"Pak Neo," panggil Karina dengan takut-takut sambil menatap wajah Neo yang terlihat masam.Neo yang sedang membaca dokumen mengangkat kepalanya, menatap Karina dengan ekspresi dingin dan berkata, "Kemarin kamu ke mana?""Kemarin ... aku ...." Karina terus menarik-narik ujung bajunya, seperti anak SD yang telah melakukan kesalahan, jadi tidak berani mengangkat kepalanya.Dia tidak tahu harus menjawab apa. Dia tidak mungkin mengatakan apa yang sebenarnya terjadi antara dia dan Rafael, tetapi dia juga tidak mau berbohong kepada Neo lagi. Alhasil, dia hanya bisa memilih untuk diam.Melihat Karina tidak berbicara, kekecewaan melintas di mata Neo. "Lupakan saja kalau kamu nggak ingin mengatakannya," ujarnya dengan nada datar.Karina langsung panik begitu mendengar itu. "Bukan begitu, aku hanya pergi menangani beberapa masalah pribadi.""Masalah pribadi?""Ya." Karina mengangguk beberapa kali. 'Perjanjian dengan Rafael seharusnya termasuk masalah pribadi, 'kan?'Neo masih curiga dan lanjut be
Safira dari tadi masih menunggu di luar. Dia ternganga begitu melihat tumpukan dokumen yang dibawa Karina."Pak Neo menganggapmu robot, ya? Tega sekali dia!" teriak Safira ke arah ruang kantor."Ssst, kecilkan suaramu," ujar Karina sambil meletakkan telunjuk di bibirnya.Safira cemberut, tetapi tidak bisa menahan diri untuk kepo, "Pak Neo nggak memarahi Anda, kan?"Karina menggelengkan kepalanya dan berkata, "Nggak, dia hanya tanya kenapa aku nggak kembali ke asrama semalam dan menyuruhku lebih hat-hati saat sendirian.""Serius, cuma itu?" Safira tampak sangat tidak percaya.Karina tertegun, bertanya dengan penasaran, "Ada apa?"Safira melihat sekeliling, memastikan tidak ada orang di sekitar dan kemudian berbisik, "Kamu nggak tahu betapa mengerikan wajah Pak Neo ketika dia tahu nggak kembali ke asrama. Sekujur tubuhnya seperti memancarkan aura jangan ada yang mengganggunya. Setiap orang yang masuk ke ruang kantornya pasti akan dimarahinya habis-habisan. Hari ini, Yani bahkan hampir me
Ada dua kejadian terjadi bersamaan.Karina yang khawatir kejadian itu akan terungkap dan Jonny ketakutan karena tiba-tiba dipanggil Rafael."Tuan Jonny, silakan masuk," ujar Jeremy Harun, kepala sekretaris Rafael, dengan sopan.Jonny merasakan firasat buruk sejak dia menerima telepon Rafael pagi ini. Sambil mempertahankan senyumnya, dia bertanya, "Jeremy, kenapa Rafael mencariku?"Jeremy mengangkat kacamatanya, kelihaian terpancar dari matanya. Dia tersenyum kecil dan berkata, "Bagaimana mungkin kita, bawahannya, bisa menebak apa yang dipikirkan Tuan Rafael, bukan? Tapi, kalau Tuan Jonny masih ingin berhubungan baik dengannya, lebih baik jangan sembunyikan apa pun darinya."Ekspresi Jonny seketika berubah begitu mendengar perkataan itu. Dia masih menatap Jeremy yang masih tersenyum licik dan tahu tidak akan bisa mendapatkan informasi apa pun darinya.Jonny dengan gugup mengencangkan dasinya, lalu membuka pintu dan masuk.Rafael duduk di kursi, memandangi hujan di luar jendela, tenggela
Di sebuah kafe yang sepi."Yani, apa sebenarnya maumu?" tanya Karina dengan pucat.Yani yang duduk di seberangnya sedang memainkan kuku merahnya dan berkata dengan perlahan, "Itu pertanyaanku. Setelah melakukan hal yang kotor seperti itu, berapa lama lagi kamu ingin membohongi Pak Neo?""Aku sudah berbohong apa pada Pak Neo?" tanya balik Karina dengan dingin.Karina sebenarnya sangat gugup, tetapi dia berusaha tetap terlihat tenang di depan Yani. Dia ingin tahu seberapa banyak Yani tahu tentang kejadian itu.Yani menyipitkan matanya, menatap lurus Karina dan berkata, "Kamu pura-pura nggak ingat apa yang terjadi di hotel hari itu? Kamu sudah melakukannya, kenapa nggak berani mengakuinya?""Aku nggak tahu apa yang kamu bicarakan." Karina buang muka dan pura-pura tidak tahu.Melihat Karina tidak mau mengakuinya, Yani mulai sedikit kesal. "Sebaiknya kamu mengaku sendiri kepada Pak Neo, kalau nggak, aku nggak akan keberatan menyebarkan kejadian itu di forum kampus."Karina langsung menatap
