Bab 123. Balasan Buat Embun
Sejak itu, aku berusaha menandingi kecantikannya. Asal ada duit, secantik apapun aku bisa. Ini buktinya. Aku yang biasa biasa saja, bisa berubah menjadi seorang perempuan cantik sempurna. Tetapi usahaku sia-sia. Mas Darry tak terpengarruh juga.
Eh, si Embun malah berpisah dengan suaminya. Status janda yang disandangnya, mulai menjadi alasan baginya untuk menggoda tunanganku. Iya, si Embun mulai menggoda kekasihku. Sialnya Mas Darryku pun tergoda. Dia meutuskan hubungan denganku, lalu mulai mengejar-ngear janda itu. Benci memenui otakku.
Harusnya aku sudah menang dari Embun, bukan? Dia itu hanya seorang perempuan berstatus janda. Memiliki ekor dua orang lagi. Siapa coba yang mau menambah beban tanggung jawab, membesarkan anak-anaknya?
Sedang aku seorang gadis, berpendidikan sarjana meski belum bek
Bab 124. Candu Asmara Yang Kuberikan, Begitu Memabukkan“Diva tidak memilih siapa-siapa, Ma. Diva mau sendiri saja. Pergilah! Kapan-kapan, Diva pasti akan jenguk Mama!”Mama berangkat dengan air mata berderai-derai, iba, sungguh hati iba. Namun, sesak karena luka yang ditoreh Embun lebih menyiksa.Kuraih ponselku, mencari nomor kekasihku.“Mas, Mama mau pergi. Kata Papa, rumah ini akan segera disita perusahaan tempat dia bekerja. Divamu akan tinggal dimana, Sayang? Aku ikut Mama aja, ya. Kita berpisah dulu!”Kalimatku jelas mengandung ancaman. Dan Lelaki itu merasa terancam. Tentu saja. Dia akan kehilangan gadis sempurna seperti aku? Mana mungkin dia sanggup berpisah?Candu asmara yang kuberikan, begitu memabukkan. Tak akan mampu dia lepaskan meski sede
Bab 125. Tak Perlu Pakai Otot, Cukup Gunakan OtakUps! Gila!Dia memanggilku ‘Nak’. Terbuat dari apa otak perempuan ini, Ya, Tuhan!“Oh, ya, kamu udah sarapan? Mas Rahmad tiap pagi sarapan di sini, lho. Kamu juga boleh, kalau mau. Mama akan menyuruh Indun utuk menyiapkannya,” tawar Diva lagi. Senyum sinis semakin jelas terukir si sudut bibirnya.Aku harus waras. Ya, harus waras. Jangan gegabah Embun! Sabar! Pikirkan cara yang paling tepat menghadapi pelacur murahan ini, ya!Kutentramkan hati, kutenangkan pikiran. Lalu mengeluarkan ponsel dari dalam tas sandang, kucari nomor Dokter Danu.“Mau nelpon siapa, Sayang? Kekasihmu? Si Pecundang, Darry? Iya? Hehehe …. Telponlah! Mama juga sudah kangen! Udah lama enggak bertemu,” sindirnya.Tenang, tak boleh terpancing.
Bab 126. Jika Mengedepankan Napsu Daripada Akal Sehat, Akan Hancur Dan TersesatAku tersenyum, Dokter Danu mengangguk, lalu memasuki mobilnya.Mobil mereka telah hilang diujung jalan, saat netraku melihat sebuah sepeda motor terparkir di kejauhan. Ada dua orang di sana, menatap ke arahku dengan tatapan penuh selidik. Siapa mereka. Ah, mungkin kebetulan saja, mereka melihatku, begitu pikirku.Kembali melangkah masuk ke dalam rumah, kudapati Papa yang masih terlihat begitu semringah. Bayangan memiliki istri muda, jelas bermain di otaknya. Bandot tua mana yang tidak akan senang beristrikan Diva, coba? Muda, cantik dan seksi. Sedang Papa? Tua, renta, penyakitan, perut buncit, pipi menggelambir, sekali tendang aja, pasti pingsan. Biarlah dia tersenyum sesaat, agar tak begitu kaget, saat nanti sekarat.“Pa! Rapikan pakaian Papa!&
