Setelah beberapa saat, Neo masih tidak bergerak.Dia menggenggam tangan Karina dengan erat seolah-olah Karina akan menghilang jika dia melepaskan tangannya.Tangan yang terasa sakit membuat Karina sedikit mengernyit. Karina dengan hati-hati mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Neo. Dia melihat sekelilingnya dengan canggung dan mendapati ada beberapa mahasiswa yang sedang melihat ke arah mereka.Menyadari hal tersebut, Karina menjadi makin panik dan berbisik, "Pak Neo, apa masih ada urusan lain?"Neo tiba-tiba tersadar akan apa yang telah dilakukannya dan perlahan melepaskan tangan Karina.Tangan Karina yang tadi digenggam itu meninggalkan bekas merah. Dia diam-diam meletakkan tangannya ke belakang dan bertanya dengan cemas, "Pak Neo, apa ada hal yang terlewatkan?""Oh, nggak ada." Neo bergegas mundur selangkah, membuat jarak yang normal dari Karina."Eh?" Karina makin bingung.'Kalau nggak ada apa-apa, kenapa dia tiba-tiba memegang tanganku?'Melihat ekspresi Karina yang kebingu
"Semua orang mengandalkan kemampuannya masing-masing. Apa hubungannya dengan mendapatkan keuntungan?" Karina tersenyum kecil. "Karina pihak kampus memberimu kesempatan yang begitu berharga ini, aku harap kamu dapat mengharumkan nama universitas ini."Nella mengangkat dagunya, memandang Karina dari bawah ke atas, dan berkata dengan bercanda, "Karina, kamu sungguh munafik. Jelas-jelas kamu iri denganku, bisa-bisanya kamu mengatakan mengharumkan nama universitas padaku. Aku tahu kamu pasti mengumpatku di dalam hatimu, 'kan?""Aku nggak ada maksud seperti itu."Karina tahu bahwa Nella masih dendam pada dirinya karena kejadian terakhir kali. Melanjutkan obrolan dengan Nella hanya akan membuat dirinya sendiri tidak senang. Oleh karena itu, saat ini dia hanya ingin segera berjalan pergi.Namun, langkahnya terhenti karena Nella dan beberapa teman Nella menghalanginya jalannya.Pada saat ini, tidak ada begitu banyak orang melewati jalan ini, jadi tidak akan menarik perhatian siapa pun. Alasan i
Meskipun Karina merasa dia tidak melakukan kesalahan apa pun, dia berpikir sebaiknya minta maaf saja."Maaf, aku seharusnya nggak mengataimu seperti itu.""Ini sikapmu saat minta maaf?" Nella sangat tidak puas dengan sikap Karina.Karina mengernyit, mulai sedikit tidak sabar dan berkata, "Lalu kamu mau bagaimana?"Nella mengangkat dagunya dan berkata dengan bangga, "Berlutut dan memohon maaf padaku.""Nella, jangan keterlaluan. Di sini adalah kampus.""Terus kenapa kalau di sini adalah kampus? Siapa yang berani macam-macam padaku? Karina, kalau kamu nggak berlutut dan meminta maaf kali ini, jangan harap aku akan memaafkanmu." Nella sudah lama menyimpan dendam terhadap karina dan ingin memberi Karina pelajaran.Karina akhirnya mengerti bahwa apa pun yang dia lakukan, Nella hanya akan membuat permintaan yang lebih keterlaluan.Karina pun tertawa dan berkata, "Maaf, menurutku aku nggak perlu kamu memaafkanku.""Karina! Apa kamu bilang!""Perkataanku waktu itu memang kasar, tapi sampai saa
Air kolam di malam hari terasa sangat dingin.Setelah diselamatkan, Karina menceritakan apa yang telah terjadi. Anehnya, dia malah dimarahi keras oleh pihak kampus. Saat Karina keluar dari ruang kantor akademik, langit sudah sepenuhnya menjadi gelap dan angin dingin terus berembus, membuat Karina bersin beberapa kali.Dia awalnya berpikir bahwa Nella dan yang lainnya setidaknya juga dimarahi keras seperti dirinya. Namun, dia kemudian mengetahui bahwa tidak ada seorang pun di kampus yang berani menyinggung Nella karena takut dengan ayahnya yang merupakan seorang wakil bupati.Alhasil, hanya Karina, korban kejadian ini, yang mendapatkan teguran yang sangat keras.Dua kali mengalami kejadian yang tidak adil dalam sehari membuat Karina sangat putus asa.Karina tahu bahwa di masyarakat sekarang tidak jarang orang-orang bermain belakang dengan menggunakan koneksi. Akan tetapi, dia bingung harus berbuat apa ketika dirinya mengalami secara langsung.Kesenjangan yang sangat besar dan kontras ya
