Share

Kecelakaan

Author: YuRa
last update Last Updated: 2024-12-31 20:36:18

Tiiin…. Suara klakson motor mengagetkan Novi, ia tidak bisa mengendalikan diri.

"Mau mati ya?" teriak pengendara motor yang melaju dengan kencang.

Novi yang mulai oleng mengendarai motor semakin kaget mendengar teriakan orang itu, jantungnya berdetak dengan kencang. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Pikirannya benar-benar kosong, ia hanya menatap pengendara motor itu yang sudah menghilang dari pandangan matanya.

Brak!! Yang ia rasakan, tubuhnya terkena benda keras dan ia pun terjatuh mencium kerasnya aspal jalanan.

Orang-orang pun berlarian dan berteriak-teriak.

"Kecelakaan."

"Oh, yang kecelakaan pelakor."

"Karma seorang pelakor."

"Biarin aja, nggak usah ditolong."

Beberapa orang berkata-kata sambil menonton Novi yang mengalami kecelakaan. Air mata menetes di pipi Novi, menangis karena luka hati dan fisiknya.

"Hei, orang kecelakaan kok malah dilihat saja," teriak seorang laki-laki yang datang mendekati tempat kejadiam. Orang tersebut tampak cemas melihat darah yang keluar dari t
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Doakan Yang Terbaik

    "Evi, tolong kamu sama Haikal dulu, ya? Mbah Kung mau mengurus Mbah Uti dulu," kata Pak Budi pada Evi."Iya, Mbah," kata Evi, kemudian ia masuk ke kamar Novi untuk menemani Haikal.Terdengar suara langkah kaki yang sangat tergesa-gesa, memasuki ruangan."Ada apa, Pak?" tanya Septi yang baru masuk ke dalam rumah, dibelakangnya ada Yanti."Adikmu kecelakaan," kata Pak Budi. Septi terkejut mendengar ucapan bapaknya, begitu juga Yanti."Kecelakaan? Kapan? Dimana? Bagaimana kondisinya? Sekarang Novi dimana?" cecar Septi dengan panik."Bapak juga nggak tahu kondisinya, sekarang Novi ada di rumah sakit. Yanti, kamu nggak usah buka warung. Tutup warungnya, beresin belanjaan Novi dan tolong tunggu di sini menemani Haikal." Pak Budi memberi arahan pada Yanti, Yanti pun mengangguk.Di rumah sakit, Lastri masih setia menunggu. Ia dan Pak Fahri beserta dua remaja berpakaian SMA menunggu di luar UGD. Novi sendiri masih ditangani oleh dokter.Lastri tampak mondar-mandir, sesekali duduk. Pak Fahri s

    Last Updated : 2025-01-01
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Ingat Anakmu

    Ceklek! Pintu UGD dibuka, tampak dokter dan satu orang perawat keluar dari UGD.Bu Murni segera mendekati dokter dan perawat itu."Dok, bagaimana kondisi anak saya?" tanya Bu Murni."Oh, anak Ibu yang mengalami kecelakaan ya?" tanya dokter perempuan yang cantik dengan hijab berwarna mustard. Dokter tersebut bertanya dengan suara yang lembut dan enak didengar."Iya, Dok," jawab Bu Murni sambil mengangguk. Sesekali tampak ia menghapus air mata yang mengalir dengan sendirinya. Matanya sampai bengkak karena kebanyakan menangis."Masa kritisnya sudah lewat, tapi masih belum sadar." Dokter berkata sambil tersenyum untuk menenangkan ibu pasien, "kami akan berusaha yang terbaik untuk anak Ibu.""Boleh saya melihatnya, Dok?" tanya Bu Murni dengan penuh harap. Melihat perempuan setengah baya itu dengan wajah sangat cemas, dokter pun mengizinkannya."Boleh, gantian ya? Dua orang saja." Dokter memberikan jawaban, wajah Bu Murni memperlihatkan senyum lebar."Baik, Dok. Terima kasih," kata Bu Murni

