“Ros, di mana?”Elsie berjalan keluar dari lift di parkiran basemen sembari menghubungi Rosa.“Aku di cafe. Apa kamu sudah selesai?”Elsie berdecak pelan. “Ya! Cepat turun, aku tunggu di depan lift!” Setelah itu Elsie menutup percakapan teleponnya.Tidak lama Rosa datang dan mereka masuk ke dalam mobil.“Kamu bertemu Reno?” tanya Rosa sambil ia menyalakan mesin mobil.“Heem,” jawab Elsie sambil memberi gestur dengan matanya.“Kenapa kamu pergi menemui Reno? Bagaimana kalau Bastian sampai tahu? Bukankah itu hanya membuat Bastian semakin marah dan curiga?” Rosa mencoba menasehati.Apalagi rumah tangga temannya itu sedang tidak baik-baik saja. Dan tampaknya Bastian serius akan mengajukan gugatan cerai. “Bastian sedang pergi ke kota Anabath. Dia tidak akan tahu selama kamu menemani aku Ros.”Rosa memutar bola matanya diam-diam. dalam hatinya dongkol karena Elsie selalu menjadikannya tameng untuk menutupi apa yang ia lakukan. Dulu, ia memang membiarkan saja. Saat Elsie selalu beralasan p
Saat Elsi masuk ke dalam rumah Ravioli, mafia itu sedang berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon. Jono, salah satu anak buah Ravioli menahan Elsie di depan pintu ruang kerjanya. Namun saat Ravioli melihat Elsie, ia memberi kode dengan tangannya agar Jono membiarkan Elsie masuk. Jono bagaikan peliharaan yang patuh, bergeser memberi jalan untuk Elsie. Elsie memanfaatkan kesempatan itu untukberjalan masuk menemui Ravioli. Suara heels pendek sepatu Elsie terdengar berdentang saat ia berjalan di ruangan itu. Ravioli melihat Elsie dan ia memberi kode dengan jari telunjuknya agar berjalan mendekat. “Tentu, jangan kuatir, tidak akan ada masalah dalam pengiriman!” Ravioli menanggapi lawan bicaranya. “Aku jamin itu! Kamu siapkan saja sisa uang pembayarannya!” ucap Ravioli kembali sebelum ia mengakhiri pembicaraan telepon itu dan berbalik badan. “Bagus kamu ke sini, Els! Aku baru saja hendak menghubungimu!” Ravioli mengantongi telepon genggamnya dan ia beranjak dari k
Bastian baru saja selesai mandi saat terdengar suara bel di depan pintu kamar hotelnya. Seharian ia sibuk bernegosiasi dengan pihak-pihak terkait dan bahkan mengajukan gugatan hukum kepada pihak-pihak yang menjadi provokator kerusuhan serta mengajukan ganti rugi. Meskipun Bastian bisa saja mengganti kerugian dengan uang pribadinya, namun ia tidak melakukan hal itu. Hal ini karena ia ingin membuat efek jera pada siapa saja yang telah menjadi provokator dan menyebabkan kerusakan pada fasilitas milik perusahaannya. Baginya, kekerasan tidak menyelesaikan masalah. Setelah mengenakan pakaian, Bastian membuka pintu kamarnya. “Selamat malam Pak,” sapa Jay saat pintu terbuka. Bastian mengangguk dan mempersilahkannya masuk. “Ada berita apa?” “Kepolisian lokal sudah memproses orang-orang yang terlibat kericuhan. Dan kalau segala sesuatunya sesuai rencana, Bapak bisa kembali ke Emerald City besok sore.” Jay melaporkan sambil ia berjalan masuk mengikuti Bastian. “Hem, bagus!” timpal Bas
