Pagi hari Novi sudah sibuk di dapur mau membuat minuman dan memasak."Nov, kenapa kamu nggak istirahat saja. Kamu kan belum pulih," kata Bu Murni. "Berbaring terus malah membuat punggung terasa panas," kilah Novi."Ibumu itu benar, kamu istirahat saja. Kalau capek berbaring ya duduk." Pak Budi menimpali ucapan Novi.Akhirnya Novi mengalah, ia pun duduk berhadapan dengan bapaknya. "Hari ini warung jadi buka?" tanya Pak Budi."Iya, Pak. Sudah beberapa hari tutup, nanti malah pelanggannya kabur. Biar Yanti juga ada kegiatan. Tadi Yanti sudah berbelanja ke pasar.""Terserah kamu, asal kamu jangan terlalu capek. Kamu masih butuh istirahat. Uang itu masih bisa dicari kapan saja, tapi kesehatan lebih mahal daripada uang. Kamu punya uang banyak-banyak percuma kalau kamu nggak sehat." Pak Budi memberikan wejangan panjang pada anak bungsunya."Iya, Pak." Novi hanya mengiyakan saja ucapan bapaknya. Tidak berani membantahnya.Terdengar suara orang mengucapkan salam, Dina yang sudah bersiap bera
"Ternyata ramai sekali tempat ini, memang enak sih ayam gepreknya," kata Indah dalam hati sambil melihat di sekelilingnya. Ia pun memainkan ponselnya dan sesekali selfie.Sekitar lima menit menunggu, akhirnya pesanan Indah pun datang. Ia tadi memesan dua porsi ayam geprek pedas dan es jeruk.Indah yang dari tadi sudah menahan air liur, begitu melihat makanan pesanannya, ia pun segera menyantap makanan itu. Perempuan yang sedang hamil besar itu dengan lahapnya menyantap ayam geprek. Tidak memperdulikan keadaan di sekelilingnya. Semua orang yang ada disitu memang sedang asyik dengan makanannya masing-masing, jadi tidak melihat Indah yang makan seperti orang yang sangat kelaparan.Sesekali Indah menyeka keringat yang mengalir dari dahinya. Pedasnya sambal ayam geprek, tidak menyurutkan keinginannya untuk menghabiskan makanan di hadapannya. Indah tidak menyadari, jika ada sepasang mata yang mengawasinya. Pemilik mata itu adalah Wahyu, teman kerja Ahmad. Wahyu memang sedang membeli ayam g
Kondisi tubuh Novi sudah pulih, ia pun sudah mulai membantu Yanti di warung. Tadi malam keluarga Alvaro sudah berkunjung ke rumah Novi. Tentu saja mereka datang untuk bersilaturahmi dan meminta maaf atas kelalaian Alvaro, sehingga membuat Novi terluka. Pak Budi menyambut baik niat keluarga Alvaro, baginya yang terpenting Novi sudah sehat lagi.Pagi ini Novi sedang membuat sambal untuk ayam gepreknya. Sedangkan Bu Murni membantu menggoreng ayam dan memasak sayur asem. Hari ini ada pesanan ayam geprek tiga puluh porsi yang akan diambil jam sebelas nanti. Yanti sedang membersihkan warung, sambil menunggu ayam dan sambalnya selesai dibuat. Ia sangat bersemangat kerja disini, Novi begitu baik padanya dan menganggapnya seperti keluarga sendiri. Keluarganya Novi juga bersikap baik dengannya, tidak memperlakukannya seperti anak buah, tapi kayaknya partner kerja. Gajinya pun lumayan, jadi ia bisa menabung."Sudah selesai beres-beres, Yan?" tanya Novi."Sudah Mbak," sahut Yanti sambil membuka
