"Karina, bantulah aku," melas Abila."Kak Abila, orang biasa nggak akan bisa masuk ke kelab pribadi itu." Karina terpaksa harus mengecewakan Abila. Dia sendiri ingat terakhir kali pergi ke kelab pribadi untuk mencari Rafael, dia sama sekali tidak diperbolehkan masuk."Soal itu nggak perlu khawatir, aku punya cara," ujar Abila dengan yakin."...."Karina seketika tidak tahu harus berkata apa lagi.Pada saat ini, suara Abila terdengar lagi, "Karina, temani aku sekali ini saja. Apa yang harus kulakukan kalau terjadi sesuatu padaku kalau aku pergi sendirian?"'Kalau begitu kenapa kamu bersikeras pergi ke kelab malam untuk mencari Zayn?' gerutu Karina di dalam hatinya.Melihat Abila sudah memohon seperti itu jika masih menolak, Karina merasa terlalu tidak berperasaan. Karina tidak punya pilihan selain berkata, "Baiklah, aku mengerti. Kapan kamu akan pergi ke sana?""Besok malam, oke?""Kalau begitu, nanti beri tahu aku lokasi spesifiknya.""Karina, aku tahu kamu paling baik. Kalau semuanya
Karina ditarik paksa oleh Abila menuju ke kelab tersebut. Seperti yang diperkirakan, sebelum mereka bisa mendekati pintu masuk, ada petugas meminta mereka untuk menunjukkan kartu keanggotaan kelab itu. Mereka tentu saja tidak memilikinya, jadi mau tak mau harus pergi."Sudah kubilang, orang biasa nggak diperbolehkan masuk ke kelab semacam ini," ujar Karina dengan tidak berdaya.Abila tidak memedulikan perkataan Karina, dia melirik ke pintu kelab itu dengan enggan. Kemudian, matanya berkelip dan dia berkata kepada Karina, "Aku masih punya cara!""Ah?" Karina tidak mengerti apa maksud Abila.'Apa Abila punya kenalan di kelab?'Di pintu belakang kelab."Yuda, bantulah aku." Abila menggenggam tangan seorang pemuda yang mengenakan seragam pelayan.Pemuda itu menatap Abila dengan tidak nyaman dan berkata, "Kak Abila, kamu ini menyulitkanku. Kalau sampai terjadi sesuatu, aku akan dipecat.""Apa yang bisa terjadi pada kami? Jangan khawatir, kamu hanya perlu biarkan kamu masuk saja," ujar Abila
"Ikut aku," ujar Abila."Eh? Kak Abila, kamu tahu Zayn di mana?" tanya Karina terheran-heran.Abila memberinya senyuman lebar dan berkata, "Selama terekam di komputer, aku dapat menemukannya. Aku sudah melakukan penyelidikan jauh-jauh hari.""Luar ... biasa ...." Karina memujinya dengan tulus. Namun, di dalam hatinya dia juga berpikir, 'Kalau Kak Abila terus melakukan hal seperti itu, apa dia benaran nggak akan diundang ke kantor polisi?'"Aku ingat orang kaya yang datang ke kelab kelas atas seperti ini akan memiliki ruang pribadi tetap. Berdasarkan daftar yang kudapatkan, mereka seharusnya berada di Area A kamar 305."Setelah tahu harus ke mana, mereka pun terus berjalan. Karina menoleh ke samping, melihat ekspresi penuh harap Abila. Dia kemudian tidak bisa menahan diri dan bertanya, "Kak Abila, ketemu Zayn nanti, kamu ingin bicara apa dengannya?""Eh?"Abila tertegun dan menatap Karina dengan bingung.Karina tersenyum dan berkata, "Kamu susah payah begini mencarinya, bukan hanya ingi
