Suasana di sekitar berubah dengan ciuman itu.Ketika tangan Rafael mulai tidak bisa diam, mulai mencoba menembus pakaian Karina, Karina seketika tersadar dan menahan tangan tersebut sambil berkata, "Apa yang kamu lakukan?""Menurutmu?""Tunggu ...."'Jangan bilang dia ingin melakukan itu di sini?'Rafael berkata dengan suara penuh nafsu, "Kita sudah melakukannya berkali-kali, kenapa kamu masih malu-malu begitu?""...."Karina terkadang sangat ingin menampar Rafael karena Rafael selalu berbicara tanpa disensor."Pakaianku basah."Air di kolam kampus sangat kotor. Karina sekarang merasa sekujur tubuhnya tidak nyaman dan terasa panas. Dia tidak tahu apakah itu karena dia terlalu banyak berciuman sampai kekurangan oksigen. Yang pasti dia sekarang merasa pusing.Rafael tidak terlalu memikirkannya. Dia terus membuka pakaian Karina sambil menciumnya dengan lembut. Dia menggigit leher halus Karina dan berkata dengan suara serak, "Justru harus segera dilepaskan kalau pakaianmu basah."Antusiasm
Karina memelototi Rafael dengan jengkel dan berseru, "Aku nggak lompat ke kolam!""Kalau begitu, kenapa kamu bisa jatuh ke dalam kolam? Jangan bilang kamu tiba-tiba ingin jalan-jalan di sekitar kolam." Sambil memelototi Karina, Rafael menarik tangan Karina, meletakkan obat-obat itu ke telapak tangannya dan berkata dengan kesal, "Cepat minum obatnya."Saat mengatakan itu, Rafael menarik salah satu sudut selimut besar untuk menyeka rambut Karina yang masih basah.Karina menoleh, melihat Rafael yang sedang menyeka rambutnya. Meskipun kata-kata yang keluar dari mulut Rafael terdengar sangat menjengkelkan, melihat gerakan lembut dan mata Rafael yang fokus, Karina dapat merasakan arus hangat mengalir ke dalam hatinya. Seluruh tubuhnya pun mulai terasa hangat.Karina mencoba menghentikan Rafael, "Nggak perlu diseka, aku nanti juga akan mandi."Rafael meliriknya dan berkata, "Cepat minum obatmu.""...."Karina memalingkan wajahnya dengan marah. Dia menggigit bibirnya sambil melihat pil-pil di
Kepala Karina terasa pusing. Dia tidak melawan Rafael setelah mendengar ucapan itu, hanya tersenyum bodoh dan berkata, "Kupikir tubuhku cukup kuat, tapi nggak kusangka ....""Nggak seharusnya aku membiarkanmu mandi. Perlu minum obat penurun demam lagi?"Saat Rafael hendak berdiri untuk mengambil obat, Karina menarik tangannya, menggeleng dan berkata, "Nggak perlu, nggak baik minum terlalu banyak obat. Imunitasku cukup kuat, aku akan sembuh setelah tidur.""Apa kamu nggak bisa lebih memperhatikan dirimu sendiri?" Rafael mencoba menggerakkan tangannya dan mendapati lengan bajunya ditarik erat oleh Karina. Dia pun menghela napas tidak berdaya dan menyentuh dahi Karina lagi. "Dahimu masih sangat panas," ujarnya."Nggak apa-apa." Kelopak mata Karina mulai menutup, seakan-akan dia akan tertidur kapan saja.Melihat itu, Rafael berpikir mungkin obat yang diminum sebelumnya mulai bekerja. Dia berbalik, mematikan lampu di samping ranjang. Setelah itu, dia masuk ke dalam selimut dan memberikan ci
Rafael tersenyum dan berkata, "Baiklah. Sudah waktunya, ayo berangkat.""Ya."Kali ini, Rafael dan Karina masuk ke mobil yang sama. Mereka duduk di kursi belakang. Karina memandang Rafael dengan rasa ingin tahu dan bertanya, "Di mana mobilmu?""Aku sengaja menyuruh sopir untuk nggak datang," jawab Rafael dengan tenang."Kenapa?" Karina semakin bingung.Rafael tersenyum. "Apa masih perlu alasan? Kamu nggak senang aku mengantarmu ke kampus?"Ini termasuk mengantarku? Jelas-jelas kamu juga duduk di belakang ....'Karina mengeluh di dalam hatinya. Namun, dia tetap merasa sangat senang karena Rafael sengaja menempuh perjalanan jauh hanya untuk menemaninya. Lagi pula, sekarang sekampus sudah tahu bahwa dia punya pacar kaya raya, jadi tidak takut terlihat orang lain.Di Universitas Standela, hanya sedikit orang yang pernah melihat Rafael secara langsung. Oleh karena itu, Karina tidak takut Rafael akan dikenali.Seperti biasanya, mobil berhenti di seberang jalan dari Universitas Standela. Kari