"Al, kamu tadi pulang sekolah mampir kemana?" tanya Farel ketika ia masuk ke kamar adiknya.Farel yang sedang asyik bermain game, menoleh sebentar ke arah kakaknya."Jalan." Alvaro menjawab dengan singkat, kemudian melanjutkan bermain game."Jalan kemana?" tanya Farel, kemudian duduk di tempat tidur, mendekati Alvaro."Jalan sama teman-teman.""Kemana?" selidik Farel."Mas kok sekarang kayak Mama saja, suka menginterogasi." Alvaro tampak kesal dengan kakaknya."Kamu sudah kelas dua belas, sebentar lagi mau kuliah. Kurangi waktu bermain, lebih serius lagi dalam berpikir dan bertindak, demi masa depan kamu." Farel menasehati Alvaro.Alvaro merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara, kakak pertamanya Monica dan kakak keduanya Farel. Monica sudah menikah dan memiliki dua orang anak, suaminya seorang pengusaha kaya. Sedangkan Farel seorang kontraktor dengan usia matang, tapi belum menikah. Alvaro bukan anak yang nakal atau bandel, hanya saja ia terbiasa hidup manja dengan fasilitas yang l
Siang ini Indah mau pergi ke warung geprek lagi, ia menjadi ketagihan makan di warung Novi. Ini sudah keempat kalinya ia makan disini dan belum pernah bertemu dengan Novi.Sesampai di warung geprek, Indah memesan makanan."Mbak, seperti biasa ya, ayam geprek dua porsi," kata Indah pada Yanti."Siap, Mbak." Yanti menyahut sambil menyiapkan ayam pesanan orang. Indah pun tersenyum, kemudian memilih tempat yang nyaman. Sambil menunggu makanannya, ia melihat di sekeliling warung yang cukup ramai. Ada yang makan di tempat, ada juga yang memilih membawa pulang makanannya."Silahkan, Mbak," kata Yanti yang datang dengan membawa makanan pesanan Indah.Indah tampak tersenyum bahagia melihat makanan ada di depannya."Terima kasih," sahut Indah yang kemudian langsung menyantap makanan itu. Indah sangat menikmati makanan itu, tidak mempedulikan keringat yang mulai tampak di wajahnya. Sesekali ia minum air putih yang ada, untuk mengurangi rasa pedas yang mendominasi mulutnya. Tak terasa piringnya
Sampai dirumah Indah masih sangat kesal dengan kejadian tadi. Kejadian saat ia bertemu dengan Novi. Ia belum tahu kalau warung geprek itu milik Novi. Indah masuk ke dalam kamar dan langsung berbaring. Perutnya yang semakin membesar membuatnya mudah lelah, apalagi ia tadi emosi. Kekesalan hatinya membuat tubuhnya menjadi sangat lelah."Huh, kenapa sih perempuan itu muncul lagi di kehidupanku. Membuatku kesal saja. Lihat saja Novi, nanti kalau anakku sudah lahir, pasti akan menggantikan posisi anak-anakmu. Bapak dan Ibu akan lebih menyayangi anakku. Akan aku buat mereka melupakan anak-anak Novi." Indah bermonolog dalam hati sambil mengelus-elus perutnya."Sehat-sehat ya Nak. Pasti nanti kamu menjadi kesayangan kakek dan nenek. Kamu akan hidup penuh dengan kemewahan. Apapun keinginanmu pasti akan dipenuhi. Karena kamu adalah cucunya. Kalau sampai ayahmu pilih kasih dan lebih menyayangi anak-anak Novi, Ibu adalah orang pertama yang akan selalu membelamu." Indah masih mengelus-elus perutny
"Mas!" teriak Indah.Ahmad sangat terkejut mendengar teriakan Indah."Kenapa sih kamu teriak-teriak. Aku belum budek." Gantian Ahmad yang berteriak.Indah langsung terdiam dibentak oleh Ahmad."Kenapa sih Mas kok kayak gitu? Aku menyebut nama Novi, Mas langsung melamun. Pasti memikirkan Novi, iya kan? Jangan-jangan selama ini kamu masih memikirkannya. Apa kamu masih mencintainya, Mas?" teriak Indah.Ahmad hanya diam, ia malas untuk berdebat dengan Indah karena pasti ia yang akan disalahkan oleh Indah. Baginya lebih baik diam."Kenapa diam saja? Apa sih menariknya Novi? Aku juga bisa berdandan seperti dia. Dulu aku bahkan jauh lebih cantik dari Novi. Sekarang aku jadi begini gara-gara kamu. Kamu tidak mampu membiayai semua perawatanku. Uang dari kamu hanya cukup untuk makan saja." Indah nyerocos tanpa henti, Ahmad hanya diam dengan pikirannya sendiri. Bahkan ia tidak terlalu mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh Indah. "Kenapa diam saja, Mas!" bentak Indah."Bagaimana aku mau ber
