sel penjara. Ia tidak ingin melihatnya lagi meskipun ia tahu itu hanyalah pura-pura. Ia mendekat perlahan. Ia mengucapkan, "Sudah ku katakan, aku tidak pernah mengatakan hal itu, Yu! Aku tidak pernah menganggap keberadaanmu itu tidak berguna!"Aku menggelengkan kepalaku perlahan.Ia semakin mendekat dan ia semakin menunjukkan rasa frustasinya dengan menghamburkan sihir anginnya hingga dedaunan di pohon yang jauh di bawah kami terbawa oleh anginnya. Hal itu karena aku sedikitpun tidak ingin mempercayai perkataannya, "Sudah berapa kali aku mengatakan, aku mencintaimu! Aku hanya tertarik padamu! Dengan apa aku bisa membuatmu percaya padaku!?" Aku mewaspadai dirinya dan mundur untuk tetap menjaga jarak kami. Aku senang dengan kalimat yang diucapkannya tetapi rasa sakit dari sentakan di dadaku membuatku meremas gaunku."Siapa ya

  • Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis    145th Story: Permata Paling Berkilauan

    "Ja, jangan lakukan itu! Kumohon! Rean... Maaf."Saat itu, pelukanku terlepas dan tarikan gravitasi bumi menarik tubuhku. Butiran air mataku melayang di udara bersama tubuhku yang semakin menjauh darinya."Yu!?"Pria bersurai hitam itu tersentak dan tanpa berpikir lagi ia reflek segera melaju mengikuti arah tarikan gravitasi bumi. Ia mengejarku secepat mungkin untuk berusaha menangkap diriku. "Yu!!!"Aku tidak tahu suaraku terdengar atau tidak, saat itu aku mengatakan, "Kamu tidak harus menghancurkan dirimu! Ku mohon berbahagialah! Maafkan aku..." Percepatan tarikan gaya gravitasi menarikku terlalu besar untuk dikalahkan. Apalagi dengan pakaian berat ini yang semakin berat karena dibasahi hujan dan juga dorongan dari arah angin hujan yang membuatnya bergerak lebih cepat. Tangannya terus mencoba meraih diriku namun masih jauh dari kata sampai. Energi sihirnya juga sudah menipis untuk bergerak lebih cepat dari biasanya."Yu! Kenapa kamu sangat sulit mempercayaiku!!? Katakan saja kalau

  • Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis    146th Story: Menceritakan Tentang Kami

    Kami memasuki rumah tersebut. Rean menurunkanku. Aku berdiri tegak dan memperhatikan seisi rumah. Rumah yang berdinding kayu dengan perabotan rumah yang didominasi terbuat dari bahan kayu. Untungnya rumah tersebut memiliki perapian yang sudah terdapat api yang membara."Energi sihirku sudah terkuras habis, Yu! Maaf, jadi, aku tidak bisa mengeringkan pakaian kita!""Tidak usah dipikirkan... Pemilik rumah ini pastinya bahkan sudah membawa semua pakaiannya pergi tadi." Aku segera melangkah. "Aku akan mencari selimut-" Saat itu, aku hampir saja tumbang karena tubuhku tidak merespon pergerakan ku lagi. Untungnya aku segera terduduk saat merasakan lemas pada kakiku."Aa... Sialan!" Rean segera mengangkat tubuhku dan membawa diriku ke depan perapian. Aku duduk menghadap api yang menyala dan yang terus melahap kayu bakar."Tidak bisakah kamu bergantung kepadaku? Jangan berpikir aku akan menolaknya.""...!"Aku terdiam dan menunjukkan wajah yang cemberu

  • Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis    147th Story: Kehangatan

