“Mama…” “Kenapa Els?” Agni merasa heran mendengar suara putrinya seperti sedang gelisah. Sudah beberapa hari ia tidak bertemu Elsie, tetapi hal itu bukan sesuatu yang aneh. Elsie tidak terlalu sering pulang ke rumah, dan ia maklum, karena putrinya itu sudah menikah. “Mah, sepertinya Elsie dalam masalah kali ini,” ujar Elsie sambil melirik ke kanan dan ke kiri. Ia tidak ingin ada orang yang mendengarkan percakapannya. “Masalah apa? Apa lagi yang kamu lakukan?” tanya Agni langsung memasang tanda bahaya. Sejak remaja Elsie kerap membuat masalah. Dari mulai pergaulan bebas sampai ia beberapa kali menggugurkan kandungannya. Dan hal ini membuat Agni pusing tujuh keliling. Dan sekarang, saat Agni seharusnya merasa aman dan nyaman karena putrinya itu telah menikah dengan Bastian dan menjadi seorang Nyonya Bastian Dwipangga, tiba-tiba putrinya mengatakan ia dalam masalah! Masalah apa lagi yang dibuat oleh putrinya kali ini? “Ini semua karena perempuan itu, Mah!” ujar Elsie dengan geram.
Petang itu Bastian bersama Ezra pergi ke Sunnyside Estate. Hampir seminggu ia tidak kembali dan ia ingin melihat bagaimana keadaan Elsie. Bastian berharap istrinya itu mau mengakui kesalahannya. Sebab, menurut penyelidikan Ezra, Elsie terlihat di CCTV sedang menguping pembicaraannya dan Ezra malam itu. Sehingga bisa dipastikan jika Elsie mengetahui posisi Jay saat itu. Tetapi, apakah dia yang menyewa supir truk itu melalui Ravioli? Apakah Elsie bisa setega itu? Mobil berhenti di halaman Sunnyside Estate dan Bastian membuka pintu mobil. “Kamu tunggu saja di sini, Zra,” ujar Bastian. “Baik Bos,” jawab Ezra mengerti. Lebih baik Bosnya itu berbicara berdua saja dengan istrinya. Bastian berjalan menuju pintu rumah, melewati seorang penjaga yang sedang berjaga di depan pintu masuk rumah itu. Saat ia masuk ke dalam, terdengar langkah kaki menuruni tangga dengan cepat. “Bastian! Sayang!” Elsie langsung berhambur dan memeluk Bastian. “Bas, aku kangen sama kamu! Kenapa kamu ba
Bastian mengetuk ujung batang rokoknya ke tepi asbak. Ia mengepulkan dari bibirnya lingkaran-lingkaran asap putih berbentuk bulatan dengan lingkaran di tengahnya.. Di panggung di depannya, seorang biduan sedang bernyanyi, berlenggok pelan mengenakan gaun berkilau berwarna merah, dengan belahan samping sebatas paha. “Stars shinin' bright above you, night breezes seem to whisper, "I love you”. Birds singin' in the sycamore tree, dream a little dream of me…” Cahaya lampu LED par berwarna biru dan ungu menghiasi club itu, bergerak perlahan mengikuti irama lagu di ruangan club yang tampak temaram itu. Bastian duduk sendiri. Di meja-meja lain di samping kanan dan kirinya tampak pria berusia di atas tiga puluh sampai lima puluh tahunan duduk ditemani wanita-wanita berpakaian minim, yang melayani mereka. Jarang sekali Bastian pergi ke club seperti ini. Biasanya ia pergi jika harus meng-entertaint klien atau pejabat pemerintah yang menyukai tempat hiburan seperti ini. Jika sudah seperti
Malam itu, setelah bertemu Ravioli, Bastian pulang ke Sunset Summit. “Terus awasi pergerakan Ravioli. Jangan lengah. Dan aku minta perketat penjagaan di Sunnyside Estate dan Sunset Summit,” perintah Bastian pada Jay dan Ezra sebelum ia turun dari mobil yang mereka tumpangi. “Baik Bos,” jawab keduanya dengan serempak. Bastian turun dan masuk ke dalam rumah, mendapati rumah itu sudah dalam keadaan gelap. Penjaga di depan rumah mengatakan jika Kanaya dan Sifa telah masuk ke dalam kamar satu jam yang lalu. Bastian tidak langsung masuk ke dalam kamar utama di mana Kanaya berada. Ia masuk ke kamar tamu, dan terlebih dahulu mandi di sana. Tubuhnya penuh dengan asap rokok, dan ia tidak ingin bertemu Kanaya dalam keadaan seperti itu. Setelah mandi, dengan mengenakan celana boxer dan jubah mandi, ia masuk ke dalam kamar utama. Di atas ranjang, Kanaya sudah terlelap. Ia tidur dengan begitu tenang sembari memeluk maternity pillow yang Bastian berikan padanya beberapa waktu yang lalu.
