“Sial!” umpat Brad kesal begitu keluar dari gedung perusahaan itu. “Ternyata kelicikan mereka sudah terlalu jauh!”
Sadar yang dilawannya tidak sepadan, Brad tak bisa menggunakan emosinya untuk cepat bertindak. Mempercepat langkahnya keluar dari tempat berhawa panas itu, Brad masih kembali ke mansion dengan tangan hampa.
Baru akan menyiapkan makan siang untuk Alberta, pemuda itu melihat ada dua orang pria asing berada di kamar. Brad langsung menaruh rasa curiga, lebih tepatnya waspada karena siapapun bisa memanfaatkan ketidakberdayaan Alberta untuk kepentingan apapun.
“Nyonya Debbie, siapa mereka?”
“Pengacara dan notaris. Kamu jangan menguping, menepi saja dan jangan coba mencari tahu!”
Asisten wanita itu mengultimatum Brad yang menyunggingkan senyum tipisnya. Debbie belum tahu saja kalau Alberta sudah memberinya banyak sekali uang hingga ia bisa melakukan apapun untuk membalas dendam.
Setelah hampir satu jam, dua pria itu lantas keluar dari kamar. Brad yang standby dengan berdiri tegap menjadi objek tersendiri bagi keduanya.
‘Kenapa mereka menatapku seperti itu?’ batin Brad tidak nyaman sebenarnya, namun sebagai pekerja di rumah ini ia harus tetap menundukkan wajah pada siapapun.
Memasuki kamar Alberta, siapa sangka kalau wanita itu langsung mengkonfrontasinya.
“Bagaimana hari ini?”
Brad hampir tak mampu menjawab. Tak disangka ternyata Alberta langsung menanyai hasil kerjanya.
“Maaf, Nyonya. Ada sedikit kendala. Saya akan membayar orang untuk membobol data perusahaan.”
“Data perusahaan? Ada hubungan apa kamu dengan perusahaan dia?”
Deg!Brad sedikit terkesiap. Ia lupa kalau masih merahasiakan kepentingannya pula untuk pria bernama George Garcia itu.“Maaf, Nyonya. Saya memulai dari sisi bisnisnya. Maaf, kalau keliru,” kilah Brad sembari menunduk dan sibuk menata meja kecil di samping tempat tidur majikannya. “Apa ada informasi tambahan, Nyonya?”
“Aku memberimu banyak uang, harusnya bisa kamu gunakan untuk berpikir juga,” ucap Alberta datar, namun menyiratkan ketegasan dan membuat tugas Brad menjadi berat karena wanita itu ingin sesegera mungkin membuat mantan suaminya itu hancur.
Tugas Brad sore ini, menyeka tubuh Alberta perlahan. Bekas penyiksaan masih membekas di beberapa bagian tubuh wanita itu, menandakan betapa kerasnya penyiksaan yang pernah dialaminya.
Brad semakin iba, meski Alberta bermulut tegas, namun sebagai pria ia tak tega menyaksikan seorang wanita tak berdaya akibat tangan pria yang kejam. Dengan tekad itu, Brad kini kembali bergerak cepat usai menuntaskan tugasnya.
Pemuda itu mendatangi sebuah tempat, setelah melakukan pencarian singkat di halaman internet. Brad pun kembali menyodorkan sejumlah uang, tanpa berniat menggunakan uang itu hanya demi kepentingan pribadinya saja.
Tinggal menunggu laporan, Brad kini diminta duduk manis di depan gedung perusahaan asuransi sambil menikmati sebatang rokok yang ia hisap dalam, lalu mendongak mengepulkan asapnya hingga berbaur dengan angin.
“Hehh, Diego Bradley. Ternyata masih bisa berkeliaran meski sudah menjadi buronan!”
Seorang pria menyapa Brad sinis, hingga pemuda itu kini pun menoleh dengan senyum tipis.
“Kalian pun masih bebas bekerja setelah mengeruk uang banyak orang!” timpal Brad kini tak lagi takut dengan siapapun.
“Jadi kamu mau apa, hemm?”
Brad masih berdiri di tempatnya, kala pria yang pernah menawari Brad rencana busuk itu kini berjalan perlahan mendekatinya. Pria itu juga salah satu yang membuat nama Brad hancur di perusahaan ini.
“Aku mau apa, apa urusannya denganmu? Kamu khawatir?”
