“Bu, ini ada sarapan untuk Ibu dan Mbak Novi,” kata Farel memecahkan keheningan.“O iya Nak Farel, terima kasih. Malah ngerepotin Nak Farel," kata Bu Murni."Enggak kok, Bu." Farel menjawab sambil tersenyum. Farel menatap ke arah Pak Harno yang tampak tersenyum juga. Ketika melihat kearah Ahmad, terlihat wajah Ahmad yang tidak bersahabat. Sebenarnya dari tadi Farel penasaran dengan hubungan Novi dan Pak Harno. Mau bertanya tapi ia sungkan."Apakah mereka masih ada hubungan keluarga ya? Tapi dari tadi Ahmad hanya diam saja," kata Farel dalam hati.Suara dering ponsel membuyarkan lamunan Farel. Ia pun mengambil ponsel yang ada di saku kemejanya. Seketika ekspresi wajah Farel berubah, ketika melihat layar ponsel. Ia pun mengabaikan panggilan di ponsel tersebut dan memasukkan lagi ponsel itu ke saku kemeja. Ternyata ponsel Farel berdering lagi. Karena merasa tidak enak dengan semua yang ada di ruangan itu, akhirnya Farel pamit pulang.***"Ponselnya kok nggak aktif, Mas?" tanya Indah ke
"Nanti habis magrib ya keluarnya, kalau sekarang keluar tanggung," kata Ahmad mencoba memberi pengertian pada istrinya yang sedang hamil besar."Aku pengennya sekarang." Indah benar-benar keras kepala."Sebentar lagi azan magrib, kata orang tua, ibu hamil jangan keluyuran kalau azan magrib, pamali. Menunggu setelah azan magrib." Ahmad berusaha membujuk istrinya yang kekanak-kanakan.Indah masih merajuk, ia cemberut dengan mengerutkan bibirnya. Ahmad yang menatap Indah menjadi sangat kesal. "Ya sudah, kalau masih ngeyel dan merajuk mending nggak usah keluar sekalian. Makan yang ada saja. Kamu nggak mau makan ya nggak apa-apa, yang merasakan sakit itu kan kamu bukan aku." Ahmad pun merebahkan tubuhnya di kasur, mereka berdua saling memunggungi."Ya Allah, alangkah besarnya cobaanku ini. Mendapatkan istri yang tidak bisa mengerti tapi maunya dimengerti. Apakah ini karmaku karena sering menyakiti hati Novi?” Ahmad bermonolog dalam hati. Indah terdiam mendengar kata-kata Ahmad. “Benar j
"Sudah kenyang?" tanya Ahmad. Ia melihat piring Indah dan piringnya sudah bersih di makanan.Indah mengangguk dan tersenyum dengan lebar. "Kenyang sekali, Mas.""Aku bayar dulu ya?" kata Ahmad sambil beranjak dari tempat duduknya.Ahmad pun berjalan menuju ke kasir untuk membayar makanan."Mas Ahmad? Dengan siapa kesini?" tanya seorang laki-laki.Ahmad pun menoleh ternyata Farel yang juga antri di kasir. "Eh, Mas Farel. Makan disini juga ya?" jawab Ahmad dengan ramah. Walaupun sebenarnya ia tidak suka melihat Farel."Iya, Mas. O ya Mas Ahmad, saya kok penasaran. Apa hubungan Pak Harno dengan Mbak Novi? Apakah masih saudara? Kelihatannya Pak Harno sangat mencemaskan Mbak Novi," tanya Farel.Belum sempat menjawab, muncul seorang perempuan mendekati mereka. "Mas, kok lama sekali?" tanya Indah.Farel memandang ke arah Indah yang perutnya terlihat membesar. Farel sudah menebak kalau ini adalah istrinya Ahmad."Eh, iya. Antri tadi," jawab Ahmad dengan gelagapan."Oh, istrinya Mas Ahmad y
