Share

Semoga Baik-baik Saja

Penulis: YuRa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-03 21:20:43

"Gimana Novi?" tanya Pak Budi dengan penasaran.

"Sudah sadar, Pak. Aku mau cari ruangan dulu," kata Septi. Semua mata yang dari tadi memandang Septi, akhirnya bernafas lega mendengar kata-kata Septi.

"Biar saya yang mencari ruangan, Mbak," kata Farel mengajukan diri untuk membantu. Pak Budi memberi isyarat pada Septi untuk menuruti perkataan Farel.

"O iya, Mas. Silahkan," jawab Septi. Farel tersenyum dan melangkah pergi untuk mencari kamar.

"Bapak, masuklah," ucap Septi mempersilahkan Pak Budi masuk ke ruang UGD. Pak Budi segera masuk ke ruangan.

"Mbak Septi, gimana Novi?" tanya Lastri yang masih setia menunggu.

"Tadi waktu Novi sadar, ia tampak tidak merespon kami. Aku cemas sekali, Mbak? Aku takut kalau Novi benar-benar tidak mengenali kami. Tapi Alhamdulillah, akhirnya Novi bisa mengingat kami. Kata perawat, Novi hanya syok saja." Novi menjelaskan pada Lastri.

"Syukurlah. Aku sangat cemas, takut terjadi sesuatu pada Novi." Lastri mengungkapkan kecemasannya.

"Kita sama-sama berdo
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Sangat Bersyukur

    "Bagi Ibu kamu masih anak kecil Ibu yang cengeng dan manja, juga mandiri. Maafkan Bapak dan Ibu yang tidak bisa memberikan kemewahan pada kalian," kata Bu Murni dengan mata berkaca-kaca."Pantesan Novi cengeng, keturunan dari Ibu," celetuk Pak Budi. Novi dan Septi tertawa mendengar celetukan bapaknya, sedangkan Bu Murni tampak bersungut-sungut kesal. "Tuh kan, hujan turun," lanjut Pak Budi ketika melihat air mata Bu Murni menetes di pipi. Novi dan Septi semakin lebar tertawanya. Novi sangat bahagia melihat orang tuanya masih bisa bercanda dan selalu terlihat bahagia. Terkadang Novi iri melihat orang tuanya yang sampai detik ini mereka masih seperti dulu. Selalu saling menggoda dan bercanda. Ia pun membandingkan dengan kehidupan rumah tangganya yang hancur berantakan. Seketika mata Novi menghangat, ia pun berusaha mati-matian supaya tidak menangis."Bu, Haikal kemana? Kok nggak diajak?" tanya Novi mengalihkan pembicaraan."Tadi pagi-pagi sudah dijemput Lastri. Katanya kasihan kalau

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Menantu Kesayangan

    "Siapa yang kecelakaan?" Pak Harno mengulangi pertanyaannya. Semua yang ada disitu terkejut mendengar suara Pak Harno. Pak Harno menatap empat orang itu satu persatu."Mbak Novi Pak," jawab Abdul dengan pelan, karena ia tahu kalau Novi itu menantu kesayangan bosnya."Novi? Novi anakku?" tanya Pak Harno lagi dengan ekspresi wajah yang sangat kaget."Iya, Pak. Mbak Novi ibunya Dina dan Haikal." Wawan ikut menjawab.Deg! Pak Harno memegang dadanya, Ahmad yang terkejut melihat bapaknya. Ia segera mendekati bapaknya, Wawan dan Wahyu ikut mendekati bos mereka, membantu Ahmad memapah bapaknya berjalan ke kursi terdekat. Abdul segera mengambil air putih untuk Pak Harno."Minum dulu, Pak," kata Abdul sambil menyerahkan gelas kepada Pak Harno. Pak Harno menyambut gelas tersebut dan segera meminumnya. Kemudian menarik nafas panjang."Bagaimana kondisi Novi?" tanya Pak Harno."Saya belum tahu, Pak," jawab Abdul."Kapan kejadiannya? Sendirian atau bersama anak-anak?" Pak Harno yang semakin penasar

