BAB 6
“Tidak mungkin!” pekik Brad auto keringat dingin, jantungnya terasa berdebar tak beraturan.
Langkahnya terayun cepat memasuki mansion, namun malah ada beberapa orang yang menghalangi pergerakannya memasuki rumah besar itu.
“Kenapa kalian menghalangiku masuk? Pagi tadi nyonya Alberta masih baik-baik saja!” erang Brad pada beberapa orang asing yang menghadang langkahnya.
“Kemana saja kamu seharian ini, Brad? Tugasmu itu menjaga Nyonya, bukan menggantikan pekerjaan nyonya Alberta!”
Suara Debbie menghentikan pergerakan Brad yang akan merangsek masuk, namun seperti kini ia tengah dihalangi untuk melihat kondisi Alberta secara langsung.
“Apa yang terjadi? Kenapa nyonya Alberta bisa meninggal?!”
Tak ada yang menggubris suara erangan Brad yang sangat terpukul. Bahkan ia belum sepenuhnya menjalankan misi dengan sempurna, namun Alberta keburu tidak bisa melihat hasil pembalasan dendamnya.
Bahkan tiba-tiba, mayat Alberta akan segera diurus kremasinya, tanpa satu pun keluarga di sisinya. Entah siapa saja yang ada di mansion ini. Petugas kesehatan, lalu polisi dan entah siapa lagi yang membuat Brad bahkan tak bisa melihat raga wanita itu untuk terakhir kalinya.
“Kenapa nyonya Alberta harus dikremasi? Tidak ada yang ingin melakukan autopsi untuk beliau?” tanya Brad pada siapa saja, yang sedang mengurus jasad Alberta dengan upacara kremasi.
“Memangnya kau ini siapa? Keluarganya? Atau ahli warisnya?”
“Aku orang yang menghormati dia! Kenapa tidak kalian kubur saja secara terhormat, agar nyonya Alberta menghadap Tuhan dengan pakaian terbaiknya dan tubuhnya yang utuh?!”
“Anak muda, pendapatmu tidak dibutuhkan di sini!”
Brad patut curiga, Alberta memang sakit keras, namun kematiannya yang tiba-tiba jelas menimbulkan tanda tanya besar. Apalagi hampir setiap hari ada dokter pribadi yang memeriksanya.
Dan semua orang yang ada di sekitar Alberta, berlagak seolah merekalah yang paling berhak memutuskan apa yang akan dilakukan untuk wanita itu.
Di dalam mansion kini Brad berusaha bertanya pada siapa saja yang terakhir bersama Alberta, namun semuanya seolah bungkam.
“Pasti ada yang tidak beres!” gumam Brad mencoba menelisik, namun pergerakannya masih serba terbatas di rumah ini.
Bahkan untuk memasuki kamar Alberta pun, Brad tidak punya kekuatan lagi. Berita kematian Alberta juga seolah disembunyikan sampai tidak ada ucapan duka cita sedikitpun di area perusahaan.
“Nyonya … kenapa Anda pergi? Anda bahkan belum menyaksikan George menderita!” lirih Brad sendiri, lantas tiba-tiba teringat bagaimana nasib George saat ini.
Semua terjadi begitu cepat, apa yang menyebabkan Alberta tiba-tiba meninggal pun semua masih buram. Jasad wanita itu sudah menjadi abu, dan Brad menjadi yang paling terpukul. Sudah dianggap seperti ibunya sendiri, kini Brad sungguh kehilangan.
Sementara itu, di sisi lain kini di sebuah kamar rumah sakit, seorang pria terbujur dengan luka di lengan dan kakinya. Pandangannya tertuju lurus, pada langit-langit kamar yang putih dengan titik sentral cahaya lampu yang langsung menyorot ke tubuhnya.
“Tuan, Anda bisa mendengar kami?”
Hanya kedipan mata yang menjawab, namun dari wajahnya yang dingin tersirat sebuah pesan misterius.
Sampai kemudian pintu ruangan isolasi itu terbuka dari luar, menampakkan sosok wanita muda yang mencoba merangsek masuk namun ada tim medis yang menghalaunya.
“Aku ingin melihat kondisi ayahku!”
Tim medis pun menyarankan wanita muda itu untuk mengenakan atribut medis khusus untuk bisa mendekati pasien.
“Papa, apa yang terjadi?”
Tak ada jawaban saat wanita dengan postur sempurna itu bertanya. Pria di hadapannya itu hanya bisa menggerakkan kedua kelopak matanya saja. Rasa cemas pun menyeruak, berbalut rasa sedih kala seseorang memberinya kabar di saat ia berada di kota lain.
“Papa, tolong jawab aku?”
“Nona, sebaiknya biarkan pasien beristirahat. Kami akan melakukan tindakan berikutnya!”
Wanita itu pun keluar, menemui pria yang berjaga di depan ruangan.
