Suara Rafael yang baru bangun itu menggelitik Karina dan membuat wajahnya seketika memanas."Dasar mesum! Lepaskan aku!" seru Karina yang tersipu malu dan berusaha melepaskan tangan yang sedang memeluknya. Dia sudah mengerahkan seluruh kekuatannya, tetapi tidak berhasil dan malah terengah-engah.Napas panas yang mengenai punggungnya membuat bulu kuduknya berdiri. Karina merasa sekujur tubuhnya tersengat listrik dan menjadi mati rasa.Karina terus meronta dan membuat Rafael sadar sepenuhnya. Melihat Karina begitu aktif sampai membuatnya langsung terjaga, Rafael pun menggigit bahu mulus Karina sebagai sebuah hukuman."Ah!"Rasa sakit gigitan itu membuat Karina menjerit dan seketika mematung."Kenapa kamu berisik sekali?" tanya Rafael dengan nada yang penuh kasih sambil membalikkan Karina agar menghadap ke arahnya.Tindakan Karina membuat Rafael tertawa. Rafael mengulurkan tangannya, melepaskan selimut yang menghalangi pemandangan indah di depannya sambil bergurau, "Apa masih ada bagian t
"Lepaskan aku!" Karina mendapatkan kembali kekuatannya dan terus berjuang untuk melepaskan diri.Namun, semua itu tetap saja sia-sia."Begini caramu memperlakukan orang yang sudah menjagamu semalaman?" ujar Rafael dengan suara yang sedikit dingin sambil menahan tangan Karina ke dadanya."Menjagaku?" tanya Karina dengan bingung."Kamu nggak tahu demammu sudah hampir 40 derajat? Kalau aku nggak menyadarinya tepat waktu dan memberikan perawatan darurat, otakmu sekarang pasti sudah rusak. Bagaimana mungkin kamu masih bisa cari ribut seperti ini denganku?"Karina sama sekali tidak tahu dirinya demam. Akan tetapi, dia samar-samar ingat tubuhnya terasa sangat panas dan setelah memeluk "es batu", dia baru merasa jauh lebih sejuk. Menurutnya, ekspresi Rafael tidak terlihat sedang berbohong dan ini membuatnya berpikir Rafael mungkin memang telah menjaganya sepanjang malam.Pemikiran itu salah besar!Bagaimana mungkin Rafael bisa menjaga orang lain? Rafael hanya menyuapi obat setelah tahu Karina
Mendengar itu, Karina semakin pucat. Seolah-olah seluruh darah di tubuhnya telah terkuras habis.'Apa yang barusan dia katakan?''Menjadi wanitanya?'Yang muncul di benak Karina saat ini adalah pria di depannya ini sudah gila!"Nggak mungkin!" Karina langsung menolak tanpa berpikir panjang.Penolakan itu tentu saja membuat Rafael kesal lagi. Sorot matanya meredup dan mengancamnya dengan suara rendah, "Ulangi lagi perkataanmu kalau kamu berani."Karina merasa takut, tetapi dia memaksakan dirinya untuk menatap Rafael dan berkata, "Maaf, aku nggak berniat menjadi wanita simpananmu.""Oh?" Sorot mata Rafael terlihat sangat serius. "Apa kamu yakin?" tanyanyaKarina mengangguk dengan serius dan membalas, "Aku yakin."Setelah mengatakan itu, Rafael melepaskannya. Karina pun merasa lega, dia segera membungkus tubuhnya dengan selimut tipis dan menjauh dari Rafael. Dia takut Rafael akan melakukan sesuatu yang mengejutkannya lagi.Karina buru-buru mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai. D
