Bab 127. Perpisahan Sementara Akan Mendewasakanmu
“Maaf, Bu Embun, sebenarnya ada masalah apa, kita dikumpulkan di sini?” Om Rahman memulai percakapan.
Yang lain juga menatapku serius. Kulihat Papa dan Dian juga sudah selesai berbincang.
“Saya mau dnegar penjelasan dari Bu Dian terlebih dahulu, bagaimana bisa , uang perusahaan bisa lenyap sebesar itu, tanpa Anda ketahui?” tanyaku penuh wibawa.
Ini di kantor, dan sednag dalam keadaan rapat penting. Aku haurs memposisikan diriku sebagai pemilik, bukan sebagai teman.
“Maaf, Bu. Saya sudah bertanya langsung kepada Bapak Direktur, dia mengakui, uang hasil nego dengan beberapa perusahaan yang terakhir dia tangani, ternyata tidak dilaporkan, Bu. Jadi dalam laporan, transaksi itu tidak ada, kebetulan barang yang sudah disepakati, belum jatuh tempo masa pengiriman. Jadi, semua terlihat
Bab 128. Air Mata Ini Mulai Luruh Tanpa Permisi.Kuhempaskan tubuh lelah ini di atas ranjang. Kuingin terpejam meski hanya sesaat. Setidaknya bayangan Mas Darry bisa lepas sebentar di otak. Ya, aku ingin melupakannya sesaat. Beban yang lain sudah begitu berat. Tiba-tiba masalah ini datang pula menyeruak.Bayangan Dokter Danu tiba-tiba berkelebat. Wajah tampan itu pasti selalu tersenyum dalam ingatanku. Ya, karena dia memang selalu tersenyum bila berhadapan denganku. Apalagi dulu, saat anakku deman tinggi. Aku sangat takut. Saat itu kami belum memiliki pembantu dan babysitter. Aku sendirian. Mas Ray belum pulang hingga larut. Dokter Danu bersedia menemaniku, menunggu obat turun panasnya bekerja. Tak henti ersenyum hangat, berusaha menghilangkan cemasku.Hey, kenapa aku malah jadi terpikir akan dia? Kenapa ak
Bab 129. Calon Pengantin baru Tidur Di GudangWanita itu datang dengan kepala menunduk. Mendung pekat bergelayut di wajahnya.“Saya, Buk!” jawabnya hampir tak dengar.“Dua hari ini, dia akan tinggal di rumah kita. Setelah itu dia akan pergi. Tolong Bik Las beri dia satu matras sebagai alas, dan tunjukkan kamar gudang untuknya! Kalau hanya sendiri, sepertinya gudang itu masih muat!” perintahku mengagetkan mereka semua.“Apa? Kau nyuruh aku tidur di gudang?” Diva melotot.“Ya, Rumah ini haram dari perbuatan Zina! Kalian belum resmi menikah, jadi harus tidur terpisah! Kamar udah terisi semua. Tinggal gudang. Itupun penuh barang-barang. Tapi kalau kau sendiri, muat kok. Asal jangan kau pancing Papa masuk juga di sana! Paham!”“Aku tidak mau! Embuuun! Kau pikir dirimu siapa n
Bab 130. Cinta Bukan Suatu KompetisiQuotes:Ternyata Cinta bukan suatu kompetisi, untuk mencari pemenang sejati. Tetapi Cinta adalah rasa, sulit diterjemahkan dengan kata-kata. Cukup diresapi dan dimaknai.****“Gak bakalan aku sombong, Bik. Aku akan tetap seperti sekarang. Tetap bantu-bantu di dapur juga seperti saat ini!” jawabku waktu itu.Dan kami pun tertawa bahagia.Tetapi, tiba-tiba semua berubah. Bapak mengkhianatiku. Dia mengingkari janjinya, karena sudah punya pacar baru. Dan barusan Rika bilang, Bapak membawanya ke rumah ini.Buk Embun memang sudah menjelaskan semuanya tadi, begitu dia sampai di rumah. Dia memintaku tenang, dan mengajakku untuk membalas perbuatan mereka, agar ada efek jera, begitu kata Bu Embun. Namun, sungguh tak kusangka, siang ini juga Bapak
Bab 131. Embunku telah berkhianat?POV Darry====“Embun tidak datang ke kampus hari ini. Kalian di mana?” tanyaku melalui sambungan telepon seluler kepada Bram, Bodyguard yang kusewa untuk mengawasi kekasihku, Embun.“Oh, iya, Bos. Dia keluar pagi-pagi sekali tadi, langsung menuju kantor. Tak berapa lama pergi lagi bersama seorang OB ke sebuah perumahan. Kami sekarang sedang mengawasinya, di sini, Bos,” jawab Bram dari ujung sana.“Perumahan? Perumahan mana?”“Perumahan Puri Asri, Bos!”“Rumah siapa itu?”“Nah, ini yang kami belum selidiki. Karena baru pertama ini, Bu Embun datang ke sini.”“Ya, sudah, kalian awasi dan selidiki, ya! Saya ada kelas ini. Saya tunggu infonya!”
