Sunset Summit. Setelah menidurkan Kenzo, Kanaya berdiam diri di dalam kamar. Ia asyik mengetik dan mencari informasi dengan menggunakan telepon genggamnya. “Gema Dwipangga.” Kanaya mengetik nama ibu Reno itu melalui pencarian internet. Hanya dalam sekejap, keluarlah beberapa informasi mengenai Gema. Informasi itu bersifat umum, mengenai keluarga, tanggal kelahiran serta tanggal kematian. Di sana juga disebutkan jika Gema meninggal karena sakit, meski tidak dijelaskan sakit apa yang ia derita, atau bagaimana ia meninggal dunia. “Sebelah tahun yang lalu…” gumam Kanaya setelah ia menghitung tanggal meninggalnya Gema. Kanaya lalu memulai pencarian baru. “Penculikan Bastian Dwipangga.” Namun, pencarian itu tidak membuahkan hasil. Kanaya mengerutkan keningnya. Ia benar-benar ingin mengetahui kejadian itu. Akan tetapi, ia tidak mendapatkan hasil apa pun. Rupanya keluarga Dwipangga benar-benar menutup rapat kejadian itu. Clara tidak mungkin berbohong mengenai hal seperti ini, pik
“Apa maksudmu Bas? Elsie yang membuat hubunganmu dan Reno berantakan?” tanya Kanaya lebih tidak mengerti lagi. Kenapa sekarang ada Elsie? Apakah Elsie juga berperan dalam buruknya hubungan Bastian dan Reno? “Reno?” Bastian mengerutkan keningnya mendengar nama itu di sebut. Apa hubungan Reno dengan penculikan itu? Dia bahkan masih berusia 15 tahun saat itu, dan tidak ikut serta dalam kejadian penculikan. Kanaya mengangguk. “Reno, dia membencimu karena dia menyalahkanmu sebagai penyebab ibunya meninggal dunia, kan? Karena semua orang saat itu hanya memperhatikan kamu… dan mengabaikan sakit yang diderita ibunya. Benar kan? Lalu apa hubungannya hal itu dengan Elsie? Dia—dia tidak mungkin menjadi penyebab sakitnya… Gema, kan?” Setelah mengetahui sepak terjang Elsie dari Clara, ia jadi menduga-duga. Bastian menatap Kanaya dengan terperangah, sebelum ia menundukkan wajahnya dan menahan tawa. Rupanya ia dan Kanaya telah salah pengertian. Apa yang mereka berdua bicarakan adalah dua hal
Plang! Plang! Plang! Suara berisik besi yang beradu membuat Elsie terbangun dari tidurnya dengan terkejut. “Heh, berisik sekali!” bentak Elsie dengan keras. “Apa? Ini sudah siang! Bangun!” Suara seorang perempuan yang berbicara dengan nada tegas membuat Elsie menoleh. Diseberang jeruji besi berdiri seorang polisi wanita sedang menatap ke arahnya. “Bangun! Ini sudah siang!” pelototnya sebelum kembali berjalan. Elsie segera beranjak duduk. Ia baru teringat apa yang terjadi tadi malam dan di mana ia berada saat ini. Setelah melalui sederetan pemeriksaan tadi malam, akhirnya Elsie ditempatkan dalam satu sel sendirian. Di sel tahanan yang hanya seluas 2,5 x 2 meter itu, hanya terdapat ranjang, meja dan satu kamar mandi kecil. Ruangan itu adalah sel tahanan sementara selama kasusnya masih dalam proses. Elsie masih saja tidak percaya jika Bastian benar-benar melaporkannya ke polisi dan mengajukan tuntutan dengan berbagai pasal yang berlipat. Bagaimana mungkin ini terjadi? “Aarrr