“Ada banyak hal yang tidak kuketahui selama aku pergi?” tanyanya dengan nada mencecar, ia tahu pria yang kini berdiri menundukkan wajah padanya itu tahu banyak hal.
“Semua akan dijelaskan oleh Tuan George sendiri, Nona. Maaf ….”
“Kamu ini!”
Wanita muda itu hampir hilang kesabaran, sampai kemudian ia pun membanting tubuhnya yang lelah, setelah perjalanan cukup panjang dari kota lain.
Sementara di sisi lain kini mansion milik Alberta tampak lengang. Para pekerja tengah merapikan kamar yang menjadi saksi bisu bagaimana Alberta berjuang dengan penyakitnya selama ini.
Pun dengan Bradley yang masih bertahan, menyisir setiap inchi tempat tidur yang kini tak lagi berpenghuni. Meski baru mengenal wanita itu tak seberapa lama, namun Brad merasakan betul kesakitan Alberta dengan segala masa lalunya yang suram.
“Nyonya Alberta sudah pernah hampir dibunuh oleh orang kepercayaannya sendiri,” batin Brad masih ingat sekali peristiwa percobaan pembunuhan yang berhasil ia gagalkan itu. “Orang-orang di tempat ini banyak yang berkhianat. Aku yakin ada sesuatu yang membuat nyonya tiba-tiba meninggal!”
Kedua mata Brad kini bergerak awas, merasakan satu persatu orang yang melayani Alberta yang mungkin tanpa disadari menjadi musuh dalam selimut selama ini.
“Kamu sudah tidak dibutuhkan lagi, untuk apa kamu masih di sini?”
Lagi dan lagi, suara Debbie memecah kesedihan Brad yang menyesali kenapa dirinya tidak menghabisi George lebih cepat hingga Alberta bisa tersenyum bangga dan puas kepadanya.
Brad mendongak, menyapu pandangan Debbie yang menatapnya sinis. Namun, belum sempat Brad berdiri dua orang pria kini memanggilnya.
“Diego Bradley?”
Tanpa menjawab, Brad cukup berdiri namun dengan wajah bingung.
“Tanda tangani berkas serah terima, seluruh aset dan harta nyonya Alberta Sharon, sekarang jadi milikmu!”
BAB 7“Apa? Tidak mungkin!” pekik Debbie menggeleng tak percaya. “Kalian pasti keliru! Mana mungkin nyonya memberikan hartanya pada orang asing!”Brad yang tak kalah kaget, hanya bisa berdiri dan diam. Membaca situasi apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Namun diliriknya Debbie menjadi yang paling frontal menolak kenyataan ini.“Kenapa, Nyonya Debbie? Sepertinya Anda keberatan?” tanya balik salah satu pria yang kini mengkode Brad untuk mengekor mereka.Brad mulai berani mengangkat dagunya, menatap Debbie dengan seringai wajah yang jelas menyebalkan di wajah wanita itu. Sudah mulai paham apa yang terjadi, Brad pun baru terbuka bagaimana sikap Debbie selama ini kepadanya.“Lalu, Anda sendiri untuk apa masih ada di tempat ini, Nyonya Debbie? Bukankah sudah tidak ada lagi yang perlu Anda rawat di sini?”Belum apa-apa Brad kini berani membuat Debbie tak sanggup mengungkapkan alasannya, tetap bertahan di mansion mewah ini.Langkah Brad pun terayun ringan, mengikuti dua pria yang kini memin
“Sudah kubilang, aku tidak bisa ya tidak bisa!” sembur Bradley pada dua rekannya yang menyodorkan secarik dokumen untuk ia tanda tangani.“Kau ini, sudah miskin banyak gengsi! Kau pikir akan jadi cepat kaya kalau hanya makan komisi saja dari tempat ini, hehh?!”Satu staf divisi pemasaran dan seorang staf divisi keuangan perusahaan asuransi menekan Brad yang dianggap terlalu jenius dan menonjol dengan jabatannya yang masih sebagai agen baru.“Lakukan apa yang kalian inginkan dan jangan melibatkan aku!”Tak ingin memperpanjang urusan, Brad segera beranjak pergi dari mereka yang menawarkan rencana busuk untuk memainkan dana perusahaan. Rencana yang sudah ia dengar sejak beberapa bulan lalu dan kini coba mereka realisasikan dengan melibatkan dirinya.Di sebuah pertemuan tiga bulanan, Brad yang baru terhitung baru bergabung beberapa bulan di perusahaan asuransi kini harus menyerahkan laporan pekerjaannya. “Diego Bradley, target pekerjaanmu tidak tercapai bulan ini!”Brad mendelik kaget, b
