“Tidak mungkin…. Ini pasti tidak benar!” Elsie terus menyangkal apa yang dilihatnya. Di layar telepon pria itu, terlihat foto Bastian dan Kanaya. Mereka sedang duduk berdekatan, sementara Kenzo duduk di pangkuan Kanaya. Foto yang tampak seperti sepasangan suami istri bahagia bersama anak mereka itu membakar hati Elsie. Bagaimana mungkin Kanaya bersama Bastian? Bukankah dia bertunangan dengan Reno? Dan ingatan Bastian… hasil rumah sakit menyatakan ia kehilangan sebagian memorinya. Terbukti ia tidak ingat Kanaya, dan bahkan dengan terang-terang mengatakan tidak kenal dengannya! Begitu syoknya Elsie, ia hampir saja terjatuh saat melangkah ke belakang. “Nona, aku tidak tahu bagaimana Nona akan berbicara dengan suami Anda, tetapi ingat, jika sampai besok pagi tidak ada tindakan untuk melepaskan Bos, maka Nona tanggung sendiri akibatnya!” Jono yang sama sekali tidak berempati, tetap mengancam Elsie. Sebab, Ravioli tidak peduli apa yang terjadi pada Elsie, selama dia bisa menghirup ud
Bastian duduk di dalam sebuah mobil SUV bersama Ezra. Mobil itu melaju dengan kencang melewati jalanan bebas hambatan yang mengarah ke pinggiran kota. Di tangannya, Bastian memegang selembar kertas yang berisi biodata serta foto seorang laki-laki berusia empat puluh tahunan. Tatapan mata Bastian tertuju pada foto dan print-an kartu identitas pria itu. Di kertas itu tertera nama pria itu adalah Amar. Bastian masih ingat dengan jelas wajah pria itu dari 11 tahun yang lalu. Akan tetapi, dulu ia bukan bernama Amar. Namanya saat itu adalah Andre. Dia adalah orang yang telah menculiknya saat ia berusia 18 tahun. Bastian menarik nafas dalam dan matanya menatap keluar jendela, di mana ia melihat hamparan tanah kosong di pinggir jalan tol yang dilaluinya. Menatap hamparan tanah kosong itu, pikirannya kembali pada kejadian 11 tahun yang lalu. *** flashback*** Hari itu setelah selesai sekolah, Bastian mengendarai sendiri mobil SUV miliknya. Saat itu, ia sudah berusia 18 tahun, sehing
“Bos, kita sudah sampai,” tepukan tangan Ezra menyadarkan Bastian dari lamunannya. Bastian memperhatikan rumah sederhana di tempat mobil SUV mewah-nya berhenti. Jadi di sini dia tinggal selama 2 tahun ini, Batin Bastian. Ia pun melangkah keluar dari mobil dan berjalan memasuki pekarangan rumah sederhana itu. Ezra melangkah mendahului, dan ia membukakan pintu rumah itu untuk Bastian. Di dalam rumah, Jay dan seorang anak buahnya berdiri menyambut Bastian. Bastian mengangguk dan pandangan matanya beralih pada sosok pria yang duduk di kursi tamu rumah itu. Dia adalah Andre, pria yang kini sudah berganti nama menjadi Amar. Disebelah Andre duduk seorang perempuan yang sepantaran dengannya dan seorang gadis remaja berusia 15 tahun. Bastian menduga mereka adalah anak dan istrinya Andre. Andre dan istrinya terkejut melihat Bastian datang. Mereka berdua saling beradu pandang dan raut wajah mereka langsung berubah pucat. Andre langsung berdiri dan hendak menghampiri Bastian dengan kedu