“Mau apa?” Elsie memberanikan diri bertanya, berusaha tidak menampakkan rasa takutnya. Perempuan itu tersenyum miring. Ia masuk ke dalam sel Elsie dengan tangan terlipat di depan dada. “Lumayan. Mereka masih memberimu fasilitas…” ucap perempuan itu sambil melihat ke sekeliling sel yang ditempati Elsie. Sel itu memang diperuntukkan untuk dua orang, akan tetapi saat itu hanya ada Elsie yang menempatinya. Padahal di sel lain, tahanan berbagi tiga atau empat orang dalam satu sel. Elsie pun menyadari hal itu. Sepertinya petugas masih mempertimbangkan statusnya sebagai istri Bastian. Sehingga mereka memisahkannya dari tahanan lainnya. Elsie tidak mengomentarinya. Jelas penghuni tahanan lainnya mengetahui siapa dirinya dan alasan ia mendapat perlakuan istimewa. Terlihat dari cara mereka berbisik-bisik membicarakan dirinya, dan tidak ada yang berani mengganggunya. Tetapi perempuan ini berbeda. Ia seakan tidak takut dengan statusnya yang masih istri Bastian. Perempuan itu dengan lancan
Sesampainya di gedung DPG Corp, dengan ditemani Amran, Kanaya tidak mendapat kesulitan untuk masuk dan naik ke lantai 60 tempat kantor Bastian berada. “Maaf, Bapak sedang tidak di tempat,” ujar Sofie pada Amran yang mendatangi mejanya. Ia melirik pada wanita muda yang mengenakan baju terusan bernuasa soft yang berdiri di belakang Amran. Awalnya Sofie tidak mengenali wanita itu, karena penampilannya yang jauh berbeda saat ia melihatnya dulu. Dulu, saat Kanaya datang ke kantor Bastian untuk pertama kalinya, wanita muda itu hanya mengenakan celana jean, kemeja dan sepatu kets biasa, tidak bermerek dan mengesankan dia hanya mahasiswi biasa. Namun kali ini, wanita yang berdiri di belakang Amran itu tampak sangat cantik dan lembut dengan pakaian bermerek dari ujung kepala hingga ujung kaki. Namun penampilannya itu tidak menampakkan sikap arogan ataupun menyombongkan apa yang ia kenakan. Dia bahkan sopan menunggu Amran menanyakan di mana Bastian berada. Padahal Sofie tahu, saat ini wan
“Di atas banyak wartawan yang menunggu Bapak, jadi kita akan turun di basement,” terang Jay yang memonitor keamanan di gedung itu melalui anak buahnya. “Hem,” jawab Bastian singkat, tidak menolak inisiatif Jay itu. Ia lalu melangkah keluar mobil dan langsung masuk ke dalam lift VIP yang membawa mereka ke lantai 60 gedung itu. Bastian berjalan cepat keluar dari lift menuju kantornya, tidak sabar untuk segera bertemu Kanaya. “Selamat siang Pak. Ibu Kanaya—” Sofie dengan tersenyum berdiri menyapa Bastian. Akan tetapi Bastian terus berjalan melewatinya dan ia langsung membuka pintu kantornya, masuk ke dalam dan menutupnya kembali dengan cepat. Sofie, Ezra dan Jay yang berada di belakang Bastian berhenti dengan mendadak dan saling bertukar pandang melihat hal itu. Bos mereka sama sekali tidak memperbolehkan mereka masuk mengikutinya, dan mereka hanya bisa saling bertukar pandang dengan tersenyum. Di dalam kantor, Bastian langsung mencari Kanaya dan menemukan istrinya itu duduk di
“Dia pantas menerimanya, Naya. Apa yang dia telah lakukan padamu tidak bisa dimaafkan. Dan aku tidak akan membiarkannya lepas begitu saja.” Bastian langsung menjelaskan. Dari kalimat Bastian itu, sudah dipastikan jika Bastianlah yang menuntut Elsie sehingga dia ditahan oleh polisi. “Aku harap kamu tidak keberatan untuk bersaksi di pengadilan dan menceritakan apa yang kamu alami waktu itu,” tambah Bastian sambil menggenggam tangan Kanaya. Kanaya terus menatap Bastian, masih merasa ragu dengan permintaan Bastian itu. Apakah Bastian benar-benar tega memenjarakan Elsie? Sebab ia bisa menduga tuntutan yang diajukan bukan main-main. Bukan hanya penculikan, namun Elsie pun berniat menghabisi nyawanya saat itu. Hukumannya mungkin sangatlah berat. Apakah Bastian yakin ingin melakukan hal ini pada Elsie? Bastian sangat mengerti Kanaya dan apa yang sedang dipikirkannya. Gadis itu bahkan tidak tega melenyapkan seekor semut sekalipun, apalagi memenjarakan Elsie. “Naya, aku mengerti apa y