“Hehh, namamu sudah terlanjur busuk. Harusnya kamu malu masih bisa tersenyum seperti itu. Bos Garcia pun sudah menyebarkan blacklist namamu agar tidak bisa diterima di perusahaan lain. Dan kamu masih bisa membanggakan nasibmu?”
Brad masih menyunggingkan senyum tipisnya, mencemooh pria yang kini berbalik badan memasuki kantor yang sudah masuk dalam pelaporan banyak nasabah itu. Sudah menunggu sekian waktu, pemuda itu rasanya tidak sabar.
Langkah Brad pun terayun memasuki pintu perusahaan, sedikit gegabah saking ingin sekali menemui satu persatu orang yang telah ia pegang bukti kebusukannya.
“Lihat ini, si buronan sudah berani menunjukkan kesombongannya di depan kita, Bos!”
Bersamaan dengan George Garcia yang berjalan mendekat, Brad masih berusaha mengangkat dagu saat yang lain masih setia mencemooh dirinya. Dilihatnya sosok pimpinan dengan wajah beringas yang Brad tahu tak ada sisi baik sama sekali dari wajah pria itu.
Pandangan George sendiri kini membidik Brad yang berani tampil berbeda, bahkan terlalu berani untuk melangkahkan kedua kakinya kembali di tempat ini.
“Maaf, Bos. Ada polisi datang!”
Informasi dari seorang pekerja wanita pada George, membuat tekanan jantung Brad terasa berbeda. Sebuah senyum tipis kembali tersungging dari bibirnya. Membayangkan upayanya untuk membekuk orang-orang yang busuk di perusahaan ini menjadi kenyataan.“William Rogers, Benjamin Lucas, dan Diego Bradley. Kalian ditahan untuk kasus penggelapan dana!”
Deg!
Brad terperanjat luas biasa. Bisa-bisanya namanya tersebut oleh polisi yang ia pikir akan meringkus George Garcia pula.“A-apa?!”
Belum sempat berkelit, kedua tangan Brad sudah keburu ditarik ke belakang untuk disatukan dengan kencang.
Pun dengan dua nama yang tak mengira, George akan menciduk mereka pula dalam penangkapan yang tanpa perlawanan ini.
“Heih, Pak. Kalian salah tangkap orang!” erang Brad begitu ia malah digelandang, menyisakan ukiran senyum kepuasan dari wajah George yang menyaksikan sendiri mereka diseret oleh polisi.
Sebuah pemandangan yang menggemparkan perusahaan dimana karyawan lainnya juga menyaksikan dengan jelas adegan penangkapan ini.
“Sial! Harusnya tadi aku tidak menemui orang itu!”
Merasa telah ditipu, Brad masih berusaha menyangkal namun sia-sia. Ia sudah terlanjur dijebloskan ke tahanan, bahkan tak diberikan waktu untuk proses pemeriksaan perkara.
Semalaman Brad meringkuk di sel gelap nan lembab. Entah apa yang harus ia jelaskan nanti pada majikannya, Alberta.
Pintu selnya terbuka, tak ada cahaya sama sekali hingga membuat ruangan ini terasa semakin pengap.
“Akhhh!” jerit Brad refleks begitu seutas tali besar melayang mencambuk dirinya. “Mau apa kalian!”
Tidak ada yang menjawab, Brad baru menyadari kalau dirinya tengah di siksa di dalam sel gelap ini.
“Biadab kalian!”
Brad berupaya menghindar, namun ruangan ini terlalu sempit untuk dirinya melarikan diri dari tebasan tali besar nan tajam itu. Brad meronta, dan mengerang kesakitan. Kulitnya terasa panas, terbakar oleh serat tali yang menggores kulitnya.
Napas Brad tersengal, berusaha tetap hidup di tengah penyiksaan yang menyakitkan, hingga adegan kekerasan itu terhenti dan ia kembali terkunci.
“Kamu pikir bisa dengan mudah menumbangkan bos Garcia? Kamu salah pilih lawan, Brad!” cemooh William Rogers yang berada di sel berseberangan dengan Brad yang menyandarkan punggungnya ke dinding sel yang dingin.
“Kamu sudah terseret pun masih mampu mencibir. Lihat diri kalian sendiri!” balas Brad dengan suara menggema di lorong sel yang kosong, di tengah napasnya yang hampir sekarat.
Pikiran Brad kini berputar, kalau dirinya tadi melaporkan mereka ke polisi, untuk apa dirinya juga terseret?