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Maunya Dimengerti

    “Bu, ini ada sarapan untuk Ibu dan Mbak Novi,” kata Farel memecahkan keheningan.“O iya Nak Farel, terima kasih. Malah ngerepotin Nak Farel," kata Bu Murni."Enggak kok, Bu." Farel menjawab sambil tersenyum. Farel menatap ke arah Pak Harno yang tampak tersenyum juga. Ketika melihat kearah Ahmad, terlihat wajah Ahmad yang tidak bersahabat. Sebenarnya dari tadi Farel penasaran dengan hubungan Novi dan Pak Harno. Mau bertanya tapi ia sungkan."Apakah mereka masih ada hubungan keluarga ya? Tapi dari tadi Ahmad hanya diam saja," kata Farel dalam hati.Suara dering ponsel membuyarkan lamunan Farel. Ia pun mengambil ponsel yang ada di saku kemejanya. Seketika ekspresi wajah Farel berubah, ketika melihat layar ponsel. Ia pun mengabaikan panggilan di ponsel tersebut dan memasukkan lagi ponsel itu ke saku kemeja. Ternyata ponsel Farel berdering lagi. Karena merasa tidak enak dengan semua yang ada di ruangan itu, akhirnya Farel pamit pulang.***"Ponselnya kok nggak aktif, Mas?" tanya Indah ke

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Makan Diluar

    "Nanti habis magrib ya keluarnya, kalau sekarang keluar tanggung," kata Ahmad mencoba memberi pengertian pada istrinya yang sedang hamil besar."Aku pengennya sekarang." Indah benar-benar keras kepala."Sebentar lagi azan magrib, kata orang tua, ibu hamil jangan keluyuran kalau azan magrib, pamali. Menunggu setelah azan magrib." Ahmad berusaha membujuk istrinya yang kekanak-kanakan.Indah masih merajuk, ia cemberut dengan mengerutkan bibirnya. Ahmad yang menatap Indah menjadi sangat kesal. "Ya sudah, kalau masih ngeyel dan merajuk mending nggak usah keluar sekalian. Makan yang ada saja. Kamu nggak mau makan ya nggak apa-apa, yang merasakan sakit itu kan kamu bukan aku." Ahmad pun merebahkan tubuhnya di kasur, mereka berdua saling memunggungi."Ya Allah, alangkah besarnya cobaanku ini. Mendapatkan istri yang tidak bisa mengerti tapi maunya dimengerti. Apakah ini karmaku karena sering menyakiti hati Novi?” Ahmad bermonolog dalam hati. Indah terdiam mendengar kata-kata Ahmad. “Benar j

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Nggak Peka

    "Sudah kenyang?" tanya Ahmad. Ia melihat piring Indah dan piringnya sudah bersih di makanan.Indah mengangguk dan tersenyum dengan lebar. "Kenyang sekali, Mas.""Aku bayar dulu ya?" kata Ahmad sambil beranjak dari tempat duduknya.Ahmad pun berjalan menuju ke kasir untuk membayar makanan."Mas Ahmad? Dengan siapa kesini?" tanya seorang laki-laki.Ahmad pun menoleh ternyata Farel yang juga antri di kasir. "Eh, Mas Farel. Makan disini juga ya?" jawab Ahmad dengan ramah. Walaupun sebenarnya ia tidak suka melihat Farel."Iya, Mas. O ya Mas Ahmad, saya kok penasaran. Apa hubungan Pak Harno dengan Mbak Novi? Apakah masih saudara? Kelihatannya Pak Harno sangat mencemaskan Mbak Novi," tanya Farel.Belum sempat menjawab, muncul seorang perempuan mendekati mereka. "Mas, kok lama sekali?" tanya Indah.Farel memandang ke arah Indah yang perutnya terlihat membesar. Farel sudah menebak kalau ini adalah istrinya Ahmad."Eh, iya. Antri tadi," jawab Ahmad dengan gelagapan."Oh, istrinya Mas Ahmad y

