"Karina, kamu nggak tahu malu, hanya bisa mengandalkan kekuatan pria untuk menindas orang lain! Kamu pikir kamu akan mendapatkan hasil yang baik?" Yani memelototi Karina dengan kesal, seperti ingin memakannya hidup-hidup."Apa salahnya mengandalkan kekuatan pria?" Karina tersenyum. Rafael berulang kali menekankan bahwa untuk mencarinya jika terjadi sesuatu. Dia punya pilihan ini, mengapa tidak menggunakannya?"Setidaknya aku nggak pernah mengambil inisiatif untuk menyakiti orang lain. Yani, aku tahu kalau aku nggak mulia, tapi aku nggak sejahat dan sehina dirimu.""Kamu yang tercela!""Siapa yang tercela biarkan semua orang menilai setelah kita pergi ke ruang kantor Pak Zuhri.""Beraninya kamu!" teriak Yani dengan panik. Jika masalah ini tersebar luas, masa depannya pasti akan berakhir."Kamu berani menjebakku, aku tentu berani membeberkan kejahatanmu. Sekarang ada dua cara. Pertama, berinisiatif untuk mengakui perbuatanmu dan secara sukarela mundur dari berpartisipasi dalam pertemuan
Setelah Yani mengakui bahwa dia yang sudah menjebak Karina, Karina merasa akar permasalahan sudah teratasi dan rumor tentangnya pasti akan hilang. Alhasil, dia sekarang merasa lega.Dia segera mengisi ulang pulsa dan bersiap melaporkan hasilnya kepada Rafael."Halo? Apa Tuan Muda Rafael sedang sibuk sekarang?" Nada bicara Karina menjadi lebih penuh perhatian."Masih berani kamu berinisiatif meneleponku? Kamu masih ingin memohon padaku untuk urusan teman perempuanmu itu?" Nada bicara Rafael terdengar anggun, tetapi kata-katanya selalu membuat Karina ingin memukulnya.Karina berusaha menenangkan diri dan tidak meladeni kata-kata provokatif Rafael.Dia terus tersenyum dan berkata, "Aku meneleponmu untuk melaporkan hasil pertarunganku.""Oh?""Yani sudah mengambil inisiatif untuk mengakui kalau dia yang menyebarkan rumor itu.""Begitu saja, sudah mengakui?" Rafael tidak puas dengan hasilnya. Dia kemudian berkata dengan sedikit kesal, "Karina, kamu mau bodoh sampai kapan baru puas? Kalau ka
"Aku nggak peduli, yang aku peduli hanya pendapat orang yang peduli padaku," ujar Karina sambil tersenyum.Karina asik mengobrol sambil berjalan. Saat dia hendak menyeberangi jalan, kembali ke kampus untuk mengambil barang-barangnya.Rafael terdiam sesaat, menyadari nada bicara Karina samar-samar terdengar senang."Karina, kenapa aku nggak menyadari kalau kamu begitu pandai berbicara sebelumnya? Sebenarnya, kamu cukup pandai menyenangkan hati pria, bukan?""Aku sendiri nggak tahu apakah aku pandai menyenangkan hati pria, tapi yang pasti, kalau seseorang memperlakukanku dengan baik, aku akan memperlakukannya dua kali lebih baik.""Apa menurutmu aku memperlakukanmu dengan baik?""Memangnya kamu nggak memperlakukanku dengan baik?" tanya balik Karina.Setelah mengenal Rafael cukup lama, Karina tidak buta, dia tentu tahu Rafael memperlakukannya dengan baik atau tidak.Meskipun Rafael sedikit mendominasi dan terkadang keras kepala, dia memperlakukan Karina dengan sangat baik. Selain itu, dia