    "Karena kamu terus-terusan menggodaku dari tadi... Kamu tahu bukan bagaimana nafsu lelaki itu?"Aku tersentak dan masih bingung dengan situasi ini, aku tersenyum kaku. "Heh!?""Yu..." Wajahnya semakin maju. "Ya... ...!? Mmph!"Aku merasakan bibirku mulai bersentuhan dengan bibirnya. Ia meraup bibirku sangat lama hingga aku kesulitan bernafas.Ia mendorong tubuhku ke kasur hingga peganganku pada kain sprei yang menutup tubuhku pun terlepas. Ia bisa melihat tubuhku yang hanya mengenakan pakaian dalam saat ia melepaskan ciumannya. Iris Blue Diamondku tidak lepas memandangi dirinya yang sedang mengunci pergerakanku dengan tubuhnya yang merangkak di atas tubuhku.Ia meneguk kasar salivanya saat matanya menelusuri tubuhku hingga wajahku. Ia segera menurunkan wajahnya hingga masuk ke sela leher dan bahuku. Aku merasakan lidahnya yang menyentuh kulit leherku dan mengecupnya. Aku mengeram. Ia mengangkat wajahnya dan memperhatikan ukiran bekas kecupannya di leherku. Ia menyeringai setelah mel

  • Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis    148th Story: Aku Tidak Pernah Membencimu

    Mentari masih berada tepat di atas kepala. Aku memperhatikan raut wajah Rean yang sedang menelusuri dan mencari sungai terdekat. Kepalanya hingga iris mata berliannya tidak henti bergerak. Rambut hitamnya yang lurus tersapu angin, aku bisa melihat dahinya. Saat ia menoleh ke diriku, ia melihatku sedikit terkejut. "Yu... Apa ada hal yang ingin kamu katakan?"Aku mengeratkan tanganku yang melingkar di lehernya dan menoleh ke arah lain."Tentu saja, bukan?"Ia berhasil menemukan aliran sungai. Ia berhenti melaju di dekat kaki air terjun dan memperhatikan sekelilingnya. Ia segera menepi di tepi sungai dan mendarat di sana. Aku turun dari pegangannya dan dengan bersemangat memandangi sekeliling tempat ini."Bukankah tempat ini sangat indah!? Aku rasa, tempat ini bisa dijadikan tempat wisata!""Kalau tidak salah, ini masih wilayah bagian Duke Oestiarl," ucap Rean."Oh, sepertinya sebelumnya aku pernah ke sungai ini waktu itu! Karena malam, suasananya terasa berbeda.""Kapan itu?""Setelah

  • Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis    149th Story: Masih Tidak Yakin

    "Tadi kamu mengatakan, tidak sepenuhnya percaya dengan perasaanku. Lalu, bagian mana yang kamu tidak percaya?"Aku mengerutkan dahiku. "Turunkan aku dulu!"Rean segera mengeringkan tubuh kami dengan sihir anginnya. Lalu, ia menebang salah satu pohon dengan sihirnya. Ia memisahkan bagian batang pohon dengan bagian percabangannya. Batang pohon yang berbentuk silindris itu, ia bawakan di dekatnya. Ia meletakkanku dan membiarkanku duduk di batang pohon tersebut."Jawab pertanyaanku!"Aku melupakan akan hal itu karena terlalu fokus dengan keterampilan sihir yang Rean lakukan. Aku segera mengatakan, "Em... yang mana tadi?""Bagian mana yang kamu tidak percaya?""Oh."Disela menunggu ucapanku, ia segera membawa beberapa daun, ranting, dan dahan pohon kering yang ia lihat di hutan dan membuat mereka terbang kemari hingga tersusun rapi di hadapanku."Itu... Aku hanya masih tidak mengerti... Saat waktu belum berputar kembali dan berubah, dari apanya kamu t

  • Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis    150th Story: Sejujurnya

    "Hee.... Kalau diingat-ingat lagi, bukankah kamu lebih menyukai Jesshiena daripada aku? Aku lihat kalian sangat akrab dan aku berpikir, tidak seharusnya aku mengganggu hubungan kalian!" "Bahkan saat aku mendekatimu, aku lihat kamu terlihat terganggu bahkan terlihat merasa risih. Apa jangan-jangan kamu masih ingin di dekatnya dari pada aku, huh!?""Seperti di peradaban modern itu juga... Kalian bahkan dianggap oleh mereka adalah pasangan!"Dengan ekspresi yang dingin aku mengatakan, "Aku bahkan berpikir tidak seharusnya aku mengganggu hubungan kalian."Rean tersenyum kaku mendengar pendapatku tentang situasi tersebut. Lalu, ia menghela nafas."Tidak! Aku hanya menganggapnya rekan, bahkan ia tahu aku tidak mencintai dia. Tentunya jauh berbeda suasananya jika bersamamu! Percayalah kepadaku kalau aku tidak tertarik dengannya, Yu!""Ya... Itu sangat sulit untuk dipercayai... Kamu bahkan tidak pernah mencoba mendekatiku. Selalu saja aku yang memulai, buk