“Diana, pergilah lebih dahulu ke tempat pertemuan tender mega proyek. Bawa proposal ini dan temui Ibu Lucy.” Ezra memerintahkan Diana, salah satu anggota tim mega proyek urban planning.Ia melirik jam tangannya, dan menambahkan, “Segera berangkat, dokumen ini di tunggu Ibu Lucy sekarang juga!”“Baik Pak!” Diana langsung berjalan, namun kembali dihentikan oleh Ezra.“Jangan biarkan orang lain melihat dokumen ini. Ini dokumen final penawaran harga perusahaan kita,” pesan Ezra sambil menatap Diana penuh arti.“Baik Pak, akan saya jaga dengan baik!”Ezra mengangguk dan memberi kode Diana untuk segera berangkat. Ia memperhatikan Diana masuk ke dalam lift. “Semoga rencana Bos berhasil,” gumamnya sambil menatap pintu lift yang tertutup.Sementara itu, di Sunset Summit, Bastian sedang mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Ia mandi dengan cepat karena sebentar lagi Ezra akan menjemputnya untuk menghadiri pertemuan 3 besar peserta mega proyek Urban Planning di City Hall.Saat keluar dari da
“Apa kau bilang?! Kapal tidak jadi berangkat?”“Iya Bos! Mereka bilang, kapal tiba-tiba mengalami kerusakan listrik, sehingga tidak bisa berangkat malam ini.” Jono, salah seorang anak buah Ravioli melaporkan dengan bergidik. Bagaimana tidak? Ia baru saja menyampaikan kabar buruk kepada bos mafia di Emerald City!Kargo “istimewa” yang harusnya berangkat besok pagi-pagi sekali, terpaksa berpindah kapal untuk berangkat lebih awal. Itu semua dilakukan untuk menghindari ancaman Bastian tadi malam. Namun, kapal pengganti yang sedianya berangkat nanti malam, ternyata mengalami kerusakan listrik dan tidak bisa berangkat malam ini! “Bajingan! Bangsat!”Brak! Ravioli menggebrak meja dengan kepalan tangannya. Ia sangat geram dan gusar.Bagaimana mungkin sebuah kapal kargo besar mengalami kerusakan secara tiba-tiba hingga tidak jadi berangkat? Padahal kapal itu adalah satu-satunya kapal yang berangkat ke tujuan yang ia inginkan hari ini!Ia tahu persis ulah siapa ini! Siapa lagi orang yang ma
“Ravioli?” Felix terkejut melihat kedatangan mafia rekan bisnisnya itu.Mau apa dia datang ke sini? Apakah ini suatu kebetulan? Ia baru saja berencana untuk pergi menemui pria itu, untuk membicarakan solusi yang terbaik bagi mereka semua. Agni pun terkejut. Pasalnya Ravioli jarang sekali terang-terangan datang ke rumah mereka.Jika Felix membicarakan bisnis dengan Ravioli, mereka selalu melakukannya di luar rumah. Entah kantor, pelabuhan atau tempat- tempat lain yang tidak telihat orang banyak.Kedatangan Ravioli ke rumah mereka siang itu, cukup membuat keduanya merasa was-was dan tegang.“Apa aku datang disaat yang tidak tepat?” Ravioli berjalan menghampiri Felix dan Agni yang sedang berpegangan tangan dengan wajah tegang.“Ooh, tidak—tidak!” Felix segera menimpali sambil memaksakan senyuman di bibirnya. Bagaimana pun terkejutnya ia, Felix berusaha tidak menampakkan kegelisahan yang ia rasakan. “Aku hanya terkejut. Apa yang membuatmu datang ke sini?” Felix berusaha merubah ekspresi
