Karina langsung meringkuk ketakutan, gemetar, sepasang matanya membelalak. "Aku ... aku nggak bisa ganti pakaian kalau kamu di sini," gumamnya."Aku sudah melihat seluruh tubuhmu, apa yang kamu takutkan?" cibir Rafael.Begitu mendengar ucapan itu, Karina hampir saja ingin melempar bantal ke Rafael. 'Pria ini sungguh nggak tahu malu! Kita nggak ada hubungan apa pun, apa haknya melihat tubuhku?'Karina memelototi Rafael. Dia sudah memutuskan, selama Rafael tidak keluar, dia juga tidak akan beranjak dari kasur. Lihat saja siapa yang bisa bertahan lebih lama.Kenyataan telah membuktikan, Rafael yang menyerah duluan. Dia masih ada banyak urusan yang harus ditangani, jadi tidak punya waktu untuk menemani Karina buang-buang waktu di sini. "Jangan lama-lama," ujar Rafael.'Nggak perlu disuruh pun aku nggak berlama-lama!'Karina menggertakkan gigi, dia amat sangat membenci Rafael. Bukankah Rafael dikenal sebagai seorang pebisnis yang tidak banyak bicara dan tersenyum? Mengapa Rafael begitu tida
Rafael langsung berdiri setelah mendengar kata-kata itu. Dia menghalangi jalan Karina, mengangkat dagunya dan berkata, "Kita sudah ada perjanjian, kamu berani nggak mendengarkanku?"'Aku nggak pernah setuju!'Karina ingin meneriaki Rafael seperti itu, tetapi mengingat kekuatan Rafael, lebih baik menahan diri. Dia membuang muka dan berkata dengan datar, "Aku nggak berani."Bibir Rafael sedikit melengkung, dia merapikan rambut Karina yang sedikit berantakan, "Kamu pulanglah, ingat untuk segera datang begitu aku panggil."Setelah itu, Rafael duduk kembali dan dengan perlahan menikmati sarapannya.'Kenapa ada pria yang begitu arogan dan nggak masuk akal seperti dia?' Karina memelototi Rafael dengan tajam. Begitu dia berjalan ke pintu, Rafael menambahkan, "Jangan memelototiku di hadapanku."Karina dipenuhi dengan kebencian hingga dia hampir berdarah. Dia melontarkan kata-kata satu per satu, "Aku tahu!"Saat Karina keluar dari pintu, di luar masih gerimis. Untungnya, angin topan yang bersing
"Pak Neo," panggil Karina dengan takut-takut sambil menatap wajah Neo yang terlihat masam.Neo yang sedang membaca dokumen mengangkat kepalanya, menatap Karina dengan ekspresi dingin dan berkata, "Kemarin kamu ke mana?""Kemarin ... aku ...." Karina terus menarik-narik ujung bajunya, seperti anak SD yang telah melakukan kesalahan, jadi tidak berani mengangkat kepalanya.Dia tidak tahu harus menjawab apa. Dia tidak mungkin mengatakan apa yang sebenarnya terjadi antara dia dan Rafael, tetapi dia juga tidak mau berbohong kepada Neo lagi. Alhasil, dia hanya bisa memilih untuk diam.Melihat Karina tidak berbicara, kekecewaan melintas di mata Neo. "Lupakan saja kalau kamu nggak ingin mengatakannya," ujarnya dengan nada datar.Karina langsung panik begitu mendengar itu. "Bukan begitu, aku hanya pergi menangani beberapa masalah pribadi.""Masalah pribadi?""Ya." Karina mengangguk beberapa kali. 'Perjanjian dengan Rafael seharusnya termasuk masalah pribadi, 'kan?'Neo masih curiga dan lanjut be