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Gagal Total

    Pagi hari Novi sudah sibuk di dapur mau membuat minuman dan memasak."Nov, kenapa kamu nggak istirahat saja. Kamu kan belum pulih," kata Bu Murni. "Berbaring terus malah membuat punggung terasa panas," kilah Novi."Ibumu itu benar, kamu istirahat saja. Kalau capek berbaring ya duduk." Pak Budi menimpali ucapan Novi.Akhirnya Novi mengalah, ia pun duduk berhadapan dengan bapaknya. "Hari ini warung jadi buka?" tanya Pak Budi."Iya, Pak. Sudah beberapa hari tutup, nanti malah pelanggannya kabur. Biar Yanti juga ada kegiatan. Tadi Yanti sudah berbelanja ke pasar.""Terserah kamu, asal kamu jangan terlalu capek. Kamu masih butuh istirahat. Uang itu masih bisa dicari kapan saja, tapi kesehatan lebih mahal daripada uang. Kamu punya uang banyak-banyak percuma kalau kamu nggak sehat." Pak Budi memberikan wejangan panjang pada anak bungsunya."Iya, Pak." Novi hanya mengiyakan saja ucapan bapaknya. Tidak berani membantahnya.Terdengar suara orang mengucapkan salam, Dina yang sudah bersiap bera

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Tetaplah Baik

    "Ternyata ramai sekali tempat ini, memang enak sih ayam gepreknya," kata Indah dalam hati sambil melihat di sekelilingnya. Ia pun memainkan ponselnya dan sesekali selfie.Sekitar lima menit menunggu, akhirnya pesanan Indah pun datang. Ia tadi memesan dua porsi ayam geprek pedas dan es jeruk.Indah yang dari tadi sudah menahan air liur, begitu melihat makanan pesanannya, ia pun segera menyantap makanan itu. Perempuan yang sedang hamil besar itu dengan lahapnya menyantap ayam geprek. Tidak memperdulikan keadaan di sekelilingnya. Semua orang yang ada disitu memang sedang asyik dengan makanannya masing-masing, jadi tidak melihat Indah yang makan seperti orang yang sangat kelaparan.Sesekali Indah menyeka keringat yang mengalir dari dahinya. Pedasnya sambal ayam geprek, tidak menyurutkan keinginannya untuk menghabiskan makanan di hadapannya. Indah tidak menyadari, jika ada sepasang mata yang mengawasinya. Pemilik mata itu adalah Wahyu, teman kerja Ahmad. Wahyu memang sedang membeli ayam g

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Kagum atau Suka?

    Kondisi tubuh Novi sudah pulih, ia pun sudah mulai membantu Yanti di warung. Tadi malam keluarga Alvaro sudah berkunjung ke rumah Novi. Tentu saja mereka datang untuk bersilaturahmi dan meminta maaf atas kelalaian Alvaro, sehingga membuat Novi terluka. Pak Budi menyambut baik niat keluarga Alvaro, baginya yang terpenting Novi sudah sehat lagi.Pagi ini Novi sedang membuat sambal untuk ayam gepreknya. Sedangkan Bu Murni membantu menggoreng ayam dan memasak sayur asem. Hari ini ada pesanan ayam geprek tiga puluh porsi yang akan diambil jam sebelas nanti. Yanti sedang membersihkan warung, sambil menunggu ayam dan sambalnya selesai dibuat. Ia sangat bersemangat kerja disini, Novi begitu baik padanya dan menganggapnya seperti keluarga sendiri. Keluarganya Novi juga bersikap baik dengannya, tidak memperlakukannya seperti anak buah, tapi kayaknya partner kerja. Gajinya pun lumayan, jadi ia bisa menabung."Sudah selesai beres-beres, Yan?" tanya Novi."Sudah Mbak," sahut Yanti sambil membuka

