Kanaya dan Sifa sedang bersiap-siap menyantap makan siang mereka saat tiba-tiba pintu depan rumah terbuka tutup, lalu suara langkah kaki mendekat. Mereka berdua langsung beradu pandang. Siapa yang datang? Padahal keduanya tidak mendengar ada suara mobil berhenti di depan rumah. “Ba-Bapak?” seru Kanaya dan Sifa berbarengan saat melihat Bastian berjalan ke arah ruang makan. Keduanya benar-benar terkejut. Mereka berdua sama sekali tidak menyangka jika Bastian akan datang siang itu. Terlebih Ezra baru saja meninggalkan rumah mereka. Mau apa Bastian datang tanpa pemberitahuan di siang bolong seperti ini? Bastian hanya datang mengunjungi Kanaya jika mereka akan melakukan ‘pembuahan’. Lalu untuk apa dia datang kali ini? Apa dia mau melakukannya siang ini? Batin Kanaya dengan was-was. Pada saat itulah Kanaya melihat kotak makan di tangan Bastian. Kotak makan yang sama yang ia siapkan untuk Ezra. Itu berarti… “Bapak, silahkan duduk Pak, kebetulan Non Kanaya baru selesai masak.” S
Bastian duduk di sofa. Ia baru saja selesai berbicara dengan Erza menanyakan pekerjaan kantor yang ia tugaskan kepada asistennya. Tidak jauh dari tempatnya duduk, Kanaya sedang mencuci tangan setelah mengupas buah apel untuk ia sajikan kepada Bastian. Kanaya datang menghampiri Bastian dan menaruh sepiring potongan buah apel ke atas meja. “Buahnya, Pak.” Lalu ia duduk di sofa lain yang tidak terlalu jauh dari Bastian. Kanaya masih saja menjaga jarak dari Bastian. Ia tidak ingin terlalu terikat secara personal dengannya, karena khawatir ada sesuatu yang timbul diantara mereka. Bastian mengangkat wajahnya dari layar telepon genggamnya dan menatap Kanaya yang duduk jauh darinya. “Sini,” panggilnya sambil menepuk tempat kosong di dekatnya. Kanaya diam tidak bergerak. Ia ragu. Haruskah ia pindah duduk dekat Bastian? “Kanaya, aku tidak suka mengulang ucapanku,” ucap Bastian dengan nada protes. Mendengar nada suara Bastian itu, Kanaya tidak ingin mencari masalah sehingga ia pu
“Halo Yang, kamu sudah selesai kerja?” Elsie menghubungi Bastian melalui telepon petang itu. “Aku masih ada meeting malam ini, Elsie. Sepertinya aku pulang larut malam,” jawab Bastian sambil mengurut keningnya. “Jangan terlalu capek bekerja. Kan ada Ezra dan asistenmu yang lain yang bisa kamu suruh.” Terdengar suara Elsie yang sedikit menggerutu. “Maaf sayang, untuk meeting kali ini, harus aku yang datang. Klien ini dari luar kota, jadi tidak bisa aku delegasikan,” ujar Bastian beralasan. Terselip rasa bersalah di hatinya saat harus berbohong kepada Elsie. Tapi, mau bagaimana lagi? Bastian sudah bertekad untuk memiliki keturunan dengan segera. Lagipula Ia dan Kanaya sudah sepakat untuk bisa hamil bulan ini. “Ya sudah, kalau begitu.” “Maaf ya Sayang,” ucap Bastian lagi dengan nada lembut. “Yang, kamu sudah telepon Papa? Mengenai hal yang waktu itu aku ceritakan?” Saat Bastian pikir Elsie sudah akan mengakhiri percakapan, istrinya itu justru menanyakan hal lain. “Papa t
Hal pertama yang dirasakannya saat membuka pintu kamar mandi adalah aroma segar dan lembut lavender, bergamot dan grapefruit yang langsung menyapa indera penciumannya. Bastian lanjut melangkah dan menutup pintu kamar mandi nyaris tanpa suara. Dan seperti dugaannya, Kanaya sedang asik menyanyikan lagu besutan DJ Norwegia di bawah guyuran air yang memancar di atas kepalanya. Gadis itu bernyanyi dengan penuh semangat, membelakangi pintu. Tubuh polos tanpa sehelai benang itu bergoyang mengikuti irama lagu yang ia nyanyikan. Kedua tangannya terangkat, membilas shampo yang ada di rambutnya . “Listen to my heart, let the rhythm control ya I'll be there when you need my love…” Kanaya tidak menyadari kedua mata yang menatapnya dengan tanpa berkedip, menikmati konser solo yang begitu memikat tatapan dan urat nadi di tubuhnya. “Just follow the beat of my drum, it goes… pam pam pam…” Kanaya lanjut bernyanyi, kali ini tangannya bergerak di udara seakan-akan dia tengah bermain drum.