Drtt….drtt, ponsel Farel berdering."Huh, mengganggu saja sih," kata Farel dengan kesal, ia menatap layar ponselnya. Tampak sebuah nama yang sedang berusaha menghubunginya. Siapa lagi kalau bukan Nada. Farel tidak menggubris panggilan dari Nada. Ia pun meletakkan ponselnya di kasur.Pikirannya beralih ke sosok Nada, perempuan yang sedang dekat dengannya saat ini. Entah seperti apa hubungan mereka, Farel tidak pernah mengatakan suka atau cinta pada Nada. Kebersamaannya dengan Nada hanya untuk menyenangkan hati mamanya saja.Farel cenderung pasif, ia tidak pernah berinisiatif mengajak Nada pergi keluar untuk sekedar makan. Selalu saja Nada yang mengajak Farel, tentu saja Farel mengiyakan ajakan Nada. Jika Farel menolak, Nada akan mengadukan Farel pada mamanya. Dan bisa dipastikan kalau mamanya Farel akan marah besar. Sebenarnya Nada itu cantik, bahkan sangat cantik, tapi tentu saja dengan perawatan yang luar biasa. Terkadang Nada betah berada di salon kecantikan seharian, hanya untuk m
Hari ini Novi dan Farel mencari perlengkapan untuk mengisi rumah baru mereka. Hanya yang penting-penting dulu. Mereka berangkat dari rumah sekitar jam sembilan. Kebetulan Haikal tidak ikut, hanya mereka berdua, jadi bisa leluasa memilih furniture tanpa harus mengkhawatirkan Haikal yang bakal kecapekan. Sampailah mereka di toko furniture. Novi melihat-lihat tempat tidur untuk kamar mereka."Kasur ini bagus nggak untuk kamar Dina?" tanya Farel."Bagus, Mas. Tapi kita cari yang lain dulu," kata Novi. Sebenarnya Novi tadi sangat senang melihat kasur ini, tapi begitu melihat harganya, membuat Novi terperanjat."Kenapa?""Kita cari yang sebelah situ dulu, cari yang agak murah," bisik Novi."Tapi ini bagus." Farel tetap mempertahankan ini."Mas, kalau beli yang itu, terlalu mahal. Cari yang sederhana saja." Novi tetap pada pendiriannya.Akhirnya Farel mengalah. Mereka pun melihat-lihat lagi, mencari yang sesuai dengan keinginan dan budget."Nah kalau untuk kamar kita, yang ini saja. Ini kua
"Mas, semua ini membuatku sangat terharu. Terlalu berlebihan," kata Novi."Enggak Sayang. Ini semampuku, hanya mampu membuatkan rumah yang kecil untuk keluarga kecil kita. Tapi insyaallah rumah yang kita bangun ini akan menjadi rumah yang penuh dengan kebahagiaan.""Amin.""Aku juga nggak mau kita jauh dari Bapak Ibu. Lagi pula usahamu kan disini, jadi tidak repot.""Apa Mas nggak malu punya istri penjual ayam geprek?""Nggak usah dibahas yang seperti itu. Pokoknya aku sudah siap dengan segala kelebihan dan kekuranganmu. Aku nggak mau membatasi kegiatanmu. Yang penting kamu senang, dan ingat prioritasmu adalah menjadi istri dan ibu. Bukan mencari nafkah. Mencari Nafkah itu tugasku.""Siap, Bos!" kata Novi sambil cengengesan."Alhamdulillah ya Mas, tadi malam Bu Irma ikut datang," lanjut Novi."Bukan Bu Irma, tapi Mama.""Iya, Mama.""Sebenarnya Mama itu baik. Kita harus pintar-pintar mengambil hatinya. Suatu saat nanti Mama pasti akan luluh," kata Farel dengan menatap Novi."Kamu tahu
