Bab 45
"Caca senang sekali hari ini, Tante," ucap Caca sambil mendongakkan kepalanya, menatap wajah ayu yang sedang duduk memangkunya. Senyumnya melebar, menampakkan barisan giginya yang bersih."Alhamdulillah ya, Tante juga senang bisa ketemu sama Caca." Jemari Nisrina mengusap gemas pipi yang gembil itu.Sementara laki-laki yang ada di sebelah mereka hanya tersenyum, sambil sesekali mengalihkan pandangannya dari jalanan yang sedang ramai.Ada banyak kalimat pengandaian dalam kepala Ferdy. Sayangnya, itu semua harus dipendam dalam-dalam di lubuk hati."Jangan sering-sering ya, Ca? Tante kan harus kerja," sela laki-laki itu."Ngga apa-apa kan, Tante? Caca kan kangen kalau lama ngga ketemu." Caca merajuk."Boleh, Sayang." Tangan Nisrina mendekap erat badan gadis kecil itu dengan penuh kasih. Perempuan dua generasi berbeda itu memiliki kesamaan, yaitu sama-sama merindukan kasih sayang orang tua."Maaf ya, RinBab 46Mata Nisrina memicing menatap laki-laki yang sedang diliputi amarah itu. Kakinya urung bergerak masuk ke dalam kamar, ia melangkah mendekati sumber suara itu."Apa maksud Mas?" Dagu Nisrina terangkat, menatap lawan bicaranya dengan tatapan tanpa takut."Jangan pura-pura bego kamu! Selama ini diam-diam kamu jalan sama Ferdy! Brengsek dia! Diam-diam kalian menusukku dari belakang," geram Abi. Napasnya makin memburu melihat wajah Nisrina yang tampak menantang."Kalau pun memang kami jalan kenapa? Toh setelah ini hubungan kita berakhir? Lagi pula, diam-diam Mas juga masih jalan sama perempuan itu, kan? Aku ngga marah lagi, aku sudah lelah. Semuanya terserah kita masing-masing. Jadi Mas ngga usah sok marah sama aku." Usai berucap, Nisrina membalikkan badannya. Namun, suara Abi itu kembali menghentian langkahnya."Apa katamu? Coba ulangi?" Abi mendekati Nisrina."Diam-diam kamu jalan sama perempuan itu kan?" Wajah Nisrina seperti sedang menantang lawan bicaranya. Sudah lama ia memen
Bab 47 Abisatya tercenung setelah mendengar penjelasan kekasihnya. Benar juga soal tujuan Rania melakukan itu semua, akan tetapi itu berdampak buruk bagi suasana hatinya dan Nisrina yang masih harus tinggal satu atap sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. "Tapi, Sayang, seharusnya kamu bicara dulu padaku. Ngga bisa langsung grusah grusuh lakuin semuanya sendiri." Abi berucap setelah beberapa saat terdiam. "Kamu yakin akan mendukung kalau aku katakan rencanaku?" Rania menegakkan badannya setelah sebelumnya menyandarkan kepalanya di dada bidang milik Abisatya. Matanya menatap wajah yang masih terdiam itu dengan tatapan menelisik. "Ya, kalau tujuannya baik?" sahut Abi. "Jangankan bicara soal rencanaku, aku datang padamu malam itu saja kamu malah memintaku pergi. Nomor juga sekarang ngga bisa dihubungi, lalu bagaimana aku bisa katakan semuanya padamu?" Rania mencebikkan bibirnya. Abi tercekat mendengar penjelasan Rania yang memang benar adanya. Ia sendiri yang meminta s
Bab 48"Rina? Kamu ngapain di sini?" tanya Abi dengan pandangan mengarah ke istri serta papanya bergantian. Tangan Nisrina terulur di depan sang suami. Lalu setelah mendapatkan tangan suaminya, ia membawa tangan itu di depan wajahnya untuk dicium takdzim.Abi menurut saja. Ia hanya diam diperlakukan sang istri sedemikian baiknya tanpa tahu maksud sang istri datang ke kantor papanya."Aku permisi dulu, Mas," pamit Nisrina sopan. Ia menoleh ke arah Pak Gunawan sejenak sebelum badannya menghilang dari pandangan dua lelaki beda usia tersebut.Abisatya hanya mampu mengerutkan dahi. Ia masuk ke ruangan papanya untuk menyelesaikan pekerjaannya tanpa peduli bagaimana dengan sang istri."Mau apa dia, Pa?" tanya Abi santai. Ia duduk di kursi empuk yang sebelumnya digunakan oleh sang istri.Pak Gunawan hanya diam. Beliau menatap Abi dengan rahang mengeras. Rasanya ingin sekali melempar wajah yang sedang diliputi tanda tanya i
Bab 49Nisrina menyandarkan kepalanya di sandaran kursi selama perjalanan. Ia masih sibuk dengan hati dan jalan hidupnya yang jauh dari kata bahagia. Matanya menerawang menatap pemandangan luar dengan helaan napas berat yang sesekali keluar dari bibirnya."Jangan melamun," ucap Ferdy membuyarkan lamunan perempuan di sebelahnya."Kenapa ya, Mas, takdirku seperti ini. Aku merasa tidak pernah menyakiti orang lain tapi kebahagiaan sepertinya sulit untuk kudapatkan." Nisrina mengalihkan pandangannya dari jendela menuju sosok laki-laki yang sedang memegang kemudi.Ferdy tersenyum tanpa suara. Ia pernah merasa berada di posisi yang berbalik dengan Nisrina. "Aku pernah merasa menjadi orang yang paling buruk sedunia dan kehilangan dia adalah balasan yang menurutku setimpal. Aku berusaha bersyukur dengan hidupku yang sekarang karena hadirnya Caca membuatku merasa selalu ingat akan kesalahan yang dulu pernah kulakukan sehingga membuatku selalu
