"Aku nggak peduli, yang aku peduli hanya pendapat orang yang peduli padaku," ujar Karina sambil tersenyum.Karina asik mengobrol sambil berjalan. Saat dia hendak menyeberangi jalan, kembali ke kampus untuk mengambil barang-barangnya.Rafael terdiam sesaat, menyadari nada bicara Karina samar-samar terdengar senang."Karina, kenapa aku nggak menyadari kalau kamu begitu pandai berbicara sebelumnya? Sebenarnya, kamu cukup pandai menyenangkan hati pria, bukan?""Aku sendiri nggak tahu apakah aku pandai menyenangkan hati pria, tapi yang pasti, kalau seseorang memperlakukanku dengan baik, aku akan memperlakukannya dua kali lebih baik.""Apa menurutmu aku memperlakukanmu dengan baik?""Memangnya kamu nggak memperlakukanku dengan baik?" tanya balik Karina.Setelah mengenal Rafael cukup lama, Karina tidak buta, dia tentu tahu Rafael memperlakukannya dengan baik atau tidak.Meskipun Rafael sedikit mendominasi dan terkadang keras kepala, dia memperlakukan Karina dengan sangat baik. Selain itu, dia
Karina sedikit bingung akan sikapnya Zayn itu. Sekalipun dirinya tadi hampir tertabrak mobil karena tidak melihat jalan, bukan berarti Zayn dapat menceramahinya, bukan?Namun, memikirkan Zayn baru saja menyelamatkannya, Karina tidak bisa berkata banyak.Dia seperti seorang murid sekolah dasar yang melakukan kesalahan, menundukkan kepalanya dan mendengarkan ajaran Zayn."Karina, kamu bukan anak kecil lagi, sudah dewasa, kenapa sikapmu masih terlihat seperti anak kecil?""Kamu nggak melihat ke jalan saat berjalan?""Nggak ada gunanya kamu punya sepasang mata."Perkataan Zayn semakin lama semakin keterlaluan. Abila, yang berdiri di samping, sudah tidak tahan mendengarnya. Dia tersenyum dan segera menyela, "Zayn, jangan marah lagi. Lihatlah Karina, dia pasti sudah tahu dirinya salah. Benar 'kan, Karina?"Karina mengangguk dengan lesu, lalu berkata dengan sedikit jengkel, "Aku mungkin sedikit terbawa suasana hari ini, merasa sangat senang. Zayn, makasih sudah menarikku tadi."Jika bukan kar
Saat Abila mengatakan itu, dia refleks mentertawakan diri sendiri. "Kalau kamu nggak bilang hanya pernah bertemu tiga kali, aku akan mengira kalian berdua itu pacaran."Ekspresi Karina seketika berubah menjadi ngeri dan dia berkata, "Kak Abila, tolong jangan mengatakan hal mengerikan seperti itu, oke?"Mendengar ini, Abila tertawa dan juga sedikit marah. "Kenapa? Zayn nggak pantas untukmu? Kenapa reaksimu seperti itu?"Karina tersenyum dan membalas, "Bukan Zayn nggak pantas, tapi aku nggak tertarik dengan tipe pria sepertinya.""Oh? Aku tahu, kamu suka tipe yang seperti Pak Neo, 'kan?" ujar Abila lalu tersenyum nakal. "Sangat baik dan sangat mengontrol diri, bukan?" tambahnya."Kak Abila, mulai sekarang jangan menggunakan Pak Neo untuk menggodaku," ujar karina yang tersenyum pasrah.Dia tidak ingin rumor aneh menyebar lagi."Oh, aku hampir lupa kalau kamu sudah punya pacar." Abila segera menutup mulutnya, lalu tersenyum lagi dan berkata, "Ngomong-ngomong, kapan kamu akan memperkenalkan
"Apa yang terjadi sampai kamu kehilangan kesabaran seperti itu?" Amy menghampiri Neo dengan sikap begitu menawan.Neo mengerutkan kening, mengusap pelipisnya yang terasa sakit sambil berkata, "Karena para pemimpin kampus keras kepala itu, akhir-akhir ini aku merasa kesal.""Haha, kudengar kamu marah-marah lagi di kantor dekan kemarin. Ini benaran? Kamu satu-satunya di kampus ini yang berani melakukan hal seperti itu," ujar Amy sambil tersenyum.Dia duduk tepat di meja di depan Neo. Lekuk tubuhnya yang sempurna menciptakan postur paling anggun.Jika pria biasa melihat kecantikan seperti itu, pria tersebut pasti akan sulit mengatur napas dan mengendalikan diri. Sayangnya, Neo adalah pria sempurna yang terkenal sangat bisa mengontrol diri.Keunggulan fisik Amy tidak akan memengaruhinya."Ya, itu benar."Neo mengakuinya tanpa ragu-ragu.Meskipun hubungannya dengan Karina telah diklarifikasi, mengapa para pemimpin itu masih bersikeras pada pendapat masing-masing, bahwa tetap harus mengganti