"Apa kalian sudah benar-benar mantap? Nanti kalian mau tinggal dimana setelah menikah?" tanya Pak Dewa."Nanti kami akan tinggal di bedengnya Novi, memulai semuanya dari nol."Novi memang memiliki bedengan untuk disewakan, kebetulan ada yang baru saja pindah, jadi ada bedeng yang kosong.Irma mencibir mendengar ucapan anaknya."Memang kamu bisa tinggal ditempat seperti itu," cemooh Irma."Insyaallah bisa, Ma. Namanya juga baru menikah dan belajar untuk memulai hidup baru, harus serba prihatin."Pak Dewa tersenyum dan manggut-manggut."Bagus! Itu namanya laki-laki sejati. Papa bangga sama kamu. Apa yang kamu butuhkan untuk menikah nanti? Bilang saja sama Papa! Mau pesta di gedung apa, biar Papa yang mengurusnya," kata Pak Dewa dengan antusias."Huh! Banyak gaya, masa mau pesta di gedung. Padahal setelah pesta tinggal di bedeng!" Irma berkata dengan sinis.Farel tersenyum dan sangat maklum dengan watak mamanya itu."Enggak usah, Pa! Acaranya hanya akad nikah saja di rumah Pak Budi. Meng
"Mas, aku takut," kata Novi ketika berada di dalam mobil."Takut kenapa, aku kan nggak ngapa-ngapain kamu," goda Farel sambil tersenyum."Aku serius, Mas.""Aku juga serius," sahut Farel.Novi masih saja tampak gelisah, ia takut membayangkan hal-hal yang mungkin nanti terjadi.Hari ini Farel sengaja mengajak Novi untuk menemui kedua orang tua Farel. Awalnya Novi menolak, karena belum siap untuk diejek dan dihina mamanya Farel. Tapi Farel berhasil meyakinkan Novi kalua semua akan baik-baik saja. Farel sendiri sudah bertekad tetap akan menikah dengan Novi meskipun mamanya tidak setuju.Di sepanjang perjalanan, Novi hanya terdiam. Farel yang fokus menyetir melihat ke arah Novi yang sedang melamun."Nggak usah khawatir, ada aku di sampingmu," kata Farel. Tangan kiri Farel berusaha memegang tangan Novi. Farel tersenyum walaupun hatinya deg-degan, tangan Novi terasa sangat dingin."Dingin sekali tanganmu, grogi ya?" ledek Farel.Novi hanya tersenyum samar. Akhirnya sampai juga di rumah ora
"Jadi Novi akan menikah juga ya? Atau mereka sudah menikah? Syukurlah kalau begitu. Berarti Mas Ahmad tidak akan mengharapkan Novi lagi, karena Novi sudah bersuami. Dan hidupku akan damai," kata Indah dalam hati."Tapi aku heran, kenapa Novi begitu baik denganku, sampai ia rela menggendong Salsa? Apakah karena kebaikan Novi ini yang membuatnya begitu sering dipuji oleh seluruh keluarga Mas Ahmad. Sepertinya aku harus mencontoh Novi." Dari tadi Ahmad mengamati Novi, ada kerinduan di hatinya. Rindu akan omelan dan juga masakan Novi yang selalu cocok di lidahnya. "Andai waktu bisa terulang lagi, aku akan selalu menjadi suami yang baik untuk Novi. Tapi, ah sudahlah. Sekarang sepertinya Novi sedang bahagia bersama Farel," kata Ahmad dalam hati dengan pandangan mata masih menatap Novi dan Farel.Seketika Ahmad terkejut karena pandangan matanya bertatapan dengan Indah. Indah tampak tersenyum penuh kemenangan melihat Ahmad yang terlihat sendu menatap Novi. Ahmad segera mengalihkan pandangan
Pagi ini semua sudah bersiap-siap untuk datang ke acara akad nikah Alif. Novi pun sudah menyiapkan hati untuk bertemu dengan Ahmad dan Indah. Segala kemungkinan bisa saja terjadi disana. Keluar di kamar, semua sudah siap, termasuk Farel yang sudah datang dari tadi. Entah apa yang sedang dibicarakan Farel dengan Pak Budi, mereka tampak serius. Akhirnya Farel selesai juga berbicara dengan Pak Budi."Semua sudah siap kan? Ayo kita berangkat," ajak Farel."Iya, sudah siap kok. Tadi kelamaan nunggu Ibu dandan," celetuk Dina.Farel dan orang tua Novi tersenyum, sedangkan Novi salah tingkah. Akhirnya mereka berangkat menuju ke rumah Alif. Semua tampak ceria, terutama Farel dan Novi, yang sama-sama bahagia dan hatinya berbunga-bunga.Sampai di rumah Alif, acara belum dimulai. Karena penghulu juga baru saja datang. Ia masih meneliti berkas-berkas pernikahan. Acara akad nikah Alif digelar secara sederhana, tidak ada pesta. Hanya keluarga, tetangga dan teman dekat saja yang diundang. Pak Harn
