Karina mengepalkan tangannya."Karina, bagaimana kamu bisa melakukan kesalahan yang mendasar dalam hal seperti ini?""Rafael, kamu harus tahu kalau aku bukannya menolakmu. Aku hanya ....""Aku berjanji kalau aku sama sekali nggak akan membiarkan siapa pun mengganggu ketenangan orang tuamu, oke?"Rafael berkata dengan sungguh-sungguh. Karina hampir saja menganggukkan kepalanya. Namun, pada akhirnya dia masih tidak bisa menerimanya. Tidak semua hal bisa berjalan sesuai kehendak Rafael. Sekarang, Rafael bisa bicara dengan penuh keyakinan. Namun, siapa yang akan tahu, apa yang akan terjadi nantinya?Karina menggelengkan kepala dan ingin menolaknya. Akan tetapi, Jeremy terlebih dahulu berkata, "Nona Karina, sebelum menjawab, tolong pikirkan dulu identitas Tuan Muda Rafael.""Hmm?" Karina menengadah dan menatap Jeremy.Jeremy berkata sambil memperhatikan kendaraan di depannya, "Tuan Muda Rafael bukan orang biasa. Apa yang menurutmu nggak bisa dilakukan orang biasa, mungkin menurutnya bisa di
Karina merasa sangat menyesal saat melihat kantong-kantong besar maupun kecil yang dibawa keluar dari mal.Karina menatap langit dan berpikir dalam hati betapa dirinya tidak berpikir masak-masak sebelum setuju untuk membiarkan Rafael bertemu dengan orang tuanya?"Apa kamu punya saudara?" Rafael menoleh dan bertanya pada Karina.Karina yang masih merasa tertekan menganggukkan kepalanya. "Aku punya kakak laki-laki dan adik perempuan.""Berapa umur kakakmu?""Dua puluh delapan tahun. Memangnya kenapa?" tanya Karina dengan bingung."Kakakmu harusnya menjadi pekerja kantoran, 'kan?""Ya. Dia bekerja sebagai manajer penjualan sekarang." Meskipun kakaknya meminta bantuan koneksi untuk bisa mendapatkan pekerjaan tersebut, pekerjaannya berjalan dengan cukup baik dan kakaknya juga masih bertahan di sana.Rafael menunduk dan berpikir selama beberapa saat. Kemudian, dia menatap Jeremy. Jeremy mengerti dan berbalik pergi ke area pria di lantai tiga.Melihat hal tersebut, Karina pun membuka mulutnya
Karina buru-buru menjawab telepon tersebut. Dia melirik ke arah Rafael. Tanpa sadar, Karina langsung menutup pengeras suara ponselnya dan berjalan ke samping. "Halo?"Rafael merasa kesal saat melihatnya.Wanita sialan ini menganggapnya sebagai pencuri, 'kan?"Aku akan segera pulang, Bu.""Hmm ... sekitar jam satu sampai jam dua. Eh, keretanya telat. Ya, ya, aku tahu. Aku akan berhati-hati di jalan.""Tunggu sebentar. Itu, aku akan membawa dua teman sekelas ...." Karina langsung berhenti di tengah-tengah kalimat saat merasakan tatapan tajam yang tertuju pada dirinya, hingga membuat punggungnya merinding."Eh ... maksudku aku akan membawa dua teman laki-laki ... pulang. Tolong kalian siapkan dua set peralatan makan tambahan." Di bawah tatapan dingin Rafael, Karina terpaksa dengan canggung mengubah kata "teman sekelas" menjadi "teman laki-laki"."Bukan, bukan. Bukan pacarku .... Eh, sinyalnya buruk di sini. Aku tutup dulu teleponnya sekarang. Nanti aku jelaskan lebih rinci pada kalian saa
"Paman Darsa, tolong bantu bukakan pintunya," kata Karina kepada pria tua yang mendengkur di dalam tidurnya tersebut.Setelah berteriak beberapa kali, barulah pria tua itu terbangun dari mimpinya. Melihat Karina, wajahnya langsung menjadi berseri-seri karena gembira. "Nak Karina sudah pulang.""Ya, aku sudah lama nggak pulang. Itu, bisakah Paman membukakan pintunya untukku?" Karina menunjuk pintu gerbang.Baru setelah itu Paman Darsa tersadar jika ada mobil yang diparkir di belakang pintu gerbang kompleks.Paman Darsa biasanya suka bermain kartu dan berkeliaran ke mana-mana. Dia tidak tahu banyak mengenai merek mobil. Itu sebabnya, dia hanya diam saja saat melihat mobil mewah yang dikendarai oleh Rafael.Namun, ketika melihat orang yang ada di dalam mobil, dia langsung menyunggingkan senyuman di wajahnya. "Ah benar. Kali ini nak Karina juga membawa pacar, ya? Kapan kalian akan menikah?""Nggak ada yang seperti itu. Jangan berpikir yang nggak-nggak, Paman Darsa." Karina merasa gugup kar