Wajah Karina pucat pasi. Matanya yang sedang menatap Rafael itu memancarkan rasa takutnya. "Kenapa harus aku?" tanyanya.Dengan status yang dimiliki Rafael, wanita seperti apa pun bisa dia dapatkan, tetapi mengapa Rafael bersikeras memilihnya?Rafael berjalan ke depan Karina, lalu menyelipkan rambut Karina yang berantakan ke belakang telinga dan berkata sambil tersenyum, "Karena kamu membenciku."Karena tertegun. 'Alasan macam apa ini? Karena aku membencinya, dia ingin aku menjadi wanitanya? Apa dia seorang masokis, suka dengan wanita yang nggak suka padanya?'"Aku butuh seorang wanita yang nggak akan pernah jatuh cinta padaku, tapi bisa membantuku menghalangi para wanita lain yang terus mengangguku."Tidak heran Karina seorang mahasiswa berprestasi, dia segera mengerti maksud Rafael. "Kamu ingin aku berakting denganmu?" tanyanya."Benar."Setelah mengetahui hanya untuk sandiwara, Karina menghela napas lega."Kenapa kamu nggak cari aktris saja? Kemampuan akting mereka pasti lebih bagus
Karina langsung meringkuk ketakutan, gemetar, sepasang matanya membelalak. "Aku ... aku nggak bisa ganti pakaian kalau kamu di sini," gumamnya."Aku sudah melihat seluruh tubuhmu, apa yang kamu takutkan?" cibir Rafael.Begitu mendengar ucapan itu, Karina hampir saja ingin melempar bantal ke Rafael. 'Pria ini sungguh nggak tahu malu! Kita nggak ada hubungan apa pun, apa haknya melihat tubuhku?'Karina memelototi Rafael. Dia sudah memutuskan, selama Rafael tidak keluar, dia juga tidak akan beranjak dari kasur. Lihat saja siapa yang bisa bertahan lebih lama.Kenyataan telah membuktikan, Rafael yang menyerah duluan. Dia masih ada banyak urusan yang harus ditangani, jadi tidak punya waktu untuk menemani Karina buang-buang waktu di sini. "Jangan lama-lama," ujar Rafael.'Nggak perlu disuruh pun aku nggak berlama-lama!'Karina menggertakkan gigi, dia amat sangat membenci Rafael. Bukankah Rafael dikenal sebagai seorang pebisnis yang tidak banyak bicara dan tersenyum? Mengapa Rafael begitu tida
Rafael langsung berdiri setelah mendengar kata-kata itu. Dia menghalangi jalan Karina, mengangkat dagunya dan berkata, "Kita sudah ada perjanjian, kamu berani nggak mendengarkanku?"'Aku nggak pernah setuju!'Karina ingin meneriaki Rafael seperti itu, tetapi mengingat kekuatan Rafael, lebih baik menahan diri. Dia membuang muka dan berkata dengan datar, "Aku nggak berani."Bibir Rafael sedikit melengkung, dia merapikan rambut Karina yang sedikit berantakan, "Kamu pulanglah, ingat untuk segera datang begitu aku panggil."Setelah itu, Rafael duduk kembali dan dengan perlahan menikmati sarapannya.'Kenapa ada pria yang begitu arogan dan nggak masuk akal seperti dia?' Karina memelototi Rafael dengan tajam. Begitu dia berjalan ke pintu, Rafael menambahkan, "Jangan memelototiku di hadapanku."Karina dipenuhi dengan kebencian hingga dia hampir berdarah. Dia melontarkan kata-kata satu per satu, "Aku tahu!"Saat Karina keluar dari pintu, di luar masih gerimis. Untungnya, angin topan yang bersing
"Pak Neo," panggil Karina dengan takut-takut sambil menatap wajah Neo yang terlihat masam.Neo yang sedang membaca dokumen mengangkat kepalanya, menatap Karina dengan ekspresi dingin dan berkata, "Kemarin kamu ke mana?""Kemarin ... aku ...." Karina terus menarik-narik ujung bajunya, seperti anak SD yang telah melakukan kesalahan, jadi tidak berani mengangkat kepalanya.Dia tidak tahu harus menjawab apa. Dia tidak mungkin mengatakan apa yang sebenarnya terjadi antara dia dan Rafael, tetapi dia juga tidak mau berbohong kepada Neo lagi. Alhasil, dia hanya bisa memilih untuk diam.Melihat Karina tidak berbicara, kekecewaan melintas di mata Neo. "Lupakan saja kalau kamu nggak ingin mengatakannya," ujarnya dengan nada datar.Karina langsung panik begitu mendengar itu. "Bukan begitu, aku hanya pergi menangani beberapa masalah pribadi.""Masalah pribadi?""Ya." Karina mengangguk beberapa kali. 'Perjanjian dengan Rafael seharusnya termasuk masalah pribadi, 'kan?'Neo masih curiga dan lanjut be