Safira dari tadi masih menunggu di luar. Dia ternganga begitu melihat tumpukan dokumen yang dibawa Karina."Pak Neo menganggapmu robot, ya? Tega sekali dia!" teriak Safira ke arah ruang kantor."Ssst, kecilkan suaramu," ujar Karina sambil meletakkan telunjuk di bibirnya.Safira cemberut, tetapi tidak bisa menahan diri untuk kepo, "Pak Neo nggak memarahi Anda, kan?"Karina menggelengkan kepalanya dan berkata, "Nggak, dia hanya tanya kenapa aku nggak kembali ke asrama semalam dan menyuruhku lebih hat-hati saat sendirian.""Serius, cuma itu?" Safira tampak sangat tidak percaya.Karina tertegun, bertanya dengan penasaran, "Ada apa?"Safira melihat sekeliling, memastikan tidak ada orang di sekitar dan kemudian berbisik, "Kamu nggak tahu betapa mengerikan wajah Pak Neo ketika dia tahu nggak kembali ke asrama. Sekujur tubuhnya seperti memancarkan aura jangan ada yang mengganggunya. Setiap orang yang masuk ke ruang kantornya pasti akan dimarahinya habis-habisan. Hari ini, Yani bahkan hampir me
Ada dua kejadian terjadi bersamaan.Karina yang khawatir kejadian itu akan terungkap dan Jonny ketakutan karena tiba-tiba dipanggil Rafael."Tuan Jonny, silakan masuk," ujar Jeremy Harun, kepala sekretaris Rafael, dengan sopan.Jonny merasakan firasat buruk sejak dia menerima telepon Rafael pagi ini. Sambil mempertahankan senyumnya, dia bertanya, "Jeremy, kenapa Rafael mencariku?"Jeremy mengangkat kacamatanya, kelihaian terpancar dari matanya. Dia tersenyum kecil dan berkata, "Bagaimana mungkin kita, bawahannya, bisa menebak apa yang dipikirkan Tuan Rafael, bukan? Tapi, kalau Tuan Jonny masih ingin berhubungan baik dengannya, lebih baik jangan sembunyikan apa pun darinya."Ekspresi Jonny seketika berubah begitu mendengar perkataan itu. Dia masih menatap Jeremy yang masih tersenyum licik dan tahu tidak akan bisa mendapatkan informasi apa pun darinya.Jonny dengan gugup mengencangkan dasinya, lalu membuka pintu dan masuk.Rafael duduk di kursi, memandangi hujan di luar jendela, tenggela
Di sebuah kafe yang sepi."Yani, apa sebenarnya maumu?" tanya Karina dengan pucat.Yani yang duduk di seberangnya sedang memainkan kuku merahnya dan berkata dengan perlahan, "Itu pertanyaanku. Setelah melakukan hal yang kotor seperti itu, berapa lama lagi kamu ingin membohongi Pak Neo?""Aku sudah berbohong apa pada Pak Neo?" tanya balik Karina dengan dingin.Karina sebenarnya sangat gugup, tetapi dia berusaha tetap terlihat tenang di depan Yani. Dia ingin tahu seberapa banyak Yani tahu tentang kejadian itu.Yani menyipitkan matanya, menatap lurus Karina dan berkata, "Kamu pura-pura nggak ingat apa yang terjadi di hotel hari itu? Kamu sudah melakukannya, kenapa nggak berani mengakuinya?""Aku nggak tahu apa yang kamu bicarakan." Karina buang muka dan pura-pura tidak tahu.Melihat Karina tidak mau mengakuinya, Yani mulai sedikit kesal. "Sebaiknya kamu mengaku sendiri kepada Pak Neo, kalau nggak, aku nggak akan keberatan menyebarkan kejadian itu di forum kampus."Karina langsung menatap
Hari Jumat.Pada pukul tiga sore, orang yang datang menjemput Karina tiba di pintu kelas tepat waktu.Karina masih berada di kelas terbuka. Melihat seorang pemuda berjas hitam elite muncul di pintu kelas, ekspresi dosen yang terkenal bertemperamen buruk seketika menjadi masam dan berjalan keluar.Semua mahasiswa di kelas langsung menoleh, melihat apa yang terjadi di luar. Tidak lama kemudian, dosen itu masuk dan berteriak dengan wajah masa, "Yang namanya Karina Stalin, ada yang mencarimu!"Mendengar itu, orang-orang di dalam kelas seketika memandang ke arah Karina.Karina langsung merasa sangat malu sampai wajahnya memerah."Astaga, Karina, kamu sudah menyinggung orang dari mafia, ya?" tanya Safira yang duduk di samping Karina dengan terkejut."Nggak," Karina segera mengemasi barang-barangnya, "Kalau aku nggak kembali, tolong bantu aku bawa buku-buku itu ke asrama."Setelah mengatakan itu, dia segera keluar melalui pintu belakang.Dia berpikir Rafael hanya bercanda dan tidak akan datan