Felix dan Agni panik. Tidak! Bastian tidak boleh mengetahui hal itu! Bagaimanapun keburukan Elsie tidak boleh diketahui Bastian!“Raf—Raf— begini. Bastian tidak boleh tahu hal ini. Aku minta kamu untuk tidak memberitahu dia kalau Elsie yang memintamu melakukan hal itu.” Felix berusaha untuk meminta pengertian Ravioli. Pasti ada jalan lain yang bisa mereka tempuh untuk menutupi keterlibatan Elsie.Ravioli tiba-tiba tertawa, diikuti oleh anak buahnya yang ada di sana. Mereka semua tertawa kecuali Felix dan Agni.Felix dan Agni menjadi bingung. Mereka berdua kembali saling tatap, tidak paham apa yang ditertawakan Ravioli.Ravioli masih tertawa saat dia mengatakan, “Kau pikir aku akan mengatakan pada Bastian kalau Elsie yang memintaku menyuruh supir itu menabrak direktur rumah sakit itu?” Bukan?Felix dan Agni semakin tidak mengerti. Bukan kah itu yang sedang mereka bicarakan? Kalau bukan itu, lalu apa?Ravioli menarik nafas dalam untuk menghentikan tawanya, sampai-sampai suara tarikan
Elsi sadar betapa gugupnya Chandra dan bahkan Agni, mamanya. Namun ia sudah kepalang tanggung. Jika ia mundur dan mengatakan hal sebenarnya, ia akan terlibat perkara yang lebih berat. “Bastian, dia mengatakan—akan mencelakai Mamaku— kalau aku tidak membuat pengakuan itu…” Bukan hanya berkata bohong, namun Elsie juga membumbuinya dengan isak dan tangis.Hadirin kembali bersuara heboh.“Tidak mungkin Bastian melakukan hal seperti itu!”“Itu mungkin saja! Kamu tidak paham, bahwa sebagai orang kaya yang memiliki segalanya, dia bisa saja melakukan hal itu! Apalagi jika uang berbicara!”“Benar! Kamu tahu kan kalau Bastian sangat melindungi istrinya, Kanaya. Dia pasti akan melakukan apa saja demi membalaskan sakit hati istrinya itu!”“Walaupun dengan mengkambinghitamkan mantan istri?”Suara-suara sumbang terdengar memihak dan bahkan berempati pada kubu Elsie.Agni bahkan menangis tersedu-sedu sambil memegangi dadanya, membuat sandiwara Elsie itu semakin meyakinkan.Di sisi lain, Kanaya meng
Kanaya dan Bastian dengan bergandengan tangan mendatangi gedung Pengadilan Negeri bersama-sama dengan tim kuasa hukum mereka. Bersama mereka, Ezra, Jay dan beberapa anak buahnya menjaga kedua pasangan itu dari gangguan yang membahayakan ataupun membuat mereka tidak nyaman.Hanya tinggal beberapa menit saja sebelum jadwal sidang mereka di mulai saat mereka memasuki ruangan sidang. Sidang kasus penculikan itu dibuka untuk umum, sehingga ruangan sidang itu cukup banyak dihadiri oleh masyarakat yang menaruh perhatian besar pada kasus itu maupun dari media masa yang meliput jalannya sidang secara langsung.Keingintahuan publik pada apa yang terjadi dalam rumah tangga orang-orang kelas atas seperti Bastian begitu besar. Segala sesuatu yang menyangkut hubungan Bastian-Kanaya serta berita yang menyangkut Elsie, mantan istri Bastian yang terlibat masalah hukum, sangat menarik perhatian publik sehingga media pun berlomba-lomba untuk mendapatkan informasi yang paling faktual dan terpercaya.B