Satu jam lebih Elsie menunggu Bastian di ruangan kantornya. Namun, Bastian tidak juga kunjung datang. “Huff! Kemana dia?” gumam Elsie sambil melihat jam tangannya kemudian beranjak dari kursi kerja Bastian yang ia duduki. Dalam keadaan hati yang tidak tenang, satu jam terasa berabad-abad. Apalagi ia tidak berhasil mendapatkan informasi keberadaan Bastian. Sofie bersikeras mengatakan tidak tahu kemana Bastian pergi atau di mana Kanaya tinggal. Sehingga, ia terpaksa menunggu Bastian di kantor. Jikalau Bastian tidak kembali, ia masih bisa bertanya pada Ezra jika asisten pribadi Bastian itu datang. Akan tetapi sampai melewati jam pulang kantor, Bastian ataupun Ezra tidak kunjung kembali. Elsie semakin gelisah. Ting! Sebuah pesan singkat masuk, dan ia mendapati pesan itu dari nomor tidak dikenal. Padahal ia berharap pesan itu dari Bastian atau Ezra yang menanyakan keperluannya menghubungi mereka. Dan ia kembali kecewa. Ia pun membuka pesan itu, hanya untuk menemukan sebuah pesa
“Bas, aku mencarimu ke kantor, tapi kamu—tidak ada di sana…” ucap Elsie sambil perlahan berjalan mendekati Bastian. “Kamu— kemana?”Elsie ingin sekali mengkonfrontasi Bastian, dan memakinya karena pria itu telah membohonginya. Bastian telah berpura-pura kehilangan ingatannya padahal ia justru pergi menemui Kanaya, bahkan membawa anak mereka kembali kepada perempuan murahan itu!Akan tetapi Elsie tidak dapat begitu saja memaki Bastian. Sebab ia membutuhkan Bastian.Elsie tahu ia berada pada posisi yang tidak menguntungkan saat itu. Nasib dan nama baiknya bergantung pada kemurahan hati Bastian.Akan tetapi nahasnya, Bastian tidak lagi percaya padanya setelah Bastian memergoki perbuatannya beberapa kali.Akankah Bastian masih memberinya kesempatan? Elsie sadar, tidak akan mudah untuk bisa mempengaruhi pendirian Bastian mulai saat ini.“Menyelidiki sesuatu,” jawab Bastian sambil melirik Elsie.Menyelidiki sesuatu? Apa yang dia selidiki? Pikir Elsie dengan jantung berdebar kencang.“Bas,
Bunyi pintu terbuka dan langkah derap kaki mengalihkan fokus Elsie dari Bastian. Kedua mata Elsie membelalak, menatap nanar pada beberapa orang berpakaian polisi yang memasuki rumah. Apa yang terjadi? Kenapa polisi datang ke rumah? Pikir Elsie dengan rasa ketakutan yang menelingkupinya. Tanpa sadar ia melangkah mundur sambil menatap horor pada pria dan wanita berseragam yang berjalan ke arahnya. “Ibu Elsiana Zhiva, anda kami tahan atas tuduhan penculikan, perencanaan menghilangkan nyawa, serta kaki tangan penyelundupan barang-barang ilegal.” Seorang petugas polisi berkata di hadapan Elsie, sebelum memberi isyarat pada dua orang petugas wanita untuk mengamankan Elsie. “Tunggu, tunggu, Pak! Pasti ada kesalahan!” teriak Elsie sambil menolak di mbawa oleh kedua polwan tersebut. “Anda bisa jelaskan itu nanti di kantor polisi! Sebaiknya anda bekerjasama dna tidak membuat masalah, Bu Elsie!” Petugas polisi bersikukuh untuk membawa Elsie ke kantor untuk penahanan. “Bas! Bas! Kamu.. Bas!