Agni masuk ke dalam Sunnyside Estate bersama supir pribadi dan dua orang ART dari rumahnya. Agni terpaksa menjalankan rencana yang ia siapkan bersama Elsie. Sebab mereka tidak punya pilihan lain. Bastian tidak hanya menceraikan Elsie, tetapi juga menuntutnya secara hukum. Dan Agni juga baru mengetahui jika selama ini Elsie telah bekerjasama dengan Ravioli untuk menculik Kanaya, dan Bastian mengetahui itu semua. Walaupun ia kesal dan kecewa dengan apa yang dilakukan Elsie, namun ia harus membantu putrinya itu. Kalau bukan dirinya yang membantunya, siapa lagi? “Ibu Agni, maaf Ibu Elsie tidak ada di rumah,” Citra langsung menghampiri begitu melihat Agni masuk ke dalam rumah. Ia pikir Agni belum mengetahui berita penangkapan Elsie. Akan tetapi Agni dan rombongannya terus berjalan masuk. “Aku sudah tahu. Putriku sendiri yang memintaku datang untuk mengambil barang-barang miliknya. Dia bilang aku boleh langsung masuk.” Citra sempat terdiam tertegun sebelum ia kembali berjalan
Mendengar hal itu, Bastian mengangkat pandangannya dan menatap sahabatnya itu. Indra menghela nafas dan lanjut bicara. “Kalau pun aku memperhatikan dan mengkhawatirkan Kanaya, hal itu karena aku memiliki tanggung jawab sebagai orang yang membawa dia pada situasi ini.” “Aku—memiliki tanggung jawab moral untuk menjaganya karena aku yang mengenalkan dia pada kalian,” tambah Indra dengan nada serius. Untuk beberapa saat keduanya saling menatap seakan mencari kebenaran dalam hal itu. Bastian menghela nafas. Ia menepuk pundak Indra. “Aku berterima kasih, Ndra. Tetapi sekarang, itu bukan lagi tugasmu. Kanaya memiliki aku. Dan kamu tidak lagi perlu khawatir akan nasib Kanaya kedepannya. Aku yang akan memastikan dia baik-baik saja,” ujar Bastian sambil tersenyum. Ia sekarang mengerti alasan temannya itu datang menemui Kanaya dan ia bahkan menghargai kejujuran pengakuan Indra. Indra mengangguk menyetujui. “Tapi Bas, aku ingatkan lagi. Kalau kamu menyakiti dia—” “Never! Itu tidak akan p
“Kamu tidak perlu melakukan itu!” seru Bastian sambil berjalan menghampiri Kanaya dan Indra. Ia berjalan memotong diantara kedua orang itu kemudian melingkarkan tangannya di pinggang ramping Kanaya, memperlihatkan keposesifannya. “Itu adalah kewajibanku sebagai SUAMINYA. Kamu tidak perlu ikut campur dalam masalah ini!” Indra memutar bola matanya melihat reaksi berlebihan Bastian. Mengapa dia harus memotong jalan ditengah mereka dan bahkan menekankan kata suami? Tidak perlu diberitahu, Indra pun mengerti jika Bastian adalah suami Kanaya. Sebagai Dokter IVF dan sahabat Bastian, ia paling mengetahui hal itu. “Bas, aku hanya menguatirkan Kanaya. Kamu tahu kan bagaimana komentar yang beredar di luaran?” ujar Indra sambil mengangkat alisnya. Bastian menoleh pada istrinya. “Naya, kamu membaca komentar mereka? Tidak perlu membacanya, sayang. Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Omongan mereka tidak ada artinya.” Bastian langsung teringat salah satu alasan kedatangannya siang