‘Biadab! Ternyata mereka benar, George Garcia itu ternyata tidak bisa diremehkan!’ pikir Brad sambil tertunduk, menghubungkan rangkaian benang kusut yang kini menimpanya.
Hampir semalaman tak bisa terlelap, tubuh Brad masih penuh luka cambuk. Waktu belum terlalu pagi saat suara gembok selnya seperti terbuka.
“Diego Bradley! Kamu bebas!”
“A-apa?!”
Pemainan hidup apa lagi yang harus Brad lakoni kali ini. Baru saja ditangkap, kini Brad sudah diminta keluar dari selnya. Tak ingin jumawa, Brad pun mengejar polisi dengan pertanyaan yang membuatnya penasaran.
“Siapa yang membebaskanku?” tanya Brad saat menandatangani berita acara pembebasannya tanpa bertanya lagi siapa oknum yang menyiksanya semalam.
“Tidak perlu banyak tahu!”
Brad pun melenggang keluar, dengan wajah lusuh dan pakaiannya mahalnya yang terkoyak. Langkah pemuda itu terhenti, kala sosok lain kini menghadang tepat di hadapannya.
Sosok pria yang menatap Brad tajam, seolah tatapannya itu bisa menembus jantung Brad saat ini.
“Siapa orang di balik keberanianmu, anak muda?”
“Untuk apa Anda masih bertanya, Tuan Garcia? Bukankah Anda punya kemampuan untuk mengetahui segalanya?” Pertanyaan balik Brad membuat wajah George Garcia menggelap. Pria itu mengangkat dagunya, pun dengan satu sudut alisnya yang ikut terangkat kala menyisir wajah Brad dengan segala keberanian untuk mengangkat wajah di hadapannya, meski dalam kondisi tubuh terluka, namun masih kuat melangkah.“Kamu sendiri yang memutuskan berhadapan denganku, Diego Bradley!”Suara dingin George sempat membuat langkah Brad terhenti sejenak, hingga kini pemuda itu lantas pergi dengan langkah besar menuju kembali ke mansion Alberta.“Nyonya, maaf ….”“Lain kali buang gegabahmu!” ucap Alberta langsung membuat Brad terkesiap kaget.“Jadi, Anda yang—”“Bagaimana aku bisa mengandalkanmu?” potong Alberta tanpa berekspresi saat Brad menunduk di hadapannya. “Maaf, Nyonya. Tapi saya sudah melakukan—”“Mulai besok masuklah ke perusahaanku. Kamu akan belajar menemukan kelicikan manusia!”Brad mengangguk, lalu kem
BAB 6“Tidak mungkin!” pekik Brad auto keringat dingin, jantungnya terasa berdebar tak beraturan.Langkahnya terayun cepat memasuki mansion, namun malah ada beberapa orang yang menghalangi pergerakannya memasuki rumah besar itu. “Kenapa kalian menghalangiku masuk? Pagi tadi nyonya Alberta masih baik-baik saja!” erang Brad pada beberapa orang asing yang menghadang langkahnya. “Kemana saja kamu seharian ini, Brad? Tugasmu itu menjaga Nyonya, bukan menggantikan pekerjaan nyonya Alberta!”Suara Debbie menghentikan pergerakan Brad yang akan merangsek masuk, namun seperti kini ia tengah dihalangi untuk melihat kondisi Alberta secara langsung.“Apa yang terjadi? Kenapa nyonya Alberta bisa meninggal?!”Tak ada yang menggubris suara erangan Brad yang sangat terpukul. Bahkan ia belum sepenuhnya menjalankan misi dengan sempurna, namun Alberta keburu tidak bisa melihat hasil pembalasan dendamnya.Bahkan tiba-tiba, mayat Alberta akan segera diurus kremasinya, tanpa satu pun keluarga di sisinya. E