Pagi hari Novi sudah sibuk di dapur mau membuat minuman dan memasak."Nov, kenapa kamu nggak istirahat saja. Kamu kan belum pulih," kata Bu Murni. "Berbaring terus malah membuat punggung terasa panas," kilah Novi."Ibumu itu benar, kamu istirahat saja. Kalau capek berbaring ya duduk." Pak Budi menimpali ucapan Novi.Akhirnya Novi mengalah, ia pun duduk berhadapan dengan bapaknya. "Hari ini warung jadi buka?" tanya Pak Budi."Iya, Pak. Sudah beberapa hari tutup, nanti malah pelanggannya kabur. Biar Yanti juga ada kegiatan. Tadi Yanti sudah berbelanja ke pasar.""Terserah kamu, asal kamu jangan terlalu capek. Kamu masih butuh istirahat. Uang itu masih bisa dicari kapan saja, tapi kesehatan lebih mahal daripada uang. Kamu punya uang banyak-banyak percuma kalau kamu nggak sehat." Pak Budi memberikan wejangan panjang pada anak bungsunya."Iya, Pak." Novi hanya mengiyakan saja ucapan bapaknya. Tidak berani membantahnya.Terdengar suara orang mengucapkan salam, Dina yang sudah bersiap bera
"Ternyata ramai sekali tempat ini, memang enak sih ayam gepreknya," kata Indah dalam hati sambil melihat di sekelilingnya. Ia pun memainkan ponselnya dan sesekali selfie.Sekitar lima menit menunggu, akhirnya pesanan Indah pun datang. Ia tadi memesan dua porsi ayam geprek pedas dan es jeruk.Indah yang dari tadi sudah menahan air liur, begitu melihat makanan pesanannya, ia pun segera menyantap makanan itu. Perempuan yang sedang hamil besar itu dengan lahapnya menyantap ayam geprek. Tidak memperdulikan keadaan di sekelilingnya. Semua orang yang ada disitu memang sedang asyik dengan makanannya masing-masing, jadi tidak melihat Indah yang makan seperti orang yang sangat kelaparan.Sesekali Indah menyeka keringat yang mengalir dari dahinya. Pedasnya sambal ayam geprek, tidak menyurutkan keinginannya untuk menghabiskan makanan di hadapannya. Indah tidak menyadari, jika ada sepasang mata yang mengawasinya. Pemilik mata itu adalah Wahyu, teman kerja Ahmad. Wahyu memang sedang membeli ayam g
Kondisi tubuh Novi sudah pulih, ia pun sudah mulai membantu Yanti di warung. Tadi malam keluarga Alvaro sudah berkunjung ke rumah Novi. Tentu saja mereka datang untuk bersilaturahmi dan meminta maaf atas kelalaian Alvaro, sehingga membuat Novi terluka. Pak Budi menyambut baik niat keluarga Alvaro, baginya yang terpenting Novi sudah sehat lagi.Pagi ini Novi sedang membuat sambal untuk ayam gepreknya. Sedangkan Bu Murni membantu menggoreng ayam dan memasak sayur asem. Hari ini ada pesanan ayam geprek tiga puluh porsi yang akan diambil jam sebelas nanti. Yanti sedang membersihkan warung, sambil menunggu ayam dan sambalnya selesai dibuat. Ia sangat bersemangat kerja disini, Novi begitu baik padanya dan menganggapnya seperti keluarga sendiri. Keluarganya Novi juga bersikap baik dengannya, tidak memperlakukannya seperti anak buah, tapi kayaknya partner kerja. Gajinya pun lumayan, jadi ia bisa menabung."Sudah selesai beres-beres, Yan?" tanya Novi."Sudah Mbak," sahut Yanti sambil membuka
"Al, kamu tadi pulang sekolah mampir kemana?" tanya Farel ketika ia masuk ke kamar adiknya.Farel yang sedang asyik bermain game, menoleh sebentar ke arah kakaknya."Jalan." Alvaro menjawab dengan singkat, kemudian melanjutkan bermain game."Jalan kemana?" tanya Farel, kemudian duduk di tempat tidur, mendekati Alvaro."Jalan sama teman-teman.""Kemana?" selidik Farel."Mas kok sekarang kayak Mama saja, suka menginterogasi." Alvaro tampak kesal dengan kakaknya."Kamu sudah kelas dua belas, sebentar