Karina sedikit bingung akan sikapnya Zayn itu. Sekalipun dirinya tadi hampir tertabrak mobil karena tidak melihat jalan, bukan berarti Zayn dapat menceramahinya, bukan?Namun, memikirkan Zayn baru saja menyelamatkannya, Karina tidak bisa berkata banyak.Dia seperti seorang murid sekolah dasar yang melakukan kesalahan, menundukkan kepalanya dan mendengarkan ajaran Zayn."Karina, kamu bukan anak kecil lagi, sudah dewasa, kenapa sikapmu masih terlihat seperti anak kecil?""Kamu nggak melihat ke jalan saat berjalan?""Nggak ada gunanya kamu punya sepasang mata."Perkataan Zayn semakin lama semakin keterlaluan. Abila, yang berdiri di samping, sudah tidak tahan mendengarnya. Dia tersenyum dan segera menyela, "Zayn, jangan marah lagi. Lihatlah Karina, dia pasti sudah tahu dirinya salah. Benar 'kan, Karina?"Karina mengangguk dengan lesu, lalu berkata dengan sedikit jengkel, "Aku mungkin sedikit terbawa suasana hari ini, merasa sangat senang. Zayn, makasih sudah menarikku tadi."Jika bukan kar
Saat Abila mengatakan itu, dia refleks mentertawakan diri sendiri. "Kalau kamu nggak bilang hanya pernah bertemu tiga kali, aku akan mengira kalian berdua itu pacaran."Ekspresi Karina seketika berubah menjadi ngeri dan dia berkata, "Kak Abila, tolong jangan mengatakan hal mengerikan seperti itu, oke?"Mendengar ini, Abila tertawa dan juga sedikit marah. "Kenapa? Zayn nggak pantas untukmu? Kenapa reaksimu seperti itu?"Karina tersenyum dan membalas, "Bukan Zayn nggak pantas, tapi aku nggak tertarik dengan tipe pria sepertinya.""Oh? Aku tahu, kamu suka tipe yang seperti Pak Neo, 'kan?" ujar Abila lalu tersenyum nakal. "Sangat baik dan sangat mengontrol diri, bukan?" tambahnya."Kak Abila, mulai sekarang jangan menggunakan Pak Neo untuk menggodaku," ujar karina yang tersenyum pasrah.Dia tidak ingin rumor aneh menyebar lagi."Oh, aku hampir lupa kalau kamu sudah punya pacar." Abila segera menutup mulutnya, lalu tersenyum lagi dan berkata, "Ngomong-ngomong, kapan kamu akan memperkenalkan
"Apa yang terjadi sampai kamu kehilangan kesabaran seperti itu?" Amy menghampiri Neo dengan sikap begitu menawan.Neo mengerutkan kening, mengusap pelipisnya yang terasa sakit sambil berkata, "Karena para pemimpin kampus keras kepala itu, akhir-akhir ini aku merasa kesal.""Haha, kudengar kamu marah-marah lagi di kantor dekan kemarin. Ini benaran? Kamu satu-satunya di kampus ini yang berani melakukan hal seperti itu," ujar Amy sambil tersenyum.Dia duduk tepat di meja di depan Neo. Lekuk tubuhnya yang sempurna menciptakan postur paling anggun.Jika pria biasa melihat kecantikan seperti itu, pria tersebut pasti akan sulit mengatur napas dan mengendalikan diri. Sayangnya, Neo adalah pria sempurna yang terkenal sangat bisa mengontrol diri.Keunggulan fisik Amy tidak akan memengaruhinya."Ya, itu benar."Neo mengakuinya tanpa ragu-ragu.Meskipun hubungannya dengan Karina telah diklarifikasi, mengapa para pemimpin itu masih bersikeras pada pendapat masing-masing, bahwa tetap harus mengganti
"Kamu sudah gila! Kamu benar-benar gila!"Wajah Amy menjadi merah karena marah. Dia dari awal sudah menyadari perasaan Neo itu, tetapi tidak menyangka Neo akan mengatakannya dengan jujur."Aku sangat waras. Saat menyadari perasaanku terhadap Karina melampaui hubungan antara guru-murid pada umumnya, aku sudah memikirkan hal ini dengan serius. Aku mencintai Karina."Neo sangat tenang ketika mengatakan itu. Amy juga tahu bahwa Neo sudah lama memiliki perasaan itu, bukan secara mendadak.Amy tiba-tiba merasa hal ini sedikit konyol. Cinta antara guru-murid, apa hubungan seperti ini masih populer sekarang?"Kapan kamu menyadari perasaanmu terhadap Karina melebih hubungan guru-murid biasa?" tanya Amy yang menggigit bibirnya dan menatap tajam Neo dengan mata birunya.Neo bersandar di kursinya dan berkata sambil tersenyum masam, "Dua tahun atau mungkin tiga tahun lalu? Aku nggak ingat. Kamu tahu, aku orang yang lambat menyadari perasaan sendiri."Amy berkata dengan penuh penekanan, "Hah, aku ng