    Last Updated : 2025-01-02
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Semoga Baik-baik Saja

    "Gimana Novi?" tanya Pak Budi dengan penasaran. "Sudah sadar, Pak. Aku mau cari ruangan dulu," kata Septi. Semua mata yang dari tadi memandang Septi, akhirnya bernafas lega mendengar kata-kata Septi."Biar saya yang mencari ruangan, Mbak," kata Farel mengajukan diri untuk membantu. Pak Budi memberi isyarat pada Septi untuk menuruti perkataan Farel."O iya, Mas. Silahkan," jawab Septi. Farel tersenyum dan melangkah pergi untuk mencari kamar. "Bapak, masuklah," ucap Septi mempersilahkan Pak Budi masuk ke ruang UGD. Pak Budi segera masuk ke ruangan."Mbak Septi, gimana Novi?" tanya Lastri yang masih setia menunggu."Tadi waktu Novi sadar, ia tampak tidak merespon kami. Aku cemas sekali, Mbak? Aku takut kalau Novi benar-benar tidak mengenali kami. Tapi Alhamdulillah, akhirnya Novi bisa mengingat kami. Kata perawat, Novi hanya syok saja." Novi menjelaskan pada Lastri."Syukurlah. Aku sangat cemas, takut terjadi sesuatu pada Novi." Lastri mengungkapkan kecemasannya. "Kita sama-sama berdo

    Last Updated : 2025-01-03
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Sangat Bersyukur

    "Bagi Ibu kamu masih anak kecil Ibu yang cengeng dan manja, juga mandiri. Maafkan Bapak dan Ibu yang tidak bisa memberikan kemewahan pada kalian," kata Bu Murni dengan mata berkaca-kaca."Pantesan Novi cengeng, keturunan dari Ibu," celetuk Pak Budi. Novi dan Septi tertawa mendengar celetukan bapaknya, sedangkan Bu Murni tampak bersungut-sungut kesal. "Tuh kan, hujan turun," lanjut Pak Budi ketika melihat air mata Bu Murni menetes di pipi. Novi dan Septi semakin lebar tertawanya. Novi sangat bahagia melihat orang tuanya masih bisa bercanda dan selalu terlihat bahagia. Terkadang Novi iri melihat orang tuanya yang sampai detik ini mereka masih seperti dulu. Selalu saling menggoda dan bercanda. Ia pun membandingkan dengan kehidupan rumah tangganya yang hancur berantakan. Seketika mata Novi menghangat, ia pun berusaha mati-matian supaya tidak menangis."Bu, Haikal kemana? Kok nggak diajak?" tanya Novi mengalihkan pembicaraan."Tadi pagi-pagi sudah dijemput Lastri. Katanya kasihan kalau

    Last Updated : 2025-01-03
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Menantu Kesayangan

    "Siapa yang kecelakaan?" Pak Harno mengulangi pertanyaannya. Semua yang ada disitu terkejut mendengar suara Pak Harno. Pak Harno menatap empat orang itu satu persatu."Mbak Novi Pak," jawab Abdul dengan pelan, karena ia tahu kalau Novi itu menantu kesayangan bosnya."Novi? Novi anakku?" tanya Pak Harno lagi dengan ekspresi wajah yang sangat kaget."Iya, Pak. Mbak Novi ibunya Dina dan Haikal." Wawan ikut menjawab.Deg! Pak Harno memegang dadanya, Ahmad yang terkejut melihat bapaknya. Ia segera mendekati bapaknya, Wawan dan Wahyu ikut mendekati bos mereka, membantu Ahmad memapah bapaknya berjalan ke kursi terdekat. Abdul segera mengambil air putih untuk Pak Harno."Minum dulu, Pak," kata Abdul sambil menyerahkan gelas kepada Pak Harno. Pak Harno menyambut gelas tersebut dan segera meminumnya. Kemudian menarik nafas panjang."Bagaimana kondisi Novi?" tanya Pak Harno."Saya belum tahu, Pak," jawab Abdul."Kapan kejadiannya? Sendirian atau bersama anak-anak?" Pak Harno yang semakin penasar