“Elsie, katakan saja ada apa…” ucap Agni dengan pasrah. Putrinya itu telah divonis bersalah dalam sidang sebelumnya. Apalagi yang ia harapkan? Sejak kecil putrinya itu memang sulit diberitahu. Selalu saja melakukan segala sesuatu semaunya. Kalau saja putrinya itu selalu mendengarkan perkataannya, mungkin semua kesialan ini tidak akan terjadi! “Sepertinya aku membuat kesalahan…” ucap Elsie pelan sambil menatap bergantian mama dan pengacaranya. “Apa yang kamu lakukan?” tanya Agni. Sementara Chandra hanya bisa menghela nafas menyadari berita buruk yang akan Elsie sampaikan. “Aku—membuat pengakuan beberapa hari yang lalu,” jawabnya dengan gugup. “Apa maksudmu membuat pengakuan—beberapa hari yang lalu?” Agni tidak mengerti. Bagaimana mungkin Elsie membuat pengakuan tanpa ia atau pengacara mengetahuinya? “Bu Elsie, apa yang sudah Anda akui?” Chandra angkat bicara. Mendengar kata “pengakuan”, ia semakin ketar-ketir. Kliennya yang satu ini memang penuh kejutan dan membuat spot jantung
Rumah tahanan wanita. Elsie sedang bersiap-siap di selnya untuk menghadiri sidang dalam kasus penculikan Kanaya. Beberapa jam lagi persidangan itu akan di mulai. Ia tampak tidak bersemangat. Hal ini karena pengakuan yang terpaksa ia lakukan saat Bastian mendatanginya beberapa waktu yang lalu. Mantan suaminya itu mendesaknya untuk mengakui keterlibatannya dalam kasus penculikan itu. Kalau ia tidak melakukannya, Bastian akan memberikan bukti-bukti keterlibatannya dalam kasus yang lebih berat, yaitu keterlibatannya dalam tabrakan yang menewaskan Direktur Alex dan Dokter Tyo serta dua orang lainnya. Dan jika Bastian benar-benar menyerahkan bukti-bukti yang dia miliki, tuntutannya bukan lagi penjara, tetapi nyawanya juga akan menjadi taruhannya. Sebab, 4 nyawa melayang karena kejadian itu. Sedang membenahi penampilannya, tiba-tiba saja ia mendengar seseorang memanggil namanya dengan berbisik. “Elsie! Elsie!” Elsie mengerutkan keningnya. Ia penasaran siapa yang memanggilnya,
Hampir satu jam sudah Indra berada di dalam ruangan operasi. Ia terpaksa harus melakukan tindakan operasi cesar demi keselamatan pasien dan bayi yang dikandungnya. Indra melepas baju terusan operasi serta atribut lainnya sebelum ia berjalan dari ruangan scrub klinik kesuburan miliknya itu. Indra melihat ke kanan dan ke kiri lorong di depan ruangan bersalin tempat ia terakhir bertemu Gita. Namun saat itu, ia tidak melihat gadis itu. Lorong itu tampak sunyi dan sepi, dan hanya ada seorang perawat yang sedang berjalan ke arahnya. “Kamu tahu di mana Gita—perempuan yang datang bersama saya?” tanya Indra pada perawat itu saat mereka berpapasan. “Dia di sana Dok, di ruang bermain anak,” tunjuk perawat itu ke satu arah. Indra hendak mengucapkan terima kasih dan pergi, saat perawat itu lanjut berkata, “Dok, teman Dokter itu tampaknya sangat menyukai anak-anak. Hanya perlu beberapa menit saja untuk dia menenangkan putranya Bu Lia. Padahal kita semua sudah mencoba menenangkannya sebelum
Indra masih tampak ragu.“Sepertinya kakak benar. Gak pa-pa kan Ndra kalau mobilmu diparkir di sini? Toh setelah konser kita kembali lagi ke sini, bagaimana?” Gita juga menyetujui usulan Ardyan. Dan ia berharap Indra mau menyetujuinya.“Baiklah. Kita naik mobilmu saja,” ucap Indra akhirnya menyetujui.Indra pun sebenarnya menyadari jika ide Ardyan itu lebih mudah dan efisien untuk mereka. Hanya saja, ia terbiasa membawa mobilnya sendiri. Terlebih jika ia dibutuhkan segera dalam keadaan emergency.Namun kali ini ia berkompromi demi acara mereka malam ini.“Begitu dong! Nurut sama kakak… kakak ipar maksudnya…” seloroh Ardyan sambil menunjuk dadanya.Ia hanya bercanda saja. Sebab jika ia dan Indra masing-masing menikahi Aliya dan Gita, bukankah ia akan menjadi ipar yang lebih tua untuk Indra?“Wooo… In your dream!” balas Indra dengan canda sambil dengan sengaja menyenggol bahu Ardyan dan berjalan menuju mobil.Mendengar hal itu mereka pun tertawa. Mereka berempat pun berangkat ke Emeral