Ting! Ting! Ting! Ting! Suara notifikasi pesan yang masuk datang silih berganti. Kanaya yang baru selesai menyusui Kenzo, kembali ke kamarnya dan menemukan telepon genggamnya itu penuh dengan notifikasi pesan dan misscalled, salah satunya dari Bastian. Kanaya membuka satu persatu pesan singkat yang masuk, dan ia tampak kebingungan. Apa yang terjadi? Apa maksud semua ini? Kenapa teman-teman kuliahnya banyak yang menghubunginya, bertanya dan bahkan ada yang menyebutnya simpanan, sugar baby-nya Bastian? Bahkan Profesor Zaky yang dulu pernah menjadi dosen pembimbingnya ikut bertanya padanya. “Kanaya, apa kamu baik-baik saja? Aku tahu apa yang orang lain pikirkan, tapi aku yakin semua berita itu tidak benar. Kamu bukanlah seperti yang mereka beritakan.” Beritakan? Berita apa? Batin Kanaya semakin heran. Tiba-tiba perasaannya tidak enak dan tangannya sedikit gemetar saat membuka browser pencarian. Namun sebelum Kanaya sempat membuka portal berita online, sebuah panggilan telepon ma
“Bos, saya punya berita buruk…” Ezra mendekati Bastian dan berbisik saat Bosnya baru saja selesai meeting dengan klien. Bastian berhenti membenahi dokumen-dokumen bisnisnya dan menoleh. “Berita buruk?” Ia menegakkan punggungnya dan memutar kursi swivelnya menghadap Ezra. Ezra tidak menjawab. Ia memberikan Bastian tablet yang ada di tangannya. Bastian merasa heran sebab Ezra tidak mau memberitahukannya dan justru memberinya tablet. Ia menatap Ezra dengan selidik sebelum menerima tablet itu dan membuka layarnya. Untuk beberapa saat Bastian memperhatikan tampilan layar tablet itu. Banyak sekali ditemukannya foto-foto kebersamaannya bersama Kanaya. Bastian ingat setiap moment yang ada dalam foto itu. Foto-foto itu memang real, bukan rekayasa. Namun memang sebagian foto telah mengalami pengeditan. Dalam foto-foto itu Kanaya tidak ditampakkan sedang dalam keadaan hamil. Padahal saat foto-foto itu diambil, justru saat Kanaya tengah mengandung Kenzo. Dengan melihatnya saja, Basti
Siang itu, Agni datang kembali untuk mengunjunginya dan membawakan keperluan Elsie. “Ah, Bastian sialan! Dia menjual semua perhiasanku!” umpat Elsie meluapkan kekesalannya dihadapan mamanya. Ia masih saja kesal, apalagi jika mengingat kembali semua perhiasan mahal itu. Rasanya penyesalannya tidak ada habisnya! “Ini semua karena ulahmu sendiri Els,” timpal Agni sambil menghela nafas berat. “Seandainya kamu mendengarkan omongan mama dan papa sejak dulu untuk berhenti berfoya-foya, bersenang-senang setiap malam, mungkin keadaanmu tidak begini!” Agni menggerutu. Kesal dengan kecerobohan dan kebodohan putrinya itu. Ia merasa jika saja Elsie bisa mengontrol pergaulannya dan hanya fokus menjalani rumah tangganya dengan Bastian, mungkin semua ini tidak terjadi. Bastian tidak akan tahu mengenai peristiwa dibalik penculikan itu, dan bahkan Elsie tidak akan mandul jika tidak menggugurkan kandungannya beberapa kali. “Aaahhh! Mama bisanya hanya menggerutu saja! Mama tahu? Hidup biasa-biasa
Apa dia tidak salah dengar? Bastian melelang dan menyumbangkan semua uang penjualan perhiasan itu? Batin Agni masih tidak percaya. “Ya, semua perhiasan itu terdaftar atas nama Bapak Bastian. Dan Bapak Bastian tidak lagi memerlukannya saat ini. Tentu saja dia menyumbangkan hasil penjualannya…” jawab Jay dengan menatap Agni, menikmati ekspresi wajah perempuan itu. Jay sangat yakin jika sejak awal Agni pun mengetahui rencana Elsie, Felix dan Ravioli untuk memperdaya Bastian. Sehingga melihat ekspresi wajah Agni saat itu sangatlah priceless! Dan benar saja. Agni begitu syok sehingga tubuhnya menjadi lemas, dan ia pun terjatuh pingsan. Bagaimana mungkin Bastian menyumbangkan semua hasil penjualan perhiasan itu? Sebab jika digabungkan, perhiasan yang Bastian lelang itu bisa bernilai trilyunan! “Nyonya? Nyonya?” Dila dan Sela segera menolong Agni, mencoba membangunkannya. Jay terpaksa mendatangi Agni dan memeriksa keadaannya. “Dia hanya pingsan saja. Berikan aromaterapi dan beri