    Last Updated : 2025-01-05
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Maunya Dimengerti

    “Bu, ini ada sarapan untuk Ibu dan Mbak Novi,” kata Farel memecahkan keheningan.“O iya Nak Farel, terima kasih. Malah ngerepotin Nak Farel," kata Bu Murni."Enggak kok, Bu." Farel menjawab sambil tersenyum. Farel menatap ke arah Pak Harno yang tampak tersenyum juga. Ketika melihat kearah Ahmad, terlihat wajah Ahmad yang tidak bersahabat. Sebenarnya dari tadi Farel penasaran dengan hubungan Novi dan Pak Harno. Mau bertanya tapi ia sungkan."Apakah mereka masih ada hubungan keluarga ya? Tapi dari tadi Ahmad hanya diam saja," kata Farel dalam hati.Suara dering ponsel membuyarkan lamunan Farel. Ia pun mengambil ponsel yang ada di saku kemejanya. Seketika ekspresi wajah Farel berubah, ketika melihat layar ponsel. Ia pun mengabaikan panggilan di ponsel tersebut dan memasukkan lagi ponsel itu ke saku kemeja. Ternyata ponsel Farel berdering lagi. Karena merasa tidak enak dengan semua yang ada di ruangan itu, akhirnya Farel pamit pulang.***"Ponselnya kok nggak aktif, Mas?" tanya Indah ke

    Last Updated : 2025-01-05
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Makan Diluar

    "Nanti habis magrib ya keluarnya, kalau sekarang keluar tanggung," kata Ahmad mencoba memberi pengertian pada istrinya yang sedang hamil besar."Aku pengennya sekarang." Indah benar-benar keras kepala."Sebentar lagi azan magrib, kata orang tua, ibu hamil jangan keluyuran kalau azan magrib, pamali. Menunggu setelah azan magrib." Ahmad berusaha membujuk istrinya yang kekanak-kanakan.Indah masih merajuk, ia cemberut dengan mengerutkan bibirnya. Ahmad yang menatap Indah menjadi sangat kesal. "Ya sudah, kalau masih ngeyel dan merajuk mending nggak usah keluar sekalian. Makan yang ada saja. Kamu nggak mau makan ya nggak apa-apa, yang merasakan sakit itu kan kamu bukan aku." Ahmad pun merebahkan tubuhnya di kasur, mereka berdua saling memunggungi."Ya Allah, alangkah besarnya cobaanku ini. Mendapatkan istri yang tidak bisa mengerti tapi maunya dimengerti. Apakah ini karmaku karena sering menyakiti hati Novi?” Ahmad bermonolog dalam hati. Indah terdiam mendengar kata-kata Ahmad. “Benar j

    Last Updated : 2025-01-06
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Nggak Peka

    "Sudah kenyang?" tanya Ahmad. Ia melihat piring Indah dan piringnya sudah bersih di makanan.Indah mengangguk dan tersenyum dengan lebar. "Kenyang sekali, Mas.""Aku bayar dulu ya?" kata Ahmad sambil beranjak dari tempat duduknya.Ahmad pun berjalan menuju ke kasir untuk membayar makanan."Mas Ahmad? Dengan siapa kesini?" tanya seorang laki-laki.Ahmad pun menoleh ternyata Farel yang juga antri di kasir. "Eh, Mas Farel. Makan disini juga ya?" jawab Ahmad dengan ramah. Walaupun sebenarnya ia tidak suka melihat Farel."Iya, Mas. O ya Mas Ahmad, saya kok penasaran. Apa hubungan Pak Harno dengan Mbak Novi? Apakah masih saudara? Kelihatannya Pak Harno sangat mencemaskan Mbak Novi," tanya Farel.Belum sempat menjawab, muncul seorang perempuan mendekati mereka. "Mas, kok lama sekali?" tanya Indah.Farel memandang ke arah Indah yang perutnya terlihat membesar. Farel sudah menebak kalau ini adalah istrinya Ahmad."Eh, iya. Antri tadi," jawab Ahmad dengan gelagapan."Oh, istrinya Mas Ahmad y