"Mas, kita nggak mungkin bisa bersama. Perbedaan kita terlalu banyak. Aku takut nanti akan menjadi masalah besar. Aku…."Drtt…drtt…Belum selesai Novi berbicara, terdengar ponsel Farel berbunyi. Farel melihat sekilas ke arah ponselnya, tapi hanya mengacuhkan saja. Ia fokus lagi menatap Novi.Drtt…drttDrtt…drtt"Angkatlah panggilan itu, siapa tahu penting," kata Novi."Bukan hal penting kok."Drtt…drttAkhirnya Farel menonaktifkan nada deringnya."Kamu takut dengan Mama? Jangan khawatir, aku akan berusaha melunakkan hati Mama.""Kalau tidak berhasil?""Kita tetap menikah, toh aku juga sudah tidak tinggal di rumah Mama. Kita nanti akan memulai rumah tangga dari awal. Mengontrak rumah, menabung untuk membeli rumah.""Mudah sekali Mas bicara seperti itu. Begitu menjalaninya nanti banyak mengeluh.""Asalkan bersamamu, aku yakin mampu menjalani semuanya.""Gombal!""Aku bukan merayu, tapi memang aku sudah siap lahir batin hidup sederhana.""Mas, semua tak seindah dan semudah yang Mas bayan
Farel segera menggandeng tangan Novi dan mengajaknya mendekati anak-anak lagi. Dada Novi bergemuruh, hatinya berbunga-bunga. Tapi masih saja ada sedikit kekhawatiran."Nggak usah grogi kayak gitu, nanti kamu akan terbiasa dengan gandengan tanganku," ledek Farel, Novi hanya tersipu."Kok Ibu gandengan dengan Om, nggak boleh! Itu omnya adek, bukan omnya Ibu," kata Haikal mendekati Farel dan berusaha melepaskan gandengan tangan mereka.Farel semakin terkekeh melihat Haikal yang merasa cemburu dengan ibunya sendiri."Adek sayang sama Om ya?" tanya Farel."Iya! Om tidur di rumah adek ya, biar bisa ngelonin adek."Deg! Novi kaget mendengar jawaban Haikal."Om juga sayang sama adek, Ibu dan Mbak Dina." Farel menanggapi pertanyaan Haikal."Kalau sayang kok nggak mau tinggal di rumah adek?" Haikal masih penasaran dengan jawaban Farel."Nanti kalau Om sudah punya rumah sendiri, Om akan mengajak adek, Ibu dan Mbak Dina tinggal bersama.""Rumahnya bagus nggak Om?" tanya Haikal dengan antusias."
Novi hanya menatap mereka yang sibuk mencari permainan lain. Hatinya masih terasa sakit dengan sikap Irma. Novi memang sudah biasa dihina dan direndahkan orang, tapi yang dilakukan Irma tadi benar-benar menyakiti hatinya karena dilakukan di depan anak-anaknya. Walaupun sebenarnya Dina dan Haikal belum paham dengan apa yang terjadi, tetap saja Novi merasa dipermalukan.Novi menunduk sambil menghapus air mata yang mulai menetes. Kejadian ini tidak luput dari perhatian Farel. Walaupun ia sedang mendampingi Haikal dan Dina bermain, tapi pandangan matanya tidak lepas dari sosok yang dicintainya itu."Maafkan aku, Novi. Aku janji tidak akan membuatmu menangis lagi," kata Farel dalam hati.Sementara itu, di mobil Pak Dewa sedang terjadi perdebatan. Tentu saja perdebatan antara Pak Dewa dan Irma."Mama nggak boleh bersikap seperti itu? Kayak orang nggak berpendidikan." Pak Dewa mengomel."Enak saja Papa bilang seperti itu! Yang Mama lakukan tadi benar. Mama kecewa dengan Farel! Farel pasti di