Di ruang pribadi.Pemandangan di dalam begitu merusak mata.Para wanita cantik di dalam bagaikan siluman ular, menempelkan diri pada tubuh pria. Kulit mereka menempel tanpa penghalang apa pun. Suasana di dalam ruangan terasa ambigu.Mereka sedang asyik bersenang-senang dan tiba-tiba terdengar suara ribut dari luar ruangan."Kenapa di luar berisik sekali?"Seorang pemuda mengangkat kepalanya dari bahu wanita cantik, melihat ke arah pintu dan bertanya dengan santai.Pada saat ini, terdengar suara ketukan pintu. "Tuan.""Masuk," sahut salah satu dari mereka.Seorang pelayan masuk dengan membuka pintu sedikit, lalu berkata dengan hormat, "Tuan, ada dua wanita di luar ruangan bilang ingin bertemu dengan Tuan Muda Zayn. Salah satunya bernama Abila.""Haha, Tuan Muda Zayn, kamu sungguh populer sampai ada gadis yang mengejarmu sampai kemari." Sekelompok teman Zayn bersorak.Zayn sedang duduk sendirian di sofa besar. Di kedua sisinya ada wanita cantik yang menyalakan rokok untuknya.Zayn mengis
Untuk sesaat, Abila tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap.Tatapan yang kosong tertuju pada wanita cantik di pelukan Zayn. Mereka begitu seksi dan memesona, tidak bisa dibandingkan dengan dirinya tomboi."Hei, Tuan Muda Zayn, apa standarmu nggak terlalu tinggi sampai menolak kecantikan seperti itu?" seru seorang pemuda tiba-tiba ketika menyadari Karina yang berdiri di belakang Abila.Tatapan pria yang penuh hasrat itu mengejutkan Karina. Karina dengan gugup meraih sudut pakaian Abila. Dia sungguh merasa tidak nyaman berada di situasi seperti ini. Matanya terus mengembara tidak menentu, dia tahu dia tidak boleh bertatapan dengan orang-orang di ruangan ini.Yang lain juga mulai memperhatikan Karina dan menunjukkan ekspresi takjub.Salah satu dari mereka bahkan berjalan mendekat ke arah Karina dan Abila. Matanya tertuju pada Karina dengan terang-terangan dan dia berkata, "Ckckck, sungguh bagus. Wajahnya bagus. Postur tubuhnya ... akan lebih bagus kalau aku bisa menilainya secara la
Mata semua orang terfokus pada Karina. Ini membuatnya merasa sangat tidak nyaman.Melihat Abila tertegun, Karina pun menarik-narik pakaiannya dan bertanya dengan suara rendah, "Kak Abila, kamu yakin ingin menyatakan perasaanmu padanya sekarang?"Mungkin karena kesan pertama yang buruk, Karina tidak pernah menyukai Zayn. Alhasil, sulit baginya untuk memahami cinta Abila jatuh cinta pada Zayn pada pandangan pertama.Mendengar suara Karina, Abila baru tersadar kembali. Dia menatap kosong ke arah Zayn yang dari tadi mengabaikan keberadaannya. Dia merasa getir di hatinya, tetapi masih mengumpulkan keberanian untuk membuka mulutnya dan berkata, "Zayn, aku mencarimu kemari untuk ...."Sebelum Abila menyelesaikan kata-katanya, Zayn mengingatkannya sambil tersenyum, "Nona Abila, aku harap kamu bisa mengerti, ada banyak hal yang nggak bisa kembali seperti semula begitu hal itu terjadi."Abila terkejut, dia merasa Zayn sudah mengetahui niatnya, tetapi tidak mau menerimanya.Meskipun demikian, apa
Abila mengangguk penuh semangat dan berseru, "Aku menyu ... bukan, aku mencintaimu!""Hahaha, dia bilang mencintai Tuan Muda Zayn ...." Yomar tertawa terbahak-bahak seolah-olah telah mendengar sebuah lelucon. Akan tetapi, dia langsung terdiam begitu ditatap oleh Zayn.Zayn melirik wajah kecil Karina yang marah sejenak sebelum melihat ke Abila. Dia berkata kepada Abila seperti sedang memberi sedekah, "Kalau kamu ingin menjadi pacarku, boleh saja."Kali ini, tidak hanya Abila, tetapi semua orang juga terkejut."Serius? Tuan Muda Zayn, kamu ....""Apa aku perlu izin darimu memilih siapa sebagai pacarku?" Begitu Zayn memberikan tatapan tajam, temannya yang berbicara itu segera terdiam.Abila terkejut sampai tidak bisa berkata-kata. Dia terus menatap Zayn dengan tatapan kosong untuk beberapa saat, lalu bertanya dengan kaku, "Zayn, kamu serius?""Kalau kamu anggap serius, ya serius." Zayn tertawa kecil. Anting logam di daun telinga berkelip-kelip.Ekspresi Abila tiba-tiba menjadi sedikit rum