"Kamu sudah gila! Kamu benar-benar gila!"Wajah Amy menjadi merah karena marah. Dia dari awal sudah menyadari perasaan Neo itu, tetapi tidak menyangka Neo akan mengatakannya dengan jujur."Aku sangat waras. Saat menyadari perasaanku terhadap Karina melampaui hubungan antara guru-murid pada umumnya, aku sudah memikirkan hal ini dengan serius. Aku mencintai Karina."Neo sangat tenang ketika mengatakan itu. Amy juga tahu bahwa Neo sudah lama memiliki perasaan itu, bukan secara mendadak.Amy tiba-tiba merasa hal ini sedikit konyol. Cinta antara guru-murid, apa hubungan seperti ini masih populer sekarang?"Kapan kamu menyadari perasaanmu terhadap Karina melebih hubungan guru-murid biasa?" tanya Amy yang menggigit bibirnya dan menatap tajam Neo dengan mata birunya.Neo bersandar di kursinya dan berkata sambil tersenyum masam, "Dua tahun atau mungkin tiga tahun lalu? Aku nggak ingat. Kamu tahu, aku orang yang lambat menyadari perasaan sendiri."Amy berkata dengan penuh penekanan, "Hah, aku ng
Rumor bagaikan embusan angin, datang dan pergi begitu cepat.Beberapa hari yang lalu, Karina akan ditatap sinis orang-orang ketika dia berjalan di jalan. Setiap kelas yang diambil Karina, akan ada mahasiswa yang tidak rasional menulis kata-kata yang menghinanya. Namun, sekarang penindasan tersebut telah menghilang bersama rumor itu.Hari ini, setelah jam kelasnya selesai, Karina mengemasi barang-barangnya sambil berpikir bahwa daftar peserta pertemuan penelitian ilmiah itu sudah waktunya diumumkan secara resmi."Karina, ayo pergi berbelanja hari ini," ajak Safira.Karina menatap Safira dengan ekspresi terheran dan bertanya, "Lho, tumben nggak pergi dengan pacarmu?""Apa aku tipe orang yang melupakan temannya setelah punya pacar?" ujar Safira dengan cemberut.'Memangnya bukan?'Karina tersenyum canggung. Sejak Safira punya pacar, mereka berdua hampir jarang bertemu kecuali di kelas. Bisa-bisanya Safira mengatakan bukan orang seperti itu.Safira mungkin sedikit tahu diri, jadi dia memelu
Karina tidak bisa menerima alasan tersebut.Dia sepenuhnya berpikir bahwa selama rumor itu tidak ada lagi, segalanya akan kembali seperti semula.Dia menggigit bibirnya, matanya terasa perih, dan bertanya, "Apa karena para pemimpin masih nggak percaya Pak Neo dan aku?"Ekspresi Zuhri sedikit berubah dan Karina menyadari perubahan yang hanya sesaat itu. Pada titik ini jantung Karina mulai berdebar kencang sedikit demi sedikit, perasaan tidak berdaya yang menyedihkan memenuhi dirinya.Lihatlah, sekeras apa pun dia berusaha, dia tetap tidak bisa mengubah hati orang.Zuhri terus menjelaskan, "Karina, aku juga nggak bisa berbuat apa-apa. Sekalipun kamu nggak bersalah dan masalah ini sudah diklarifikasi, tetap saja akan meninggalkan sedikit kesan buruk pada orang lain, bukan? Sudah kubilang sebelumnya, peserta yang akan menghadiri pertemuan penelitian ilmiah itu mewakili reputasi kampus, jadi nggak boleh ada sedikit pun skandal. Sementara kamu baru saja mengalami hal seperti ini ....""Aku n
"Karina?" Suara lembut seseorang mencapai di telinganya.Karina terkejut. Dia segera berbalik dan melihat Neo sedang berlari ke arahnya. Terengah-engah."Pak Neo?" Saat membuka mulutnya untuk berbicara, Karina baru menyadari bahwa suaranya serak. Setetes air mata mengalir jatuh mengikuti lekuk pipinya. Baginya air mata itu terasa panas seolah-olah akan membakar kulitnya.Begitu menyadari dirinya menangis, Karina segera berbalik, menyeka matanya dengan lengan bajunya sampai matanya merah dan ada sensasi perih. Setelah itu, dia baru berbalik kembali dan bertanya dengan suara rendah, "Pak Neo mencariku ada urusan?""Kamu menangis."Melihat mata dan bulu mata Karina merah dan basah, Neo merasakan semburan rasa sakit di dadanya."Tadi tiba-tiba ada angin dan mataku sepertinya kemasukan debu," ujar Karina sambil berdengkus dan refleks ingin menyeka matanya lagi dengan lengan bajunya, tetapi dicegah Neo.Sepasang mata merah itu tertuju pada Neo. Karina menatapnya dengan bingung.Neo mengeluar