Safira dari tadi masih menunggu di luar. Dia ternganga begitu melihat tumpukan dokumen yang dibawa Karina."Pak Neo menganggapmu robot, ya? Tega sekali dia!" teriak Safira ke arah ruang kantor."Ssst, kecilkan suaramu," ujar Karina sambil meletakkan telunjuk di bibirnya.Safira cemberut, tetapi tidak bisa menahan diri untuk kepo, "Pak Neo nggak memarahi Anda, kan?"Karina menggelengkan kepalanya dan berkata, "Nggak, dia hanya tanya kenapa aku nggak kembali ke asrama semalam dan menyuruhku lebih hat-hati saat sendirian.""Serius, cuma itu?" Safira tampak sangat tidak percaya.Karina tertegun, bertanya dengan penasaran, "Ada apa?"Safira melihat sekeliling, memastikan tidak ada orang di sekitar dan kemudian berbisik, "Kamu nggak tahu betapa mengerikan wajah Pak Neo ketika dia tahu nggak kembali ke asrama. Sekujur tubuhnya seperti memancarkan aura jangan ada yang mengganggunya. Setiap orang yang masuk ke ruang kantornya pasti akan dimarahinya habis-habisan. Hari ini, Yani bahkan hampir me
"Kalian!" teriak Karina.Karina merasa kesal. Dia memandang para wartawan dengan marah, lalu hendak membungkuk untuk mengambil dokumen-dokumen yang berserakan di tanah. Akan tetapi, bagaimana mungkin orang-orang ini peduli? Demi mendapatkan berita utama, mereka semua tidak segan-segan menggunakan cara apa pun.Dokumen yang tercecer di tanah itu sudah diinjak-injak oleh mereka sebelum sempat diambil Karina. "Cukup! Hubunganku dengan Pak Rafael memangnya ada hubungan dengan kalian?" teriak Karina dengan kesal sambil kembali berdiri tegak.Orang-orang itu sudah menghabiskan kesabaran Karina."Nona Karina, apakah Nona marah karena pernyataan kami benar? Apakah Nona benar-benar merayu CEO Grup Stalin demi bisa menjadi bagian dari keluarga kaya raya?""Nggak!" balas Karina dengan cepat."Jika tidak, bisakah Nona mengungkapkan bagaimana Nona dan Pak Rafael bertemu? Apakah Nona merasa bisa menjadi seperti Cinderella?""Benar, Nona Karina, Keluarga Stalin adalah keluarga terkenal. Apakah Nona y
Pada akhirnya yang mendapatkan keuntungan dari keseluruhan kejadian ini adalah Amy.Di dalam mobil.Karina berdebar-debar dan bergumam, "Hubungan kita telah diketahui publik, aku nggak tahu bagaimana reaksi dari pihak kampus ...."Memiliki hubungan dengan Rafael pasti akan menimbulkan sensasi. Karina tahu itu dan dia hanya berharap reaksi orang-orang tidak terlalu berlebihan.Namun, pasti akan menarik banyak perhatian orang terhadapnya.Karina menghela napas, dia merasa tidak ingin pergi ke kampus untuk sementara waktu.Begitu Karina selesai berbicara, Rafael sudah memegang tangannya. Sentuhan hangat itu membuat Karina terkejut. Karina menoleh, menatap Rafael dengan bingung. Terlihat Rafael sedang memandang keluar jendela mobil sambil menopang dagunya, seperti sedang menikmati pemandangan, dan berkata dengan datar, "Apa pun yang terjadi, aku akan selalu berada di sisimu."Wanita mana pun pasti akan tersentuh hatinya mendengar perkataan itu.Sudut mata Karina melengkung. Dia menggeser p