Bastian kembali tersenyum mendengar penuturan Elsie. “Kamu benar Els, aku memang orang yang selalu menepati janji,” ucap Bastian. Ia lalu berbalik badan dan melangkah. “Dan aku akan selalu membalas budi kebaikan orang yang telah berbuat baik padaku,” ucap Bastia. Ia berhenti melangkah dan kembali berbalik badan, menghadap perempuan yang 11 tahun lalu dilihatnya pertama kali di gudang kosong itu. “Kamu menyelamatkan nyawaku, dan aku berjanji akan selalu menjagamu,” ucap Bastian lagi sambil terus menatap Elsie. Senyum di bibir Elsie semakin terkembang lebar. Ia tahu ia telah berhasil. Bastian tidak mungkin memenjarakannya! “Tetapi tahukah kamu bahwa hari ini aku pergi menemui seorang pria bernama Amar.” Bastian tiba-tiba bicara dengan suara yang tenang dan dalam seperti menyimpan suatu misteri yang tidak sabar untuk menyeruak. “Dia—memiliki seorang anak perempuan. Usianya baru 15 tahun,” tutur Bastian seperti bercerita. Kening Elsie berkerut. Ia tidak mengerti mengapa Bastian me
Sunset Summit. Setelah menidurkan Kenzo, Kanaya berdiam diri di dalam kamar. Ia asyik mengetik dan mencari informasi dengan menggunakan telepon genggamnya. “Gema Dwipangga.” Kanaya mengetik nama ibu Reno itu melalui pencarian internet. Hanya dalam sekejap, keluarlah beberapa informasi mengenai Gema. Informasi itu bersifat umum, mengenai keluarga, tanggal kelahiran serta tanggal kematian. Di sana juga disebutkan jika Gema meninggal karena sakit, meski tidak dijelaskan sakit apa yang ia derita, atau bagaimana ia meninggal dunia. “Sebelah tahun yang lalu…” gumam Kanaya setelah ia menghitung tanggal meninggalnya Gema. Kanaya lalu memulai pencarian baru. “Penculikan Bastian Dwipangga.” Namun, pencarian itu tidak membuahkan hasil. Kanaya mengerutkan keningnya. Ia benar-benar ingin mengetahui kejadian itu. Akan tetapi, ia tidak mendapatkan hasil apa pun. Rupanya keluarga Dwipangga benar-benar menutup rapat kejadian itu. Clara tidak mungkin berbohong mengenai hal seperti ini, pik
Mendengar hal itu, Bastian mengangkat pandangannya dan menatap sahabatnya itu. Indra menghela nafas dan lanjut bicara. “Kalau pun aku memperhatikan dan mengkhawatirkan Kanaya, hal itu karena aku memiliki tanggung jawab sebagai orang yang membawa dia pada situasi ini.” “Aku—memiliki tanggung jawab moral untuk menjaganya karena aku yang mengenalkan dia pada kalian,” tambah Indra dengan nada serius. Untuk beberapa saat keduanya saling menatap seakan mencari kebenaran dalam hal itu. Bastian menghela nafas. Ia menepuk pundak Indra. “Aku berterima kasih, Ndra. Tetapi sekarang, itu bukan lagi tugasmu. Kanaya memiliki aku. Dan kamu tidak lagi perlu khawatir akan nasib Kanaya kedepannya. Aku yang akan memastikan dia baik-baik saja,” ujar Bastian sambil tersenyum. Ia sekarang mengerti alasan temannya itu datang menemui Kanaya dan ia bahkan menghargai kejujuran pengakuan Indra. Indra mengangguk menyetujui. “Tapi Bas, aku ingatkan lagi. Kalau kamu menyakiti dia—” “Never! Itu tidak akan p
“Kamu tidak perlu melakukan itu!” seru Bastian sambil berjalan menghampiri Kanaya dan Indra. Ia berjalan memotong diantara kedua orang itu kemudian melingkarkan tangannya di pinggang ramping Kanaya, memperlihatkan keposesifannya. “Itu adalah kewajibanku sebagai SUAMINYA. Kamu tidak perlu ikut campur dalam masalah ini!” Indra memutar bola matanya melihat reaksi berlebihan Bastian. Mengapa dia harus memotong jalan ditengah mereka dan bahkan menekankan kata suami? Tidak perlu diberitahu, Indra pun mengerti jika Bastian adalah suami Kanaya. Sebagai Dokter IVF dan sahabat Bastian, ia paling mengetahui hal itu. “Bas, aku hanya menguatirkan Kanaya. Kamu tahu kan bagaimana komentar yang beredar di luaran?” ujar Indra sambil mengangkat alisnya. Bastian menoleh pada istrinya. “Naya, kamu membaca komentar mereka? Tidak perlu membacanya, sayang. Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Omongan mereka tidak ada artinya.” Bastian langsung teringat salah satu alasan kedatangannya siang