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09

Bab terbaru

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Sah (Happy Ending)

    Hari ini Novi dan Farel mencari perlengkapan untuk mengisi rumah baru mereka. Hanya yang penting-penting dulu. Mereka berangkat dari rumah sekitar jam sembilan. Kebetulan Haikal tidak ikut, hanya mereka berdua, jadi bisa leluasa memilih furniture tanpa harus mengkhawatirkan Haikal yang bakal kecapekan. Sampailah mereka di toko furniture. Novi melihat-lihat tempat tidur untuk kamar mereka."Kasur ini bagus nggak untuk kamar Dina?" tanya Farel."Bagus, Mas. Tapi kita cari yang lain dulu," kata Novi. Sebenarnya Novi tadi sangat senang melihat kasur ini, tapi begitu melihat harganya, membuat Novi terperanjat."Kenapa?""Kita cari yang sebelah situ dulu, cari yang agak murah," bisik Novi."Tapi ini bagus." Farel tetap mempertahankan ini."Mas, kalau beli yang itu, terlalu mahal. Cari yang sederhana saja." Novi tetap pada pendiriannya.Akhirnya Farel mengalah. Mereka pun melihat-lihat lagi, mencari yang sesuai dengan keinginan dan budget."Nah kalau untuk kamar kita, yang ini saja. Ini kua

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Menjaga Hati

    "Mas, semua ini membuatku sangat terharu. Terlalu berlebihan," kata Novi."Enggak Sayang. Ini semampuku, hanya mampu membuatkan rumah yang kecil untuk keluarga kecil kita. Tapi insyaallah rumah yang kita bangun ini akan menjadi rumah yang penuh dengan kebahagiaan.""Amin.""Aku juga nggak mau kita jauh dari Bapak Ibu. Lagi pula usahamu kan disini, jadi tidak repot.""Apa Mas nggak malu punya istri penjual ayam geprek?""Nggak usah dibahas yang seperti itu. Pokoknya aku sudah siap dengan segala kelebihan dan kekuranganmu. Aku nggak mau membatasi kegiatanmu. Yang penting kamu senang, dan ingat prioritasmu adalah menjadi istri dan ibu. Bukan mencari nafkah. Mencari Nafkah itu tugasku.""Siap, Bos!" kata Novi sambil cengengesan."Alhamdulillah ya Mas, tadi malam Bu Irma ikut datang," lanjut Novi."Bukan Bu Irma, tapi Mama.""Iya, Mama.""Sebenarnya Mama itu baik. Kita harus pintar-pintar mengambil hatinya. Suatu saat nanti Mama pasti akan luluh," kata Farel dengan menatap Novi."Kamu tahu

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Rencana Masa Depan

    "Apa kalian sudah benar-benar mantap? Nanti kalian mau tinggal dimana setelah menikah?" tanya Pak Dewa."Nanti kami akan tinggal di bedengnya Novi, memulai semuanya dari nol."Novi memang memiliki bedengan untuk disewakan, kebetulan ada yang baru saja pindah, jadi ada bedeng yang kosong.Irma mencibir mendengar ucapan anaknya."Memang kamu bisa tinggal ditempat seperti itu," cemooh Irma."Insyaallah bisa, Ma. Namanya juga baru menikah dan belajar untuk memulai hidup baru, harus serba prihatin."Pak Dewa tersenyum dan manggut-manggut."Bagus! Itu namanya laki-laki sejati. Papa bangga sama kamu. Apa yang kamu butuhkan untuk menikah nanti? Bilang saja sama Papa! Mau pesta di gedung apa, biar Papa yang mengurusnya," kata Pak Dewa dengan antusias."Huh! Banyak gaya, masa mau pesta di gedung. Padahal setelah pesta tinggal di bedeng!" Irma berkata dengan sinis.Farel tersenyum dan sangat maklum dengan watak mamanya itu."Enggak usah, Pa! Acaranya hanya akad nikah saja di rumah Pak Budi. Meng