Tatapan mata Bastian turun ke bibir Kanaya, dan Kanaya melakukan hal yang sama. Kanaya menatap bibir Bastian yang setengah terbuka membentuk lekukan lembut yang mempertegas garis bibir itu. Godaan untuk menyentuhnya begitu besar. Kanaya begitu ingin merasakan seperti apa rasanya menyentuh kedua belah bibir itu. “Ayo.” Bastian justru mengajak Kanaya kembali ke tengah ruangan dan ia menyalakan air. Mereka berdua berdiri saling berhadapan, membiarkan buliran air hangat membilas busa-busa sabun yang menempel ditubuh mereka. Perlahan tapi pasti, Bastian membersihkan sisa-sisa sabun dari tubuh Kanaya. Saat membilas tubuh Kanaya, Bastian tidak kuasa untuk tidak mendaratkan kecupan-kecupan kecil di kulit yang disentuhnya. Kanaya menggigit bibirnya menahan desahan yang keluar dari bibirnya. Ia bisa merasakan gairah yang timbul dari dalam dirinya setiap kali Bastian mendaratkan kecupan atau saat untung Jari Bastian membelai permukaan kulitnya. Kedekatan fisik serta sentuhan t
Apa yang aku lakukan? Kanaya hanya bisa protes dalam hati sambil mengerutkan keningnya menatap balik Bastian. Bukankah Pak Bastian yang duluan memulai dengan masuk tanpa ijin ke dalam kamar mandi? Lalu dia juga yang mengajak mereka berdua mandi bersama! Pikir Kanaya tidak mengerti mengapa momen penuh gairah mereka malam ini menjadi tanggung jawabnya? Bastian tertawa kecil menyadari arti tatapan protes Kanaya dan apa yang gadis muda itu pikirkan. “Ini,” ucap Bastian, kemudian ia kembali memagut bibir Kanaya. Sesaat, keduanya saling memagut dengan perlahan, menciptakan suara cesapan-cesapan kecil di balik kehangatan selimut. “Paham?” tanya Bastian setelah ia melepaskan pagutannya. Kanaya tersipu malu. Rupanya Bastian menyalahkannya karena telah berinisiatif menciumnya lebih dulu. Mau bagaimana lagi? Kanaya belum pernah merasakan berciuman, dan satu-satunya laki-laki yang telah memperlakukannya dengan intim adalah Bastian. Bukankah hal yang wajar jika ia mencium Bastian?