'Nggak perlukah?'Mata coklat Karina hanya menatap lurus ke arah pria elegan di sampingnya, dia tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun dan kata-kata Rafael sebelumnya terus berputar di benaknya.Merenggut kebebasanku hanya untuk sebuah kesepakatan yang bahkan tidak masuk akal itu? Atas dasar apa dia melakukan itu?''Hanya karena aku membencinya?''Sungguh nggak masuk akal!'Karina tahu bahwa sangat mustahil untuk berunding dengan Rafael. Terutama setelah melihat sikap orang-orang di sekitarnya, Karina langsung mengerti bahwa tuan muda ini sudah terbiasa bersikap arogan dan sama sekali tidak peduli dengan perasaan orang lain.Berdebat dengan orang seperti itu hanya akan membuat diri sendiri kesal. Karina pun mencoba menenangkan dirinya dan bertanya, "Bukankah pesta dansanya dimulai malam hari? Kenapa kamu memanggilku sepagi ini?"Rafael mengamati tubuh Karina dengan sedikit rasa jijik dan balik bertanya, "Menurutmu, kamu bisa menghadiri pesta berkelas dengan penampilanmu sekarang?""..
"Kalian!" teriak Karina.Karina merasa kesal. Dia memandang para wartawan dengan marah, lalu hendak membungkuk untuk mengambil dokumen-dokumen yang berserakan di tanah. Akan tetapi, bagaimana mungkin orang-orang ini peduli? Demi mendapatkan berita utama, mereka semua tidak segan-segan menggunakan cara apa pun.Dokumen yang tercecer di tanah itu sudah diinjak-injak oleh mereka sebelum sempat diambil Karina. "Cukup! Hubunganku dengan Pak Rafael memangnya ada hubungan dengan kalian?" teriak Karina dengan kesal sambil kembali berdiri tegak.Orang-orang itu sudah menghabiskan kesabaran Karina."Nona Karina, apakah Nona marah karena pernyataan kami benar? Apakah Nona benar-benar merayu CEO Grup Stalin demi bisa menjadi bagian dari keluarga kaya raya?""Nggak!" balas Karina dengan cepat."Jika tidak, bisakah Nona mengungkapkan bagaimana Nona dan Pak Rafael bertemu? Apakah Nona merasa bisa menjadi seperti Cinderella?""Benar, Nona Karina, Keluarga Stalin adalah keluarga terkenal. Apakah Nona y
Pada akhirnya yang mendapatkan keuntungan dari keseluruhan kejadian ini adalah Amy.Di dalam mobil.Karina berdebar-debar dan bergumam, "Hubungan kita telah diketahui publik, aku nggak tahu bagaimana reaksi dari pihak kampus ...."Memiliki hubungan dengan Rafael pasti akan menimbulkan sensasi. Karina tahu itu dan dia hanya berharap reaksi orang-orang tidak terlalu berlebihan.Namun, pasti akan menarik banyak perhatian orang terhadapnya.Karina menghela napas, dia merasa tidak ingin pergi ke kampus untuk sementara waktu.Begitu Karina selesai berbicara, Rafael sudah memegang tangannya. Sentuhan hangat itu membuat Karina terkejut. Karina menoleh, menatap Rafael dengan bingung. Terlihat Rafael sedang memandang keluar jendela mobil sambil menopang dagunya, seperti sedang menikmati pemandangan, dan berkata dengan datar, "Apa pun yang terjadi, aku akan selalu berada di sisimu."Wanita mana pun pasti akan tersentuh hatinya mendengar perkataan itu.Sudut mata Karina melengkung. Dia menggeser p