Karina menggeleng, raut wajahnya tampak bimbang. "Nggak, hanya saja ini terlalu mendadak, aku merasa belum siap.""Apa yang perlu kamu takutkan? Bukankah aku ada di depanmu untuk melindungimu? Kamu hanya perlu bersembunyi di belakangku dengan tenang," jawab Rafael dengan sangat santai dan lancar seakan-akan dia telah berlatih berkali-kali.Hati Karina menjadi hangat. Awalnya dia merasa sedikit bimbang, tetapi sekarang semuanya seketika menjadi jelas. Apa pun yang terjadi, bukankah Rafael selalu ada untuknya?Mengapa dirinya harus khawatir berlebihan?Karina pun mengangguk dengan bersemangat, tersenyum manis dan berkata dengan gaya menggemaskan, "Mulai sekarang, aku akan mengandalkanmu."Rafael mengangkat alisnya ketika dia melihat ekspresi antusias Karina dan berkata, "Kalau aku nggak melindungimu, aku harus melindungi siapa?"Mendengar itu, Karina tertawa lebih bahagia.....Setelah itu, atas permintaan keras Rafael, Karina baru bisa keluar dari ruang perawatan khusus di rumah sakit s
"Eh?" Karina mengusap hidungnya, lalu menatap Rafael."Kamu sudah tahu aku sebaik ini, jadi kamu menikah denganku atau nggak?" tanya Rafael sambil memegang dagu Karina, tersenyum lebar.Karina mengangguk mantap dan berkata, "Asalkan kamu mau menikahiku, aku akan menikah denganmu."Rafael benar, jika kamu ingin memakai mahkota, harus siap menanggung bebannya. Rafael telah melakukan begitu banyak hal untuknya, lalu mengapa dirinya tidak menghadapi orang-orang yang datang untuk memprovokasinya demi Rafael?Jika sudah mencintai, mengapa dirinya tidak sanggup menghadapi sedikit kesulitan demi Rafael?Mendengar jawaban yang pasti, Rafael tersenyum lebar, matanya yang hitam penuh arti. "Kamu yakin?"Karina mengangguk tegas. "Aku yakin."Tiba-tiba, Rafael menekan bahu Karina, menghela napas panjang dan berkata, "Sekarang aku merasa lega.""Eh?"Karina tertegun, matanya berkedip-kedip. 'Apa maksudnya?'Ekspresi Rafael tiba-tiba tampak serius, menatap ke arah Karina dan berkata dengan sungguh-su
Dia bilang ingin berjalan bersama dengan Rafael, tetapi tidak dapat melakukan banyak hal untuk Rafael dan ini membuatnya merasa sangat tidak berdaya.Karina menghela napas, sorot matanya berkilap dan dia bertanya dengan tidak percaya diri, "Rafael, kenapa kamu begitu baik padaku? Kupikir aku sudah cukup baik, tapi setelah bersamamu, aku baru menyadari kalau aku masih jauh dari cukup baik. Apa aku benar-benar bisa menjadi wanita yang berdiri di sisimu?""Bisa atau nggak kamu menjadi wanita yang berada di sisiku, itu terserah padaku. Aku bilang kamu bisa, maka kamu bisa.""Tapi aku masih belum cukup baik," ujar Karina sambil menggigit bibirnya, kembali merasa ragu."Oh?""Aku punya temperamen yang buruk."Rafael mengangguk, mengakuinya, "Memang, temperamenmu ini sulit ditoleransi oleh kebanyakan orang. Selain itu, kamu suka mempermasalahkan hal-hal kecil, seperti landak yang bisa menyakiti orang jika ia terdesak."Mendengar komentar itu, Karina makin merasa tertekan, "Dan aku juga nggak
"Bukan begitu!" Karina tiba-tiba menjadi emosional, lalu berkata dengan tergesa-gesa, "Aku sungguh menyukaimu!""Tapi kamu bahkan nggak memiliki keberanian untuk menghadapi masa depan bersamaku. Kalau kamu ingin memakai mahkota, berarti harus siap menanggung bebannya. Apa kamu bahkan nggak mengerti prinsip ini?""Aku mengerti semua itu!""Kamu benar-benar mengerti?" Rafael mengangkat alisnya.Karina mengangguk dengan tegas, dia menggigit bibirnya dan wajahnya terlihat sedikit bingung."Aku sudah memikirkan semua ini sejak lama, tapi ... aku kurang percaya diri," ujar Karina.Karina menundukkan kepala, suaranya melemah, "Dibandingkan berurusan dengan keluargamu dan teman-temanmu, aku lebih suka berada di laboratorium dengan peralatan dingin. Aku punya temperamen yang buruk, kalau ada orang yang membuatku kesal, aku akan membalasnya. Nggak masalah kalau hanya dengan orang luar, tapi kalau itu terjadi pada orang-orang terdekatmu, aku khawatir akan membuat mereka marah. Aku nggak ingin mem