    Last Updated : 2025-01-06

Latest chapter

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Mencari Jodohnya Sendiri

    Novi hanya menatap mereka yang sibuk mencari permainan lain. Hatinya masih terasa sakit dengan sikap Irma. Novi memang sudah biasa dihina dan direndahkan orang, tapi yang dilakukan Irma tadi benar-benar menyakiti hatinya karena dilakukan di depan anak-anaknya. Walaupun sebenarnya Dina dan Haikal belum paham dengan apa yang terjadi, tetap saja Novi merasa dipermalukan.Novi menunduk sambil menghapus air mata yang mulai menetes. Kejadian ini tidak luput dari perhatian Farel. Walaupun ia sedang mendampingi Haikal dan Dina bermain, tapi pandangan matanya tidak lepas dari sosok yang dicintainya itu."Maafkan aku, Novi. Aku janji tidak akan membuatmu menangis lagi," kata Farel dalam hati.Sementara itu, di mobil Pak Dewa sedang terjadi perdebatan. Tentu saja perdebatan antara Pak Dewa dan Irma."Mama nggak boleh bersikap seperti itu? Kayak orang nggak berpendidikan." Pak Dewa mengomel."Enak saja Papa bilang seperti itu! Yang Mama lakukan tadi benar. Mama kecewa dengan Farel! Farel pasti di

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Luka Tak Berdarah

    "Pacaran kok di tempat umum. Atau memang sengaja mau membuat pengumuman?" ledek Alvaro yang masih saja tampak cengengesan. Orang yang berdehem tadi memang Alvaro."Kami nggak pacaran, Al. Tapi sedang membicarakan tentang pernikahan" kata Farel."Alhamdulillah. Akhirnya ada kabar bahagia juga. Kapan rencananya?" tanya Alvaro."Insyaallah akhir bulan ini atau awal bulan depan."Novi kaget mendengar ucapan Farel, berarti hanya tiga Minggu lagi. Sedangkan ia belum tahu apapun tentang rencana itu."Eh, bukan seperti itu. Mas Farel ini bercanda," kilah Novi."Tapi aku lebih percaya ucapan Mas Farel, Mbak. Karena Papa sudah bilang sama aku," sahut Alvaro."Papa? Memang Papa bilang apa?" tanya Farel penasaran."Ada deh! Intinya kata Papa sebentar lagi Mas Farel mau menikah dengan Mbak Novi." Alvaro berkata penuh kemenangan karena berhasil membuat Farel dan Novi penasaran."Memang Mas Farel cerita apa dengan Pak Dewa?" tanya Novi penuh selidik."Bukan Pak Dewa, tapi Papa. Kamu harus terbiasa m

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Jalan-jalan

    "Sudah siap? Ayo berangkat," kata seseorang yang membuat Novi berdebar-debar tidak karuan.Seseorang itu yang beberapa hari ini selalu ada dalam pikirannya. Ia masuk ke dalam rumah bersama dengan Pak Budi. Ia tampak gagah dengan pakaian casualnya yang terlihat sangat sederhana. Pak Budi tampak tersenyum. "Maaf, Mas. Aku dan anak-anak mau pergi," kata Novi."Iya, aku tahu. Makanya aku ngajak berangkat sekarang." Farel menjawab dengan tersenyum."Mbah Kung, ayo ikut," ajak Haikal."Mbah Kung dirumah sama Mbah Uti, nungguin warung. Kasihan kalau Bulek Yanti sendirian yang nungguin," kata Pak Budi."Tapi…." Belum selesai Novi berbicara sudah dipotong sama Pak Budi. "Buruan berangkat, kasihan Haikal sudah tidak sabar. Nak Farel, titip Novi dan anak-anaknya ya? Tolong jagain mereka di mall nanti," kata Pak Budi pada Farel."Siap, Pak. Saya akan menjaga mereka dengan sepenuh hati." Farel mantap sekali menjawabnya."Kami pergi dulu, Pak, Bu," pamit Farel.Pak Budi dan Bu Murni mengangguk. F