“Kok belum makan?” Bastian keluar dari kamar mandi sudah rapi mengenakan baju kerjanya. Ia berjalan menghampiri Kanaya, heran melihat makanan yang masih utuh di atas meja. “Bapak— juga belum makan,” ucap Kanaya tidak yakin jika Bastian akan tinggal atau langsung pergi. Pandangannya turun ke bawah ke jari jemari yang menari dengan gugup di atas pangkuannya. Kanaya tidak tahu mengapa ia berharap Bastian akan tinggal. Padahal selama ini Bastian selalu langsung pulang. Bastian duduk di sebelah Kanaya. “Aku tidak makan, masih ada yang harus aku kerjakan. Kamu makanlah.” Tadinya ia berencana makan bersama Kanaya. Tetapi setelah menerima pesan dari Ardyan yang mengajaknya bertemu di restoran, ia mengurungkan niatnya. Ada rasa kecewa di hati Kanaya karena Bastian memilih pergi menemui Elsie dari pada menemaninya makan. Tetapi apa haknya meminta Bastian untuk tinggal? Siapa Kanaya di mata Bastian? Kanaya memaksa sebuah senyum. “Pak Bas sudah mau pergi?” Bastian yang sedang menyi
“Selamat malam Bos,” sapa Ezra saat Bastian keluar dari kamar. Sejak beberapa menit yang lalu Ezra sudah menunggu Bastian. Namun bosnya itu masih berada di dalam kamar istri mudanya. Bastian tidak membalas sapaan Ezra. Ia langsung berjalan melewati asistennya itu dan pergi keluar rumah, masuk ke dalam mobil. Bos kenapa? Ezra heran melihat suasana hati Bosnya yang kurang baik padahal baru saja keluar dari kamar istri muda. Tidak berpikir panjang, Ezra segera mengikuti Bastian masuk ke dalam mobil. “Caffeine Cuisine!” perintah Bastian dengan nada kesal. “Baik Pak,” jawab Rafles dengan segera melajukan mobil keluar halaman rumah. Suasana di dalam mobil menjadi tegang. Tidak ada yang berani berbicara seakan tidak berpenghuni. Ezra pun ragu untuk bicara. Yujuannya datang menemui Bastian asalah untuk memberi laporan. Tetapi bagaimana ia akan melapor kalau suasana hati Bosnya sedang seperti ini? “Kamu mau apa?” Suara Bastian yang setengah menggelegar mengagetkan Ezra.
“Freya,” ucap Bastian dengan senyum di wajahnya. “Freya Jacinta Dwipangga.” Miranda dan Ayunda saling bertukar pandang sebelum tersenyum dan mengangguk. “Freya. Nama yang Indah,” gumam keduanya menyetujui. Hari itu semua yang ada di Alpine Nest menyambut baik kehadiran bayi mungil bernama Freya Jacinta Dwipangga. Begitu pula Kenzo yang begitu senang ketika diperbolehkan melihat langsung adiknya itu. Mulai hari itu, ia telah menjadi seorang kakak. Apalagi, adiknya itu hadir sebagai hadiah ulang tahun terindah baginya. Keluarga besar Dwipangga hari itu sangat berbahagia. Bukan hanya karena ulang tahun pertama Kenzo, namun juga hadirnya Freya dalam keluarga mereka. Berita kelahiran Freya langsung tersebar ke seantero Emerald City, meskipun sosok bayi tersebut masih dirahasiakan dan belum di perlihatkan kepada publik. Publik ikut merasa senang dan tidak sabar untuk segera melihat sosok putri keluarga Dwipangga yang diberitakan memiliki paras yang rupawan. Berita persalinan K
“Ama… Ama.. atit?” tanya Kenzo pada Haidar, kakeknya. Tampak ia mengkhawatirkan mamanya.Apalagi ia melihat Papanya begitu panik saat membawa mamanya pergi masuk ke dalam ruangan dengan kolam besar yang ada di dekat mereka. Haidar tersenyum dan menggeleng. Ia berusaha untuk tidak tampak gelisah atau khawatir. “Mama tidak sakit, tapi saat ini sedang melahirkan adiknya Kenzo,” terangnya pada cucu kesayangannya itu.“Kenzo di sini dulu ya sama Kakek. Nanti kalau adik sudah keluar dari perut mama, Kenzo bisa ketemu sama adik.” Haidar pun duduk dan memangku Kenzo di sofa.Kanaya sudah pernah menceritakan pada Kenzo mengenai adik bayi yang ada di dalam perutnya, sehingga Kenzo tidak terlalu bingung atau panik saat mengetahui Kanaya akan melahirkan. “Sini, Kenzo boboan di sini.” Haidar menepuk ruang kosong diantara dirinya dan Azhar, agar cucunya itu bisa beristirahat dan tidur. Ia tahu Kenzo tidak akan mau pergi tidur ke kamarnya mengetahui mamanya tengah melahirkan adiknya.Akan tetapi