lagi mau kuliah. Kurangi waktu bermain, lebih serius lagi dalam berpikir dan bertindak, demi masa depan kamu." Farel menasehati Alvaro.Alvaro merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara, kakak pertamanya Monica dan kakak keduanya Farel. Monica sudah menikah dan memiliki dua orang anak, suaminya seorang pengusaha kaya. Sedangkan Farel seorang kontraktor dengan usia matang, tapi belum menikah. Alvaro bukan anak yang nakal atau bandel, hanya saja ia terbiasa hidup manja dengan fasilitas yang l
Siang ini Indah mau pergi ke warung geprek lagi, ia menjadi ketagihan makan di warung Novi. Ini sudah keempat kalinya ia makan disini dan belum pernah bertemu dengan Novi.Sesampai di warung geprek, Indah memesan makanan."Mbak, seperti biasa ya, ayam geprek dua porsi," kata Indah pada Yanti."Siap, Mbak." Yanti menyahut sambil menyiapkan ayam pesanan orang. Indah pun tersenyum, kemudian memilih tempat yang nyaman. Sambil menunggu makanannya, ia melihat di sekeliling warung yang cukup ramai. Ada yang makan di tempat, ada juga yang memilih membawa pulang makanannya."Silahkan, Mbak," kata Yanti yang datang dengan membawa makanan pesanan Indah.Indah tampak tersenyum bahagia melihat makanan ada di depannya."Terima kasih," sahut Indah yang kemudian langsung menyantap makanan itu. Indah sangat menikmati makanan itu, tidak mempedulikan keringat yang mulai tampak di wajahnya. Sesekali ia minum air putih yang ada, untuk mengurangi rasa pedas yang mendominasi mulutnya. Tak terasa piringnya
"Mas, aku takut," kata Novi ketika berada di dalam mobil."Takut kenapa, aku kan nggak ngapa-ngapain kamu," goda Farel sambil tersenyum."Aku serius, Mas.""Aku juga serius," sahut Farel.Novi masih saja tampak gelisah, ia takut membayangkan hal-hal yang mungkin nanti terjadi.Hari ini Farel sengaja mengajak Novi untuk menemui kedua orang tua Farel. Awalnya Novi menolak, karena belum siap untuk diejek dan dihina mamanya Farel. Tapi Farel berhasil meyakinkan Novi kalua semua akan baik-baik saja. Farel sendiri sudah bertekad tetap akan menikah dengan Novi meskipun mamanya tidak setuju.Di sepanjang perjalanan, Novi hanya terdiam. Farel yang fokus menyetir melihat ke arah Novi yang sedang melamun."Nggak usah khawatir, ada aku di sampingmu," kata Farel. Tangan kiri Farel berusaha memegang tangan Novi. Farel tersenyum walaupun hatinya deg-degan, tangan Novi terasa sangat dingin."Dingin sekali tanganmu, grogi ya?" ledek Farel.Novi hanya tersenyum samar. Akhirnya sampai juga di rumah ora
"Jadi Novi akan menikah juga ya? Atau mereka sudah menikah? Syukurlah kalau begitu. Berarti Mas Ahmad tidak akan mengharapkan Novi lagi, karena Novi sudah bersuami. Dan hidupku akan damai," kata Indah dalam hati."Tapi aku heran, kenapa Novi begitu baik denganku, sampai ia rela menggendong Salsa? Apakah karena kebaikan Novi ini yang membuatnya begitu sering dipuji oleh seluruh keluarga Mas Ahmad. Sepertinya aku harus mencontoh Novi." Dari tadi Ahmad mengamati Novi, ada kerinduan di hatinya. Rindu akan omelan dan juga masakan Novi yang selalu cocok di lidahnya. "Andai waktu bisa terulang lagi, aku akan selalu menjadi suami yang baik untuk Novi. Tapi, ah sudahlah. Sekarang sepertinya Novi sedang bahagia bersama Farel," kata Ahmad dalam hati dengan pandangan mata masih menatap Novi dan Farel.Seketika Ahmad terkejut karena pandangan matanya bertatapan dengan Indah. Indah tampak tersenyum penuh kemenangan melihat Ahmad yang terlihat sendu menatap Novi. Ahmad segera mengalihkan pandangan