Karina otomatis panik begitu mendengar dering ponselnya. Dia buru-buru mengeluarkan ponselnya dan segera mematikan panggilan itu setelah melihat nama si penelepon.Dia kemudian meraih tangan Abila dan berkata, "Kak Abila, ini sudah larut, kita harus kembali."Abila menggelengkan kepalanya dan menatap Zayn sejenak, lalu berkata dengan tenang kepada Karina, "Karina, kamu pulang duluan saja kalau ada urusan mendesak. Hari ini, aku ingin bersama Zayn.""Aku khawatir kalau kamu sendirian di sini." Tempat ini adalah tempat hiburan, berbagai macam orang ada di sini, jadi bagaimana mungkin dia membiarkan Abila pulang sendiri.Akan tetapi, ponselnya tiba-tiba berdering lagi.Dering ponselnya itu bagaikan sebuah pengingat yang menstimulasi gendang telinga Karina. Kali ini, dia bahkan tidak berani menyentuh ponselnya, seakan-akan ponselnya merupakan sebuah batu bara yang panas.Abila memandang Karina dengan rasa ingin tahu dan mengingatkan, "Karina, ponselmu berdering. Apa ada orang mencarimu kar
"Kalian!" teriak Karina.Karina merasa kesal. Dia memandang para wartawan dengan marah, lalu hendak membungkuk untuk mengambil dokumen-dokumen yang berserakan di tanah. Akan tetapi, bagaimana mungkin orang-orang ini peduli? Demi mendapatkan berita utama, mereka semua tidak segan-segan menggunakan cara apa pun.Dokumen yang tercecer di tanah itu sudah diinjak-injak oleh mereka sebelum sempat diambil Karina. "Cukup! Hubunganku dengan Pak Rafael memangnya ada hubungan dengan kalian?" teriak Karina dengan kesal sambil kembali berdiri tegak.Orang-orang itu sudah menghabiskan kesabaran Karina."Nona Karina, apakah Nona marah karena pernyataan kami benar? Apakah Nona benar-benar merayu CEO Grup Stalin demi bisa menjadi bagian dari keluarga kaya raya?""Nggak!" balas Karina dengan cepat."Jika tidak, bisakah Nona mengungkapkan bagaimana Nona dan Pak Rafael bertemu? Apakah Nona merasa bisa menjadi seperti Cinderella?""Benar, Nona Karina, Keluarga Stalin adalah keluarga terkenal. Apakah Nona y
Pada akhirnya yang mendapatkan keuntungan dari keseluruhan kejadian ini adalah Amy.Di dalam mobil.Karina berdebar-debar dan bergumam, "Hubungan kita telah diketahui publik, aku nggak tahu bagaimana reaksi dari pihak kampus ...."Memiliki hubungan dengan Rafael pasti akan menimbulkan sensasi. Karina tahu itu dan dia hanya berharap reaksi orang-orang tidak terlalu berlebihan.Namun, pasti akan menarik banyak perhatian orang terhadapnya.Karina menghela napas, dia merasa tidak ingin pergi ke kampus untuk sementara waktu.Begitu Karina selesai berbicara, Rafael sudah memegang tangannya. Sentuhan hangat itu membuat Karina terkejut. Karina menoleh, menatap Rafael dengan bingung. Terlihat Rafael sedang memandang keluar jendela mobil sambil menopang dagunya, seperti sedang menikmati pemandangan, dan berkata dengan datar, "Apa pun yang terjadi, aku akan selalu berada di sisimu."Wanita mana pun pasti akan tersentuh hatinya mendengar perkataan itu.Sudut mata Karina melengkung. Dia menggeser p
