Yani terkejut dengan sikap Karina itu.Dia bertanya dengan tergagap, "Karina, apa yang ingin kamu lakukan?""Yani, sebenarnya aku sangat kecewa padamu," ujar Karina dengan serius sambil menatap lurus ke arah Yani.Kedua mata Yani melebar karena terkejut. "Apa maksudmu?" tanyanya."Saat tahun pertama kuliah, aku pikir kita bisa menjadi teman, tapi kamu merusaknya hanya karena rasa irimu."Karina mengenang tahun pertama mereka. Awalnya, mereka ditempatkan di kelas yang sama dan hubungan mereka tidak seburuk sekarang.Yani seakan-akan baru saja mendengar sebuah lelucon besar. Dia tersenyum dingin dan mencibir, "Karina, otakmu sudah rusak, ya? Kamu dan aku, berteman? Sungguh sebuah lelucon."Karina tidak peduli dengan apa yang Yani katakan dan lanjut berkata, "Kamu membenciku karena aku berada diperingkat pertama dan menjadi mahasiswa favorit Pak Neo. Jadi, kamu berkonspirasi dengan Simon untuk menjebakku, ingin menghancurkan reputasiku. Kamu tahu kenapa Simon membayar mahal atas perbuatan
"Karina, kamu nggak tahu malu, hanya bisa mengandalkan kekuatan pria untuk menindas orang lain! Kamu pikir kamu akan mendapatkan hasil yang baik?" Yani memelototi Karina dengan kesal, seperti ingin memakannya hidup-hidup."Apa salahnya mengandalkan kekuatan pria?" Karina tersenyum. Rafael berulang kali menekankan bahwa untuk mencarinya jika terjadi sesuatu. Dia punya pilihan ini, mengapa tidak menggunakannya?"Setidaknya aku nggak pernah mengambil inisiatif untuk menyakiti orang lain. Yani, aku tahu kalau aku nggak mulia, tapi aku nggak sejahat dan sehina dirimu.""Kamu yang tercela!""Siapa yang tercela biarkan semua orang menilai setelah kita pergi ke ruang kantor Pak Zuhri.""Beraninya kamu!" teriak Yani dengan panik. Jika masalah ini tersebar luas, masa depannya pasti akan berakhir."Kamu berani menjebakku, aku tentu berani membeberkan kejahatanmu. Sekarang ada dua cara. Pertama, berinisiatif untuk mengakui perbuatanmu dan secara sukarela mundur dari berpartisipasi dalam pertemuan
Setelah Yani mengakui bahwa dia yang sudah menjebak Karina, Karina merasa akar permasalahan sudah teratasi dan rumor tentangnya pasti akan hilang. Alhasil, dia sekarang merasa lega.Dia segera mengisi ulang pulsa dan bersiap melaporkan hasilnya kepada Rafael."Halo? Apa Tuan Muda Rafael sedang sibuk sekarang?" Nada bicara Karina menjadi lebih penuh perhatian."Masih berani kamu berinisiatif meneleponku? Kamu masih ingin memohon padaku untuk urusan teman perempuanmu itu?" Nada bicara Rafael terdengar anggun, tetapi kata-katanya selalu membuat Karina ingin memukulnya.Karina berusaha menenangkan diri dan tidak meladeni kata-kata provokatif Rafael.Dia terus tersenyum dan berkata, "Aku meneleponmu untuk melaporkan hasil pertarunganku.""Oh?""Yani sudah mengambil inisiatif untuk mengakui kalau dia yang menyebarkan rumor itu.""Begitu saja, sudah mengakui?" Rafael tidak puas dengan hasilnya. Dia kemudian berkata dengan sedikit kesal, "Karina, kamu mau bodoh sampai kapan baru puas? Kalau ka
"Aku nggak peduli, yang aku peduli hanya pendapat orang yang peduli padaku," ujar Karina sambil tersenyum.Karina asik mengobrol sambil berjalan. Saat dia hendak menyeberangi jalan, kembali ke kampus untuk mengambil barang-barangnya.Rafael terdiam sesaat, menyadari nada bicara Karina samar-samar terdengar senang."Karina, kenapa aku nggak menyadari kalau kamu begitu pandai berbicara sebelumnya? Sebenarnya, kamu cukup pandai menyenangkan hati pria, bukan?""Aku sendiri nggak tahu apakah aku pandai menyenangkan hati pria, tapi yang pasti, kalau seseorang memperlakukanku dengan baik, aku akan memperlakukannya dua kali lebih baik.""Apa menurutmu aku memperlakukanmu dengan baik?""Memangnya kamu nggak memperlakukanku dengan baik?" tanya balik Karina.Setelah mengenal Rafael cukup lama, Karina tidak buta, dia tentu tahu Rafael memperlakukannya dengan baik atau tidak.Meskipun Rafael sedikit mendominasi dan terkadang keras kepala, dia memperlakukan Karina dengan sangat baik. Selain itu, dia