Suasana di sekitar berubah dengan ciuman itu.Ketika tangan Rafael mulai tidak bisa diam, mulai mencoba menembus pakaian Karina, Karina seketika tersadar dan menahan tangan tersebut sambil berkata, "Apa yang kamu lakukan?""Menurutmu?""Tunggu ...."'Jangan bilang dia ingin melakukan itu di sini?'Rafael berkata dengan suara penuh nafsu, "Kita sudah melakukannya berkali-kali, kenapa kamu masih malu-malu begitu?""...."Karina terkadang sangat ingin menampar Rafael karena Rafael selalu berbicara tanpa disensor."Pakaianku basah."Air di kolam kampus sangat kotor. Karina sekarang merasa sekujur tubuhnya tidak nyaman dan terasa panas. Dia tidak tahu apakah itu karena dia terlalu banyak berciuman sampai kekurangan oksigen. Yang pasti dia sekarang merasa pusing.Rafael tidak terlalu memikirkannya. Dia terus membuka pakaian Karina sambil menciumnya dengan lembut. Dia menggigit leher halus Karina dan berkata dengan suara serak, "Justru harus segera dilepaskan kalau pakaianmu basah."Antusiasm
Karina memelototi Rafael dengan jengkel dan berseru, "Aku nggak lompat ke kolam!""Kalau begitu, kenapa kamu bisa jatuh ke dalam kolam? Jangan bilang kamu tiba-tiba ingin jalan-jalan di sekitar kolam." Sambil memelototi Karina, Rafael menarik tangan Karina, meletakkan obat-obat itu ke telapak tangannya dan berkata dengan kesal, "Cepat minum obatnya."Saat mengatakan itu, Rafael menarik salah satu sudut selimut besar untuk menyeka rambut Karina yang masih basah.Karina menoleh, melihat Rafael yang sedang menyeka rambutnya. Meskipun kata-kata yang keluar dari mulut Rafael terdengar sangat menjengkelkan, melihat gerakan lembut dan mata Rafael yang fokus, Karina dapat merasakan arus hangat mengalir ke dalam hatinya. Seluruh tubuhnya pun mulai terasa hangat.Karina mencoba menghentikan Rafael, "Nggak perlu diseka, aku nanti juga akan mandi."Rafael meliriknya dan berkata, "Cepat minum obatmu.""...."Karina memalingkan wajahnya dengan marah. Dia menggigit bibirnya sambil melihat pil-pil di
Kepala Karina terasa pusing. Dia tidak melawan Rafael setelah mendengar ucapan itu, hanya tersenyum bodoh dan berkata, "Kupikir tubuhku cukup kuat, tapi nggak kusangka ....""Nggak seharusnya aku membiarkanmu mandi. Perlu minum obat penurun demam lagi?"Saat Rafael hendak berdiri untuk mengambil obat, Karina menarik tangannya, menggeleng dan berkata, "Nggak perlu, nggak baik minum terlalu banyak obat. Imunitasku cukup kuat, aku akan sembuh setelah tidur.""Apa kamu nggak bisa lebih memperhatikan dirimu sendiri?" Rafael mencoba menggerakkan tangannya dan mendapati lengan bajunya ditarik erat oleh Karina. Dia pun menghela napas tidak berdaya dan menyentuh dahi Karina lagi. "Dahimu masih sangat panas," ujarnya."Nggak apa-apa." Kelopak mata Karina mulai menutup, seakan-akan dia akan tertidur kapan saja.Melihat itu, Rafael berpikir mungkin obat yang diminum sebelumnya mulai bekerja. Dia berbalik, mematikan lampu di samping ranjang. Setelah itu, dia masuk ke dalam selimut dan memberikan ci
Rafael tersenyum dan berkata, "Baiklah. Sudah waktunya, ayo berangkat.""Ya."Kali ini, Rafael dan Karina masuk ke mobil yang sama. Mereka duduk di kursi belakang. Karina memandang Rafael dengan rasa ingin tahu dan bertanya, "Di mana mobilmu?""Aku sengaja menyuruh sopir untuk nggak datang," jawab Rafael dengan tenang."Kenapa?" Karina semakin bingung.Rafael tersenyum. "Apa masih perlu alasan? Kamu nggak senang aku mengantarmu ke kampus?"Ini termasuk mengantarku? Jelas-jelas kamu juga duduk di belakang ....'Karina mengeluh di dalam hatinya. Namun, dia tetap merasa sangat senang karena Rafael sengaja menempuh perjalanan jauh hanya untuk menemaninya. Lagi pula, sekarang sekampus sudah tahu bahwa dia punya pacar kaya raya, jadi tidak takut terlihat orang lain.Di Universitas Standela, hanya sedikit orang yang pernah melihat Rafael secara langsung. Oleh karena itu, Karina tidak takut Rafael akan dikenali.Seperti biasanya, mobil berhenti di seberang jalan dari Universitas Standela. Kari