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Menunggu Jawaban

    "Nggak usah ngegombal Mas. Aku bukan ABG yang mudah termakan rayuan. Perlu Mas ingat kalau aku ini seorang janda.""Bukan merayu, aku serius. Apa salahnya dengan status janda. Aku punya niat baik. Ingin membangun rumah tangga bersamamu dan mendampingi anak-anak sampai mereka sukses.""Mas, ingat, aku ini seorang janda dan punya anak dua. Seperti kata Nada, aku harus sadar diri. Apakah Mas sudah paham bagaimana resikonya menikahi seorang janda?" tanya Novi."Aku sudah sangat paham. Mengenai Nada, nggak usah kamu pikirkan. Sudah aku katakan kalau aku tidak punya hubungan spesial dengan Nada.""Assalamualaikum." Terdengar suara Dina mengucapkan salam. Farel dan Novi pun menoleh ke arah Dina."Waalaikumsalam Dina. Sudah pulang sekolah ya?" tanya Farel."Iya, Om." Dina mendekati Farel yang bersalaman dengan Farel."Dina mau ke kamar ya, Om." Dina berpamitan dengan Farel.Farel mengangguk, Dina pun melangkah keluar dari ruang tamu untuk menuju ke kamar."Tolong pikirkan semua ucapanku tadi.

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Kesempatan

    "Berarti Mas Alif sudah bercerai dengan Mbak Vera ya?" Novi hanya berkata dalam hati. Ia tidak berani bertanya langsung pada Alif, nanti dikira tidak tahu informasi ini. Padahal memang Novi tidak tahu sama sekali. Kakek dan neneknya Haikal juga tidak pernah bercerita dengan Novi. Sejak kejadian Vera yang mengalami kecelakaan itu, Novi memang belum pernah bertemu dengan Vera. Beberapa kali ia bertemu dengan Alif, Alif tidak pernah bercerita dengannya. Mungkin Alif malu mau menceritakan masalah rumah tangga dengan Novi, karena Novi sendiri juga punya masalah."Selamat ya Mas! Semoga selalu bahagia." Farel mengucapkan selamat pada Alif."Terima kasih, semoga kalian berdua juga segera menyusul," sahut Alif."Amin! Semoga disegerakan." Ucapan Farel membuat Novi menjadi semakin bingung."Mimpi apa aku semalam, kok hari ini banyak sekali kejutan yang aku alami," kata Novi dalam hati."Tuh Nov, nggak usah lama-lama. Haikal juga sudah akrab dengan Mas Farel." Alif menimpali. Farel tersenyum.

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Disegerakan

    "Mas Alif sudah kenal dengan Mas Farel ya?" tanya Novi ketika melihat Alif dan Farel saling bertegur sapa."Mas Farel ini pelanggan tetap di toko Bapak. Tentu saja aku kenal dengannya. Seorang kontraktor muda, mapan dan sukses. Hanya saja kok aku belum dapat kabar bahagia dari Mas Farel ya?" Alif berusaha menggoda Farel. Farel malah bingung sendiri."Maksudnya Mas?" tanya Farel."Nggak tahu atau pura-pura nggak tahu nih.""Beneran nggak tahu, Mas," sahut Farel."Maksudnya, ditunggu undangannya, Mas. Kira-kira kapan mau menikah, jangan terlalu pilih-pilih, yang penting akhlaknya bagus. Cantik itu relatif. Buat apa cantik kalau malah nggak bisa ngurus keluarga, sibuk dengan segala arisan.""Wah ada yang curhat nih," ledek Farel."Pernah mengalami, hehe." Alif berkata sambil tertawa. Farel pun ikut tertawa. Novi hanya mendengarkan saja obrolan dua lelaki itu. "Masalah jodoh, sedang diusahakan, Mas. Doakan saja biar disegerakan." Farel menjawab pertanyaan dari Alif tadi."Tapi harus dike