Karina menggeleng, raut wajahnya tampak bimbang. "Nggak, hanya saja ini terlalu mendadak, aku merasa belum siap.""Apa yang perlu kamu takutkan? Bukankah aku ada di depanmu untuk melindungimu? Kamu hanya perlu bersembunyi di belakangku dengan tenang," jawab Rafael dengan sangat santai dan lancar seakan-akan dia telah berlatih berkali-kali.Hati Karina menjadi hangat. Awalnya dia merasa sedikit bimbang, tetapi sekarang semuanya seketika menjadi jelas. Apa pun yang terjadi, bukankah Rafael selalu ada untuknya?Mengapa dirinya harus khawatir berlebihan?Karina pun mengangguk dengan bersemangat, tersenyum manis dan berkata dengan gaya menggemaskan, "Mulai sekarang, aku akan mengandalkanmu."Rafael mengangkat alisnya ketika dia melihat ekspresi antusias Karina dan berkata, "Kalau aku nggak melindungimu, aku harus melindungi siapa?"Mendengar itu, Karina tertawa lebih bahagia.....Setelah itu, atas permintaan keras Rafael, Karina baru bisa keluar dari ruang perawatan khusus di rumah sakit s
"Eh?" Karina mengusap hidungnya, lalu menatap Rafael."Kamu sudah tahu aku sebaik ini, jadi kamu menikah denganku atau nggak?" tanya Rafael sambil memegang dagu Karina, tersenyum lebar.Karina mengangguk mantap dan berkata, "Asalkan kamu mau menikahiku, aku akan menikah denganmu."Rafael benar, jika kamu ingin memakai mahkota, harus siap menanggung bebannya. Rafael telah melakukan begitu banyak hal untuknya, lalu mengapa dirinya tidak menghadapi orang-orang yang datang untuk memprovokasinya demi Rafael?Jika sudah mencintai, mengapa dirinya tidak sanggup menghadapi sedikit kesulitan demi Rafael?Mendengar jawaban yang pasti, Rafael tersenyum lebar, matanya yang hitam penuh arti. "Kamu yakin?"Karina mengangguk tegas. "Aku yakin."Tiba-tiba, Rafael menekan bahu Karina, menghela napas panjang dan berkata, "Sekarang aku merasa lega.""Eh?"Karina tertegun, matanya berkedip-kedip. 'Apa maksudnya?'Ekspresi Rafael tiba-tiba tampak serius, menatap ke arah Karina dan berkata dengan sungguh-su
Dia bilang ingin berjalan bersama dengan Rafael, tetapi tidak dapat melakukan banyak hal untuk Rafael dan ini membuatnya merasa sangat tidak berdaya.Karina menghela napas, sorot matanya berkilap dan dia bertanya dengan tidak percaya diri, "Rafael, kenapa kamu begitu baik padaku? Kupikir aku sudah cukup baik, tapi setelah bersamamu, aku baru menyadari kalau aku masih jauh dari cukup baik. Apa aku benar-benar bisa menjadi wanita yang berdiri di sisimu?""Bisa atau nggak kamu menjadi wanita yang berada di sisiku, itu terserah padaku. Aku bilang kamu bisa, maka kamu bisa.""Tapi aku masih belum cukup baik," ujar Karina sambil menggigit bibirnya, kembali merasa ragu."Oh?""Aku punya temperamen yang buruk."Rafael mengangguk, mengakuinya, "Memang, temperamenmu ini sulit ditoleransi oleh kebanyakan orang. Selain itu, kamu suka mempermasalahkan hal-hal kecil, seperti landak yang bisa menyakiti orang jika ia terdesak."Mendengar komentar itu, Karina makin merasa tertekan, "Dan aku juga nggak
"Bukan begitu!" Karina tiba-tiba menjadi emosional, lalu berkata dengan tergesa-gesa, "Aku sungguh menyukaimu!""Tapi kamu bahkan nggak memiliki keberanian untuk menghadapi masa depan bersamaku. Kalau kamu ingin memakai mahkota, berarti harus siap menanggung bebannya. Apa kamu bahkan nggak mengerti prinsip ini?""Aku mengerti semua itu!""Kamu benar-benar mengerti?" Rafael mengangkat alisnya.Karina mengangguk dengan tegas, dia menggigit bibirnya dan wajahnya terlihat sedikit bingung."Aku sudah memikirkan semua ini sejak lama, tapi ... aku kurang percaya diri," ujar Karina.Karina menundukkan kepala, suaranya melemah, "Dibandingkan berurusan dengan keluargamu dan teman-temanmu, aku lebih suka berada di laboratorium dengan peralatan dingin. Aku punya temperamen yang buruk, kalau ada orang yang membuatku kesal, aku akan membalasnya. Nggak masalah kalau hanya dengan orang luar, tapi kalau itu terjadi pada orang-orang terdekatmu, aku khawatir akan membuat mereka marah. Aku nggak ingin mem