Hari Jumat.Pada pukul tiga sore, orang yang datang menjemput Karina tiba di pintu kelas tepat waktu.Karina masih berada di kelas terbuka. Melihat seorang pemuda berjas hitam elite muncul di pintu kelas, ekspresi dosen yang terkenal bertemperamen buruk seketika menjadi masam dan berjalan keluar.Semua mahasiswa di kelas langsung menoleh, melihat apa yang terjadi di luar. Tidak lama kemudian, dosen itu masuk dan berteriak dengan wajah masa, "Yang namanya Karina Stalin, ada yang mencarimu!"Mendengar itu, orang-orang di dalam kelas seketika memandang ke arah Karina.Karina langsung merasa sangat malu sampai wajahnya memerah."Astaga, Karina, kamu sudah menyinggung orang dari mafia, ya?" tanya Safira yang duduk di samping Karina dengan terkejut."Nggak," Karina segera mengemasi barang-barangnya, "Kalau aku nggak kembali, tolong bantu aku bawa buku-buku itu ke asrama."Setelah mengatakan itu, dia segera keluar melalui pintu belakang.Dia berpikir Rafael hanya bercanda dan tidak akan datan
'Nggak perlukah?'Mata coklat Karina hanya menatap lurus ke arah pria elegan di sampingnya, dia tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun dan kata-kata Rafael sebelumnya terus berputar di benaknya.Merenggut kebebasanku hanya untuk sebuah kesepakatan yang bahkan tidak masuk akal itu? Atas dasar apa dia melakukan itu?''Hanya karena aku membencinya?''Sungguh nggak masuk akal!'Karina tahu bahwa sangat mustahil untuk berunding dengan Rafael. Terutama setelah melihat sikap orang-orang di sekitarnya, Karina langsung mengerti bahwa tuan muda ini sudah terbiasa bersikap arogan dan sama sekali tidak peduli dengan perasaan orang lain.Berdebat dengan orang seperti itu hanya akan membuat diri sendiri kesal. Karina pun mencoba menenangkan dirinya dan bertanya, "Bukankah pesta dansanya dimulai malam hari? Kenapa kamu memanggilku sepagi ini?"Rafael mengamati tubuh Karina dengan sedikit rasa jijik dan balik bertanya, "Menurutmu, kamu bisa menghadiri pesta berkelas dengan penampilanmu sekarang?""..
Seharusnya itu sesuatu yang bagus, tetapi kenapa menjadi masam ketika keluar dari mulut Rafael?Karina cemberut dan pergi mencari gaun yang cocok untuknya ditemani pramuniaga toko.Setelah Karina pergi, Jeremy yang berdiri di belakang Rafael tertawa lepas. "Tuan Muda Rafael, kalau kamu ubah nada bicaramu, Nona Karina pasti lebih senang."Rafael memandang Jeremy dengan tatapan dingin dan memperingatkan, "Pedulikan urusanmu sendiri."Tubuh Jeremy langsung berdiri tegak saat melihat tatapan dingin Rafael dan terbatuk-batuk pelan, berusaha terlihat serius.Dengan pelayanan hangat pramuniaga toko, Karina memulai perjalanannya mengubah penampilan yang membuat para wanita iri dan juga cemburu.Gaun pertama, dia mendengarkan saran pramuniaga toko dan mencoba gaun selutut berwarna merah mawar. Dengan kulit putih dan wajah halus, dia tampak elegan dan anggun.Rafael duduk di satu sisi sofa panjang ruang tunggu, ditemani Jeremy di sisi sofa yang lain. Saat melihat Karina keluar, mereka berdua men
"Tapi, bukannya terlalu mahal ...."Karina merasa dia akan dihukum oleh Tuhan jika memakai pakaian sebagus itu.Ketika Rafael mendengar ini, dia mengangkat alisnya dan memberi isyarat pada Karina untuk mendekat.Karina berkedip tidak mengerti. Begitu dia mendekat, Rafael mengulurkan tangan dan menariknya. Karina tidak siap dan hampir terjatuh menimpanya.Ketika dia hendak meronta, Rafael mengaitkan tangan di lehernya untuk mencegahnya melarikan diri. Bibir tipisnya mendekat ke telinga Karina. Dengan gigi terkatup, dia berkata, "Kamu itu wanitaku. Apa kamu ingin mempermalukan aku pakai pakaian yang seperti sekarang ini?""Bukan begitu. Maksudku ...""Jangan menyangkal."Rafael sangat tegas. tidak ada yang bisa mengubah pikirannya. Sampai-sampai Karina begitu marah dan tidak ingin berusaha membujuk lagi.Lagi pula, bukan dia yang harus mengeluarkan uang. Untuk apa dia membantunya berhemat!Tak lama kemudian, Jeremy datang membawa kotak hadiah berisi gaun tadi. Rafael mengambil kotak itu