Saat Abila mengatakan itu, dia refleks mentertawakan diri sendiri. "Kalau kamu nggak bilang hanya pernah bertemu tiga kali, aku akan mengira kalian berdua itu pacaran."Ekspresi Karina seketika berubah menjadi ngeri dan dia berkata, "Kak Abila, tolong jangan mengatakan hal mengerikan seperti itu, oke?"Mendengar ini, Abila tertawa dan juga sedikit marah. "Kenapa? Zayn nggak pantas untukmu? Kenapa reaksimu seperti itu?"Karina tersenyum dan membalas, "Bukan Zayn nggak pantas, tapi aku nggak tertarik dengan tipe pria sepertinya.""Oh? Aku tahu, kamu suka tipe yang seperti Pak Neo, 'kan?" ujar Abila lalu tersenyum nakal. "Sangat baik dan sangat mengontrol diri, bukan?" tambahnya."Kak Abila, mulai sekarang jangan menggunakan Pak Neo untuk menggodaku," ujar karina yang tersenyum pasrah.Dia tidak ingin rumor aneh menyebar lagi."Oh, aku hampir lupa kalau kamu sudah punya pacar." Abila segera menutup mulutnya, lalu tersenyum lagi dan berkata, "Ngomong-ngomong, kapan kamu akan memperkenalkan
"Apa yang terjadi sampai kamu kehilangan kesabaran seperti itu?" Amy menghampiri Neo dengan sikap begitu menawan.Neo mengerutkan kening, mengusap pelipisnya yang terasa sakit sambil berkata, "Karena para pemimpin kampus keras kepala itu, akhir-akhir ini aku merasa kesal.""Haha, kudengar kamu marah-marah lagi di kantor dekan kemarin. Ini benaran? Kamu satu-satunya di kampus ini yang berani melakukan hal seperti itu," ujar Amy sambil tersenyum.Dia duduk tepat di meja di depan Neo. Lekuk tubuhnya yang sempurna menciptakan postur paling anggun.Jika pria biasa melihat kecantikan seperti itu, pria tersebut pasti akan sulit mengatur napas dan mengendalikan diri. Sayangnya, Neo adalah pria sempurna yang terkenal sangat bisa mengontrol diri.Keunggulan fisik Amy tidak akan memengaruhinya."Ya, itu benar."Neo mengakuinya tanpa ragu-ragu.Meskipun hubungannya dengan Karina telah diklarifikasi, mengapa para pemimpin itu masih bersikeras pada pendapat masing-masing, bahwa tetap harus mengganti
"Kamu sudah gila! Kamu benar-benar gila!"Wajah Amy menjadi merah karena marah. Dia dari awal sudah menyadari perasaan Neo itu, tetapi tidak menyangka Neo akan mengatakannya dengan jujur."Aku sangat waras. Saat menyadari perasaanku terhadap Karina melampaui hubungan antara guru-murid pada umumnya, aku sudah memikirkan hal ini dengan serius. Aku mencintai Karina."Neo sangat tenang ketika mengatakan itu. Amy juga tahu bahwa Neo sudah lama memiliki perasaan itu, bukan secara mendadak.Amy tiba-tiba merasa hal ini sedikit konyol. Cinta antara guru-murid, apa hubungan seperti ini masih populer sekarang?"Kapan kamu menyadari perasaanmu terhadap Karina melebih hubungan guru-murid biasa?" tanya Amy yang menggigit bibirnya dan menatap tajam Neo dengan mata birunya.Neo bersandar di kursinya dan berkata sambil tersenyum masam, "Dua tahun atau mungkin tiga tahun lalu? Aku nggak ingat. Kamu tahu, aku orang yang lambat menyadari perasaan sendiri."Amy berkata dengan penuh penekanan, "Hah, aku ng
Rumor bagaikan embusan angin, datang dan pergi begitu cepat.Beberapa hari yang lalu, Karina akan ditatap sinis orang-orang ketika dia berjalan di jalan. Setiap kelas yang diambil Karina, akan ada mahasiswa yang tidak rasional menulis kata-kata yang menghinanya. Namun, sekarang penindasan tersebut telah menghilang bersama rumor itu.Hari ini, setelah jam kelasnya selesai, Karina mengemasi barang-barangnya sambil berpikir bahwa daftar peserta pertemuan penelitian ilmiah itu sudah waktunya diumumkan secara resmi."Karina, ayo pergi berbelanja hari ini," ajak Safira.Karina menatap Safira dengan ekspresi terheran dan bertanya, "Lho, tumben nggak pergi dengan pacarmu?""Apa aku tipe orang yang melupakan temannya setelah punya pacar?" ujar Safira dengan cemberut.'Memangnya bukan?'Karina tersenyum canggung. Sejak Safira punya pacar, mereka berdua hampir jarang bertemu kecuali di kelas. Bisa-bisanya Safira mengatakan bukan orang seperti itu.Safira mungkin sedikit tahu diri, jadi dia memelu