Ting! Ting! Ting! Ting! Suara notifikasi pesan yang masuk datang silih berganti. Kanaya yang baru selesai menyusui Kenzo, kembali ke kamarnya dan menemukan telepon genggamnya itu penuh dengan notifikasi pesan dan misscalled, salah satunya dari Bastian. Kanaya membuka satu persatu pesan singkat yang masuk, dan ia tampak kebingungan. Apa yang terjadi? Apa maksud semua ini? Kenapa teman-teman kuliahnya banyak yang menghubunginya, bertanya dan bahkan ada yang menyebutnya simpanan, sugar baby-nya Bastian? Bahkan Profesor Zaky yang dulu pernah menjadi dosen pembimbingnya ikut bertanya padanya. “Kanaya, apa kamu baik-baik saja? Aku tahu apa yang orang lain pikirkan, tapi aku yakin semua berita itu tidak benar. Kamu bukanlah seperti yang mereka beritakan.” Beritakan? Berita apa? Batin Kanaya semakin heran. Tiba-tiba perasaannya tidak enak dan tangannya sedikit gemetar saat membuka browser pencarian. Namun sebelum Kanaya sempat membuka portal berita online, sebuah panggilan telepon ma
“Bos, saya punya berita buruk…” Ezra mendekati Bastian dan berbisik saat Bosnya baru saja selesai meeting dengan klien. Bastian berhenti membenahi dokumen-dokumen bisnisnya dan menoleh. “Berita buruk?” Ia menegakkan punggungnya dan memutar kursi swivelnya menghadap Ezra. Ezra tidak menjawab. Ia memberikan Bastian tablet yang ada di tangannya. Bastian merasa heran sebab Ezra tidak mau memberitahukannya dan justru memberinya tablet. Ia menatap Ezra dengan selidik sebelum menerima tablet itu dan membuka layarnya. Untuk beberapa saat Bastian memperhatikan tampilan layar tablet itu. Banyak sekali ditemukannya foto-foto kebersamaannya bersama Kanaya. Bastian ingat setiap moment yang ada dalam foto itu. Foto-foto itu memang real, bukan rekayasa. Namun memang sebagian foto telah mengalami pengeditan. Dalam foto-foto itu Kanaya tidak ditampakkan sedang dalam keadaan hamil. Padahal saat foto-foto itu diambil, justru saat Kanaya tengah mengandung Kenzo. Dengan melihatnya saja, Basti
Siang itu, Agni datang kembali untuk mengunjunginya dan membawakan keperluan Elsie. “Ah, Bastian sialan! Dia menjual semua perhiasanku!” umpat Elsie meluapkan kekesalannya dihadapan mamanya. Ia masih saja kesal, apalagi jika mengingat kembali semua perhiasan mahal itu. Rasanya penyesalannya tidak ada habisnya! “Ini semua karena ulahmu sendiri Els,” timpal Agni sambil menghela nafas berat. “Seandainya kamu mendengarkan omongan mama dan papa sejak dulu untuk berhenti berfoya-foya, bersenang-senang setiap malam, mungkin keadaanmu tidak begini!” Agni menggerutu. Kesal dengan kecerobohan dan kebodohan putrinya itu. Ia merasa jika saja Elsie bisa mengontrol pergaulannya dan hanya fokus menjalani rumah tangganya dengan Bastian, mungkin semua ini tidak terjadi. Bastian tidak akan tahu mengenai peristiwa dibalik penculikan itu, dan bahkan Elsie tidak akan mandul jika tidak menggugurkan kandungannya beberapa kali. “Aaahhh! Mama bisanya hanya menggerutu saja! Mama tahu? Hidup biasa-biasa