Saat kembali ke apartemen ibunya, Kanaya berpapasan dengan Ayunda dan Laila di depan unit apartemen mereka. “Lho, Ibu, Bude mau kemana?” “Ibumu mau jalan-jalan di taman. Ingin menghirup udara segar dan mencari sinar matahari pagi.” Laila mendahului menjawab. Ayunda tertawa. Ia menepuk lengan Kanaya. “Kamu juga Naya, sangat baik untuk wanita yang sedang hamil besar untuk berjalan-jalan pagi. Bergerak, menghirup udara segar, agar bayimu sehat dan lancar saat melahirkan nanti.” “Iya Bu, Naya tahu. Ayo, Naya ikut kalau begitu!” Kanaya tidak keberatan untuk ikut bersama mereka berjalan-jalan pagi itu. Toh mereka hanya berjalan di taman belakang apartemen itu saja. Kanaya sudah pernah menemani ibunya ke taman itu. Dan pada jam seperti ini, banyak penghuni apartemen yang juga beraktifitas di taman. Jadi, ia pikir tidak akan ada masalah. Saat tengah menunggu lift untuk turun, pintu lift terbuka, dan keluarlah Emran. Emran baru saja sampai. Setiap hari ia memang datang ke unit apartemen
“Tidak ada yang salah dengan kepala ibumu, Kanaya.” Ardyan menatap foto hasil MRI yang baru saja dilakukan. Ia dan Kanaya sedang menganalisa hasil ronsen di ruangan praktek Ardyan. Setelah dibawa Emran ke rumah sakit ERC, ayunda langsung ditangani oleh dokter di sana. “Tapi, kenapa kepala ibu tiba-tiba sakit?” Kanaya merasa heran, sebab ibunya begitu kesakitan, sampai-sampai wajahnya pucat pasi. Ardyan mendekati foto ronsen yang ada di LED film viewer dihadapannya. “Kamu lihat ini? Ini adalah foto MRI kepala ibumu saat mengalami serangan jantung beberapa bulan yang lalu.” Ardyan menunjuk sebuah foto, lalu jarinya menyentuh satu titik di foto itu. “Ini adalah cedera di bagian memori yang aku pernah sebutkan sebelumnya.” Kanaya ingat Ardyan pernah menjelaskan sebab ibunya mengalami amnesia. Salah satunya adalah cedera di bagian memori karena kurangnya pasokan oksigen kala serangan jantung itu terjadi. “Dan ini, adalah foto yang diambil tadi siang. Kamu lihat bedanya?” tanya Ardyan
Ardyan sedang berjalan masuk ke dalam kantornya saat telepon genggamnya berbunyi. “Halo Bas…” sapanya sambil tersenyum. “Halo Dy. Sibuk?” Suara Bastian terdengar dari ujung sambungan teleponnya. “Yaah, biasa saja,” jawab Ardyan sambil terkekeh pelan. “Sori, aku tidak angkat teleponmu tadi.” Seakan tahu apa yang akan Bastian tanyakan, ia segera menjelaskan. “Jangan kuatir, mertuamu baik-baik saja. Dia sudah ditangani, dan seharusnya tidak ada masalah.” Di Anabath, Bastian mengerutkan keningnya. “Mertua? Apa maksudmu?” Ardyan berdecak dan memutar bola matanya dengan heran. “Kamu meneleponku untuk menanyakan Ayunda kan? Ibunya Kanaya?” “Dia baik-baik saja, sepertinya ingatannya mulai pulih,” ujar Ardyan, lalu cepat-cepat menambahkan, “Walaupun belum pulih secara keseluruhan.” Bastian terkejut mendengarnya. Ia tidak tahu jika Ayunda sakit. Dan mendengar sebagian ingatan Ayunda pulih, Ia teringat rencananya bersama Kanaya. “Bagian mana dari ingatannya yang pulih?” Seperti mengeta
“Dokter Adryan, dokter di rumah sakit sudah memeriksa keadan ibu Kanaya. Mereka bilang, ibu sudah masuk pembukaan 2.” Emran yang masih terhubung dengan Adryan melaporkan setelah Dokter di rumah sakit pemerintah itu memeriksa Kanaya. Ardyan menggaruk tengkuknya. Kehamilan Kanaya baru mencapai usia 35 minggu. Seharusnya masih ada 5 minggu lagi sebelum dia melahirkan. Ardyan sama sekali tidak menduga. “Kalian sedang apa di sana?” Ia pun heran kenapa Kanaya dan Emran bisa pergi ke daerah Emerald utara, mengingat kemungkinan besar Kanaya sudah merasakan nyeri-yang bisa dikatakan kontraksi itu tadi pagi. Itu jika ia mengurut benang merah dari apa yang dikatakan Bastian. Nyeri perut yang dirasakan Kanaya di pagi hari kemungkina besar adalah pembukaan satu, namun karena hanya terjadi sekali atau dua kali, Kanaya tidak menyadarinya. Ditambah lagi kejadian yang menimpa Ayunda hari itu, mungkin membuat Kanaya tidak terlalu mempermasalahkan nyeri yang sempat dirasakannya. “Bu Ayunda bilang