Karina tidak bisa menerima alasan tersebut.Dia sepenuhnya berpikir bahwa selama rumor itu tidak ada lagi, segalanya akan kembali seperti semula.Dia menggigit bibirnya, matanya terasa perih, dan bertanya, "Apa karena para pemimpin masih nggak percaya Pak Neo dan aku?"Ekspresi Zuhri sedikit berubah dan Karina menyadari perubahan yang hanya sesaat itu. Pada titik ini jantung Karina mulai berdebar kencang sedikit demi sedikit, perasaan tidak berdaya yang menyedihkan memenuhi dirinya.Lihatlah, sekeras apa pun dia berusaha, dia tetap tidak bisa mengubah hati orang.Zuhri terus menjelaskan, "Karina, aku juga nggak bisa berbuat apa-apa. Sekalipun kamu nggak bersalah dan masalah ini sudah diklarifikasi, tetap saja akan meninggalkan sedikit kesan buruk pada orang lain, bukan? Sudah kubilang sebelumnya, peserta yang akan menghadiri pertemuan penelitian ilmiah itu mewakili reputasi kampus, jadi nggak boleh ada sedikit pun skandal. Sementara kamu baru saja mengalami hal seperti ini ....""Aku n
"Karina?" Suara lembut seseorang mencapai di telinganya.Karina terkejut. Dia segera berbalik dan melihat Neo sedang berlari ke arahnya. Terengah-engah."Pak Neo?" Saat membuka mulutnya untuk berbicara, Karina baru menyadari bahwa suaranya serak. Setetes air mata mengalir jatuh mengikuti lekuk pipinya. Baginya air mata itu terasa panas seolah-olah akan membakar kulitnya.Begitu menyadari dirinya menangis, Karina segera berbalik, menyeka matanya dengan lengan bajunya sampai matanya merah dan ada sensasi perih. Setelah itu, dia baru berbalik kembali dan bertanya dengan suara rendah, "Pak Neo mencariku ada urusan?""Kamu menangis."Melihat mata dan bulu mata Karina merah dan basah, Neo merasakan semburan rasa sakit di dadanya."Tadi tiba-tiba ada angin dan mataku sepertinya kemasukan debu," ujar Karina sambil berdengkus dan refleks ingin menyeka matanya lagi dengan lengan bajunya, tetapi dicegah Neo.Sepasang mata merah itu tertuju pada Neo. Karina menatapnya dengan bingung.Neo mengeluar
Setelah beberapa saat, Neo masih tidak bergerak.Dia menggenggam tangan Karina dengan erat seolah-olah Karina akan menghilang jika dia melepaskan tangannya.Tangan yang terasa sakit membuat Karina sedikit mengernyit. Karina dengan hati-hati mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Neo. Dia melihat sekelilingnya dengan canggung dan mendapati ada beberapa mahasiswa yang sedang melihat ke arah mereka.Menyadari hal tersebut, Karina menjadi makin panik dan berbisik, "Pak Neo, apa masih ada urusan lain?"Neo tiba-tiba tersadar akan apa yang telah dilakukannya dan perlahan melepaskan tangan Karina.Tangan Karina yang tadi digenggam itu meninggalkan bekas merah. Dia diam-diam meletakkan tangannya ke belakang dan bertanya dengan cemas, "Pak Neo, apa ada hal yang terlewatkan?""Oh, nggak ada." Neo bergegas mundur selangkah, membuat jarak yang normal dari Karina."Eh?" Karina makin bingung.'Kalau nggak ada apa-apa, kenapa dia tiba-tiba memegang tanganku?'Melihat ekspresi Karina yang kebingu
"Semua orang mengandalkan kemampuannya masing-masing. Apa hubungannya dengan mendapatkan keuntungan?" Karina tersenyum kecil. "Karina pihak kampus memberimu kesempatan yang begitu berharga ini, aku harap kamu dapat mengharumkan nama universitas ini."Nella mengangkat dagunya, memandang Karina dari bawah ke atas, dan berkata dengan bercanda, "Karina, kamu sungguh munafik. Jelas-jelas kamu iri denganku, bisa-bisanya kamu mengatakan mengharumkan nama universitas padaku. Aku tahu kamu pasti mengumpatku di dalam hatimu, 'kan?""Aku nggak ada maksud seperti itu."Karina tahu bahwa Nella masih dendam pada dirinya karena kejadian terakhir kali. Melanjutkan obrolan dengan Nella hanya akan membuat dirinya sendiri tidak senang. Oleh karena itu, saat ini dia hanya ingin segera berjalan pergi.Namun, langkahnya terhenti karena Nella dan beberapa teman Nella menghalanginya jalannya.Pada saat ini, tidak ada begitu banyak orang melewati jalan ini, jadi tidak akan menarik perhatian siapa pun. Alasan i