Rumor bagaikan embusan angin, datang dan pergi begitu cepat.Beberapa hari yang lalu, Karina akan ditatap sinis orang-orang ketika dia berjalan di jalan. Setiap kelas yang diambil Karina, akan ada mahasiswa yang tidak rasional menulis kata-kata yang menghinanya. Namun, sekarang penindasan tersebut telah menghilang bersama rumor itu.Hari ini, setelah jam kelasnya selesai, Karina mengemasi barang-barangnya sambil berpikir bahwa daftar peserta pertemuan penelitian ilmiah itu sudah waktunya diumumkan secara resmi."Karina, ayo pergi berbelanja hari ini," ajak Safira.Karina menatap Safira dengan ekspresi terheran dan bertanya, "Lho, tumben nggak pergi dengan pacarmu?""Apa aku tipe orang yang melupakan temannya setelah punya pacar?" ujar Safira dengan cemberut.'Memangnya bukan?'Karina tersenyum canggung. Sejak Safira punya pacar, mereka berdua hampir jarang bertemu kecuali di kelas. Bisa-bisanya Safira mengatakan bukan orang seperti itu.Safira mungkin sedikit tahu diri, jadi dia memelu
"Kalian!" teriak Karina.Karina merasa kesal. Dia memandang para wartawan dengan marah, lalu hendak membungkuk untuk mengambil dokumen-dokumen yang berserakan di tanah. Akan tetapi, bagaimana mungkin orang-orang ini peduli? Demi mendapatkan berita utama, mereka semua tidak segan-segan menggunakan cara apa pun.Dokumen yang tercecer di tanah itu sudah diinjak-injak oleh mereka sebelum sempat diambil Karina. "Cukup! Hubunganku dengan Pak Rafael memangnya ada hubungan dengan kalian?" teriak Karina dengan kesal sambil kembali berdiri tegak.Orang-orang itu sudah menghabiskan kesabaran Karina."Nona Karina, apakah Nona marah karena pernyataan kami benar? Apakah Nona benar-benar merayu CEO Grup Stalin demi bisa menjadi bagian dari keluarga kaya raya?""Nggak!" balas Karina dengan cepat."Jika tidak, bisakah Nona mengungkapkan bagaimana Nona dan Pak Rafael bertemu? Apakah Nona merasa bisa menjadi seperti Cinderella?""Benar, Nona Karina, Keluarga Stalin adalah keluarga terkenal. Apakah Nona y
Pada akhirnya yang mendapatkan keuntungan dari keseluruhan kejadian ini adalah Amy.Di dalam mobil.Karina berdebar-debar dan bergumam, "Hubungan kita telah diketahui publik, aku nggak tahu bagaimana reaksi dari pihak kampus ...."Memiliki hubungan dengan Rafael pasti akan menimbulkan sensasi. Karina tahu itu dan dia hanya berharap reaksi orang-orang tidak terlalu berlebihan.Namun, pasti akan menarik banyak perhatian orang terhadapnya.Karina menghela napas, dia merasa tidak ingin pergi ke kampus untuk sementara waktu.Begitu Karina selesai berbicara, Rafael sudah memegang tangannya. Sentuhan hangat itu membuat Karina terkejut. Karina menoleh, menatap Rafael dengan bingung. Terlihat Rafael sedang memandang keluar jendela mobil sambil menopang dagunya, seperti sedang menikmati pemandangan, dan berkata dengan datar, "Apa pun yang terjadi, aku akan selalu berada di sisimu."Wanita mana pun pasti akan tersentuh hatinya mendengar perkataan itu.Sudut mata Karina melengkung. Dia menggeser p