Pesawat Bastian baru saja mendarat di Bandar Udara Emerald City. Sembari berjalan keluar pintu pesawat, Bastian menyalakan ponselnya. Dan seketika itu juga berbagai notifikasi muncul di layar telepon genggamnya. Bastian membuka pesan pertama yang masuk, dari Ardyan-temannya yang mengatakan untuk segera menghubunginya. Ia pun segera menghubungi temannya itu, mengingat ia sendiri mengatakan pada Adryan untuk segera memberinya kabar jika terjadi sesuatu. “Bas!” Suara Ardyan terdengar entah antusias atau gugup atau panik. Yang jelas temannya itu tidak bisa mengontrol volume suaranya sehingga terdengar keras memanggilnya. “Ada apa Dy?” Bastian mengerutkan keningnya sembari ia berjalan menuruni tangga pesawat. “Bas, Kanaya…” Suara Ardyan bergetar. Barulah jelas bagi Bastian, Ardyan- temannya itu sedang panik. Bastian menghentikan langkahnya. “Kanaya? Ada apa dengannya?” Tiba-tiba saja Bastian diliputi perasaan tidak enak. Angin malam yang berhembus mengenai wajahnya terasa begitu din
“Freya,” ucap Bastian dengan senyum di wajahnya. “Freya Jacinta Dwipangga.” Miranda dan Ayunda saling bertukar pandang sebelum tersenyum dan mengangguk. “Freya. Nama yang Indah,” gumam keduanya menyetujui. Hari itu semua yang ada di Alpine Nest menyambut baik kehadiran bayi mungil bernama Freya Jacinta Dwipangga. Begitu pula Kenzo yang begitu senang ketika diperbolehkan melihat langsung adiknya itu. Mulai hari itu, ia telah menjadi seorang kakak. Apalagi, adiknya itu hadir sebagai hadiah ulang tahun terindah baginya. Keluarga besar Dwipangga hari itu sangat berbahagia. Bukan hanya karena ulang tahun pertama Kenzo, namun juga hadirnya Freya dalam keluarga mereka. Berita kelahiran Freya langsung tersebar ke seantero Emerald City, meskipun sosok bayi tersebut masih dirahasiakan dan belum di perlihatkan kepada publik. Publik ikut merasa senang dan tidak sabar untuk segera melihat sosok putri keluarga Dwipangga yang diberitakan memiliki paras yang rupawan. Berita persalinan Kanaya p
“Ama… Ama.. atit?” tanya Kenzo pada Haidar, kakeknya. Tampak ia mengkhawatirkan mamanya.Apalagi ia melihat Papanya begitu panik saat membawa mamanya pergi masuk ke dalam ruangan dengan kolam besar yang ada di dekat mereka. Haidar tersenyum dan menggeleng. Ia berusaha untuk tidak tampak gelisah atau khawatir. “Mama tidak sakit, tapi saat ini sedang melahirkan adiknya Kenzo,” terangnya pada cucu kesayangannya itu.“Kenzo di sini dulu ya sama Kakek. Nanti kalau adik sudah keluar dari perut mama, Kenzo bisa ketemu sama adik.” Haidar pun duduk dan memangku Kenzo di sofa.Kanaya sudah pernah menceritakan pada Kenzo mengenai adik bayi yang ada di dalam perutnya, sehingga Kenzo tidak terlalu bingung atau panik saat mengetahui Kanaya akan melahirkan. “Sini, Kenzo boboan di sini.” Haidar menepuk ruang kosong diantara dirinya dan Azhar, agar cucunya itu bisa beristirahat dan tidur. Ia tahu Kenzo tidak akan mau pergi tidur ke kamarnya mengetahui mamanya tengah melahirkan adiknya.Akan tetapi