BAB 7“Apa? Tidak mungkin!” pekik Debbie menggeleng tak percaya. “Kalian pasti keliru! Mana mungkin nyonya memberikan hartanya pada orang asing!”Brad yang tak kalah kaget, hanya bisa berdiri dan diam. Membaca situasi apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Namun diliriknya Debbie menjadi yang paling frontal menolak kenyataan ini.“Kenapa, Nyonya Debbie? Sepertinya Anda keberatan?” tanya balik salah satu pria yang kini mengkode Brad untuk mengekor mereka.Brad mulai berani mengangkat dagunya, menatap Debbie dengan seringai wajah yang jelas menyebalkan di wajah wanita itu. Sudah mulai paham apa yang terjadi, Brad pun baru terbuka bagaimana sikap Debbie selama ini kepadanya.“Lalu, Anda sendiri untuk apa masih ada di tempat ini, Nyonya Debbie? Bukankah sudah tidak ada lagi yang perlu Anda rawat di sini?”Belum apa-apa Brad kini berani membuat Debbie tak sanggup mengungkapkan alasannya, tetap bertahan di mansion mewah ini.Langkah Brad pun terayun ringan, mengikuti dua pria yang kini memin
“Sudah kubilang, aku tidak bisa ya tidak bisa!” sembur Bradley pada dua rekannya yang menyodorkan secarik dokumen untuk ia tanda tangani.“Kau ini, sudah miskin banyak gengsi! Kau pikir akan jadi cepat kaya kalau hanya makan komisi saja dari tempat ini, hehh?!”Satu staf divisi pemasaran dan seorang staf divisi keuangan perusahaan asuransi menekan Brad yang dianggap terlalu jenius dan menonjol dengan jabatannya yang masih sebagai agen baru.“Lakukan apa yang kalian inginkan dan jangan melibatkan aku!”Tak ingin memperpanjang urusan, Brad segera beranjak pergi dari mereka yang menawarkan rencana busuk untuk memainkan dana perusahaan. Rencana yang sudah ia dengar sejak beberapa bulan lalu dan kini coba mereka realisasikan dengan melibatkan dirinya.Di sebuah pertemuan tiga bulanan, Brad yang baru terhitung baru bergabung beberapa bulan di perusahaan asuransi kini harus menyerahkan laporan pekerjaannya. “Diego Bradley, target pekerjaanmu tidak tercapai bulan ini!”Brad mendelik kaget, b
“Siapa di sana!”Keberadaan Brad mau tidak mau akhirnya terlihat. Tak peduli dirinya akan diapakan setelah ini, pemuda itu tetap menggedor jendela kaca hingga pergerakan di dalam kamar itu akhirnya terintervensi.“Hei, kalian apakan wanita itu!”Brad terus menggedor, sampai kemudian tirai jendela besar itu tertutup rapat hingga ia tak bisa melihat apapun di dalam sana. Dengan napas terengah, Brad mencoba mencari jalan masuk lain. Sampai ia bertemu handle pintu yang kemudian ia coba buka paksa.Sebuah dorongan dari dalam ruangan membuat Brad mundur selangkah, seorang pria bertubuh tegap langsung melayangkan tinju padanya, tanpa bertanya siapa dan untuk apa dirinya ada di balkon kamar ini. “Apa yang kalian lakukan? Kalian pembunuh?”Bugh!Bukannya mendapat jawaban, Brad kembali mendapatkan bogem mentah di wajahnya sampai ia terhuyung mundur. Pandangan Brad menoleh, situasi di kamar itu begitu misterius, namun kata hatinya mengatakan ia harus menghentikan sesuatu.Brad pun melawan, sam
“Kamu mengenalnya?”Pertanyaan Alberta membuat Brad terkesiap dari lamunan sesaatnya.“Eumm, maaf. Ti-tidak, Nyonya,” jawab Brad lantas mengangguk untuk menyetujui tawaran Alberta. “Mohon maaf, Nyonya. Kenapa mantan suami Anda melakukan semua ini?”Pandangan Alberta mendadak buram dan nanar. Membayangkan hal pahit yang menyebabkan ia mendapatkan predikat sebagai wanita cacat, Alberta pun menangis getir.“Nyonya ….”Dan pandangan Brad pun begitu iba, pada wanita yang kini meratapi nasibnya. Meski memiliki banyak harta melimpah, namun hidupnya seolah hampa. “Anda tenang saja, Nyonya. Saya akan melakukan apapun untuk mengembalikan hidup Anda bahagia seperti sebelumnya!” janji Brad terlihat begitu tulus, di mata Alberta yang kini menyerahkan semua rasa dendamnya pada pemuda itu.Merawat Alberta tanpa rasa jijik, Brad yang diselimuti rasa iba dan dendam bahkan lama-lama merasakan wanita itu seperti ibunya sendiri. Melihat ketulusan Brad yang merawatnya berhari-hari ini, Alberta pun tak se