Latest chapter

  • Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis    159th Story: Lebih Terbuka

    "Hei, Rean! Kencan kita batal!" "Hah!? Oi, kenapa, Yu!?" Pria berstatus Putra Mahkota kerajaan Diamondver tersebut spontan memucat hanya karena kalimat tersebut. "Malezz, mau tidur! Sampai jumpa nanti!" Aku segera melangkah maju sehingga para Lady yang berada di hadapanku dengan senang hati bergeser kesamping untuk menyediakan jalan untukku lewat. Mereka segera menutupi jalan tersebut dan bersemangat lebih mendekat ke sosok pria itu. "Kalau begitu, kenapa anda tidak kencan saja dengan kami, Yang Mulia!?" "Lupakan saja wanita kasar itu!" "Iya! Ia sangat kejam, tidak cocok untuk menjadi permaisuri anda!" Rean yang sebelumnya masih shock, spontan berubah menunjukkan ekspresi wajahnya yang penuh intimidasi. "Kalian sangat berisik! Aku tidak peduli dengan kalian, yang ku inginkan hanya Viyuranessa Roseary! Dan, menyingkirlah!" Para Lady bersikeras tidak memberikan jalan. Dengan sihirnya, Rean membuat jalannya sendiri. Ia melangkah di jalan sama yang telah ku lewati. Aku

  • Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis    158th Story: Menjadi Kejam

    Zennofer turun dari ketinggian dan mengejutkan Riliana dan Celzuru di depan gerbang. "Gwaakhh!!!" "Maaf mengagetkanmu." Zennofer meminta maaf dengan gerakan formal. Celzuru memperhatikan pria yang belum pernah ia lihat itu, namun ia merasa kalau ia mengenalnya. "Ooooh! Hoi! Kamu! Apa kamu itu Zennofer?" "Siapa?" Zennofer terheran. "Aku adik kak Yu!" "Yu? Siapa itu?" "Itu! Aku Celzurunessi Roseary! Kakakku sudah menceritakan tentang kamu!" "Ooh!" Zennofer menjadi lebih bersemangat. "Kamu tahu tentangku!?" Zennofer di kejauhan melihat Ella sedang menghampiri Celzuru. Zennofer segera melarikan diri dengan kecepatan tinggi. "Kita bicara saja nanti, sampai jumpa adiknya Viyuranessa!" "Woi! Malah pergi.""Siapa yang kamu maksud, Zu?" Ella sudah tepat berada di belakang Celzuru."Kenalan kak Yu dari Lezarion." Saat itu Celzuru berpikir, 'Sepertinya kak Yu tidak ingin keluarga Kerajaan tahu tentangnya. Apalagi dia pembunuh salah satu keluarga mereka.'"Dia tiba-tiba m

  • Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis    157th Story: Turnamen

    "Lihatlah Lady Jenius itu, adiknya lebih berkarisma." "Lihatlah Lady Jenius itu hanya diam saja, apakah ia tidak bisa menari? Hem, bukankah tentunya pria mana yang ingin mengajaknya menari?" "Lihatlah Lady Jenius itu, gaun yang ia gunakan sama seperti yang ia gunakan pesta dansa kemarin. Apakah ia tidak memiliki banyak gaun sehingga menggunakan gaun usang itu lagi?" *** Saat aku masih kecil, aku pernah di kerumun oleh banyak lady seumuran denganku, mereka tidak henti mengatakan banyak kata hina yang membuatku kesal. "Lady Jenius! Kamu itu tidak berguna sebagai wanita bangsawan! Apa itu dengan gaunmu itu!? Usang!" "Betul itu! Contohkan saja adikmu itu! Lihatlah mana yang lebih baik! Bukankah lebih baik kamu menjadi rakyat jelata saja? Hahahaha!" "Setiap pesta menggunakan pakaian ini terus. Bukankah keluargamu kaya? Adikmu bahkan selalu memakai pakaian model bagus dan terbaru." "Bukankah Lady Jenius sama sekali tidak dicintai keluarganya?" "Hahahaha!" Mereka tertawa. Melihat me

  • Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis    156th Story: Kelemahan

    "Oh, itu benda yang kamu maksud. Aku juga baru kali ini melihatnya secara langsung.""Aku sudah meminta Derald melakukan penelitian yang berhubungan dengan hal ini.""Kamu sudah memikirkan hal itu? Aku pernah memberi saran tentang hal ini kepada Raja. Sepertinya, mereka sulit memahaminya.""Aku sudah membaca semua saran yang kamu tuliskan kepada ayahku sebelumnya. Aku akan merealisasikan semuanya. Karena itu... Bukankah kamu seharusnya lebih mengandalkan diriku daripada mereka?" Rean menunjukkan seringai yang seolah-olah mengejek keputusanku yang sering mengandalkan orang lain dibandingkan dirinya. Aku segera mengalihkan arah pandangan."Ya, bagaimana lagi? Kamu itu terlalu sulit didekati! Jalan pikiranmu itu sulit diprediksi," ucapku sambil membuang muka.Wajahku kembali datar. Aku terdiam dan berpikir, 'Ia akan merealisasikan semua yang ku pikirkan... Aku merasa senang.'Ia tercengang melihat raut wajahku yang berubah. Dari tanpa ekspresi menjadi bersemangat bahkan dihiasi dengan s

  • Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis    155th Story: Mata-mata

    Aku segera berbalik dan melangkah pelan menuju ranjang. Suasana sunyi ini hanya terdengar langkah pelan kakiku.'Aku tidak seharusnya mengganggunya. Tapi setidaknya, aku berharap bisa meringankan bebannya.''Aku juga tidak bisa memintanya ikut serta dalam hal ini... Dan masalah yang belum usai ini, aku akan mengandalkan diriku sendiri dan ada beberapa orang yang ku percayai. Aku tidak sendirian di kesempatan yang ia berikan ini!''Ia cukup melangkah di jalannya tanpa memperhatikan diriku.'Saat Rean melihatku, ia tersentak saat melihatku terdiam, sedikit murung dan hanya tenggelam di pikiranku.Ia berpikir, 'Heh!? Apa yang membuatnya murung? Apakah ada kesalahan kata yang ku ucapkan? ...' Rean tersenyum kaku saat menyadari suatu hal.'Oh! Bukankah barusan aku menolak permintaannya?'Aku terheran saat aliran angin mulai mengelilingi tubuhku. Aku terangkat ke udara dan melayang hingga aku terduduk di sofa. "Kamu di sini saja, Yu!"Aku mengerutkan dahiku. 'Apa sih yang ia mau!?'Menghel

  • Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis    154th Story: Perdebatan

    "Aku masih belum kalah, Rean!"Dengan kekuatan sihir listrikku, aku menyambung serpihan pedang yang hancur hingga pedang tersambung kembali dan utuh. Semua orang tercengang dengan hal tersebut termasuk dirinya. Aku berhasil menahan serangannya.Rean menyeringai. "Hee..."Aku memperketat ikatan molekul pedangku, ujung pedangnya yang memberikan tekanan yang kuat tidak mampu membuat pedangku hancur kembali. Ia semakin memberikan tekanan yang kuat hingga pedangnya yang hancur."...!?" Mata merahnya sedikit lebih terbuka."Rean bodoh!"Rean pastinya kalah saat ujung pedang yang ku pegang ini hampir mengenai lehernya. Ia mengangkat kedua tangannya sebagai tanda kekalahannya "Haha! A, aku menang!" Aku tersenyum lebar dengan nafas yang masih ngos-ngosan."Ya, aku kalah... Selanjutnya, aku tidak akan kalah.""Lagipula ini hanya pertandingan bersyarat.""Tapi, tetap saja aku kalah.""Padahal kamu bisa menghancurkan pedangku jika pedangmu itu dialiri bor angin misalnya. Kamu saja yang lambat men

  • Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis    153rd Story: Pelatihan

    Di koridor istana yang tentunya sangat luas dan panjang, aku berjalan dengan langkah kaki yang cepat. Rean menyamankan langkah kakinya di belakangku."Menyebalkan! Bisakah kamu tidak mempermalukanku!?""Aku hanya mau melihat ekspresi wajahmu yang lucu itu seratus persen. Itu sangat manis, Yu!""Huh!!?" Aku merasa semakin malu hingga langkah kakiku jadi semakin cepat. Rean terkekeh dan kemudian tertawa. "Hahahaha...""Jangan menertawaiku! Menyebalkan! Sana kembali melakukan pekerjaanmu!""Tidak mau..."Saat akan berbelok, aku hampir tertabrak dengan seorang pria berambut pirang. Untungnya aku sudah berhenti melangkah."Nean?""Selamat siang, Putri Mahkota!""Bisakah kamu memanggilku seperti biasanya? Kita tidak dalam kegiatan formal sekarang."Aku melihat senyuman tipis dari Nean. Ia mengatakan, "Ya. Aku hanya ingin mencoba memanggilmu dengan gelar itu."Aku dengan bersemangat menepuk-nepuk bahu Nean. "Haha! Kamu nanti bahkan akan memanggilku kakak ipar! Aku jadi kakakmu, padahal umur

  • Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis    152nd Story: Buku Diary

    'Hentikan aku, Viyuranessa!'***Aku dan Rean telah tiba di istana. Rean meletakkan tubuhku ke ranjang dengan hati-hati. Ia duduk di sebelahku dan mengusap wajahku yang mana saat itu aku sedang tertidur pulas."Aku akan mengerahkan semua kemampuanku demi dirimu, Yu...""Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.""Aku akan menghancurkan belenggu-belenggu itu!"Ia mengambil beberapa helai rambut perak kebiruanku dan mengecupnya. Ia menyeringai yang menunjukkan raut wajahnya yang sangat bersemangat saat ia berpikir ia memenangkan dalam keberhasilannya memiliki diriku.Ia keluar dari kamarnya untuk menemui Rennel. Mereka membicarakan banyak hal hingga Rennel mengatakan informasi penting kepada Rean."Ada kabar penting dari Paduka Raja Leondeandel. Ia ingin segera mengatakan langsung kepada anda, Yang Mulia."Aku tidur semalaman. Aku terbangun saat fajar. Aku memperhatikan pakaianku sudah berganti menjadi pak

  • Ketika Si Jenius Menjadi Tokoh Antagonis    151st Story: Tidak Ingin Melepaskan Diriku

    Mendengar semua cerita yang diucapkan dari mulutnya, aku terdiam. Saat itu, aku menundukkan kepalaku sambil mengambil ikan yang telah matang dipanggang. Suasana canggung saat kami memakan ikan tersebut karena tentunya aku terdiam meskipun pandangannya tidak lepas dari diriku.Aku berpikir, 'Setelah tahu semuanya, aku jadi bingung harus melakukan apa...''Ia benar-benar mencintaiku...''Aku jadi merasa bersalah karena tidak menyadari perasaannya padaku. Aku malah selalu kabur, mau berapa kali pun ruang dan waktu berganti, aku masih tidak berubah!''Apakah aku harus tetap seperti ini!?''Kalau ia memang benar-benar menginginkan diriku. Bagaimana bisa aku menolak keinginannya yang bahkan merupakan harapanku selama ini?Setelah perutku merasa cukup, aku segera berdiri. Aku melangkah dan berdiri tegak di dekat sungai. Aku segera melepaskan gaunku dan menyisakan pakaian dalamku. Rean hanya terkejut kenapa aku tiba-tiba melepaskan pakaianku.Aku segera nyebur ke

DMCA.com Protection Status