Karina menggeleng, raut wajahnya tampak bimbang. "Nggak, hanya saja ini terlalu mendadak, aku merasa belum siap.""Apa yang perlu kamu takutkan? Bukankah aku ada di depanmu untuk melindungimu? Kamu hanya perlu bersembunyi di belakangku dengan tenang," jawab Rafael dengan sangat santai dan lancar seakan-akan dia telah berlatih berkali-kali.Hati Karina menjadi hangat. Awalnya dia merasa sedikit bimbang, tetapi sekarang semuanya seketika menjadi jelas. Apa pun yang terjadi, bukankah Rafael selalu ada untuknya?Mengapa dirinya harus khawatir berlebihan?Karina pun mengangguk dengan bersemangat, tersenyum manis dan berkata dengan gaya menggemaskan, "Mulai sekarang, aku akan mengandalkanmu."Rafael mengangkat alisnya ketika dia melihat ekspresi antusias Karina dan berkata, "Kalau aku nggak melindungimu, aku harus melindungi siapa?"Mendengar itu, Karina tertawa lebih bahagia.....Setelah itu, atas permintaan keras Rafael, Karina baru bisa keluar dari ruang perawatan khusus di rumah sakit s
"Eh?" Karina mengusap hidungnya, lalu menatap Rafael."Kamu sudah tahu aku sebaik ini, jadi kamu menikah denganku atau nggak?" tanya Rafael sambil memegang dagu Karina, tersenyum lebar.Karina mengangguk mantap dan berkata, "Asalkan kamu mau menikahiku, aku akan menikah denganmu."Rafael benar, jika kamu ingin memakai mahkota, harus siap menanggung bebannya. Rafael telah melakukan begitu banyak hal untuknya, lalu mengapa dirinya tidak menghadapi orang-orang yang datang untuk memprovokasinya demi Rafael?Jika sudah mencintai, mengapa dirinya tidak sanggup menghadapi sedikit kesulitan demi Rafael?Mendengar jawaban yang pasti, Rafael tersenyum lebar, matanya yang hitam penuh arti. "Kamu yakin?"Karina mengangguk tegas. "Aku yakin."Tiba-tiba, Rafael menekan bahu Karina, menghela napas panjang dan berkata, "Sekarang aku merasa lega.""Eh?"Karina tertegun, matanya berkedip-kedip. 'Apa maksudnya?'Ekspresi Rafael tiba-tiba tampak serius, menatap ke arah Karina dan berkata dengan sungguh-su
Dia bilang ingin berjalan bersama dengan Rafael, tetapi tidak dapat melakukan banyak hal untuk Rafael dan ini membuatnya merasa sangat tidak berdaya.Karina menghela napas, sorot matanya berkilap dan dia bertanya dengan tidak percaya diri, "Rafael, kenapa kamu begitu baik padaku? Kupikir aku sudah cukup baik, tapi setelah bersamamu, aku baru menyadari kalau aku masih jauh dari cukup baik. Apa aku benar-benar bisa menjadi wanita yang berdiri di sisimu?""Bisa atau nggak kamu menjadi wanita yang berada di sisiku, itu terserah padaku. Aku bilang kamu bisa, maka kamu bisa.""Tapi aku masih belum cukup baik," ujar Karina sambil menggigit bibirnya, kembali merasa ragu."Oh?""Aku punya temperamen yang buruk."Rafael mengangguk, mengakuinya, "Memang, temperamenmu ini sulit ditoleransi oleh kebanyakan orang. Selain itu, kamu suka mempermasalahkan hal-hal kecil, seperti landak yang bisa menyakiti orang jika ia terdesak."Mendengar komentar itu, Karina makin merasa tertekan, "Dan aku juga nggak
"Bukan begitu!" Karina tiba-tiba menjadi emosional, lalu berkata dengan tergesa-gesa, "Aku sungguh menyukaimu!""Tapi kamu bahkan nggak memiliki keberanian untuk menghadapi masa depan bersamaku. Kalau kamu ingin memakai mahkota, berarti harus siap menanggung bebannya. Apa kamu bahkan nggak mengerti prinsip ini?""Aku mengerti semua itu!""Kamu benar-benar mengerti?" Rafael mengangkat alisnya.Karina mengangguk dengan tegas, dia menggigit bibirnya dan wajahnya terlihat sedikit bingung."Aku sudah memikirkan semua ini sejak lama, tapi ... aku kurang percaya diri," ujar Karina.Karina menundukkan kepala, suaranya melemah, "Dibandingkan berurusan dengan keluargamu dan teman-temanmu, aku lebih suka berada di laboratorium dengan peralatan dingin. Aku punya temperamen yang buruk, kalau ada orang yang membuatku kesal, aku akan membalasnya. Nggak masalah kalau hanya dengan orang luar, tapi kalau itu terjadi pada orang-orang terdekatmu, aku khawatir akan membuat mereka marah. Aku nggak ingin mem