Tangan Agni berhenti di tengah-tengah. Siapa yang berani berteriak seperti itu?! Batin Agni dengan kesal. Ia berdecak dengan keras dan membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa orang yang lancang menghentikannya! Namun saat ia melihat orang itu, Agni langsung berteriak. “Aaaarrrgghhh! H-hantuuuu!” Agni langsung berlari dan bersembunyi di balik Gino. Ia begitu ketakutan sehingga sampai berjongkok di belakang Gino, tidak berani melihat ke arah pintu. Tubuhnya gemetar dan wajahnya pucat pasi. “Jangan! Jangan dekat-dekat!” teriaknya histeris. Semua yang ada di sana terkejut. ART yang bekerja di Sunnyside Estate juga ikut terkejut. Namun mereka langsung menahan tawanya begitu mengetahui apa yang menyebabkan Agni ketakutan. Jay yang berdiri di depan pintu bersama beberapa orang penjaga, memutar bola matanya dengan malas pada kelakuan Agni. Ia pun melangkah dan berhenti di depan Gino. Dengan tatapan tajam penuh ancaman ia mengisyaratkan Gino untuk menyingkir. Dan Gino pun men
Agni masuk ke dalam Sunnyside Estate bersama supir pribadi dan dua orang ART dari rumahnya. Agni terpaksa menjalankan rencana yang ia siapkan bersama Elsie. Sebab mereka tidak punya pilihan lain. Bastian tidak hanya menceraikan Elsie, tetapi juga menuntutnya secara hukum. Dan Agni juga baru mengetahui jika selama ini Elsie telah bekerjasama dengan Ravioli untuk menculik Kanaya, dan Bastian mengetahui itu semua. Walaupun ia kesal dan kecewa dengan apa yang dilakukan Elsie, namun ia harus membantu putrinya itu. Kalau bukan dirinya yang membantunya, siapa lagi? “Ibu Agni, maaf Ibu Elsie tidak ada di rumah,” Citra langsung menghampiri begitu melihat Agni masuk ke dalam rumah. Ia pikir Agni belum mengetahui berita penangkapan Elsie. Akan tetapi Agni dan rombongannya terus berjalan masuk. “Aku sudah tahu. Putriku sendiri yang memintaku datang untuk mengambil barang-barang miliknya. Dia bilang aku boleh langsung masuk.” Citra sempat terdiam tertegun sebelum ia kembali berjalan
“Dia pantas menerimanya, Naya. Apa yang dia telah lakukan padamu tidak bisa dimaafkan. Dan aku tidak akan membiarkannya lepas begitu saja.” Bastian langsung menjelaskan. Dari kalimat Bastian itu, sudah dipastikan jika Bastianlah yang menuntut Elsie sehingga dia ditahan oleh polisi. “Aku harap kamu tidak keberatan untuk bersaksi di pengadilan dan menceritakan apa yang kamu alami waktu itu,” tambah Bastian sambil menggenggam tangan Kanaya. Kanaya terus menatap Bastian, masih merasa ragu dengan permintaan Bastian itu. Apakah Bastian benar-benar tega memenjarakan Elsie? Sebab ia bisa menduga tuntutan yang diajukan bukan main-main. Bukan hanya penculikan, namun Elsie pun berniat menghabisi nyawanya saat itu. Hukumannya mungkin sangatlah berat. Apakah Bastian yakin ingin melakukan hal ini pada Elsie? Bastian sangat mengerti Kanaya dan apa yang sedang dipikirkannya. Gadis itu bahkan tidak tega melenyapkan seekor semut sekalipun, apalagi memenjarakan Elsie. “Naya, aku mengerti apa y