Ia menepis tanganku dan melihatku dengan tatapan mata yang terlihat penuh dengan kebencian. Suasana canggung, aku bingung harus mengatakan apa. Aku merasa suasana hatinya masih belum berubah, karena itu aku merasa harus segera pergi dari sisinya."Yang Mulia! Ma, maaf mengganggu!" Aku segera keluar dari ruangan tersebut.Semenjak hari itu, aku jadi berhenti meminta banyak hal kepadanya. Untuk hal yang sulit ku lakukan, aku meminta Derald Felixis membantuku seperti memahami pelajaran ataupun kepada teman sebangku yang biasanya mengajakku bicara.Aku masih makan bersama dengannya di akademi dan aku sering melihat dirinya jadi semakin sering terlihat kesal. Aku jadi sering menghindar darinya dan hanya diam karena merasa kalau aku berpikir karena keberadaanku yang membuatnya emosionalnya memuncak.'Aku tidak ingin semakin dibenci olehnya...'Hingga di hari pesta di istana, ia berdansa dengan setiap wanita yang memintanya berdansa termasuk Jesshiena Frossel. Aku juga ingin berdansa denganny
Aku selalu berpikir kalau keberadaanku ini membuat mereka mati. Aku teringat senyumannya yang ia tunjukkan kepadaku pertama kali. Aku tidak pernah melihatnya lagi semenjak tragedi itu. Ia menjadi kejam karena diriku.Aku terus mencari cara agar aku bisa melindungi adikku yang bahkan mungkin akan terbunuh olehnya. Aku tidak ingin membuat dirinya menjadi pembunuh yang kejam.Hingga di hari kelulusannya, aku menjalankan rencana yang ku buat dengan perasaanku yang sangat putus asa. Aku dihukum mati dengan guillotine yang dipajangkan di tengah halaman akademi. Aku bisa melihat wajahnya yang terpuruk dan putus asa menghadapi diriku. Aku tahu ia selama ini tidak mampu mengendalikan emosionalnya. Semua ini bukan kesalahannya. Lemahnya diriku yang membuat semua ini terjadi.Semua hal buruk ini tidak terjadi di ruang dan waktu ini. Tetapi, tetap saja kejadian semua itu masih bersemayam di kepalaku dan juga beberapa dari mereka.Aku bahkan baru sadar... Sebelum ruang dan waktu kami berputar, aku
'Seperti waktu itu, keberadaanku bahkan hanya membawa petaka untuk kalian.'Rean terpikirkan raut wajahku yang hampir tidak berbeda di saat jarak kami terpisahkan sel penjara. Ia tidak ingin melihatnya lagi meskipun ia tahu itu hanyalah pura-pura. Ia mendekat perlahan. Ia mengucapkan, "Sudah ku katakan, aku tidak pernah mengatakan hal itu, Yu! Aku tidak pernah menganggap keberadaanmu itu tidak berguna!"Aku menggelengkan kepalaku perlahan.Ia semakin mendekat dan ia semakin menunjukkan rasa frustasinya dengan menghamburkan sihir anginnya hingga dedaunan di pohon yang jauh di bawah kami terbawa oleh anginnya. Hal itu karena aku sedikitpun tidak ingin mempercayai perkataannya, "Sudah berapa kali aku mengatakan, aku mencintaimu! Aku hanya tertarik padamu! Dengan apa aku bisa membuatmu percaya padaku!?" Aku mewaspadai dirinya dan mundur untuk tetap menjaga jarak kami. Aku senang dengan kalimat yang diucapkannya tetapi rasa sakit dari sentakan di dadaku membuatku meremas gaunku."Siapa ya
"Ja, jangan lakukan itu! Kumohon! Rean... Maaf."Saat itu, pelukanku terlepas dan tarikan gravitasi bumi menarik tubuhku. Butiran air mataku melayang di udara bersama tubuhku yang semakin menjauh darinya."Yu!?"Pria bersurai hitam itu tersentak dan tanpa berpikir lagi ia reflek segera melaju mengikuti arah tarikan gravitasi bumi. Ia mengejarku secepat mungkin untuk berusaha menangkap diriku. "Yu!!!"Aku tidak tahu suaraku terdengar atau tidak, saat itu aku mengatakan, "Kamu tidak harus menghancurkan dirimu! Ku mohon berbahagialah! Maafkan aku..." Percepatan tarikan gaya gravitasi menarikku terlalu besar untuk dikalahkan. Apalagi dengan pakaian berat ini yang semakin berat karena dibasahi hujan dan juga dorongan dari arah angin hujan yang membuatnya bergerak lebih cepat. Tangannya terus mencoba meraih diriku namun masih jauh dari kata sampai. Energi sihirnya juga sudah menipis untuk bergerak lebih cepat dari biasanya."Yu! Kenapa kamu sangat sulit mempercayaiku!!? Katakan saja kalau