“Siapa di sana!”Keberadaan Brad mau tidak mau akhirnya terlihat. Tak peduli dirinya akan diapakan setelah ini, pemuda itu tetap menggedor jendela kaca hingga pergerakan di dalam kamar itu akhirnya terintervensi.“Hei, kalian apakan wanita itu!”Brad terus menggedor, sampai kemudian tirai jendela besar itu tertutup rapat hingga ia tak bisa melihat apapun di dalam sana. Dengan napas terengah, Brad mencoba mencari jalan masuk lain. Sampai ia bertemu handle pintu yang kemudian ia coba buka paksa.Sebuah dorongan dari dalam ruangan membuat Brad mundur selangkah, seorang pria bertubuh tegap langsung melayangkan tinju padanya, tanpa bertanya siapa dan untuk apa dirinya ada di balkon kamar ini. “Apa yang kalian lakukan? Kalian pembunuh?”Bugh!Bukannya mendapat jawaban, Brad kembali mendapatkan bogem mentah di wajahnya sampai ia terhuyung mundur. Pandangan Brad menoleh, situasi di kamar itu begitu misterius, namun kata hatinya mengatakan ia harus menghentikan sesuatu.Brad pun melawan, sam
“Kamu mengenalnya?”Pertanyaan Alberta membuat Brad terkesiap dari lamunan sesaatnya.“Eumm, maaf. Ti-tidak, Nyonya,” jawab Brad lantas mengangguk untuk menyetujui tawaran Alberta. “Mohon maaf, Nyonya. Kenapa mantan suami Anda melakukan semua ini?”Pandangan Alberta mendadak buram dan nanar. Membayangkan hal pahit yang menyebabkan ia mendapatkan predikat sebagai wanita cacat, Alberta pun menangis getir.“Nyonya ….”Dan pandangan Brad pun begitu iba, pada wanita yang kini meratapi nasibnya. Meski memiliki banyak harta melimpah, namun hidupnya seolah hampa. “Anda tenang saja, Nyonya. Saya akan melakukan apapun untuk mengembalikan hidup Anda bahagia seperti sebelumnya!” janji Brad terlihat begitu tulus, di mata Alberta yang kini menyerahkan semua rasa dendamnya pada pemuda itu.Merawat Alberta tanpa rasa jijik, Brad yang diselimuti rasa iba dan dendam bahkan lama-lama merasakan wanita itu seperti ibunya sendiri. Melihat ketulusan Brad yang merawatnya berhari-hari ini, Alberta pun tak se
“Sial!” umpat Brad kesal begitu keluar dari gedung perusahaan itu. “Ternyata kelicikan mereka sudah terlalu jauh!”Sadar yang dilawannya tidak sepadan, Brad tak bisa menggunakan emosinya untuk cepat bertindak. Mempercepat langkahnya keluar dari tempat berhawa panas itu, Brad masih kembali ke mansion dengan tangan hampa. Baru akan menyiapkan makan siang untuk Alberta, pemuda itu melihat ada dua orang pria asing berada di kamar. Brad langsung menaruh rasa curiga, lebih tepatnya waspada karena siapapun bisa memanfaatkan ketidakberdayaan Alberta untuk kepentingan apapun.“Nyonya Debbie, siapa mereka?”“Pengacara dan notaris. Kamu jangan menguping, menepi saja dan jangan coba mencari tahu!”Asisten wanita itu mengultimatum Brad yang menyunggingkan senyum tipisnya. Debbie belum tahu saja kalau Alberta sudah memberinya banyak sekali uang hingga ia bisa melakukan apapun untuk membalas dendam.Setelah hampir satu jam, dua pria itu lantas keluar dari kamar. Brad yang standby dengan berdiri teg
“Untuk apa Anda masih bertanya, Tuan Garcia? Bukankah Anda punya kemampuan untuk mengetahui segalanya?” Pertanyaan balik Brad membuat wajah George Garcia menggelap. Pria itu mengangkat dagunya, pun dengan satu sudut alisnya yang ikut terangkat kala menyisir wajah Brad dengan segala keberanian untuk mengangkat wajah di hadapannya, meski dalam kondisi tubuh terluka, namun masih kuat melangkah.“Kamu sendiri yang memutuskan berhadapan denganku, Diego Bradley!”Suara dingin George sempat membuat langkah Brad terhenti sejenak, hingga kini pemuda itu lantas pergi dengan langkah besar menuju kembali ke mansion Alberta.“Nyonya, maaf ….”“Lain kali buang gegabahmu!” ucap Alberta langsung membuat Brad terkesiap kaget.“Jadi, Anda yang—”“Bagaimana aku bisa mengandalkanmu?” potong Alberta tanpa berekspresi saat Brad menunduk di hadapannya. “Maaf, Nyonya. Tapi saya sudah melakukan—”“Mulai besok masuklah ke perusahaanku. Kamu akan belajar menemukan kelicikan manusia!”Brad mengangguk, lalu kem