Karina tercekat.Melihat ekspresi konyol Karina, Rafael tersenyum dan mencubit wajah kecilnya. "Kenapa? Kamu sangat bahagia sampai nggak bisa berkata-kata?" tanya Rafael.Karina mengatupkan bibirnya dan menghindari tangan Rafael. Dia menyipitkan matanya dan berkata dengan muram, "Bukankah aku sudah memberitahumu untuk nggak bercanda? Hal ini nggak mungkin terjadi.""Kenapa?" tanya Rafael, yang senyumannya sedikit memudar, sambil menatap Karina.'Kenapa?'Karina juga menanyakan hal sama pada dirinya sendiri di dalam hatinya.Karena kesenjangan status di antara mereka terlalu besar. Meskipun sekarang mereka bersama, tidak ada jaminan mereka tetap dekat seperti ini di masa depan.Dua orang dengan nilai dan pandangan hidup yang berbeda, Karina tidak berpikir mereka bisa melangkah jauh bersama.Secara rasional, dia dan Rafael tidak akan pernah bisa mencapai akhir, jadi sebaiknya mereka menghentikan hubungan ini. Akan tetapi, secara emosional, putus setelah jatuh cinta lebih sulit dari per
'Kenapa reaksi Rafael malah aneh?'Tepat ketika pikiran Karina melayang ke mana-mana, Rafael tiba-tiba tersenyum. Senyuman yang menghiasi wajah tampannya itu sungguh membuat orang terpesona."Karina, jujur saja, cara kamu mengungkapkan perasaanmu berstandar rendah, nggak ada tekniknya sama sekali. Di antara wanita yang pernah menyatakan perasaannya padaku, kamu mungkin yang terburuk.""...."Senyuman Karina memudar.Namun, Rafael melanjutkan tanpa menyadari perubahan ekspresi itu, "Aku sarankan kamu untuk belajar bagaimana menyatakan cinta. Apa yang kamu katakan terlalu lugas dan nggak romantis sama sekali."Kali ini, senyuman di wajah Karina sepenuhnya hilang, lalu terdengar suara gertakan gigi.'Siapa pun tolong seret bajingan bermulut tajam ini keluar dari sini!''Di tengah suasana yang begitu indah, bisa-bisanya dia mengungkit wanita lain! Nggak hanya itu, dia bahkan mengatakan cara aku menyatakan perasaanku adalah terburuk!''Romantis! Romantis!''Kalau kamu begitu ingin romantis,
Karina bingung, dia menempelkan pipinya ke dada Rafael, mendengarkan detak jantungnya yang kuat dan merasakan detak jantungnya sendiri ikut sinkron.Karena begitu dekat, dia sepertinya dapat merasakan Rafael sedikit gemetar, gemetar yang disebabkan oleh rasa takut.'Dia sebenarnya sangat takut, bukan?'Karina berpikir, meskipun dirinya tidak bodoh, sebodoh apa pun dirinya pada saat ini, dia tetap tahu bahwa Rafael gemetar karena dirinya. Dirinya yang tiba-tiba menghilang pasti membuat Rafael sangat panik.Dia ingin memeluknya kembali Rafael dan memberitahunya bahwa dia ada di sini sekarang, bahwa dia tidak menghilang dan tidak akan menghilang.Begitu dia bergerak, Rafael menghentikannya dengan suara rendah."Jangan bergerak."Gerakan Karina tiba-tiba berhenti. Karina berbisik di pelukannya, "Rafael, apa kamu takut?"Berdasarkan sikap biasanya, Rafael pasti akan menyangkalnya. Bagaimana mungkin dia yang begitu arogan membiarkan dirinya merasakan ketakutan?Tepat ketika Karina mengira Ra