Apa dia tidak salah dengar? Bastian melelang dan menyumbangkan semua uang penjualan perhiasan itu? Batin Agni masih tidak percaya. “Ya, semua perhiasan itu terdaftar atas nama Bapak Bastian. Dan Bapak Bastian tidak lagi memerlukannya saat ini. Tentu saja dia menyumbangkan hasil penjualannya…” jawab Jay dengan menatap Agni, menikmati ekspresi wajah perempuan itu. Jay sangat yakin jika sejak awal Agni pun mengetahui rencana Elsie, Felix dan Ravioli untuk memperdaya Bastian. Sehingga melihat ekspresi wajah Agni saat itu sangatlah priceless! Dan benar saja. Agni begitu syok sehingga tubuhnya menjadi lemas, dan ia pun terjatuh pingsan. Bagaimana mungkin Bastian menyumbangkan semua hasil penjualan perhiasan itu? Sebab jika digabungkan, perhiasan yang Bastian lelang itu bisa bernilai trilyunan! “Nyonya? Nyonya?” Dila dan Sela segera menolong Agni, mencoba membangunkannya. Jay terpaksa mendatangi Agni dan memeriksa keadaannya. “Dia hanya pingsan saja. Berikan aromaterapi dan beri
Tangan Agni berhenti di tengah-tengah. Siapa yang berani berteriak seperti itu?! Batin Agni dengan kesal. Ia berdecak dengan keras dan membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa orang yang lancang menghentikannya! Namun saat ia melihat orang itu, Agni langsung berteriak. “Aaaarrrgghhh! H-hantuuuu!” Agni langsung berlari dan bersembunyi di balik Gino. Ia begitu ketakutan sehingga sampai berjongkok di belakang Gino, tidak berani melihat ke arah pintu. Tubuhnya gemetar dan wajahnya pucat pasi. “Jangan! Jangan dekat-dekat!” teriaknya histeris. Semua yang ada di sana terkejut. ART yang bekerja di Sunnyside Estate juga ikut terkejut. Namun mereka langsung menahan tawanya begitu mengetahui apa yang menyebabkan Agni ketakutan. Jay yang berdiri di depan pintu bersama beberapa orang penjaga, memutar bola matanya dengan malas pada kelakuan Agni. Ia pun melangkah dan berhenti di depan Gino. Dengan tatapan tajam penuh ancaman ia mengisyaratkan Gino untuk menyingkir. Dan Gino pun men
Agni masuk ke dalam Sunnyside Estate bersama supir pribadi dan dua orang ART dari rumahnya. Agni terpaksa menjalankan rencana yang ia siapkan bersama Elsie. Sebab mereka tidak punya pilihan lain. Bastian tidak hanya menceraikan Elsie, tetapi juga menuntutnya secara hukum. Dan Agni juga baru mengetahui jika selama ini Elsie telah bekerjasama dengan Ravioli untuk menculik Kanaya, dan Bastian mengetahui itu semua. Walaupun ia kesal dan kecewa dengan apa yang dilakukan Elsie, namun ia harus membantu putrinya itu. Kalau bukan dirinya yang membantunya, siapa lagi? “Ibu Agni, maaf Ibu Elsie tidak ada di rumah,” Citra langsung menghampiri begitu melihat Agni masuk ke dalam rumah. Ia pikir Agni belum mengetahui berita penangkapan Elsie. Akan tetapi Agni dan rombongannya terus berjalan masuk. “Aku sudah tahu. Putriku sendiri yang memintaku datang untuk mengambil barang-barang miliknya. Dia bilang aku boleh langsung masuk.” Citra sempat terdiam tertegun sebelum ia kembali berjalan
“Dia pantas menerimanya, Naya. Apa yang dia telah lakukan padamu tidak bisa dimaafkan. Dan aku tidak akan membiarkannya lepas begitu saja.” Bastian langsung menjelaskan. Dari kalimat Bastian itu, sudah dipastikan jika Bastianlah yang menuntut Elsie sehingga dia ditahan oleh polisi. “Aku harap kamu tidak keberatan untuk bersaksi di pengadilan dan menceritakan apa yang kamu alami waktu itu,” tambah Bastian sambil menggenggam tangan Kanaya. Kanaya terus menatap Bastian, masih merasa ragu dengan permintaan Bastian itu. Apakah Bastian benar-benar tega memenjarakan Elsie? Sebab ia bisa menduga tuntutan yang diajukan bukan main-main. Bukan hanya penculikan, namun Elsie pun berniat menghabisi nyawanya saat itu. Hukumannya mungkin sangatlah berat. Apakah Bastian yakin ingin melakukan hal ini pada Elsie? Bastian sangat mengerti Kanaya dan apa yang sedang dipikirkannya. Gadis itu bahkan tidak tega melenyapkan seekor semut sekalipun, apalagi memenjarakan Elsie. “Naya, aku mengerti apa y