Share

Bab 6

Bagi Rafael, kejadian ini hanyalah sebuah peristiwa kecil yang tidak terlalu menyenangkan yang terjadi dalam kehidupan sehari-harinya yang tidak berubah. Karena itu, dia dengan cepat kembali ke dalam kesibukannya.

Sebaliknya, bagi Karina, kejadian ini sudah cukup untuk menghancurkan kehidupannya yang damai, menyebabkan perubahan yang besar dalam hidupnya.

Cinta satu malam hanyalah hiburan semata bagi para pemuda kaya raya seperti mereka.

Namun, bagi orang biasa, hal tersebut jelas bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh.

Di mata orang biasa, hanya wanita yang tidak baik yang mau melakukan cinta satu malam.

Alasan itulah yang membuat Karina tidak berani memberi tahu keluarganya tentang kejadian tersebut. Dia tidak berani menghadapi reaksi keluarga ketika mengetahui hal ini dan juga tidak berani menghadapi cacian yang dilontarkan orang lain di masa depan.

Ketika dia berpikir untuk melupakan kejadian itu, menganggapnya tidak pernah terjadi, dia merasa tidak rela.

Namun, dia juga merasa takut akan konsekuensinya jika kejadian itu terungkap.

Setelah mempertimbangkan dengan cermat, dia memutuskan untuk menyembunyikan masalah tersebut untuk sementara. Dia akan menyelidiki secara perlahan apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu.

Hanya saja, ada beberapa hal tidak mudah untuk dilupakan meski ingin melupakannya.

Karina menderita insomnia.

Sejak kejadian itu, Karina selalu memimpikan potongan-potongan kejadian di malam itu.

Di ranjang besar, dua tubuh yang menyatu.

Seprai yang berantakan.

Suara-suara erangan.

Lalu, sorot mata pria yang dipenuhi hasrat.

Setiap kali menatap mata itu, Karina akan terbangun dari tidurnya dan sekujur tubuhnya basah oleh keringat.

Setelah itu, dia tidak bisa kembali tidur.

Ketika Karina berencana untuk tidur sebentar setelah kelasnya usai hari ini, Safira Helmi, sahabat sekaligus teman asramanya, menepuknya dan berbisik, "Karina, ada seorang pria yang mencarimu."

Karina menggosok matanya dan bertanya, "Siapa?"

"Tuh." Safira menunjuk pria berjas dan bersepatu kulit yang berdiri di luar pintu. Karina pun mengikuti pandangannya, seketika wajahnya menjadi pucat.

Jonny mengajak Karina ke sebuah kafe. Tempatnya cukup bergaya, dengan konsep artistik yang indah dan lingkungan yang tenang.

Jonny mengeluarkan cek, mendorongnya ke depan Karina dan berkata sambil tersenyum, "Cek ini milikmu. Kamu bisa membeli beberapa pakaian, kosmetik dan semacamnya."

Karina melihat ke cek itu, merasa pemandangan ini tampak familier. Dia terdiam sejenak, lalu menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku nggak mau."

Yang pertama dipikirkan Jonny setelah mendengar ucapan Karina adalah dirinya bertemu dengan wanita merepotkan. 'Apa dia ingin memeras lebih banyak uang?'

'Mahasiswi zaman sekarang sangatlah pintar.'

Dia menunduk, melihat jumlah cek itu, terkekeh kecil dan berkata, "Nona Karina, apa maksudmu? Jumlahnya terlalu sedikit? 200 juta ini bukanlah jumlah yang kecil bagimu, bukan? Kusarankan jadi orang jangan terlalu rakus."

Karina hanya merasa kepalanya terasa sangat sakit setelah mendengar itu. Dia merasa benar-benar tidak bisa berbicara dengan pemuda kaya seperti ini. Pandangan mereka tentang kehidupan dan cara mereka berpikir sudah sangat tidak wajar.

Dia menarik napas panjang, mempertahankan dirinya setenang mungkin dan berkata, "Tuan Jonny, kamu sudah salah paham. Aku nggak mau cek ini karena ini bukan milikku. Kejadian itu adalah sebuah kesalahan dan biarkan kesalahan ini berlalu."

Jonny menyipitkan matanya. "Apa maksudmu?"

"Kita pada dasarnya hidup di dunia yang berbeda, aku yakin kita nggak akan pernah bertemu lagi di masa depan. Aku nggak akan menerima cek itu, tapi tolong jangan ganggu kehidupan damaiku lagi."

"Heh, cukup punya pendirian," ujar Jonny sambil tertawa kecil. Dia menatap Karina dengan hati-hati lagi, seolah ingin melihat apakah Karina serius atau hanya pura-pura.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status