Bab 50Nisrina menjauh dari hadapan laki-laki yang sedang diselimuti emosi itu. Ia tak mau menuruti sebab sudah terlanjur memesan ojek online untuk membawanya pulang ke rumahnya sendiri."Masuk, Rin! Jangan membantah!" pekik Abi lagi. Ia tak peduli pada beberapa pasang mata yang menoleh sebab suaranya yang keras.Seorang driver ojek online baru saja berhenti tepat di depan Nisrina. Ia menoleh ke arah Nisrina sambil mengulurkan helm."Tidak jadi, Pak! Ambil uangnya, biar dia pergi sama saya!" ucap Abi setelah memberikan selembar uang ratusan ribu pada driver ojek tersebut.Nisrina memicingkan matanya. Ia tak habis pikir dengan tingkah suaminya itu."Mas, aku mau pergi!" sengit Nisrina tak terima sebab Abi mengusir ojek online yang telah dipesannya."Aku tidak izinkan kamu naik ojek! Pulang sama aku sekarang!" teriak Abi makin kencang.Nisrina mengitari sekitar dengan pandangannya. Badannya merasa risih sebab
Bab 51Abi duduk dengan cemas di ruang tengah. Ia tak tahu bagaimana caranya untuk mengatakan pada Nisrina soal permintaan mamanya sebab hubungan keduanya sudah dingin sejak beberapa hari yang lalu.Televisi yang menyala itu hanya mengoceh sendiri tanpa diperhatikan oleh seseorang yang sedang duduk di hadapannya itu."Bagaimana aku akan mengatakan pada Rina soal ini?" gumam Abi frustasi. Ia gengsi untuk memulai pembicaraan dengan Nisrina, terlebih setelah pertikaian yang terakhir itu membuatnya kerap menghindar saat tak sengaja berpapasan.Setelah beberapa saat termenung, Rina keluar dari kamarnya sembari membawa gelas yang kosong. Ia berjalan tanpa sedikitpun peduli pada sosok yang ada di depan televisi itu.Sedangkan Abi, lidahnya kelu untuk mengatakan ajakan mamanya. Akan tetapi, kesempatan tidak akan datang dua kali. Ia berusaha mengatur napas agar bisa berbicara dengan lancar sesuai dengan apa yang akan dikatakannya."R
Bab 52Abi tak bisa berkonsentrasi saat bekerja. Ia merasa senang hari ini sebab mamanya sudah setuju dengan perpisahan yang mereka ajukan.Bayangan pernikahannya dengan Rania berulang kali muncul dalam kepala Abi. Senyum yang sumringah, serta ucapan selamat dari para tamu undangan yang ia balas dengan senyum bahagia pun tak luput dalam ingatannya itu."Senyum terus dari tadi, sampai ngga sadar aku sudah ada di sini," sapa Ferdy yang sudah duduk di kursi tamu di ruangan Abi. Ia mengamati sahabatnya itu dengan seksama.Abi mengangkat pandangannya menuju sosok yang sedang berdiri di depannya. Ia terdiam sejenak, seharusnya masih tersimpan amarah sebab Ferdy telah membawa Nisrina ke sebuah kafe untuk makan hanya berdua. Akan tetapi, kabar baik yang ia terima tadi pagi membuat amarah itu lenyap seketika."Iya, aku lagi bahagia," ucap Abi setelah meletakkan ponselnya di atas meja. Binar bahagia itu terpancar dengan sempurna di wajah Abi."Bahagia?" sahut Ferdy mengulangi ucapan Abisatya. D
Bab 53"Sayang, kamu datang?" sambut Rania manja. Ekspresi wajahnya berubah seketika. Tanpa aba-aba ia menghambur ke pelukan Abisatya.Namun, dengan cepat Abi mendorong badan Rania menjauh darinya. "Siapa yang hamil? Kenapa ada laki-laki lain dalam rumahmu? Lihatlah, dia tidak memakai pakaian. Habis ngapain kalian?" cecar Abi. Ia menatap Rania dan Natan bergantian. Wajah yang kusut serta badan Natan yang terekspos sempurna membuat pikiran negatif seketika memenuhi pikiran Abi."Emm dia ... Dia hendak mencoba menggodaku," ucap Rania terbata. Ia berdiri dengan tangan saling meremas satu sama lainnya. Rahasianya diambang kehancuran."Menggoda?" Dahi Abi mengerut. Sorot matanya menatap Rania dengan menelisik."Katakan saja semuanya. Biar dia tahu bagaimana kamu sebenarnya!" sembur Natan tegas. Ia tak peduli dengan rencana Rania, yang jelas ia ingin menjaga bayi dalam kandungan Rania dengan tangannya sendiri."Diam kamu!" bentak Rania keras. Mendengar ucapan Natan, keberaniannya muncul sek