Karina menggeleng, raut wajahnya tampak bimbang. "Nggak, hanya saja ini terlalu mendadak, aku merasa belum siap.""Apa yang perlu kamu takutkan? Bukankah aku ada di depanmu untuk melindungimu? Kamu hanya perlu bersembunyi di belakangku dengan tenang," jawab Rafael dengan sangat santai dan lancar seakan-akan dia telah berlatih berkali-kali.Hati Karina menjadi hangat. Awalnya dia merasa sedikit bimbang, tetapi sekarang semuanya seketika menjadi jelas. Apa pun yang terjadi, bukankah Rafael selalu ada untuknya?Mengapa dirinya harus khawatir berlebihan?Karina pun mengangguk dengan bersemangat, tersenyum manis dan berkata dengan gaya menggemaskan, "Mulai sekarang, aku akan mengandalkanmu."Rafael mengangkat alisnya ketika dia melihat ekspresi antusias Karina dan berkata, "Kalau aku nggak melindungimu, aku harus melindungi siapa?"Mendengar itu, Karina tertawa lebih bahagia.....Setelah itu, atas permintaan keras Rafael, Karina baru bisa keluar dari ruang perawatan khusus di rumah sakit s
"Eh?" Karina mengusap hidungnya, lalu menatap Rafael."Kamu sudah tahu aku sebaik ini, jadi kamu menikah denganku atau nggak?" tanya Rafael sambil memegang dagu Karina, tersenyum lebar.Karina mengangguk mantap dan berkata, "Asalkan kamu mau menikahiku, aku akan menikah denganmu."Rafael benar, jika kamu ingin memakai mahkota, harus siap menanggung bebannya. Rafael telah melakukan begitu banyak hal untuknya, lalu mengapa dirinya tidak menghadapi orang-orang yang datang untuk memprovokasinya demi Rafael?Jika sudah mencintai, mengapa dirinya tidak sanggup menghadapi sedikit kesulitan demi Rafael?Mendengar jawaban yang pasti, Rafael tersenyum lebar, matanya yang hitam penuh arti. "Kamu yakin?"Karina mengangguk tegas. "Aku yakin."Tiba-tiba, Rafael menekan bahu Karina, menghela napas panjang dan berkata, "Sekarang aku merasa lega.""Eh?"Karina tertegun, matanya berkedip-kedip. 'Apa maksudnya?'Ekspresi Rafael tiba-tiba tampak serius, menatap ke arah Karina dan berkata dengan sungguh-su
Dia bilang ingin berjalan bersama dengan Rafael, tetapi tidak dapat melakukan banyak hal untuk Rafael dan ini membuatnya merasa sangat tidak berdaya.Karina menghela napas, sorot matanya berkilap dan dia bertanya dengan tidak percaya diri, "Rafael, kenapa kamu begitu baik padaku? Kupikir aku sudah cukup baik, tapi setelah bersamamu, aku baru menyadari kalau aku masih jauh dari cukup baik. Apa aku benar-benar bisa menjadi wanita yang berdiri di sisimu?""Bisa atau nggak kamu menjadi wanita yang berada di sisiku, itu terserah padaku. Aku bilang kamu bisa, maka kamu bisa.""Tapi aku masih belum cukup baik," ujar Karina sambil menggigit bibirnya, kembali merasa ragu."Oh?""Aku punya temperamen yang buruk."Rafael mengangguk, mengakuinya, "Memang, temperamenmu ini sulit ditoleransi oleh kebanyakan orang. Selain itu, kamu suka mempermasalahkan hal-hal kecil, seperti landak yang bisa menyakiti orang jika ia terdesak."Mendengar komentar itu, Karina makin merasa tertekan, "Dan aku juga nggak
"Bukan begitu!" Karina tiba-tiba menjadi emosional, lalu berkata dengan tergesa-gesa, "Aku sungguh menyukaimu!""Tapi kamu bahkan nggak memiliki keberanian untuk menghadapi masa depan bersamaku. Kalau kamu ingin memakai mahkota, berarti harus siap menanggung bebannya. Apa kamu bahkan nggak mengerti prinsip ini?""Aku mengerti semua itu!""Kamu benar-benar mengerti?" Rafael mengangkat alisnya.Karina mengangguk dengan tegas, dia menggigit bibirnya dan wajahnya terlihat sedikit bingung."Aku sudah memikirkan semua ini sejak lama, tapi ... aku kurang percaya diri," ujar Karina.Karina menundukkan kepala, suaranya melemah, "Dibandingkan berurusan dengan keluargamu dan teman-temanmu, aku lebih suka berada di laboratorium dengan peralatan dingin. Aku punya temperamen yang buruk, kalau ada orang yang membuatku kesal, aku akan membalasnya. Nggak masalah kalau hanya dengan orang luar, tapi kalau itu terjadi pada orang-orang terdekatmu, aku khawatir akan membuat mereka marah. Aku nggak ingin mem