Kami memasuki rumah tersebut. Rean menurunkanku. Aku berdiri tegak dan memperhatikan seisi rumah. Rumah yang berdinding kayu dengan perabotan rumah yang didominasi terbuat dari bahan kayu. Untungnya rumah tersebut memiliki perapian yang sudah terdapat api yang membara."Energi sihirku sudah terkuras habis, Yu! Maaf, jadi, aku tidak bisa mengeringkan pakaian kita!""Tidak usah dipikirkan... Pemilik rumah ini pastinya bahkan sudah membawa semua pakaiannya pergi tadi." Aku segera melangkah. "Aku akan mencari selimut-" Saat itu, aku hampir saja tumbang karena tubuhku tidak merespon pergerakan ku lagi. Untungnya aku segera terduduk saat merasakan lemas pada kakiku."Aa... Sialan!" Rean segera mengangkat tubuhku dan membawa diriku ke depan perapian. Aku duduk menghadap api yang menyala dan yang terus melahap kayu bakar."Tidak bisakah kamu bergantung kepadaku? Jangan berpikir aku akan menolaknya.""...!"Aku terdiam dan menunjukkan wajah yang cemberu
"Karena kamu terus-terusan menggodaku dari tadi... Kamu tahu bukan bagaimana nafsu lelaki itu?"Aku tersentak dan masih bingung dengan situasi ini, aku tersenyum kaku. "Heh!?""Yu..." Wajahnya semakin maju. "Ya... ...!? Mmph!"Aku merasakan bibirku mulai bersentuhan dengan bibirnya. Ia meraup bibirku sangat lama hingga aku kesulitan bernafas.Ia mendorong tubuhku ke kasur hingga peganganku pada kain sprei yang menutup tubuhku pun terlepas. Ia bisa melihat tubuhku yang hanya mengenakan pakaian dalam saat ia melepaskan ciumannya. Iris Blue Diamondku tidak lepas memandangi dirinya yang sedang mengunci pergerakanku dengan tubuhnya yang merangkak di atas tubuhku.Ia meneguk kasar salivanya saat matanya menelusuri tubuhku hingga wajahku. Ia segera menurunkan wajahnya hingga masuk ke sela leher dan bahuku. Aku merasakan lidahnya yang menyentuh kulit leherku dan mengecupnya. Aku mengeram. Ia mengangkat wajahnya dan memperhatikan ukiran bekas kecupannya di leherku. Ia menyeringai setelah mel
Mentari masih berada tepat di atas kepala. Aku memperhatikan raut wajah Rean yang sedang menelusuri dan mencari sungai terdekat. Kepalanya hingga iris mata berliannya tidak henti bergerak. Rambut hitamnya yang lurus tersapu angin, aku bisa melihat dahinya. Saat ia menoleh ke diriku, ia melihatku sedikit terkejut. "Yu... Apa ada hal yang ingin kamu katakan?"Aku mengeratkan tanganku yang melingkar di lehernya dan menoleh ke arah lain."Tentu saja, bukan?"Ia berhasil menemukan aliran sungai. Ia berhenti melaju di dekat kaki air terjun dan memperhatikan sekelilingnya. Ia segera menepi di tepi sungai dan mendarat di sana. Aku turun dari pegangannya dan dengan bersemangat memandangi sekeliling tempat ini."Bukankah tempat ini sangat indah!? Aku rasa, tempat ini bisa dijadikan tempat wisata!""Kalau tidak salah, ini masih wilayah bagian Duke Oestiarl," ucap Rean."Oh, sepertinya sebelumnya aku pernah ke sungai ini waktu itu! Karena malam, suasananya terasa berbeda.""Kapan itu?""Setelah
"Tadi kamu mengatakan, tidak sepenuhnya percaya dengan perasaanku. Lalu, bagian mana yang kamu tidak percaya?"Aku mengerutkan dahiku. "Turunkan aku dulu!"Rean segera mengeringkan tubuh kami dengan sihir anginnya. Lalu, ia menebang salah satu pohon dengan sihirnya. Ia memisahkan bagian batang pohon dengan bagian percabangannya. Batang pohon yang berbentuk silindris itu, ia bawakan di dekatnya. Ia meletakkanku dan membiarkanku duduk di batang pohon tersebut."Jawab pertanyaanku!"Aku melupakan akan hal itu karena terlalu fokus dengan keterampilan sihir yang Rean lakukan. Aku segera mengatakan, "Em... yang mana tadi?""Bagian mana yang kamu tidak percaya?""Oh."Disela menunggu ucapanku, ia segera membawa beberapa daun, ranting, dan dahan pohon kering yang ia lihat di hutan dan membuat mereka terbang kemari hingga tersusun rapi di hadapanku."Itu... Aku hanya masih tidak mengerti... Saat waktu belum berputar kembali dan berubah, dari apanya kamu t