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Layu Sebelum Berkembang

    "Bingung mau menjawabnya, Mas. Kalau aku bilang tidak, eh tahu-tahu besok jodohku datang. Mau bilang iya tapi kok seperti sudah kebelet nikah, hihi. Yang jelas, aku mengikuti air yang mengalir saja. Kalau memang masih ada jodoh, ya akan aku jalani." Novi menjawab dengan diplomatis. Alif tersenyum mendengar jawaban Novi yang terkesan malu-malu."Kamu masih muda, hidupmu masih panjang. Kamu butuh pendamping untuk menemanimu membesarkan anak-anak, walaupun ada ayahnya. Setidaknya ada teman untuk berkeluh kesah." Alif berkata sambil memperhatikan Haikal yang asyik memainkan mainannya. Jantung Novi dari tadi terus bergemuruh, ia menjadi malu dan tersipu mendengar kata-kata Alif. "Kalau kamu mau mencari pendamping hidup, carilah yang mau menerima anak-anak. Terserah mau duda atau single. Jangan marah atau tersinggung kalau aku berkata seperti ini, aku sudah menganggapmu sebagai adik sendiri. Walaupun hubungan pernikahanmu dengan Ahmad sudah berakhir, tapi hubungan persaudaraan kita tidak

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Merendahkan Orang Lain

    "Tapi dia itu seorang janda, kok kayak Farel sudah nggak laku aja. Dia kan bisa mencari perempuan lain, yang masih gadis dan sepadan dengan kita. Jangan-jangan waktu Alvaro menabrak perempuan itu sebenarnya disengaja oleh janda itu ya? Biar ia bisa dekat dengan Farel. Benar-benar cara murahan!" Irma berkata dengan nyerocos sambil mengomel."Satu lagi, Pa! Apa kata orang kalau sampai Farel menikah dengan janda itu? Mau ditaruh dimana muka Mama ini?" lanjut Irma dengan suara yang cukup tegas dengan emosi."Memangnya Mama mau menaruh muka Mama dimana? Oh kalau enggak, taruh saja di rumah. Jadi kalau Mama pergi ngemall, nggak usah bawa muka, kan nggak bakal malu." Pak Dewa berkata sambil tersenyum."Pa, Mama ini ngomong serius. Kok jawabnya kayak gitu." Irma tampak kesal mendengar jawaban suaminya yang menurutnya main-main dan tidak serius."Papa juga ngomong serius! Mama jangan suka menuduh orang sembarangan. Nggak mungkin Novi sengaja menabrakkan diri ke mobil Alvaro. Lagipula kenapa me

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Nggak Ikhlas

    "Jadi selama ini aku mengidolakan ayam gepreknya Novi? Pantas saja waktu itu aku bertemu dengannya disana. Kok bisa-bisanya mereka menyembunyikan semuanya dariku. Awas saja kalau mereka masih menyebut-nyebut nama Novi di depanku. Aku akan membuat perhitungan." Indah hanya bisa berkata dalam hati, ia tidak berani lagi membantah kata-kata suami dan mertuanya.Setelah pertengkaran hebat waktu itu, Ahmad memang sudah berniat untuk berpisah dengan Indah. Tentu saja Indah tidak mau, karena kalau mereka berpisah, Indah pasti terusir dari rumah yang sudah beberapa bulan ini mereka tempati.Waktu itu Indah bersujud di kaki Ahmad untuk meminta maaf. Sebenarnya Ahmad sudah tidak mau lagi hidup bersama dengan Indah. Tapi Pak Harno dan Bu Wulan membujuk Ahmad, supaya memberinya kesempatan lagi. Akhirnya Ahmad pun mau memberinya kesempatan karena ia memikirkan nasib Salsa."Kenapa mesti nama Novi muncul lagi di dalam rumah tanggaku? Aku sudah sangat muak mendengar nama Novi. Tapi apa dayaku?" Indah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status