Kepala Karina terasa pusing. Dia tidak melawan Rafael setelah mendengar ucapan itu, hanya tersenyum bodoh dan berkata, "Kupikir tubuhku cukup kuat, tapi nggak kusangka ....""Nggak seharusnya aku membiarkanmu mandi. Perlu minum obat penurun demam lagi?"Saat Rafael hendak berdiri untuk mengambil obat, Karina menarik tangannya, menggeleng dan berkata, "Nggak perlu, nggak baik minum terlalu banyak obat. Imunitasku cukup kuat, aku akan sembuh setelah tidur.""Apa kamu nggak bisa lebih memperhatikan dirimu sendiri?" Rafael mencoba menggerakkan tangannya dan mendapati lengan bajunya ditarik erat oleh Karina. Dia pun menghela napas tidak berdaya dan menyentuh dahi Karina lagi. "Dahimu masih sangat panas," ujarnya."Nggak apa-apa." Kelopak mata Karina mulai menutup, seakan-akan dia akan tertidur kapan saja.Melihat itu, Rafael berpikir mungkin obat yang diminum sebelumnya mulai bekerja. Dia berbalik, mematikan lampu di samping ranjang. Setelah itu, dia masuk ke dalam selimut dan memberikan ci
Rafael tersenyum dan berkata, "Baiklah. Sudah waktunya, ayo berangkat.""Ya."Kali ini, Rafael dan Karina masuk ke mobil yang sama. Mereka duduk di kursi belakang. Karina memandang Rafael dengan rasa ingin tahu dan bertanya, "Di mana mobilmu?""Aku sengaja menyuruh sopir untuk nggak datang," jawab Rafael dengan tenang."Kenapa?" Karina semakin bingung.Rafael tersenyum. "Apa masih perlu alasan? Kamu nggak senang aku mengantarmu ke kampus?"Ini termasuk mengantarku? Jelas-jelas kamu juga duduk di belakang ....'Karina mengeluh di dalam hatinya. Namun, dia tetap merasa sangat senang karena Rafael sengaja menempuh perjalanan jauh hanya untuk menemaninya. Lagi pula, sekarang sekampus sudah tahu bahwa dia punya pacar kaya raya, jadi tidak takut terlihat orang lain.Di Universitas Standela, hanya sedikit orang yang pernah melihat Rafael secara langsung. Oleh karena itu, Karina tidak takut Rafael akan dikenali.Seperti biasanya, mobil berhenti di seberang jalan dari Universitas Standela. Kari
Jeremy segera mengerti maksud Rafael.Tidak masalah apakah Pak Balin memiliki sketsel giok di rumahnya. Yang penting adalah Rafael ingin dia memiliki barang itu di rumahnya, maka barang itu harus ada.Ada berapa banyak orang yang bisa naik ke posisi itu yang tidak serakah?Mata Jeremy berkilap, dia tersenyum pada Rafael dan berkata, "Aku mengerti, Tuan Muda Rafael."Rafael tersenyum kecil, masih terlihat elegan seperti biasanya. Wajah tampannya yang berpadu dengan sinar matahari, membuatnya terlihat seperti seorang dewa matahari."Banyak yang bilang kalau seseorang melakukan terlalu banyak hal buruk pasti akan kena karma. Mari kita mewujudkan karma itu sedikit lebih awal."Saat mengatakan itu, nada suara Rafael terdengar tenang, seolah-olah sedang membicarakan betapa cerahnya cuaca di luar, tetapi maksudnya sama sekali tidak cerah.Pandangan Jeremy tertuju pada Rafael, dia mulai bersimpati dengan Pak Balin.Dibandingkan dengan pejabat setingkatnya, Pak Balin sudah termasuk tidak mencol
Karina terus berada di laboratorium sepanjang hari sampai ponselnya tiba-tiba berdering.Dia menghela napas, lalu berjalan keluar dari laboratorium dan mendapati bahwa Abila yang meneleponnya, "Halo? Kak Abila, ada apa?""Karina, aku ingin kamu bantu aku melakukan sesuatu ...."Abila tiba-tiba berhenti bicara."Bantu apa?"Abila terdiam sejenak sebelum berkata, "Berjanjilah padaku dulu."'Kenapa aku tiba-tiba mendapat firasat buruk?' Jantung Karina berdetak kencang. Dia bersandar ke dinding dan berkata kepada Abila, "Kak Abila, kamu nggak memberitahuku aku harus bantu apa, bagaimana kalau aku gagal melakukannya setelah berjanji padamu?""Nggak akan gagal!" seru Abila yang terdengar sedikit emosional.Mendengar reaksi Abila yang seperti itu, Karina refleks mengangkat alisnya, tersenyum dan berkata, "Masalah apa? Kalau aku bisa melakukannya, aku pasti akan membantumu.""Eh ... aku ingin bertemu Zayn ....""Bertemu Zayn?" Sosok tampan dan songong Zayn muncul di benak Karina. Karina terteg