Ardyan dan Aliya telah menikah sejak 6 bulan yang lalu, dan sekarang kandungan Aliya telah menginjak 3 bulan.Mereka berdua memang tidak menunda kehamilan dan berharap segera diberikan keturunan. Selain itu, Ardyan juga sudah berusia lebih dari 30 tahun, sehingga dia tidak ingin lagi menunda.Dan meskipun kehamilan Aliya masih muda dan belum terlihat benar, namun jika diperhatikan dengan seksama, akan terlihat benjolan kecil di perutnya.Saat ini, Aliya masih bekerja di LiveTV, namun ia tidak lagi bekerja di lapangan untuk mencari berita setelah mengetahui kehamilannya. Ia memilih bertugas di dalam studio untuk sementara waktu. Sedangkan Ardyan, dia masih menjalani hari-harinya sebagai the best neurosurgeon di Emerald City, sekaligus Direktur Emerald Restorative Centre, Rumah Sakit terbesar dan tercanggih di Emerald City.“Bagaimana kehamilanmu kali ini? Ah, Kenzo pasti senang sekali akan segera memiliki seorang adik!” Aliya memegang perut besar Kanaya dan mengelusnya.“Untuk yang
Acara ulang tahun berlangsung dengan sangat meriah. Anak-anak panti yang diundang untuk datang tampak sangat senang. Berbagai macam permainan, hiburan bahkan hadiah-hadiah yang dibagikan membuat mereka tertawa sepanjang acara.Tamu undangan lainnya, keluarga, dan kerabat yang membawa anak-anak mereka juga menikmati acara itu. Mereka membawa berbagai macam hadiah, dari mainan anak-anak yang sangat populer dan diminati, hingga hadiah yang bernilai fantastis.Berbagai macam hidangan disajikan. Dari mulai hidangan berbentuk lucu bertemakan kerajaan untuk anak-anak hingga hidangan estetik dan lezat dari chef terkemuka yang menggunakan bahan-bahan berkualitas premium.Dan Kenzo, bocah berulang tahun yang memiliki paras rupawan perpaduan antara Kanaya dan Bastian, menjadi pusat perhatian di acara itu. Tidak hanya parasnya, tingkah polah anak berusia 1 tahun itu selain menggemaskan juga telah membuat decak kagum tamu undangan. Di usia yang masih sangat kecil, Kenzo telah menunjukkan sikap
Hari itu, di Alpine Nest ramai dengan banyak orang yang datang. Azhar, Haidar, Miranda, Ayunda, Laila, dan Fadly—sepupu Kanaya. Tidak lupa Alea, Fariz dan Clara juga sudah hadir di sana.Mereka semua datang untuk menghadiri ulang tahun pertama Kenzo yang hanya dihadiri oleh orang-orang terdekat, keluarga dan teman serta anak yatim yang sengaja diundang untuk memeriahkan acara itu.Acara dilangsungkan di halaman belakang rumah mereka, dengan mengusung tema Royal Prince. Sesuai dengan tema, maka di dekat danau itu dibangun sebuah miniatur kastil kerajaan, dengan dekorasi balon dan hiasan lainnya yang berwarna emas, biru dan putih.Makanan yang dihidangkan pun dibuat sesuai tema. Mewah, namun dengan bentuk yang lucu dan menggemaskan sesuai dengan usia baby Kenzo yang baru berulang tahun pertama.“Apa semua sudah siap? Di mana Kenzo?” Kanaya baru selesai berpakaian, dan ia memastikan kembali persiapan mereka untuk acara itu.Ia dan Bastian juga ikut mengenakan kostum Royal King dan Queen
“Bos, itu orangnya!” Seorang pria dengan banyak tato di tangannya melapor pada seorang pria yang duduk di dalam sebuah mobil SUV.Jendela mibil SUV itu diturunkan dan tampaklah wajah seorang pria. Dia mengenakan jaket hitam dan kaca mata hitam. Rambut panjangnya yang diikat ke belakang, dicepol kecil dibagian atas, sehingga menampakkan potongan rambut pendek undercut dibagian bawah yang rapi.Pria itu membuka kaca matanya dan melihat ke luar pada sosok dua orang pria yang sedang berdiri membelakangi mereka yang berjarak cukup jauh. Kedua orang itu berpakaian parlente, kemeja rapi dengan sepatu kulit yang mengkilap.“Hanya berdua saja?” tanya Jono—pria berjaket hitam di dalam mobil.“Hanya mereka dan supir di dalam mobil.” Anak buah Jono menunjuk sebuah mobil Mercedes Benz S class berwarna hitam terparkir di ujung bagian jalan itu.Jono tidak mengetahui siapa orang itu. Mereka berpenampilan rapi dan parlente, namun mereka berdua bukan berasalah dari Emerald City.Jono memberi isyarat