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Menemui Calon Mertua

    "Mas, aku takut," kata Novi ketika berada di dalam mobil."Takut kenapa, aku kan nggak ngapa-ngapain kamu," goda Farel sambil tersenyum."Aku serius, Mas.""Aku juga serius," sahut Farel.Novi masih saja tampak gelisah, ia takut membayangkan hal-hal yang mungkin nanti terjadi.Hari ini Farel sengaja mengajak Novi untuk menemui kedua orang tua Farel. Awalnya Novi menolak, karena belum siap untuk diejek dan dihina mamanya Farel. Tapi Farel berhasil meyakinkan Novi kalua semua akan baik-baik saja. Farel sendiri sudah bertekad tetap akan menikah dengan Novi meskipun mamanya tidak setuju.Di sepanjang perjalanan, Novi hanya terdiam. Farel yang fokus menyetir melihat ke arah Novi yang sedang melamun."Nggak usah khawatir, ada aku di sampingmu," kata Farel. Tangan kiri Farel berusaha memegang tangan Novi. Farel tersenyum walaupun hatinya deg-degan, tangan Novi terasa sangat dingin."Dingin sekali tanganmu, grogi ya?" ledek Farel.Novi hanya tersenyum samar. Akhirnya sampai juga di rumah ora

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Ikhlaskan

    "Jadi Novi akan menikah juga ya? Atau mereka sudah menikah? Syukurlah kalau begitu. Berarti Mas Ahmad tidak akan mengharapkan Novi lagi, karena Novi sudah bersuami. Dan hidupku akan damai," kata Indah dalam hati."Tapi aku heran, kenapa Novi begitu baik denganku, sampai ia rela menggendong Salsa? Apakah karena kebaikan Novi ini yang membuatnya begitu sering dipuji oleh seluruh keluarga Mas Ahmad. Sepertinya aku harus mencontoh Novi." Dari tadi Ahmad mengamati Novi, ada kerinduan di hatinya. Rindu akan omelan dan juga masakan Novi yang selalu cocok di lidahnya. "Andai waktu bisa terulang lagi, aku akan selalu menjadi suami yang baik untuk Novi. Tapi, ah sudahlah. Sekarang sepertinya Novi sedang bahagia bersama Farel," kata Ahmad dalam hati dengan pandangan mata masih menatap Novi dan Farel.Seketika Ahmad terkejut karena pandangan matanya bertatapan dengan Indah. Indah tampak tersenyum penuh kemenangan melihat Ahmad yang terlihat sendu menatap Novi. Ahmad segera mengalihkan pandangan

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Tidak Mau Bermusuhan

    Pagi ini semua sudah bersiap-siap untuk datang ke acara akad nikah Alif. Novi pun sudah menyiapkan hati untuk bertemu dengan Ahmad dan Indah. Segala kemungkinan bisa saja terjadi disana. Keluar di kamar, semua sudah siap, termasuk Farel yang sudah datang dari tadi. Entah apa yang sedang dibicarakan Farel dengan Pak Budi, mereka tampak serius. Akhirnya Farel selesai juga berbicara dengan Pak Budi."Semua sudah siap kan? Ayo kita berangkat," ajak Farel."Iya, sudah siap kok. Tadi kelamaan nunggu Ibu dandan," celetuk Dina.Farel dan orang tua Novi tersenyum, sedangkan Novi salah tingkah. Akhirnya mereka berangkat menuju ke rumah Alif. Semua tampak ceria, terutama Farel dan Novi, yang sama-sama bahagia dan hatinya berbunga-bunga.Sampai di rumah Alif, acara belum dimulai. Karena penghulu juga baru saja datang. Ia masih meneliti berkas-berkas pernikahan. Acara akad nikah Alif digelar secara sederhana, tidak ada pesta. Hanya keluarga, tetangga dan teman dekat saja yang diundang. Pak Harn