Pagi ini semua sudah bersiap-siap untuk datang ke acara akad nikah Alif. Novi pun sudah menyiapkan hati untuk bertemu dengan Ahmad dan Indah. Segala kemungkinan bisa saja terjadi disana. Keluar di kamar, semua sudah siap, termasuk Farel yang sudah datang dari tadi. Entah apa yang sedang dibicarakan Farel dengan Pak Budi, mereka tampak serius. Akhirnya Farel selesai juga berbicara dengan Pak Budi."Semua sudah siap kan? Ayo kita berangkat," ajak Farel."Iya, sudah siap kok. Tadi kelamaan nunggu Ibu dandan," celetuk Dina.Farel dan orang tua Novi tersenyum, sedangkan Novi salah tingkah. Akhirnya mereka berangkat menuju ke rumah Alif. Semua tampak ceria, terutama Farel dan Novi, yang sama-sama bahagia dan hatinya berbunga-bunga.Sampai di rumah Alif, acara belum dimulai. Karena penghulu juga baru saja datang. Ia masih meneliti berkas-berkas pernikahan. Acara akad nikah Alif digelar secara sederhana, tidak ada pesta. Hanya keluarga, tetangga dan teman dekat saja yang diundang. Pak Harn
"Mas, kita nggak mungkin bisa bersama. Perbedaan kita terlalu banyak. Aku takut nanti akan menjadi masalah besar. Aku…."Drtt…drtt…Belum selesai Novi berbicara, terdengar ponsel Farel berbunyi. Farel melihat sekilas ke arah ponselnya, tapi hanya mengacuhkan saja. Ia fokus lagi menatap Novi.Drtt…drttDrtt…drtt"Angkatlah panggilan itu, siapa tahu penting," kata Novi."Bukan hal penting kok."Drtt…drttAkhirnya Farel menonaktifkan nada deringnya."Kamu takut dengan Mama? Jangan khawatir, aku akan berusaha melunakkan hati Mama.""Kalau tidak berhasil?""Kita tetap menikah, toh aku juga sudah tidak tinggal di rumah Mama. Kita nanti akan memulai rumah tangga dari awal. Mengontrak rumah, menabung untuk membeli rumah.""Mudah sekali Mas bicara seperti itu. Begitu menjalaninya nanti banyak mengeluh.""Asalkan bersamamu, aku yakin mampu menjalani semuanya.""Gombal!""Aku bukan merayu, tapi memang aku sudah siap lahir batin hidup sederhana.""Mas, semua tak seindah dan semudah yang Mas bayan
Farel segera menggandeng tangan Novi dan mengajaknya mendekati anak-anak lagi. Dada Novi bergemuruh, hatinya berbunga-bunga. Tapi masih saja ada sedikit kekhawatiran."Nggak usah grogi kayak gitu, nanti kamu akan terbiasa dengan gandengan tanganku," ledek Farel, Novi hanya tersipu."Kok Ibu gandengan dengan Om, nggak boleh! Itu omnya adek, bukan omnya Ibu," kata Haikal mendekati Farel dan berusaha melepaskan gandengan tangan mereka.Farel semakin terkekeh melihat Haikal yang merasa cemburu dengan ibunya sendiri."Adek sayang sama Om ya?" tanya Farel."Iya! Om tidur di rumah adek ya, biar bisa ngelonin adek."Deg! Novi kaget mendengar jawaban Haikal."Om juga sayang sama adek, Ibu dan Mbak Dina." Farel menanggapi pertanyaan Haikal."Kalau sayang kok nggak mau tinggal di rumah adek?" Haikal masih penasaran dengan jawaban Farel."Nanti kalau Om sudah punya rumah sendiri, Om akan mengajak adek, Ibu dan Mbak Dina tinggal bersama.""Rumahnya bagus nggak Om?" tanya Haikal dengan antusias."