Karina tercekat.Melihat ekspresi konyol Karina, Rafael tersenyum dan mencubit wajah kecilnya. "Kenapa? Kamu sangat bahagia sampai nggak bisa berkata-kata?" tanya Rafael.Karina mengatupkan bibirnya dan menghindari tangan Rafael. Dia menyipitkan matanya dan berkata dengan muram, "Bukankah aku sudah memberitahumu untuk nggak bercanda? Hal ini nggak mungkin terjadi.""Kenapa?" tanya Rafael, yang senyumannya sedikit memudar, sambil menatap Karina.'Kenapa?'Karina juga menanyakan hal sama pada dirinya sendiri di dalam hatinya.Karena kesenjangan status di antara mereka terlalu besar. Meskipun sekarang mereka bersama, tidak ada jaminan mereka tetap dekat seperti ini di masa depan.Dua orang dengan nilai dan pandangan hidup yang berbeda, Karina tidak berpikir mereka bisa melangkah jauh bersama.Secara rasional, dia dan Rafael tidak akan pernah bisa mencapai akhir, jadi sebaiknya mereka menghentikan hubungan ini. Akan tetapi, secara emosional, putus setelah jatuh cinta lebih sulit dari per
'Kenapa reaksi Rafael malah aneh?'Tepat ketika pikiran Karina melayang ke mana-mana, Rafael tiba-tiba tersenyum. Senyuman yang menghiasi wajah tampannya itu sungguh membuat orang terpesona."Karina, jujur saja, cara kamu mengungkapkan perasaanmu berstandar rendah, nggak ada tekniknya sama sekali. Di antara wanita yang pernah menyatakan perasaannya padaku, kamu mungkin yang terburuk.""...."Senyuman Karina memudar.Namun, Rafael melanjutkan tanpa menyadari perubahan ekspresi itu, "Aku sarankan kamu untuk belajar bagaimana menyatakan cinta. Apa yang kamu katakan terlalu lugas dan nggak romantis sama sekali."Kali ini, senyuman di wajah Karina sepenuhnya hilang, lalu terdengar suara gertakan gigi.'Siapa pun tolong seret bajingan bermulut tajam ini keluar dari sini!''Di tengah suasana yang begitu indah, bisa-bisanya dia mengungkit wanita lain! Nggak hanya itu, dia bahkan mengatakan cara aku menyatakan perasaanku adalah terburuk!''Romantis! Romantis!''Kalau kamu begitu ingin romantis,
Karina bingung, dia menempelkan pipinya ke dada Rafael, mendengarkan detak jantungnya yang kuat dan merasakan detak jantungnya sendiri ikut sinkron.Karena begitu dekat, dia sepertinya dapat merasakan Rafael sedikit gemetar, gemetar yang disebabkan oleh rasa takut.'Dia sebenarnya sangat takut, bukan?'Karina berpikir, meskipun dirinya tidak bodoh, sebodoh apa pun dirinya pada saat ini, dia tetap tahu bahwa Rafael gemetar karena dirinya. Dirinya yang tiba-tiba menghilang pasti membuat Rafael sangat panik.Dia ingin memeluknya kembali Rafael dan memberitahunya bahwa dia ada di sini sekarang, bahwa dia tidak menghilang dan tidak akan menghilang.Begitu dia bergerak, Rafael menghentikannya dengan suara rendah."Jangan bergerak."Gerakan Karina tiba-tiba berhenti. Karina berbisik di pelukannya, "Rafael, apa kamu takut?"Berdasarkan sikap biasanya, Rafael pasti akan menyangkalnya. Bagaimana mungkin dia yang begitu arogan membiarkan dirinya merasakan ketakutan?Tepat ketika Karina mengira Ra