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Bukalah Hatimu

    "Mas, kita nggak mungkin bisa bersama. Perbedaan kita terlalu banyak. Aku takut nanti akan menjadi masalah besar. Aku…."Drtt…drtt…Belum selesai Novi berbicara, terdengar ponsel Farel berbunyi. Farel melihat sekilas ke arah ponselnya, tapi hanya mengacuhkan saja. Ia fokus lagi menatap Novi.Drtt…drttDrtt…drtt"Angkatlah panggilan itu, siapa tahu penting," kata Novi."Bukan hal penting kok."Drtt…drttAkhirnya Farel menonaktifkan nada deringnya."Kamu takut dengan Mama? Jangan khawatir, aku akan berusaha melunakkan hati Mama.""Kalau tidak berhasil?""Kita tetap menikah, toh aku juga sudah tidak tinggal di rumah Mama. Kita nanti akan memulai rumah tangga dari awal. Mengontrak rumah, menabung untuk membeli rumah.""Mudah sekali Mas bicara seperti itu. Begitu menjalaninya nanti banyak mengeluh.""Asalkan bersamamu, aku yakin mampu menjalani semuanya.""Gombal!""Aku bukan merayu, tapi memang aku sudah siap lahir batin hidup sederhana.""Mas, semua tak seindah dan semudah yang Mas bayan

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Masih Menunggu Jawaban

    Farel segera menggandeng tangan Novi dan mengajaknya mendekati anak-anak lagi. Dada Novi bergemuruh, hatinya berbunga-bunga. Tapi masih saja ada sedikit kekhawatiran."Nggak usah grogi kayak gitu, nanti kamu akan terbiasa dengan gandengan tanganku," ledek Farel, Novi hanya tersipu."Kok Ibu gandengan dengan Om, nggak boleh! Itu omnya adek, bukan omnya Ibu," kata Haikal mendekati Farel dan berusaha melepaskan gandengan tangan mereka.Farel semakin terkekeh melihat Haikal yang merasa cemburu dengan ibunya sendiri."Adek sayang sama Om ya?" tanya Farel."Iya! Om tidur di rumah adek ya, biar bisa ngelonin adek."Deg! Novi kaget mendengar jawaban Haikal."Om juga sayang sama adek, Ibu dan Mbak Dina." Farel menanggapi pertanyaan Haikal."Kalau sayang kok nggak mau tinggal di rumah adek?" Haikal masih penasaran dengan jawaban Farel."Nanti kalau Om sudah punya rumah sendiri, Om akan mengajak adek, Ibu dan Mbak Dina tinggal bersama.""Rumahnya bagus nggak Om?" tanya Haikal dengan antusias."

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Mencari Jodohnya Sendiri

    Novi hanya menatap mereka yang sibuk mencari permainan lain. Hatinya masih terasa sakit dengan sikap Irma. Novi memang sudah biasa dihina dan direndahkan orang, tapi yang dilakukan Irma tadi benar-benar menyakiti hatinya karena dilakukan di depan anak-anaknya. Walaupun sebenarnya Dina dan Haikal belum paham dengan apa yang terjadi, tetap saja Novi merasa dipermalukan.Novi menunduk sambil menghapus air mata yang mulai menetes. Kejadian ini tidak luput dari perhatian Farel. Walaupun ia sedang mendampingi Haikal dan Dina bermain, tapi pandangan matanya tidak lepas dari sosok yang dicintainya itu."Maafkan aku, Novi. Aku janji tidak akan membuatmu menangis lagi," kata Farel dalam hati.Sementara itu, di mobil Pak Dewa sedang terjadi perdebatan. Tentu saja perdebatan antara Pak Dewa dan Irma."Mama nggak boleh bersikap seperti itu? Kayak orang nggak berpendidikan." Pak Dewa mengomel."Enak saja Papa bilang seperti itu! Yang Mama lakukan tadi benar. Mama kecewa dengan Farel! Farel pasti di

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status