"Apa yang terjadi sampai kamu kehilangan kesabaran seperti itu?" Amy menghampiri Neo dengan sikap begitu menawan.Neo mengerutkan kening, mengusap pelipisnya yang terasa sakit sambil berkata, "Karena para pemimpin kampus keras kepala itu, akhir-akhir ini aku merasa kesal.""Haha, kudengar kamu marah-marah lagi di kantor dekan kemarin. Ini benaran? Kamu satu-satunya di kampus ini yang berani melakukan hal seperti itu," ujar Amy sambil tersenyum.Dia duduk tepat di meja di depan Neo. Lekuk tubuhnya yang sempurna menciptakan postur paling anggun.Jika pria biasa melihat kecantikan seperti itu, pria tersebut pasti akan sulit mengatur napas dan mengendalikan diri. Sayangnya, Neo adalah pria sempurna yang terkenal sangat bisa mengontrol diri.Keunggulan fisik Amy tidak akan memengaruhinya."Ya, itu benar."Neo mengakuinya tanpa ragu-ragu.Meskipun hubungannya dengan Karina telah diklarifikasi, mengapa para pemimpin itu masih bersikeras pada pendapat masing-masing, bahwa tetap harus mengganti
"Kamu sudah gila! Kamu benar-benar gila!"Wajah Amy menjadi merah karena marah. Dia dari awal sudah menyadari perasaan Neo itu, tetapi tidak menyangka Neo akan mengatakannya dengan jujur."Aku sangat waras. Saat menyadari perasaanku terhadap Karina melampaui hubungan antara guru-murid pada umumnya, aku sudah memikirkan hal ini dengan serius. Aku mencintai Karina."Neo sangat tenang ketika mengatakan itu. Amy juga tahu bahwa Neo sudah lama memiliki perasaan itu, bukan secara mendadak.Amy tiba-tiba merasa hal ini sedikit konyol. Cinta antara guru-murid, apa hubungan seperti ini masih populer sekarang?"Kapan kamu menyadari perasaanmu terhadap Karina melebih hubungan guru-murid biasa?" tanya Amy yang menggigit bibirnya dan menatap tajam Neo dengan mata birunya.Neo bersandar di kursinya dan berkata sambil tersenyum masam, "Dua tahun atau mungkin tiga tahun lalu? Aku nggak ingat. Kamu tahu, aku orang yang lambat menyadari perasaan sendiri."Amy berkata dengan penuh penekanan, "Hah, aku ng
Rumor bagaikan embusan angin, datang dan pergi begitu cepat.Beberapa hari yang lalu, Karina akan ditatap sinis orang-orang ketika dia berjalan di jalan. Setiap kelas yang diambil Karina, akan ada mahasiswa yang tidak rasional menulis kata-kata yang menghinanya. Namun, sekarang penindasan tersebut telah menghilang bersama rumor itu.Hari ini, setelah jam kelasnya selesai, Karina mengemasi barang-barangnya sambil berpikir bahwa daftar peserta pertemuan penelitian ilmiah itu sudah waktunya diumumkan secara resmi."Karina, ayo pergi berbelanja hari ini," ajak Safira.Karina menatap Safira dengan ekspresi terheran dan bertanya, "Lho, tumben nggak pergi dengan pacarmu?""Apa aku tipe orang yang melupakan temannya setelah punya pacar?" ujar Safira dengan cemberut.'Memangnya bukan?'Karina tersenyum canggung. Sejak Safira punya pacar, mereka berdua hampir jarang bertemu kecuali di kelas. Bisa-bisanya Safira mengatakan bukan orang seperti itu.Safira mungkin sedikit tahu diri, jadi dia memelu