Novi hanya menatap mereka yang sibuk mencari permainan lain. Hatinya masih terasa sakit dengan sikap Irma. Novi memang sudah biasa dihina dan direndahkan orang, tapi yang dilakukan Irma tadi benar-benar menyakiti hatinya karena dilakukan di depan anak-anaknya. Walaupun sebenarnya Dina dan Haikal belum paham dengan apa yang terjadi, tetap saja Novi merasa dipermalukan.Novi menunduk sambil menghapus air mata yang mulai menetes. Kejadian ini tidak luput dari perhatian Farel. Walaupun ia sedang mendampingi Haikal dan Dina bermain, tapi pandangan matanya tidak lepas dari sosok yang dicintainya itu."Maafkan aku, Novi. Aku janji tidak akan membuatmu menangis lagi," kata Farel dalam hati.Sementara itu, di mobil Pak Dewa sedang terjadi perdebatan. Tentu saja perdebatan antara Pak Dewa dan Irma."Mama nggak boleh bersikap seperti itu? Kayak orang nggak berpendidikan." Pak Dewa mengomel."Enak saja Papa bilang seperti itu! Yang Mama lakukan tadi benar. Mama kecewa dengan Farel! Farel pasti di
"Pacaran kok di tempat umum. Atau memang sengaja mau membuat pengumuman?" ledek Alvaro yang masih saja tampak cengengesan. Orang yang berdehem tadi memang Alvaro."Kami nggak pacaran, Al. Tapi sedang membicarakan tentang pernikahan" kata Farel."Alhamdulillah. Akhirnya ada kabar bahagia juga. Kapan rencananya?" tanya Alvaro."Insyaallah akhir bulan ini atau awal bulan depan."Novi kaget mendengar ucapan Farel, berarti hanya tiga Minggu lagi. Sedangkan ia belum tahu apapun tentang rencana itu."Eh, bukan seperti itu. Mas Farel ini bercanda," kilah Novi."Tapi aku lebih percaya ucapan Mas Farel, Mbak. Karena Papa sudah bilang sama aku," sahut Alvaro."Papa? Memang Papa bilang apa?" tanya Farel penasaran."Ada deh! Intinya kata Papa sebentar lagi Mas Farel mau menikah dengan Mbak Novi." Alvaro berkata penuh kemenangan karena berhasil membuat Farel dan Novi penasaran."Memang Mas Farel cerita apa dengan Pak Dewa?" tanya Novi penuh selidik."Bukan Pak Dewa, tapi Papa. Kamu harus terbiasa m
"Sudah siap? Ayo berangkat," kata seseorang yang membuat Novi berdebar-debar tidak karuan.Seseorang itu yang beberapa hari ini selalu ada dalam pikirannya. Ia masuk ke dalam rumah bersama dengan Pak Budi. Ia tampak gagah dengan pakaian casualnya yang terlihat sangat sederhana. Pak Budi tampak tersenyum. "Maaf, Mas. Aku dan anak-anak mau pergi," kata Novi."Iya, aku tahu. Makanya aku ngajak berangkat sekarang." Farel menjawab dengan tersenyum."Mbah Kung, ayo ikut," ajak Haikal."Mbah Kung dirumah sama Mbah Uti, nungguin warung. Kasihan kalau Bulek Yanti sendirian yang nungguin," kata Pak Budi."Tapi…." Belum selesai Novi berbicara sudah dipotong sama Pak Budi. "Buruan berangkat, kasihan Haikal sudah tidak sabar. Nak Farel, titip Novi dan anak-anaknya ya? Tolong jagain mereka di mall nanti," kata Pak Budi pada Farel."Siap, Pak. Saya akan menjaga mereka dengan sepenuh hati." Farel mantap sekali menjawabnya."Kami pergi dulu, Pak, Bu," pamit Farel.Pak Budi dan Bu Murni mengangguk. F
"Nggak usah ngegombal Mas. Aku bukan ABG yang mudah termakan rayuan. Perlu Mas ingat kalau aku ini seorang janda.""Bukan merayu, aku serius. Apa salahnya dengan status janda. Aku punya niat baik. Ingin membangun rumah tangga bersamamu dan mendampingi anak-anak sampai mereka sukses.""Mas, ingat, aku ini seorang janda dan punya anak dua. Seperti kata Nada, aku harus sadar diri. Apakah Mas sudah paham bagaimana resikonya menikahi seorang janda?" tanya Novi."Aku sudah sangat paham. Mengenai Nada, nggak usah kamu pikirkan. Sudah aku katakan kalau aku tidak punya hubungan spesial dengan Nada.""Assalamualaikum." Terdengar suara Dina mengucapkan salam. Farel dan Novi pun menoleh ke arah Dina."Waalaikumsalam Dina. Sudah pulang sekolah ya?" tanya Farel."Iya, Om." Dina mendekati Farel yang bersalaman dengan Farel."Dina mau ke kamar ya, Om." Dina berpamitan dengan Farel.Farel mengangguk, Dina pun melangkah keluar dari ruang tamu untuk menuju ke kamar."Tolong pikirkan semua ucapanku tadi.