Karina tidak bisa menerima alasan tersebut.Dia sepenuhnya berpikir bahwa selama rumor itu tidak ada lagi, segalanya akan kembali seperti semula.Dia menggigit bibirnya, matanya terasa perih, dan bertanya, "Apa karena para pemimpin masih nggak percaya Pak Neo dan aku?"Ekspresi Zuhri sedikit berubah dan Karina menyadari perubahan yang hanya sesaat itu. Pada titik ini jantung Karina mulai berdebar kencang sedikit demi sedikit, perasaan tidak berdaya yang menyedihkan memenuhi dirinya.Lihatlah, sekeras apa pun dia berusaha, dia tetap tidak bisa mengubah hati orang.Zuhri terus menjelaskan, "Karina, aku juga nggak bisa berbuat apa-apa. Sekalipun kamu nggak bersalah dan masalah ini sudah diklarifikasi, tetap saja akan meninggalkan sedikit kesan buruk pada orang lain, bukan? Sudah kubilang sebelumnya, peserta yang akan menghadiri pertemuan penelitian ilmiah itu mewakili reputasi kampus, jadi nggak boleh ada sedikit pun skandal. Sementara kamu baru saja mengalami hal seperti ini ....""Aku n
"Karina?" Suara lembut seseorang mencapai di telinganya.Karina terkejut. Dia segera berbalik dan melihat Neo sedang berlari ke arahnya. Terengah-engah."Pak Neo?" Saat membuka mulutnya untuk berbicara, Karina baru menyadari bahwa suaranya serak. Setetes air mata mengalir jatuh mengikuti lekuk pipinya. Baginya air mata itu terasa panas seolah-olah akan membakar kulitnya.Begitu menyadari dirinya menangis, Karina segera berbalik, menyeka matanya dengan lengan bajunya sampai matanya merah dan ada sensasi perih. Setelah itu, dia baru berbalik kembali dan bertanya dengan suara rendah, "Pak Neo mencariku ada urusan?""Kamu menangis."Melihat mata dan bulu mata Karina merah dan basah, Neo merasakan semburan rasa sakit di dadanya."Tadi tiba-tiba ada angin dan mataku sepertinya kemasukan debu," ujar Karina sambil berdengkus dan refleks ingin menyeka matanya lagi dengan lengan bajunya, tetapi dicegah Neo.Sepasang mata merah itu tertuju pada Neo. Karina menatapnya dengan bingung.Neo mengeluar
Setelah beberapa saat, Neo masih tidak bergerak.Dia menggenggam tangan Karina dengan erat seolah-olah Karina akan menghilang jika dia melepaskan tangannya.Tangan yang terasa sakit membuat Karina sedikit mengernyit. Karina dengan hati-hati mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Neo. Dia melihat sekelilingnya dengan canggung dan mendapati ada beberapa mahasiswa yang sedang melihat ke arah mereka.Menyadari hal tersebut, Karina menjadi makin panik dan berbisik, "Pak Neo, apa masih ada urusan lain?"Neo tiba-tiba tersadar akan apa yang telah dilakukannya dan perlahan melepaskan tangan Karina.Tangan Karina yang tadi digenggam itu meninggalkan bekas merah. Dia diam-diam meletakkan tangannya ke belakang dan bertanya dengan cemas, "Pak Neo, apa ada hal yang terlewatkan?""Oh, nggak ada." Neo bergegas mundur selangkah, membuat jarak yang normal dari Karina."Eh?" Karina makin bingung.'Kalau nggak ada apa-apa, kenapa dia tiba-tiba memegang tanganku?'Melihat ekspresi Karina yang kebingu
"Semua orang mengandalkan kemampuannya masing-masing. Apa hubungannya dengan mendapatkan keuntungan?" Karina tersenyum kecil. "Karina pihak kampus memberimu kesempatan yang begitu berharga ini, aku harap kamu dapat mengharumkan nama universitas ini."Nella mengangkat dagunya, memandang Karina dari bawah ke atas, dan berkata dengan bercanda, "Karina, kamu sungguh munafik. Jelas-jelas kamu iri denganku, bisa-bisanya kamu mengatakan mengharumkan nama universitas padaku. Aku tahu kamu pasti mengumpatku di dalam hatimu, 'kan?""Aku nggak ada maksud seperti itu."Karina tahu bahwa Nella masih dendam pada dirinya karena kejadian terakhir kali. Melanjutkan obrolan dengan Nella hanya akan membuat dirinya sendiri tidak senang. Oleh karena itu, saat ini dia hanya ingin segera berjalan pergi.Namun, langkahnya terhenti karena Nella dan beberapa teman Nella menghalanginya jalannya.Pada saat ini, tidak ada begitu banyak orang melewati jalan ini, jadi tidak akan menarik perhatian siapa pun. Alasan i