Karina tidak bisa menerima alasan tersebut.Dia sepenuhnya berpikir bahwa selama rumor itu tidak ada lagi, segalanya akan kembali seperti semula.Dia menggigit bibirnya, matanya terasa perih, dan bertanya, "Apa karena para pemimpin masih nggak percaya Pak Neo dan aku?"Ekspresi Zuhri sedikit berubah dan Karina menyadari perubahan yang hanya sesaat itu. Pada titik ini jantung Karina mulai berdebar kencang sedikit demi sedikit, perasaan tidak berdaya yang menyedihkan memenuhi dirinya.Lihatlah, sekeras apa pun dia berusaha, dia tetap tidak bisa mengubah hati orang.Zuhri terus menjelaskan, "Karina, aku juga nggak bisa berbuat apa-apa. Sekalipun kamu nggak bersalah dan masalah ini sudah diklarifikasi, tetap saja akan meninggalkan sedikit kesan buruk pada orang lain, bukan? Sudah kubilang sebelumnya, peserta yang akan menghadiri pertemuan penelitian ilmiah itu mewakili reputasi kampus, jadi nggak boleh ada sedikit pun skandal. Sementara kamu baru saja mengalami hal seperti ini ....""Aku n
"Karina?" Suara lembut seseorang mencapai di telinganya.Karina terkejut. Dia segera berbalik dan melihat Neo sedang berlari ke arahnya. Terengah-engah."Pak Neo?" Saat membuka mulutnya untuk berbicara, Karina baru menyadari bahwa suaranya serak. Setetes air mata mengalir jatuh mengikuti lekuk pipinya. Baginya air mata itu terasa panas seolah-olah akan membakar kulitnya.Begitu menyadari dirinya menangis, Karina segera berbalik, menyeka matanya dengan lengan bajunya sampai matanya merah dan ada sensasi perih. Setelah itu, dia baru berbalik kembali dan bertanya dengan suara rendah, "Pak Neo mencariku ada urusan?""Kamu menangis."Melihat mata dan bulu mata Karina merah dan basah, Neo merasakan semburan rasa sakit di dadanya."Tadi tiba-tiba ada angin dan mataku sepertinya kemasukan debu," ujar Karina sambil berdengkus dan refleks ingin menyeka matanya lagi dengan lengan bajunya, tetapi dicegah Neo.Sepasang mata merah itu tertuju pada Neo. Karina menatapnya dengan bingung.Neo mengeluar
Setelah beberapa saat, Neo masih tidak bergerak.Dia menggenggam tangan Karina dengan erat seolah-olah Karina akan menghilang jika dia melepaskan tangannya.Tangan yang terasa sakit membuat Karina sedikit mengernyit. Karina dengan hati-hati mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Neo. Dia melihat sekelilingnya dengan canggung dan mendapati ada beberapa mahasiswa yang sedang melihat ke arah mereka.Menyadari hal tersebut, Karina menjadi makin panik dan berbisik, "Pak Neo, apa masih ada urusan lain?"Neo tiba-tiba tersadar akan apa yang telah dilakukannya dan perlahan melepaskan tangan Karina.Tangan Karina yang tadi digenggam itu meninggalkan bekas merah. Dia diam-diam meletakkan tangannya ke belakang dan bertanya dengan cemas, "Pak Neo, apa ada hal yang terlewatkan?""Oh, nggak ada." Neo bergegas mundur selangkah, membuat jarak yang normal dari Karina."Eh?" Karina makin bingung.'Kalau nggak ada apa-apa, kenapa dia tiba-tiba memegang tanganku?'Melihat ekspresi Karina yang kebingu
"Semua orang mengandalkan kemampuannya masing-masing. Apa hubungannya dengan mendapatkan keuntungan?" Karina tersenyum kecil. "Karina pihak kampus memberimu kesempatan yang begitu berharga ini, aku harap kamu dapat mengharumkan nama universitas ini."Nella mengangkat dagunya, memandang Karina dari bawah ke atas, dan berkata dengan bercanda, "Karina, kamu sungguh munafik. Jelas-jelas kamu iri denganku, bisa-bisanya kamu mengatakan mengharumkan nama universitas padaku. Aku tahu kamu pasti mengumpatku di dalam hatimu, 'kan?""Aku nggak ada maksud seperti itu."Karina tahu bahwa Nella masih dendam pada dirinya karena kejadian terakhir kali. Melanjutkan obrolan dengan Nella hanya akan membuat dirinya sendiri tidak senang. Oleh karena itu, saat ini dia hanya ingin segera berjalan pergi.Namun, langkahnya terhenti karena Nella dan beberapa teman Nella menghalanginya jalannya.Pada saat ini, tidak ada begitu banyak orang melewati jalan ini, jadi tidak akan menarik perhatian siapa pun. Alasan i