Mobil Rolls Royce limited edition itu, memasuki halaman rumah besar dan luas bernama Alpine Nest, dan berhenti tidak jauh dari pintu utama rumah itu.Kanaya dan Bastian turun dari dalam mobil dan masuk ke dalam rumah. Rumah yang kali pertama Kanaya datangi belum memiliki furnitur yang lengkap, saat ini telah berubah menjadi sebuah rumah yang indah dengan berbagai kelengkapan yang memberi kesan tersendiri.Kanaya sengaja memilih furnitur, korden, wallpaper serta berbagai aksesoris rumah lainnya dengan warna dan model yang memberi kesan homy, sebuah tempat tinggal yang hangat dan nyaman untuk ditinggali keluarga mereka.Saat memasuki rumah itu, tidak terasa suasana kaku ataupun asing. Ruangan demi ruangan seakan membuat siapa pun merasa di nyaman berada di sana. Dari mulai ruang tamu, ruang keluarga, dapur, hingga setiap kamar tidur di rumah itu, memberi kesan hangat. “Kenzo mana Bi?” Kanaya bertanya saat ia bertemu Sifa di ruang keluarga.Perempuan yang menjadi pengasuhnya saat menga
“Maaf… maaf, aku tidak sengaja…” ucap orang itu dengan segera. Ia kemudian tampak terkejut ketika melihat Bastianlah yang ia tabrak.“Lain kali jalanlah dengan hati-hati.” tegur Bastian sambil mengingatkan dengan nada dingin.Untung saja dia tidak menabrak Kanaya! Jika sampai itu terjadi, ia akan sangat marah.“Tentu, lain kali saya akan jalan dengan hati-hati.” Mahasiswi yang menabrak Bastian itu tampak tersipu malu. Ia melirik Bastian dengan tatapan menggoda sembari menyelipkan anak rambut ke belakang telinga.Bastian bersikap acuh tak acuh pada perempuan itu dan sibuk merapikan kemeja yang dikenakannya.Lain halnya dengan Bastian, Kanaya justru menangkap gestur perempuan yang dengan sengaja menggoda Bastian. Dan ini membuat Kanaya kesal.Jelas, bukan hanya dirinya saja yang menyadari betapa menariknya Bastian.Selama ia menjadi istri Bastian, tidak sedikit wanita lain yang mengagumi Bastian, bahkan ada yang dengan berani dan terang-terangan berusaha mendekati suaminya itu.Mahasis
“Kulit lebih bersinar, atau di sebut dengan pregnancy glowing…” Bastian membaca sebuah artikel melalui telepon genggamnya. Ia tampak berpikir sebelum bergumam, “Sepertinya benar.”Ia membayangkan kulit istrinya itu memang terlihat lebih glowing di kehamilan kedua. Jadi, apakah semua mitos itu benar?Bastian kembali membaca lanjutan artikel itu.“Payudara sebelah kiri lebih besar dari yang kanan…” Bastian mengerutkan keningnya. Ah, ada-ada saja. Apa iya perbedaan kehamilan bayi perempuan dan laki-laki bisa dilihat dari besarnya payudara kanan dan kiri?Ujung-ujungnya, Bastian geleng-geleng kepala dan lanjut membaca. “Sifat lebih moody, sensitif dan cerewet…” Bastian terkekeh pelan. Mungkin untuk yang satu ini ada benarnya. Sejak kehamilan kedua, Kanaya menjadi sangat perasa dan sensitif, bahkan sebelum mereka mengetahui jenis kelamin anak yang dikandungnya.Walau begitu, Bastian tidak pernah mempermasalahkannya. Apalagi ia memang tidak keberatan direpotkan oleh istrinya itu.“Ehem…