"Karina, kamu melakukan pekerjaan dengan baik kali ini. Akhirnya, kamu membawa pacarmu pulang," kata kakak Karina."Kenapa kalian semua berkerumun di depan pintu? Cepat biarkan mereka masuk!" Istri kakak Karina, yaitu Mila Leandra, mengingatkan mereka. Baru kemudian mereka tersadar dan langsung mundur ke belakang.Mila begitu cantik. Hari ini Karina kembali dan dia sengaja berdandan. Ketika melihat Rafael, tampak kilatan rasa terkejut di matanya. Akan tetapi, Mila buru-buru menyembunyikannya.Setelah semua orang saling memperkenalkan diri, mereka akhirnya berjalan menuju ruang tamu."Karina, akhirnya kamu pulang juga."Setelah semua orang saling menyapa, Lukas baru datang dan menyapa mereka dengan sedikit terlambat."Hmm, aku pulang, Ayah.""Halo, Paman. Aku Rafael Stalin." Rafael menyapa Lukas dengan penuh sopan santun. Reaksi Lukas sama seperti reaksi Elena sebelumnya.Mereka sama-sama terpaku di tempat."Pak Tua, kenapa kamu nggak membalas sapaan orang? Lihat, Rafael juga membawakan
Setelah seharian berinteraksi dengan Keluarga Valerio, Rafael merasa jauh lebih lelah dibanding saat dia bekerja seharian.Malam harinya.Kamar Karina dikosongkan untuk ditempati Rafael. Sementara, Karina sendiri tidur berdesakan dengan Hera.Yang lain sedang menonton televisi di ruang tamu. Karina sibuk membereskan tempat tidur Rafael dan merapikan kamarnya. Sementara, Rafael bersandar di samping dan memperhatikan Karina yang sedang sibuk sendiri di depannya.Setelah beberapa saat, Rafael berkata sambil lalu."Kamu pasti bukan anak kandung mereka, 'kan?"Karina langsung menghentikan pekerjaannya. Dia menegakkan tubuhnya dan berbalik, lalu menatap Rafael sambil pura-pura tersenyum. "Kamu sendiri yang bukan anak kandung! Apa-apaan kamu bicara seperti itu?"Rafael bersandar di meja Karina. Dia sedikit memiringkan kepalanya dan menatap wajah Karina. Kemudian, bibir tipisnya menyunggingkan senyuman samar saat dia berkata, "Hanya saja, aku merasa kalau kamu berbeda dengan keluargamu."Sebel
Wanita ini setiap kali tidur, jelas terlihat begitu bahagia."Ini berbeda. Nggak peduli betapa di luar sangat menyenangkan, tetap saja nggak bisa dibandingkan dengan di rumah sendiri," balas Karina dengan jujur. Tiba-tiba saja, sesuatu terlintas di benak Karina. Dia pun menghela napas dengan penuh penyesalan. "Oh ... kenapa kamu datang kemari? Kalau kamu nggak ada di sini, aku pasti bisa menempati tempat tidur ini untuk diriku sendiri.""Kalau begitu, kenapa kamu nggak tidur saja denganku?" Rafael mendekat dan menindih tubuh Karina dengan ekspresi "mesum" di wajahnya.Karina langsung merasa gugup.Mata Karina terbelalak dan mulutnya menganga karena terkejut. Sebelum Karina bisa melawan, bibir tipis Rafael sudah terlebih dahulu mendekat dan menempel di bibir Karina, kemudian menjilati dan menggigitnya berulang kali.Karina benar-benar tercengang.Orang ini.Bisakah orang ini berhenti merasakan gairah kapan saja dan di mana saja?Tepat pada titik ini, tiba-tiba saja ada yang mengetuk pin
Selama beberapa saat, ruang tamu tersebut menjadi begitu sunyi, hingga suara jarum yang jatuh sekalipun bisa terdengar oleh telinga.Karina terlihat bingung.Setelah beberapa saat, Elena menatap kosong pada Rafael dan tergagap-gagap. "Kamu, kamu barusan mengatakan ingin menikah ... menikah dengan Karina?"Rafael menganggukkan kepalanya dengan sungguh-sungguh. "Benar, Bibi Elena. Tolong serahkan Karina padaku. Aku akan menjaganya dengan baik."Karina menggelengkan kepalanya ke arah Elena dengan ekspresi yang tenang.Dia meminta Elena untuk menolaknya.Namun, detik berikutnya Elena malah bertepuk tangan. Wajahnya langsung berubah dari terkejut menjadi gembira. "Bagus sekali! Akhirnya ada yang mengurus Karina."Karina mengira dirinya sedang berhalusinasi. Karina mengerjapkan matanya beberapa kali, sebelum akhirnya menyadari jika dirinya tidak salah dengar."Bu, Ibu terlalu cepat menjual putri Ibu!""Tunggu sebentar, Bu. Bukankah seharusnya Ibu memikirkan kembali masalah ini masak-masak?"