Meskipun Karina merasa dia tidak melakukan kesalahan apa pun, dia berpikir sebaiknya minta maaf saja."Maaf, aku seharusnya nggak mengataimu seperti itu.""Ini sikapmu saat minta maaf?" Nella sangat tidak puas dengan sikap Karina.Karina mengernyit, mulai sedikit tidak sabar dan berkata, "Lalu kamu mau bagaimana?"Nella mengangkat dagunya dan berkata dengan bangga, "Berlutut dan memohon maaf padaku.""Nella, jangan keterlaluan. Di sini adalah kampus.""Terus kenapa kalau di sini adalah kampus? Siapa yang berani macam-macam padaku? Karina, kalau kamu nggak berlutut dan meminta maaf kali ini, jangan harap aku akan memaafkanmu." Nella sudah lama menyimpan dendam terhadap karina dan ingin memberi Karina pelajaran.Karina akhirnya mengerti bahwa apa pun yang dia lakukan, Nella hanya akan membuat permintaan yang lebih keterlaluan.Karina pun tertawa dan berkata, "Maaf, menurutku aku nggak perlu kamu memaafkanku.""Karina! Apa kamu bilang!""Perkataanku waktu itu memang kasar, tapi sampai saa
"Kalian!" teriak Karina.Karina merasa kesal. Dia memandang para wartawan dengan marah, lalu hendak membungkuk untuk mengambil dokumen-dokumen yang berserakan di tanah. Akan tetapi, bagaimana mungkin orang-orang ini peduli? Demi mendapatkan berita utama, mereka semua tidak segan-segan menggunakan cara apa pun.Dokumen yang tercecer di tanah itu sudah diinjak-injak oleh mereka sebelum sempat diambil Karina. "Cukup! Hubunganku dengan Pak Rafael memangnya ada hubungan dengan kalian?" teriak Karina dengan kesal sambil kembali berdiri tegak.Orang-orang itu sudah menghabiskan kesabaran Karina."Nona Karina, apakah Nona marah karena pernyataan kami benar? Apakah Nona benar-benar merayu CEO Grup Stalin demi bisa menjadi bagian dari keluarga kaya raya?""Nggak!" balas Karina dengan cepat."Jika tidak, bisakah Nona mengungkapkan bagaimana Nona dan Pak Rafael bertemu? Apakah Nona merasa bisa menjadi seperti Cinderella?""Benar, Nona Karina, Keluarga Stalin adalah keluarga terkenal. Apakah Nona y
Pada akhirnya yang mendapatkan keuntungan dari keseluruhan kejadian ini adalah Amy.Di dalam mobil.Karina berdebar-debar dan bergumam, "Hubungan kita telah diketahui publik, aku nggak tahu bagaimana reaksi dari pihak kampus ...."Memiliki hubungan dengan Rafael pasti akan menimbulkan sensasi. Karina tahu itu dan dia hanya berharap reaksi orang-orang tidak terlalu berlebihan.Namun, pasti akan menarik banyak perhatian orang terhadapnya.Karina menghela napas, dia merasa tidak ingin pergi ke kampus untuk sementara waktu.Begitu Karina selesai berbicara, Rafael sudah memegang tangannya. Sentuhan hangat itu membuat Karina terkejut. Karina menoleh, menatap Rafael dengan bingung. Terlihat Rafael sedang memandang keluar jendela mobil sambil menopang dagunya, seperti sedang menikmati pemandangan, dan berkata dengan datar, "Apa pun yang terjadi, aku akan selalu berada di sisimu."Wanita mana pun pasti akan tersentuh hatinya mendengar perkataan itu.Sudut mata Karina melengkung. Dia menggeser p