Karina sedikit bingung akan sikapnya Zayn itu. Sekalipun dirinya tadi hampir tertabrak mobil karena tidak melihat jalan, bukan berarti Zayn dapat menceramahinya, bukan?Namun, memikirkan Zayn baru saja menyelamatkannya, Karina tidak bisa berkata banyak.Dia seperti seorang murid sekolah dasar yang melakukan kesalahan, menundukkan kepalanya dan mendengarkan ajaran Zayn."Karina, kamu bukan anak kecil lagi, sudah dewasa, kenapa sikapmu masih terlihat seperti anak kecil?""Kamu nggak melihat ke jalan saat berjalan?""Nggak ada gunanya kamu punya sepasang mata."Perkataan Zayn semakin lama semakin keterlaluan. Abila, yang berdiri di samping, sudah tidak tahan mendengarnya. Dia tersenyum dan segera menyela, "Zayn, jangan marah lagi. Lihatlah Karina, dia pasti sudah tahu dirinya salah. Benar 'kan, Karina?"Karina mengangguk dengan lesu, lalu berkata dengan sedikit jengkel, "Aku mungkin sedikit terbawa suasana hari ini, merasa sangat senang. Zayn, makasih sudah menarikku tadi."Jika bukan kar
Saat Abila mengatakan itu, dia refleks mentertawakan diri sendiri. "Kalau kamu nggak bilang hanya pernah bertemu tiga kali, aku akan mengira kalian berdua itu pacaran."Ekspresi Karina seketika berubah menjadi ngeri dan dia berkata, "Kak Abila, tolong jangan mengatakan hal mengerikan seperti itu, oke?"Mendengar ini, Abila tertawa dan juga sedikit marah. "Kenapa? Zayn nggak pantas untukmu? Kenapa reaksimu seperti itu?"Karina tersenyum dan membalas, "Bukan Zayn nggak pantas, tapi aku nggak tertarik dengan tipe pria sepertinya.""Oh? Aku tahu, kamu suka tipe yang seperti Pak Neo, 'kan?" ujar Abila lalu tersenyum nakal. "Sangat baik dan sangat mengontrol diri, bukan?" tambahnya."Kak Abila, mulai sekarang jangan menggunakan Pak Neo untuk menggodaku," ujar karina yang tersenyum pasrah.Dia tidak ingin rumor aneh menyebar lagi."Oh, aku hampir lupa kalau kamu sudah punya pacar." Abila segera menutup mulutnya, lalu tersenyum lagi dan berkata, "Ngomong-ngomong, kapan kamu akan memperkenalkan
"Apa yang terjadi sampai kamu kehilangan kesabaran seperti itu?" Amy menghampiri Neo dengan sikap begitu menawan.Neo mengerutkan kening, mengusap pelipisnya yang terasa sakit sambil berkata, "Karena para pemimpin kampus keras kepala itu, akhir-akhir ini aku merasa kesal.""Haha, kudengar kamu marah-marah lagi di kantor dekan kemarin. Ini benaran? Kamu satu-satunya di kampus ini yang berani melakukan hal seperti itu," ujar Amy sambil tersenyum.Dia duduk tepat di meja di depan Neo. Lekuk tubuhnya yang sempurna menciptakan postur paling anggun.Jika pria biasa melihat kecantikan seperti itu, pria tersebut pasti akan sulit mengatur napas dan mengendalikan diri. Sayangnya, Neo adalah pria sempurna yang terkenal sangat bisa mengontrol diri.Keunggulan fisik Amy tidak akan memengaruhinya."Ya, itu benar."Neo mengakuinya tanpa ragu-ragu.Meskipun hubungannya dengan Karina telah diklarifikasi, mengapa para pemimpin itu masih bersikeras pada pendapat masing-masing, bahwa tetap harus mengganti
"Kamu sudah gila! Kamu benar-benar gila!"Wajah Amy menjadi merah karena marah. Dia dari awal sudah menyadari perasaan Neo itu, tetapi tidak menyangka Neo akan mengatakannya dengan jujur."Aku sangat waras. Saat menyadari perasaanku terhadap Karina melampaui hubungan antara guru-murid pada umumnya, aku sudah memikirkan hal ini dengan serius. Aku mencintai Karina."Neo sangat tenang ketika mengatakan itu. Amy juga tahu bahwa Neo sudah lama memiliki perasaan itu, bukan secara mendadak.Amy tiba-tiba merasa hal ini sedikit konyol. Cinta antara guru-murid, apa hubungan seperti ini masih populer sekarang?"Kapan kamu menyadari perasaanmu terhadap Karina melebih hubungan guru-murid biasa?" tanya Amy yang menggigit bibirnya dan menatap tajam Neo dengan mata birunya.Neo bersandar di kursinya dan berkata sambil tersenyum masam, "Dua tahun atau mungkin tiga tahun lalu? Aku nggak ingat. Kamu tahu, aku orang yang lambat menyadari perasaan sendiri."Amy berkata dengan penuh penekanan, "Hah, aku ng