Karina tercekat.Melihat ekspresi konyol Karina, Rafael tersenyum dan mencubit wajah kecilnya. "Kenapa? Kamu sangat bahagia sampai nggak bisa berkata-kata?" tanya Rafael.Karina mengatupkan bibirnya dan menghindari tangan Rafael. Dia menyipitkan matanya dan berkata dengan muram, "Bukankah aku sudah memberitahumu untuk nggak bercanda? Hal ini nggak mungkin terjadi.""Kenapa?" tanya Rafael, yang senyumannya sedikit memudar, sambil menatap Karina.'Kenapa?'Karina juga menanyakan hal sama pada dirinya sendiri di dalam hatinya.Karena kesenjangan status di antara mereka terlalu besar. Meskipun sekarang mereka bersama, tidak ada jaminan mereka tetap dekat seperti ini di masa depan.Dua orang dengan nilai dan pandangan hidup yang berbeda, Karina tidak berpikir mereka bisa melangkah jauh bersama.Secara rasional, dia dan Rafael tidak akan pernah bisa mencapai akhir, jadi sebaiknya mereka menghentikan hubungan ini. Akan tetapi, secara emosional, putus setelah jatuh cinta lebih sulit dari per
'Kenapa reaksi Rafael malah aneh?'Tepat ketika pikiran Karina melayang ke mana-mana, Rafael tiba-tiba tersenyum. Senyuman yang menghiasi wajah tampannya itu sungguh membuat orang terpesona."Karina, jujur saja, cara kamu mengungkapkan perasaanmu berstandar rendah, nggak ada tekniknya sama sekali. Di antara wanita yang pernah menyatakan perasaannya padaku, kamu mungkin yang terburuk.""...."Senyuman Karina memudar.Namun, Rafael melanjutkan tanpa menyadari perubahan ekspresi itu, "Aku sarankan kamu untuk belajar bagaimana menyatakan cinta. Apa yang kamu katakan terlalu lugas dan nggak romantis sama sekali."Kali ini, senyuman di wajah Karina sepenuhnya hilang, lalu terdengar suara gertakan gigi.'Siapa pun tolong seret bajingan bermulut tajam ini keluar dari sini!''Di tengah suasana yang begitu indah, bisa-bisanya dia mengungkit wanita lain! Nggak hanya itu, dia bahkan mengatakan cara aku menyatakan perasaanku adalah terburuk!''Romantis! Romantis!''Kalau kamu begitu ingin romantis,
Karina bingung, dia menempelkan pipinya ke dada Rafael, mendengarkan detak jantungnya yang kuat dan merasakan detak jantungnya sendiri ikut sinkron.Karena begitu dekat, dia sepertinya dapat merasakan Rafael sedikit gemetar, gemetar yang disebabkan oleh rasa takut.'Dia sebenarnya sangat takut, bukan?'Karina berpikir, meskipun dirinya tidak bodoh, sebodoh apa pun dirinya pada saat ini, dia tetap tahu bahwa Rafael gemetar karena dirinya. Dirinya yang tiba-tiba menghilang pasti membuat Rafael sangat panik.Dia ingin memeluknya kembali Rafael dan memberitahunya bahwa dia ada di sini sekarang, bahwa dia tidak menghilang dan tidak akan menghilang.Begitu dia bergerak, Rafael menghentikannya dengan suara rendah."Jangan bergerak."Gerakan Karina tiba-tiba berhenti. Karina berbisik di pelukannya, "Rafael, apa kamu takut?"Berdasarkan sikap biasanya, Rafael pasti akan menyangkalnya. Bagaimana mungkin dia yang begitu arogan membiarkan dirinya merasakan ketakutan?Tepat ketika Karina mengira Ra