Karina menggeleng, raut wajahnya tampak bimbang. "Nggak, hanya saja ini terlalu mendadak, aku merasa belum siap.""Apa yang perlu kamu takutkan? Bukankah aku ada di depanmu untuk melindungimu? Kamu hanya perlu bersembunyi di belakangku dengan tenang," jawab Rafael dengan sangat santai dan lancar seakan-akan dia telah berlatih berkali-kali.Hati Karina menjadi hangat. Awalnya dia merasa sedikit bimbang, tetapi sekarang semuanya seketika menjadi jelas. Apa pun yang terjadi, bukankah Rafael selalu ada untuknya?Mengapa dirinya harus khawatir berlebihan?Karina pun mengangguk dengan bersemangat, tersenyum manis dan berkata dengan gaya menggemaskan, "Mulai sekarang, aku akan mengandalkanmu."Rafael mengangkat alisnya ketika dia melihat ekspresi antusias Karina dan berkata, "Kalau aku nggak melindungimu, aku harus melindungi siapa?"Mendengar itu, Karina tertawa lebih bahagia.....Setelah itu, atas permintaan keras Rafael, Karina baru bisa keluar dari ruang perawatan khusus di rumah sakit s
"Eh?" Karina mengusap hidungnya, lalu menatap Rafael."Kamu sudah tahu aku sebaik ini, jadi kamu menikah denganku atau nggak?" tanya Rafael sambil memegang dagu Karina, tersenyum lebar.Karina mengangguk mantap dan berkata, "Asalkan kamu mau menikahiku, aku akan menikah denganmu."Rafael benar, jika kamu ingin memakai mahkota, harus siap menanggung bebannya. Rafael telah melakukan begitu banyak hal untuknya, lalu mengapa dirinya tidak menghadapi orang-orang yang datang untuk memprovokasinya demi Rafael?Jika sudah mencintai, mengapa dirinya tidak sanggup menghadapi sedikit kesulitan demi Rafael?Mendengar jawaban yang pasti, Rafael tersenyum lebar, matanya yang hitam penuh arti. "Kamu yakin?"Karina mengangguk tegas. "Aku yakin."Tiba-tiba, Rafael menekan bahu Karina, menghela napas panjang dan berkata, "Sekarang aku merasa lega.""Eh?"Karina tertegun, matanya berkedip-kedip. 'Apa maksudnya?'Ekspresi Rafael tiba-tiba tampak serius, menatap ke arah Karina dan berkata dengan sungguh-su
Dia bilang ingin berjalan bersama dengan Rafael, tetapi tidak dapat melakukan banyak hal untuk Rafael dan ini membuatnya merasa sangat tidak berdaya.Karina menghela napas, sorot matanya berkilap dan dia bertanya dengan tidak percaya diri, "Rafael, kenapa kamu begitu baik padaku? Kupikir aku sudah cukup baik, tapi setelah bersamamu, aku baru menyadari kalau aku masih jauh dari cukup baik. Apa aku benar-benar bisa menjadi wanita yang berdiri di sisimu?""Bisa atau nggak kamu menjadi wanita yang berada di sisiku, itu terserah padaku. Aku bilang kamu bisa, maka kamu bisa.""Tapi aku masih belum cukup baik," ujar Karina sambil menggigit bibirnya, kembali merasa ragu."Oh?""Aku punya temperamen yang buruk."Rafael mengangguk, mengakuinya, "Memang, temperamenmu ini sulit ditoleransi oleh kebanyakan orang. Selain itu, kamu suka mempermasalahkan hal-hal kecil, seperti landak yang bisa menyakiti orang jika ia terdesak."Mendengar komentar itu, Karina makin merasa tertekan, "Dan aku juga nggak
"Bukan begitu!" Karina tiba-tiba menjadi emosional, lalu berkata dengan tergesa-gesa, "Aku sungguh menyukaimu!""Tapi kamu bahkan nggak memiliki keberanian untuk menghadapi masa depan bersamaku. Kalau kamu ingin memakai mahkota, berarti harus siap menanggung bebannya. Apa kamu bahkan nggak mengerti prinsip ini?""Aku mengerti semua itu!""Kamu benar-benar mengerti?" Rafael mengangkat alisnya.Karina mengangguk dengan tegas, dia menggigit bibirnya dan wajahnya terlihat sedikit bingung."Aku sudah memikirkan semua ini sejak lama, tapi ... aku kurang percaya diri," ujar Karina.Karina menundukkan kepala, suaranya melemah, "Dibandingkan berurusan dengan keluargamu dan teman-temanmu, aku lebih suka berada di laboratorium dengan peralatan dingin. Aku punya temperamen yang buruk, kalau ada orang yang membuatku kesal, aku akan membalasnya. Nggak masalah kalau hanya dengan orang luar, tapi kalau itu terjadi pada orang-orang terdekatmu, aku khawatir akan membuat mereka marah. Aku nggak ingin mem