Bab 132. Embun, Diammu Adalah DeritakuKenapa Embun berdusta! Selama ini tidak pernah sekalipun dia berdusta, tapi kali ini dia melakukannya. Apakah karena Dokter Danu? Dokter Danu telah mencuri hatinya? Embun ….Bram, ya, Bram! Aku harus gali info darinya.Sial! Nomornya tidak aktif. Ke mana pula dia? Kehabisan daya kah ponselnya? Itu kebiasaan buruknya. Sudah sering kali aku protes. Tetapi dia berkelit, karena tak ada hal yang mecurigakan. Jika penting mereka yang akan menghubungiku, begitu alasannya. Nyatanya, telah terjadi hal sepenting ini, dia tak menghubungiku! Sial! Aku akan potong gajinya!Kugebrak meja di hadapan, kopi yang sudah dingin sejak tadi, seketika tumpah, mengotori seluruh buku dan kertas-kertas di atas meja itu. Aku tak peduli. Resah ini terasa lebih menyakitkan, dari pada harus kehilangan kertas-kertas itu.===Mengisi
Bab. 133. Detik-detik Pernikahan Diva“Saya mengerti, Bu. Kalau begitu saya permisi, ya!” Dokter Danu berbalik, Mas Darry langsung mencegahnya.“Eit, tunggu! Bukankah sudah kita sepakati kau akan menghajar adikmu itu? Itu, mengapa kita ke sini, kan?” tuntutnya menghadang.Aku hanya melongo. Akankah mereka duel lagi? Ada apa sebenarnya?“Oh, iya, maaf, aku lupa. Boleh panggilin Diva sebentar, Bu Embun?” Dokter Danu menoleh ke arahku.“Boleh,” jawabku lalu meninggalkan keduanya langsung menuju dapur, di mana gudang itu berada.Terdengar suara tangisan lirih, aku tercekat. Itu suara Diva. Kenapa lagi dia. Kupercepat langkah. Kudapati perempuan itu tengah mengepel lantai kamar gudang dengan berurai air mata. Papa ikut menemaninya. Segera kusembunyikan diriku di balik dinding.&nb
Bab 134. Air Mata Bik Las Di Pernikahan Diva“Tapi, sekarang, kau belum sah menjadi istri Papa, bukan! Sekarang kau ikuti semua perintahku! Setelah sah nanti, baru perintahmu berlaku, ok!” ucapku tetap berusaha setenang mungkin.“Embun! Aku tidak terima kau perlakukan seperti ini! Aku adalah calon istri pengusaha terkenal! Kau akan menyesal pernah melakukan ini padaku!” Dia menunjuk tepat ke mukaku. Segera kutangkap, dan kuturunkan seraya tersenyum.“Cepat kau kerjakan perintahku! Lalu segera berdandan semampumu! Gak ada WO! Gak ada juru rias. Setengah jam lagi, penghulunya datang!” tegasku meninggalkannya.“Tunggu balasanku! Aku pastikan, aku dan Mas Rahmad akan menggelar pesta besar, khusus untuk resepsi pernikahan kami! Kau akan menyesal pernah melakukan ini padaku! Kau tunggu itu!” ancamnya sambil berlalu menuju gudang, kamarnya selama d
Bab 135. Maaf, Pa. Hari ini, Anda saya TALAK”Semua yang hadir tersenyum geli, kecuali Papa tentu saja. Dokter Danu terlihat salah tingkah. Aku tahu, dia sangat malu dengan ucapan adiknya itu. Kasihan dia. Tega kah aku melanjutkan acara selanjutnya? Tidakkah itu hanya akan menyakiti hati Dokter yang baik hati itu?Ah, maaf, Dokter. Tetapi pertunjukan ini harus dilanjutkan. Agar adikmu terbangun dari mimpinya. Maaf, ya, Dok!Liza mulai sibuk dengan laptopnya. Dian membantu menghubungkannya dengan infocus, dan menyorotkan ke arah dinding.“Eh, itu mau ngapain?” protes Diva melotot dan menbentak anak buahku itu dengan sombongnya.“Maaf, kami hanya ingin memperlihat sesuatu pada Bu Diva,” jawab Liza sopan.“Oh, kamu mau nunjukkin seluruh asset-aset perusahaan suamiku, iya? Gak perlu, aku akan periksa sendiri n