Ardyan dan Aliya telah menikah sejak 6 bulan yang lalu, dan sekarang kandungan Aliya telah menginjak 3 bulan.Mereka berdua memang tidak menunda kehamilan dan berharap segera diberikan keturunan. Selain itu, Ardyan juga sudah berusia lebih dari 30 tahun, sehingga dia tidak ingin lagi menunda.Dan meskipun kehamilan Aliya masih muda dan belum terlihat benar, namun jika diperhatikan dengan seksama, akan terlihat benjolan kecil di perutnya.Saat ini, Aliya masih bekerja di LiveTV, namun ia tidak lagi bekerja di lapangan untuk mencari berita setelah mengetahui kehamilannya. Ia memilih bertugas di dalam studio untuk sementara waktu. Sedangkan Ardyan, dia masih menjalani hari-harinya sebagai the best neurosurgeon di Emerald City, sekaligus Direktur Emerald Restorative Centre, Rumah Sakit terbesar dan tercanggih di Emerald City.“Bagaimana kehamilanmu kali ini? Ah, Kenzo pasti senang sekali akan segera memiliki seorang adik!” Aliya memegang perut besar Kanaya dan mengelusnya.“Untuk yang
Acara ulang tahun berlangsung dengan sangat meriah. Anak-anak panti yang diundang untuk datang tampak sangat senang. Berbagai macam permainan, hiburan bahkan hadiah-hadiah yang dibagikan membuat mereka tertawa sepanjang acara.Tamu undangan lainnya, keluarga, dan kerabat yang membawa anak-anak mereka juga menikmati acara itu. Mereka membawa berbagai macam hadiah, dari mainan anak-anak yang sangat populer dan diminati, hingga hadiah yang bernilai fantastis.Berbagai macam hidangan disajikan. Dari mulai hidangan berbentuk lucu bertemakan kerajaan untuk anak-anak hingga hidangan estetik dan lezat dari chef terkemuka yang menggunakan bahan-bahan berkualitas premium.Dan Kenzo, bocah berulang tahun yang memiliki paras rupawan perpaduan antara Kanaya dan Bastian, menjadi pusat perhatian di acara itu. Tidak hanya parasnya, tingkah polah anak berusia 1 tahun itu selain menggemaskan juga telah membuat decak kagum tamu undangan. Di usia yang masih sangat kecil, Kenzo telah menunjukkan sikap
Hari itu, di Alpine Nest ramai dengan banyak orang yang datang. Azhar, Haidar, Miranda, Ayunda, Laila, dan Fadly—sepupu Kanaya. Tidak lupa Alea, Fariz dan Clara juga sudah hadir di sana.Mereka semua datang untuk menghadiri ulang tahun pertama Kenzo yang hanya dihadiri oleh orang-orang terdekat, keluarga dan teman serta anak yatim yang sengaja diundang untuk memeriahkan acara itu.Acara dilangsungkan di halaman belakang rumah mereka, dengan mengusung tema Royal Prince. Sesuai dengan tema, maka di dekat danau itu dibangun sebuah miniatur kastil kerajaan, dengan dekorasi balon dan hiasan lainnya yang berwarna emas, biru dan putih.Makanan yang dihidangkan pun dibuat sesuai tema. Mewah, namun dengan bentuk yang lucu dan menggemaskan sesuai dengan usia baby Kenzo yang baru berulang tahun pertama.“Apa semua sudah siap? Di mana Kenzo?” Kanaya baru selesai berpakaian, dan ia memastikan kembali persiapan mereka untuk acara itu.Ia dan Bastian juga ikut mengenakan kostum Royal King dan Queen