Karina tercekat.Melihat ekspresi konyol Karina, Rafael tersenyum dan mencubit wajah kecilnya. "Kenapa? Kamu sangat bahagia sampai nggak bisa berkata-kata?" tanya Rafael.Karina mengatupkan bibirnya dan menghindari tangan Rafael. Dia menyipitkan matanya dan berkata dengan muram, "Bukankah aku sudah memberitahumu untuk nggak bercanda? Hal ini nggak mungkin terjadi.""Kenapa?" tanya Rafael, yang senyumannya sedikit memudar, sambil menatap Karina.'Kenapa?'Karina juga menanyakan hal sama pada dirinya sendiri di dalam hatinya.Karena kesenjangan status di antara mereka terlalu besar. Meskipun sekarang mereka bersama, tidak ada jaminan mereka tetap dekat seperti ini di masa depan.Dua orang dengan nilai dan pandangan hidup yang berbeda, Karina tidak berpikir mereka bisa melangkah jauh bersama.Secara rasional, dia dan Rafael tidak akan pernah bisa mencapai akhir, jadi sebaiknya mereka menghentikan hubungan ini. Akan tetapi, secara emosional, putus setelah jatuh cinta lebih sulit dari per
'Kenapa reaksi Rafael malah aneh?'Tepat ketika pikiran Karina melayang ke mana-mana, Rafael tiba-tiba tersenyum. Senyuman yang menghiasi wajah tampannya itu sungguh membuat orang terpesona."Karina, jujur saja, cara kamu mengungkapkan perasaanmu berstandar rendah, nggak ada tekniknya sama sekali. Di antara wanita yang pernah menyatakan perasaannya padaku, kamu mungkin yang terburuk.""...."Senyuman Karina memudar.Namun, Rafael melanjutkan tanpa menyadari perubahan ekspresi itu, "Aku sarankan kamu untuk belajar bagaimana menyatakan cinta. Apa yang kamu katakan terlalu lugas dan nggak romantis sama sekali."Kali ini, senyuman di wajah Karina sepenuhnya hilang, lalu terdengar suara gertakan gigi.'Siapa pun tolong seret bajingan bermulut tajam ini keluar dari sini!''Di tengah suasana yang begitu indah, bisa-bisanya dia mengungkit wanita lain! Nggak hanya itu, dia bahkan mengatakan cara aku menyatakan perasaanku adalah terburuk!''Romantis! Romantis!''Kalau kamu begitu ingin romantis,
Karina bingung, dia menempelkan pipinya ke dada Rafael, mendengarkan detak jantungnya yang kuat dan merasakan detak jantungnya sendiri ikut sinkron.Karena begitu dekat, dia sepertinya dapat merasakan Rafael sedikit gemetar, gemetar yang disebabkan oleh rasa takut.'Dia sebenarnya sangat takut, bukan?'Karina berpikir, meskipun dirinya tidak bodoh, sebodoh apa pun dirinya pada saat ini, dia tetap tahu bahwa Rafael gemetar karena dirinya. Dirinya yang tiba-tiba menghilang pasti membuat Rafael sangat panik.Dia ingin memeluknya kembali Rafael dan memberitahunya bahwa dia ada di sini sekarang, bahwa dia tidak menghilang dan tidak akan menghilang.Begitu dia bergerak, Rafael menghentikannya dengan suara rendah."Jangan bergerak."Gerakan Karina tiba-tiba berhenti. Karina berbisik di pelukannya, "Rafael, apa kamu takut?"Berdasarkan sikap biasanya, Rafael pasti akan menyangkalnya. Bagaimana mungkin dia yang begitu arogan membiarkan dirinya merasakan ketakutan?Tepat ketika Karina mengira Ra