Sementara itu, di halaman parkir sebuah apartemen di pusat kota, Indra baru saja turun dari mobilnya. Ia baru saja selesai bekerja. Rambutnya masih terlihat basah setelah mandi dan berganti pakaian di klinik miliknya. Indra tampak sudah familiar dengan apartemen itu. Tanpa ragu ia memasuki lift dan naik ke lantai yang ia tuju tanpa ada kendala. Di depan sebuah unit apartemen, Indra merapikan rambut dan pakaiannya sebelum memencet bel di pintu. Tidak lama pintu terbuka, dan ia bertemu Aliya. “Halo Aliya, Gita-nya ada?” Bukan hal aneh bertemu Aliya di sana. Sebab, Gita dan Aliya tinggal di apartemen yang sama. Hanya saja Indra memang jarang bertemu Aliya setiap kali ia bertandang ke apartemen itu. Sebab sebagai seorang reporter, Aliya kerap pergi mencari berita. Aliya tersenyum dan membuka pintu lebih lebar untuknya. “Silahkan masuk, Dr. Indra. Gita ada di dalam.” Indra masuk ke dalam apartemen itu dan duduk dengan sopan, menunggu wanita yang kerap ditemuinya selama beberapa
“Tapi kamu tidak perlu kuatir, Yang. Mereka tidak akan menggunakannya untuk maksud jahat. Percayalah padaku,” ucap Kanaya meyakinkan suaminya itu. “Bagaimana kamu bisa yakin?” tanya Bastian sambil menatap Kanaya dan mengangkat satu alisnya. “Karena aku yang mengatakannya, Sayang…” jawab Kanaya. Ia menjadi gemas oleh sifat pencemburu Bastian, sehingga mencubit hidung mancung suaminya itu dengan gemas. Bastian mengaduh, tetapi ia tidak marah. Ia justru membalasnya dengan menggigit ujung hidung Kanaya dengan sama gemas sebelum menggesekkannya dengan ujung hidungnya sendiri. Mereka berdua tertawa dengan saling menatap. Bastian menghela nafas dan terus menatap lekat kedua mata almond di hadapannya. Menyelami keteduhan yang ia rasakan di sana. Entah bagaimana, ia percaya pada penilaian Kanaya, dan tidak lagi khawatir. “Tunggu apa lagi?” tanya Kanaya tiba-tiba, membuat Bastian mengangkat alisnya tidak mengerti. “Kapan kamu akan menghukumku?” Kanaya bertanya sambil menatap Bastian, s
Kanaya tersenyum dan meletakkan tangannya di punggung tangan Bastian. “Heri. Aku mendapatkannya dari Heri,” aku Kanaya akhirnya “Heri? Heri siapa? Asisten—Reno?” tanya Bastian memastikan. Sesaat ia tampak ragu saat menebaknya. Bastian mengetahui jika dulu Reno memata-matai kehidupan pribadinya, tetapi ia tidak terlalu yakin jika semua foto-foto ini didapat dari Reno. Kanaya mengangguk. Mengakui jika dari asisten pribadi Reno lah ia mendapat semua foto-foto itu. Ia ingat tadi sore saat baru selesai berbelanja bersama Clara, Heri menghubunginya melalui telepon. Dalam perjalanan pulang dari toko lingerie, Kanaya sedang memikirkan apa lagi yang akan dia buat nanti malam untuk “menemani” kejutanyang ia siapkan untuk Bastian. Kanaya ingin membuat waktu yang ia habiskan bersama Bastian menjadi lebih bermakna. Namun kejutan apa lagi yang bisa ia lakukan dengan waktu yang sedikit? Saat itulah Heri menghubunginya. *** flashback*** “Bu Kanaya…” “Ya? apa semua baik-baik saja?” Kanaya m