Bab 127. Perpisahan Sementara Akan Mendewasakanmu“Maaf, Bu Embun, sebenarnya ada masalah apa, kita dikumpulkan di sini?” Om Rahman memulai percakapan.Yang lain juga menatapku serius. Kulihat Papa dan Dian juga sudah selesai berbincang.“Saya mau dnegar penjelasan dari Bu Dian terlebih dahulu, bagaimana bisa , uang perusahaan bisa lenyap sebesar itu, tanpa Anda ketahui?” tanyaku penuh wibawa.Ini di kantor, dan sednag dalam keadaan rapat penting. Aku haurs memposisikan diriku sebagai pemilik, bukan sebagai teman.“Maaf, Bu. Saya sudah bertanya langsung kepada Bapak Direktur, dia mengakui, uang hasil nego dengan beberapa perusahaan yang terakhir dia tangani, ternyata tidak dilaporkan, Bu. Jadi dalam laporan, transaksi itu tidak ada, kebetulan barang yang sudah disepakati, belum jatuh tempo masa pengiriman. Jadi, semua terlihat
Bab 128. Air Mata Ini Mulai Luruh Tanpa Permisi.Kuhempaskan tubuh lelah ini di atas ranjang. Kuingin terpejam meski hanya sesaat. Setidaknya bayangan Mas Darry bisa lepas sebentar di otak. Ya, aku ingin melupakannya sesaat. Beban yang lain sudah begitu berat. Tiba-tiba masalah ini datang pula menyeruak.Bayangan Dokter Danu tiba-tiba berkelebat. Wajah tampan itu pasti selalu tersenyum dalam ingatanku. Ya, karena dia memang selalu tersenyum bila berhadapan denganku. Apalagi dulu, saat anakku deman tinggi. Aku sangat takut. Saat itu kami belum memiliki pembantu dan babysitter. Aku sendirian. Mas Ray belum pulang hingga larut. Dokter Danu bersedia menemaniku, menunggu obat turun panasnya bekerja. Tak henti ersenyum hangat, berusaha menghilangkan cemasku.Hey, kenapa aku malah jadi terpikir akan dia? Kenapa ak
Bab 129. Calon Pengantin baru Tidur Di GudangWanita itu datang dengan kepala menunduk. Mendung pekat bergelayut di wajahnya.“Saya, Buk!” jawabnya hampir tak dengar.“Dua hari ini, dia akan tinggal di rumah kita. Setelah itu dia akan pergi. Tolong Bik Las beri dia satu matras sebagai alas, dan tunjukkan kamar gudang untuknya! Kalau hanya sendiri, sepertinya gudang itu masih muat!” perintahku mengagetkan mereka semua.“Apa? Kau nyuruh aku tidur di gudang?” Diva melotot.“Ya, Rumah ini haram dari perbuatan Zina! Kalian belum resmi menikah, jadi harus tidur terpisah! Kamar udah terisi semua. Tinggal gudang. Itupun penuh barang-barang. Tapi kalau kau sendiri, muat kok. Asal jangan kau pancing Papa masuk juga di sana! Paham!”“Aku tidak mau! Embuuun! Kau pikir dirimu siapa n
Bab 130. Cinta Bukan Suatu KompetisiQuotes:Ternyata Cinta bukan suatu kompetisi, untuk mencari pemenang sejati. Tetapi Cinta adalah rasa, sulit diterjemahkan dengan kata-kata. Cukup diresapi dan dimaknai.****“Gak bakalan aku sombong, Bik. Aku akan tetap seperti sekarang. Tetap bantu-bantu di dapur juga seperti saat ini!” jawabku waktu itu.Dan kami pun tertawa bahagia.Tetapi, tiba-tiba semua berubah. Bapak mengkhianatiku. Dia mengingkari janjinya, karena sudah punya pacar baru. Dan barusan Rika bilang, Bapak membawanya ke rumah ini.Buk Embun memang sudah menjelaskan semuanya tadi, begitu dia sampai di rumah. Dia memintaku tenang, dan mengajakku untuk membalas perbuatan mereka, agar ada efek jera, begitu kata Bu Embun. Namun, sungguh tak kusangka, siang ini juga Bapak
Bab 131. Embunku telah berkhianat?POV Darry====“Embun tidak datang ke kampus hari ini. Kalian di mana?” tanyaku melalui sambungan telepon seluler kepada Bram, Bodyguard yang kusewa untuk mengawasi kekasihku, Embun.“Oh, iya, Bos. Dia keluar pagi-pagi sekali tadi, langsung menuju kantor. Tak berapa lama pergi lagi bersama seorang OB ke sebuah perumahan. Kami sekarang sedang mengawasinya, di sini, Bos,” jawab Bram dari ujung sana.“Perumahan? Perumahan mana?”“Perumahan Puri Asri, Bos!”“Rumah siapa itu?”“Nah, ini yang kami belum selidiki. Karena baru pertama ini, Bu Embun datang ke sini.”“Ya, sudah, kalian awasi dan selidiki, ya! Saya ada kelas ini. Saya tunggu infonya!”