“Bos, itu orangnya!” Seorang pria dengan banyak tato di tangannya melapor pada seorang pria yang duduk di dalam sebuah mobil SUV.Jendela mibil SUV itu diturunkan dan tampaklah wajah seorang pria. Dia mengenakan jaket hitam dan kaca mata hitam. Rambut panjangnya yang diikat ke belakang, dicepol kecil dibagian atas, sehingga menampakkan potongan rambut pendek undercut dibagian bawah yang rapi.Pria itu membuka kaca matanya dan melihat ke luar pada sosok dua orang pria yang sedang berdiri membelakangi mereka yang berjarak cukup jauh. Kedua orang itu berpakaian parlente, kemeja rapi dengan sepatu kulit yang mengkilap.“Hanya berdua saja?” tanya Jono—pria berjaket hitam di dalam mobil.“Hanya mereka dan supir di dalam mobil.” Anak buah Jono menunjuk sebuah mobil Mercedes Benz S class berwarna hitam terparkir di ujung bagian jalan itu.Jono tidak mengetahui siapa orang itu. Mereka berpenampilan rapi dan parlente, namun mereka berdua bukan berasalah dari Emerald City.Jono memberi isyarat
Mobil Rolls Royce limited edition itu, memasuki halaman rumah besar dan luas bernama Alpine Nest, dan berhenti tidak jauh dari pintu utama rumah itu.Kanaya dan Bastian turun dari dalam mobil dan masuk ke dalam rumah. Rumah yang kali pertama Kanaya datangi belum memiliki furnitur yang lengkap, saat ini telah berubah menjadi sebuah rumah yang indah dengan berbagai kelengkapan yang memberi kesan tersendiri.Kanaya sengaja memilih furnitur, korden, wallpaper serta berbagai aksesoris rumah lainnya dengan warna dan model yang memberi kesan homy, sebuah tempat tinggal yang hangat dan nyaman untuk ditinggali keluarga mereka.Saat memasuki rumah itu, tidak terasa suasana kaku ataupun asing. Ruangan demi ruangan seakan membuat siapa pun merasa di nyaman berada di sana. Dari mulai ruang tamu, ruang keluarga, dapur, hingga setiap kamar tidur di rumah itu, memberi kesan hangat. “Kenzo mana Bi?” Kanaya bertanya saat ia bertemu Sifa di ruang keluarga.Perempuan yang menjadi pengasuhnya saat menga
“Maaf… maaf, aku tidak sengaja…” ucap orang itu dengan segera. Ia kemudian tampak terkejut ketika melihat Bastianlah yang ia tabrak.“Lain kali jalanlah dengan hati-hati.” tegur Bastian sambil mengingatkan dengan nada dingin.Untung saja dia tidak menabrak Kanaya! Jika sampai itu terjadi, ia akan sangat marah.“Tentu, lain kali saya akan jalan dengan hati-hati.” Mahasiswi yang menabrak Bastian itu tampak tersipu malu. Ia melirik Bastian dengan tatapan menggoda sembari menyelipkan anak rambut ke belakang telinga.Bastian bersikap acuh tak acuh pada perempuan itu dan sibuk merapikan kemeja yang dikenakannya.Lain halnya dengan Bastian, Kanaya justru menangkap gestur perempuan yang dengan sengaja menggoda Bastian. Dan ini membuat Kanaya kesal.Jelas, bukan hanya dirinya saja yang menyadari betapa menariknya Bastian.Selama ia menjadi istri Bastian, tidak sedikit wanita lain yang mengagumi Bastian, bahkan ada yang dengan berani dan terang-terangan berusaha mendekati suaminya itu.Mahasis
“Kulit lebih bersinar, atau di sebut dengan pregnancy glowing…” Bastian membaca sebuah artikel melalui telepon genggamnya. Ia tampak berpikir sebelum bergumam, “Sepertinya benar.”Ia membayangkan kulit istrinya itu memang terlihat lebih glowing di kehamilan kedua. Jadi, apakah semua mitos itu benar?Bastian kembali membaca lanjutan artikel itu.“Payudara sebelah kiri lebih besar dari yang kanan…” Bastian mengerutkan keningnya. Ah, ada-ada saja. Apa iya perbedaan kehamilan bayi perempuan dan laki-laki bisa dilihat dari besarnya payudara kanan dan kiri?Ujung-ujungnya, Bastian geleng-geleng kepala dan lanjut membaca. “Sifat lebih moody, sensitif dan cerewet…” Bastian terkekeh pelan. Mungkin untuk yang satu ini ada benarnya. Sejak kehamilan kedua, Kanaya menjadi sangat perasa dan sensitif, bahkan sebelum mereka mengetahui jenis kelamin anak yang dikandungnya.Walau begitu, Bastian tidak pernah mempermasalahkannya. Apalagi ia memang tidak keberatan direpotkan oleh istrinya itu.“Ehem…