Jeremy segera mengerti maksud Rafael.Tidak masalah apakah Pak Balin memiliki sketsel giok di rumahnya. Yang penting adalah Rafael ingin dia memiliki barang itu di rumahnya, maka barang itu harus ada.Ada berapa banyak orang yang bisa naik ke posisi itu yang tidak serakah?Mata Jeremy berkilap, dia tersenyum pada Rafael dan berkata, "Aku mengerti, Tuan Muda Rafael."Rafael tersenyum kecil, masih terlihat elegan seperti biasanya. Wajah tampannya yang berpadu dengan sinar matahari, membuatnya terlihat seperti seorang dewa matahari."Banyak yang bilang kalau seseorang melakukan terlalu banyak hal buruk pasti akan kena karma. Mari kita mewujudkan karma itu sedikit lebih awal."Saat mengatakan itu, nada suara Rafael terdengar tenang, seolah-olah sedang membicarakan betapa cerahnya cuaca di luar, tetapi maksudnya sama sekali tidak cerah.Pandangan Jeremy tertuju pada Rafael, dia mulai bersimpati dengan Pak Balin.Dibandingkan dengan pejabat setingkatnya, Pak Balin sudah termasuk tidak mencol
Karina terus berada di laboratorium sepanjang hari sampai ponselnya tiba-tiba berdering.Dia menghela napas, lalu berjalan keluar dari laboratorium dan mendapati bahwa Abila yang meneleponnya, "Halo? Kak Abila, ada apa?""Karina, aku ingin kamu bantu aku melakukan sesuatu ...."Abila tiba-tiba berhenti bicara."Bantu apa?"Abila terdiam sejenak sebelum berkata, "Berjanjilah padaku dulu."'Kenapa aku tiba-tiba mendapat firasat buruk?' Jantung Karina berdetak kencang. Dia bersandar ke dinding dan berkata kepada Abila, "Kak Abila, kamu nggak memberitahuku aku harus bantu apa, bagaimana kalau aku gagal melakukannya setelah berjanji padamu?""Nggak akan gagal!" seru Abila yang terdengar sedikit emosional.Mendengar reaksi Abila yang seperti itu, Karina refleks mengangkat alisnya, tersenyum dan berkata, "Masalah apa? Kalau aku bisa melakukannya, aku pasti akan membantumu.""Eh ... aku ingin bertemu Zayn ....""Bertemu Zayn?" Sosok tampan dan songong Zayn muncul di benak Karina. Karina terteg
"Karina, bantulah aku," melas Abila."Kak Abila, orang biasa nggak akan bisa masuk ke kelab pribadi itu." Karina terpaksa harus mengecewakan Abila. Dia sendiri ingat terakhir kali pergi ke kelab pribadi untuk mencari Rafael, dia sama sekali tidak diperbolehkan masuk."Soal itu nggak perlu khawatir, aku punya cara," ujar Abila dengan yakin."...."Karina seketika tidak tahu harus berkata apa lagi.Pada saat ini, suara Abila terdengar lagi, "Karina, temani aku sekali ini saja. Apa yang harus kulakukan kalau terjadi sesuatu padaku kalau aku pergi sendirian?"'Kalau begitu kenapa kamu bersikeras pergi ke kelab malam untuk mencari Zayn?' gerutu Karina di dalam hatinya.Melihat Abila sudah memohon seperti itu jika masih menolak, Karina merasa terlalu tidak berperasaan. Karina tidak punya pilihan selain berkata, "Baiklah, aku mengerti. Kapan kamu akan pergi ke sana?""Besok malam, oke?""Kalau begitu, nanti beri tahu aku lokasi spesifiknya.""Karina, aku tahu kamu paling baik. Kalau semuanya
Karina ditarik paksa oleh Abila menuju ke kelab tersebut. Seperti yang diperkirakan, sebelum mereka bisa mendekati pintu masuk, ada petugas meminta mereka untuk menunjukkan kartu keanggotaan kelab itu. Mereka tentu saja tidak memilikinya, jadi mau tak mau harus pergi."Sudah kubilang, orang biasa nggak diperbolehkan masuk ke kelab semacam ini," ujar Karina dengan tidak berdaya.Abila tidak memedulikan perkataan Karina, dia melirik ke pintu kelab itu dengan enggan. Kemudian, matanya berkelip dan dia berkata kepada Karina, "Aku masih punya cara!""Ah?" Karina tidak mengerti apa maksud Abila.'Apa Abila punya kenalan di kelab?'Di pintu belakang kelab."Yuda, bantulah aku." Abila menggenggam tangan seorang pemuda yang mengenakan seragam pelayan.Pemuda itu menatap Abila dengan tidak nyaman dan berkata, "Kak Abila, kamu ini menyulitkanku. Kalau sampai terjadi sesuatu, aku akan dipecat.""Apa yang bisa terjadi pada kami? Jangan khawatir, kamu hanya perlu biarkan kamu masuk saja," ujar Abila