"Karina, bantulah aku," melas Abila."Kak Abila, orang biasa nggak akan bisa masuk ke kelab pribadi itu." Karina terpaksa harus mengecewakan Abila. Dia sendiri ingat terakhir kali pergi ke kelab pribadi untuk mencari Rafael, dia sama sekali tidak diperbolehkan masuk."Soal itu nggak perlu khawatir, aku punya cara," ujar Abila dengan yakin."...."Karina seketika tidak tahu harus berkata apa lagi.Pada saat ini, suara Abila terdengar lagi, "Karina, temani aku sekali ini saja. Apa yang harus kulakukan kalau terjadi sesuatu padaku kalau aku pergi sendirian?"'Kalau begitu kenapa kamu bersikeras pergi ke kelab malam untuk mencari Zayn?' gerutu Karina di dalam hatinya.Melihat Abila sudah memohon seperti itu jika masih menolak, Karina merasa terlalu tidak berperasaan. Karina tidak punya pilihan selain berkata, "Baiklah, aku mengerti. Kapan kamu akan pergi ke sana?""Besok malam, oke?""Kalau begitu, nanti beri tahu aku lokasi spesifiknya.""Karina, aku tahu kamu paling baik. Kalau semuanya
Karina ditarik paksa oleh Abila menuju ke kelab tersebut. Seperti yang diperkirakan, sebelum mereka bisa mendekati pintu masuk, ada petugas meminta mereka untuk menunjukkan kartu keanggotaan kelab itu. Mereka tentu saja tidak memilikinya, jadi mau tak mau harus pergi."Sudah kubilang, orang biasa nggak diperbolehkan masuk ke kelab semacam ini," ujar Karina dengan tidak berdaya.Abila tidak memedulikan perkataan Karina, dia melirik ke pintu kelab itu dengan enggan. Kemudian, matanya berkelip dan dia berkata kepada Karina, "Aku masih punya cara!""Ah?" Karina tidak mengerti apa maksud Abila.'Apa Abila punya kenalan di kelab?'Di pintu belakang kelab."Yuda, bantulah aku." Abila menggenggam tangan seorang pemuda yang mengenakan seragam pelayan.Pemuda itu menatap Abila dengan tidak nyaman dan berkata, "Kak Abila, kamu ini menyulitkanku. Kalau sampai terjadi sesuatu, aku akan dipecat.""Apa yang bisa terjadi pada kami? Jangan khawatir, kamu hanya perlu biarkan kamu masuk saja," ujar Abila
"Ikut aku," ujar Abila."Eh? Kak Abila, kamu tahu Zayn di mana?" tanya Karina terheran-heran.Abila memberinya senyuman lebar dan berkata, "Selama terekam di komputer, aku dapat menemukannya. Aku sudah melakukan penyelidikan jauh-jauh hari.""Luar ... biasa ...." Karina memujinya dengan tulus. Namun, di dalam hatinya dia juga berpikir, 'Kalau Kak Abila terus melakukan hal seperti itu, apa dia benaran nggak akan diundang ke kantor polisi?'"Aku ingat orang kaya yang datang ke kelab kelas atas seperti ini akan memiliki ruang pribadi tetap. Berdasarkan daftar yang kudapatkan, mereka seharusnya berada di Area A kamar 305."Setelah tahu harus ke mana, mereka pun terus berjalan. Karina menoleh ke samping, melihat ekspresi penuh harap Abila. Dia kemudian tidak bisa menahan diri dan bertanya, "Kak Abila, ketemu Zayn nanti, kamu ingin bicara apa dengannya?""Eh?"Abila tertegun dan menatap Karina dengan bingung.Karina tersenyum dan berkata, "Kamu susah payah begini mencarinya, bukan hanya ingi
Di ruang pribadi.Pemandangan di dalam begitu merusak mata.Para wanita cantik di dalam bagaikan siluman ular, menempelkan diri pada tubuh pria. Kulit mereka menempel tanpa penghalang apa pun. Suasana di dalam ruangan terasa ambigu.Mereka sedang asyik bersenang-senang dan tiba-tiba terdengar suara ribut dari luar ruangan."Kenapa di luar berisik sekali?"Seorang pemuda mengangkat kepalanya dari bahu wanita cantik, melihat ke arah pintu dan bertanya dengan santai.Pada saat ini, terdengar suara ketukan pintu. "Tuan.""Masuk," sahut salah satu dari mereka.Seorang pelayan masuk dengan membuka pintu sedikit, lalu berkata dengan hormat, "Tuan, ada dua wanita di luar ruangan bilang ingin bertemu dengan Tuan Muda Zayn. Salah satunya bernama Abila.""Haha, Tuan Muda Zayn, kamu sungguh populer sampai ada gadis yang mengejarmu sampai kemari." Sekelompok teman Zayn bersorak.Zayn sedang duduk sendirian di sofa besar. Di kedua sisinya ada wanita cantik yang menyalakan rokok untuknya.Zayn mengis