Meskipun Karina merasa dia tidak melakukan kesalahan apa pun, dia berpikir sebaiknya minta maaf saja."Maaf, aku seharusnya nggak mengataimu seperti itu.""Ini sikapmu saat minta maaf?" Nella sangat tidak puas dengan sikap Karina.Karina mengernyit, mulai sedikit tidak sabar dan berkata, "Lalu kamu mau bagaimana?"Nella mengangkat dagunya dan berkata dengan bangga, "Berlutut dan memohon maaf padaku.""Nella, jangan keterlaluan. Di sini adalah kampus.""Terus kenapa kalau di sini adalah kampus? Siapa yang berani macam-macam padaku? Karina, kalau kamu nggak berlutut dan meminta maaf kali ini, jangan harap aku akan memaafkanmu." Nella sudah lama menyimpan dendam terhadap karina dan ingin memberi Karina pelajaran.Karina akhirnya mengerti bahwa apa pun yang dia lakukan, Nella hanya akan membuat permintaan yang lebih keterlaluan.Karina pun tertawa dan berkata, "Maaf, menurutku aku nggak perlu kamu memaafkanku.""Karina! Apa kamu bilang!""Perkataanku waktu itu memang kasar, tapi sampai saa
Air kolam di malam hari terasa sangat dingin.Setelah diselamatkan, Karina menceritakan apa yang telah terjadi. Anehnya, dia malah dimarahi keras oleh pihak kampus. Saat Karina keluar dari ruang kantor akademik, langit sudah sepenuhnya menjadi gelap dan angin dingin terus berembus, membuat Karina bersin beberapa kali.Dia awalnya berpikir bahwa Nella dan yang lainnya setidaknya juga dimarahi keras seperti dirinya. Namun, dia kemudian mengetahui bahwa tidak ada seorang pun di kampus yang berani menyinggung Nella karena takut dengan ayahnya yang merupakan seorang wakil bupati.Alhasil, hanya Karina, korban kejadian ini, yang mendapatkan teguran yang sangat keras.Dua kali mengalami kejadian yang tidak adil dalam sehari membuat Karina sangat putus asa.Karina tahu bahwa di masyarakat sekarang tidak jarang orang-orang bermain belakang dengan menggunakan koneksi. Akan tetapi, dia bingung harus berbuat apa ketika dirinya mengalami secara langsung.Kesenjangan yang sangat besar dan kontras ya
Suasana di sekitar berubah dengan ciuman itu.Ketika tangan Rafael mulai tidak bisa diam, mulai mencoba menembus pakaian Karina, Karina seketika tersadar dan menahan tangan tersebut sambil berkata, "Apa yang kamu lakukan?""Menurutmu?""Tunggu ...."'Jangan bilang dia ingin melakukan itu di sini?'Rafael berkata dengan suara penuh nafsu, "Kita sudah melakukannya berkali-kali, kenapa kamu masih malu-malu begitu?""...."Karina terkadang sangat ingin menampar Rafael karena Rafael selalu berbicara tanpa disensor."Pakaianku basah."Air di kolam kampus sangat kotor. Karina sekarang merasa sekujur tubuhnya tidak nyaman dan terasa panas. Dia tidak tahu apakah itu karena dia terlalu banyak berciuman sampai kekurangan oksigen. Yang pasti dia sekarang merasa pusing.Rafael tidak terlalu memikirkannya. Dia terus membuka pakaian Karina sambil menciumnya dengan lembut. Dia menggigit leher halus Karina dan berkata dengan suara serak, "Justru harus segera dilepaskan kalau pakaianmu basah."Antusiasm
Karina memelototi Rafael dengan jengkel dan berseru, "Aku nggak lompat ke kolam!""Kalau begitu, kenapa kamu bisa jatuh ke dalam kolam? Jangan bilang kamu tiba-tiba ingin jalan-jalan di sekitar kolam." Sambil memelototi Karina, Rafael menarik tangan Karina, meletakkan obat-obat itu ke telapak tangannya dan berkata dengan kesal, "Cepat minum obatnya."Saat mengatakan itu, Rafael menarik salah satu sudut selimut besar untuk menyeka rambut Karina yang masih basah.Karina menoleh, melihat Rafael yang sedang menyeka rambutnya. Meskipun kata-kata yang keluar dari mulut Rafael terdengar sangat menjengkelkan, melihat gerakan lembut dan mata Rafael yang fokus, Karina dapat merasakan arus hangat mengalir ke dalam hatinya. Seluruh tubuhnya pun mulai terasa hangat.Karina mencoba menghentikan Rafael, "Nggak perlu diseka, aku nanti juga akan mandi."Rafael meliriknya dan berkata, "Cepat minum obatmu.""...."Karina memalingkan wajahnya dengan marah. Dia menggigit bibirnya sambil melihat pil-pil di