Karina tercekat.Melihat ekspresi konyol Karina, Rafael tersenyum dan mencubit wajah kecilnya. "Kenapa? Kamu sangat bahagia sampai nggak bisa berkata-kata?" tanya Rafael.Karina mengatupkan bibirnya dan menghindari tangan Rafael. Dia menyipitkan matanya dan berkata dengan muram, "Bukankah aku sudah memberitahumu untuk nggak bercanda? Hal ini nggak mungkin terjadi.""Kenapa?" tanya Rafael, yang senyumannya sedikit memudar, sambil menatap Karina.'Kenapa?'Karina juga menanyakan hal sama pada dirinya sendiri di dalam hatinya.Karena kesenjangan status di antara mereka terlalu besar. Meskipun sekarang mereka bersama, tidak ada jaminan mereka tetap dekat seperti ini di masa depan.Dua orang dengan nilai dan pandangan hidup yang berbeda, Karina tidak berpikir mereka bisa melangkah jauh bersama.Secara rasional, dia dan Rafael tidak akan pernah bisa mencapai akhir, jadi sebaiknya mereka menghentikan hubungan ini. Akan tetapi, secara emosional, putus setelah jatuh cinta lebih sulit dari per
'Kenapa reaksi Rafael malah aneh?'Tepat ketika pikiran Karina melayang ke mana-mana, Rafael tiba-tiba tersenyum. Senyuman yang menghiasi wajah tampannya itu sungguh membuat orang terpesona."Karina, jujur saja, cara kamu mengungkapkan perasaanmu berstandar rendah, nggak ada tekniknya sama sekali. Di antara wanita yang pernah menyatakan perasaannya padaku, kamu mungkin yang terburuk.""...."Senyuman Karina memudar.Namun, Rafael melanjutkan tanpa menyadari perubahan ekspresi itu, "Aku sarankan kamu untuk belajar bagaimana menyatakan cinta. Apa yang kamu katakan terlalu lugas dan nggak romantis sama sekali."Kali ini, senyuman di wajah Karina sepenuhnya hilang, lalu terdengar suara gertakan gigi.'Siapa pun tolong seret bajingan bermulut tajam ini keluar dari sini!''Di tengah suasana yang begitu indah, bisa-bisanya dia mengungkit wanita lain! Nggak hanya itu, dia bahkan mengatakan cara aku menyatakan perasaanku adalah terburuk!''Romantis! Romantis!''Kalau kamu begitu ingin romantis,
Karina bingung, dia menempelkan pipinya ke dada Rafael, mendengarkan detak jantungnya yang kuat dan merasakan detak jantungnya sendiri ikut sinkron.Karena begitu dekat, dia sepertinya dapat merasakan Rafael sedikit gemetar, gemetar yang disebabkan oleh rasa takut.'Dia sebenarnya sangat takut, bukan?'Karina berpikir, meskipun dirinya tidak bodoh, sebodoh apa pun dirinya pada saat ini, dia tetap tahu bahwa Rafael gemetar karena dirinya. Dirinya yang tiba-tiba menghilang pasti membuat Rafael sangat panik.Dia ingin memeluknya kembali Rafael dan memberitahunya bahwa dia ada di sini sekarang, bahwa dia tidak menghilang dan tidak akan menghilang.Begitu dia bergerak, Rafael menghentikannya dengan suara rendah."Jangan bergerak."Gerakan Karina tiba-tiba berhenti. Karina berbisik di pelukannya, "Rafael, apa kamu takut?"Berdasarkan sikap biasanya, Rafael pasti akan menyangkalnya. Bagaimana mungkin dia yang begitu arogan membiarkan dirinya merasakan ketakutan?Tepat ketika Karina mengira Ra