Sebelum Karina bisa menenangkan Rafael, Rafael sudah membalasnya di atas tempat tidur dengan penuh gairah.Di sela-sela rasa kantuknya, Karina mempertahankan kesadaran terakhirnya sambil menggertakkan giginya. Karina merasa dirinya pasti sudah gila karena berpikir untuk kembali lebih cepat.Setelah melakukan olahraga di atas ranjang yang tidak cocok untuk anak kecil, Karina pun akhirnya tertidur dengan lelap.Rafael yang seharusnya juga ikut tidur, tiba-tiba saja membuka matanya.Rafael kemudian menyelimuti Karina. Setelah memastikan Karina sudah tidur, Rafael pun akhirnya bangun dan pergi ke ruang kerja.Rafael bersandar di jendela ruang kerja. Saat angin malam berembus masuk, tirai kasa berwarna hijau muda itu sedikit berkibar dan menghadirkan sedikit kesejukan di sana.Wajah Rafael yang tampan terlihat agak dingin di bawah sinar bulan yang dingin. Matanya yang hitam pekat juga terlihat dingin. Dia memutar nomor telepon dan berkata dengan suara yang dingin, "Jeremy, pergi dan selidik
"Aku mengerti!" Karina menegaskan setiap kata yang diucapkannya sambil menggertakkan gigi.Akhirnya, Karina menyeret kopernya yang berat itu dan pergi.Setelah melihat mobil yang ditumpangi Karina melaju pergi, Rafael melihat jam. Sudah hampir tiba waktunya bagi dirinya untuk mengambil tindakan.Di kediaman utama Keluarga Stalin."Nyonya, Tuan Muda sudah kembali." Kepala pelayan menaiki tangga dan berjalan menghampiri pintu kamar Yasmin, lalu berkata dengan suara pelan.Yasmin masih berdandan. Dia tertegun untuk sesaat ketika mendengar kata-kata yang diucapkan oleh pelayan tersebut. Kemudian, Yasmin langsung menyadari sesuatu dan menyunggingkan senyuman dingin di wajahnya yang anggun itu.Pasti gadis itu yang sudah menghasut putranya. Benar-benar wanita licik.Akan tetapi, Yasmin sama sekali tidak takut Rafael mencarinya untuk membuat perhitungan dengannya. Hal tersebut karena Yasmin yakin jika apa yang dilakukannya itu benar. Wanita-wanita genit itu tidak lebih dari sekadar bajingan h
Karina mengalami kelelahan mental setelah duduk di kereta selama sehari semalam.Setelah turun dari kereta, Karina merapikan rambutnya yang berantakan dan berjalan menuju pintu keluar sambil menguap.Langit masih tampak kelabu dengan disertai hujan gerimis dan udara dingin yang menusuk. Perbedaan suhu antara Kota Andura dan Kota Damaris begitu besar, sehingga masih ada orang yang mengenakan pakaian musim kemarau di Kota Andura, sementara orang-orang di Kota Damaris sudah mengenakan pakaian musim penghujan.Karina menggigil hebat dan menyeret kopernya meninggalkan stasiun.Begitu keluar, Karina merasakan tatapan berapi-api yang tertuju pada dirinya, layaknya binatang buas yang sedang mengawasi mangsanya.Karina sudah kedinginan. Sekarang, hawa dingin juga ikut menjalar di punggungnya.Karina memperhatikan sekeliling dengan gugup. Dia mencoba mencari tahu dari mana tatapan itu berasal. Hingga akhirnya tatapan mata Karina tertuju pada sosok yang sudah dikenalnya dengan baik. Karina pun la
Karina pura-pura tersenyum dan mengingatkan. "Baru 48 jam kita nggak ketemu, Pak Jeremy."Jeremy tersenyum canggung. Kemudian, dia diam-diam berbalik dan mengemudi."Sebenarnya kamu mau membawaku ke mana? Aku harus kembali sekarang. Mereka sudah menyiapkan makan siang dan sedang menungguku," kata Karina dengan gusar.Sekarang sudah lewat dari jam sepuluh pagi. Butuh waktu paling cepat dua jam untuk kembali dengan menaiki bus jika tidak macet dan Karina akan sampai tepat saat jam makan siang. Namun, sekarang dia ditahan oleh Rafael dan tidak tahu sampai kapan semua ini akan berakhir.Karina kembali menggertakkan giginya saat memikirkan Rafael."Apa kamu ini kadang-kadang tuli? Aku sudah bilang kalau kita mau pergi ke mal." Rafael merasa kesal. Sebenarnya, wanita ini mendengarkannya dengan sungguh-sungguh atau tidak?"Kalau begitu, kenapa aku harus pergi ke mal?" Karina merasa bingung.Rafael menunjukkan ekspresi serius di wajahnya dan berkata dengan kesal, "Tentu saja karena kamu lebih
Jeremy benar-benar tidak tahan lagi dengan percakapan sepasang manusia dungu ini.Dia memusatkan sebagian perhatiannya dan berkata kepada dua "siswa taman kanak-kanak" yang berada di belakangnya. "Kalian berdua, bisakah kalian mendengarkanku sebentar?""Katakan."Rafael merasa begitu marah hingga tidak ingin bicara.Wanita sialan ini terlalu keras kepala. Bahkan, ketika Rafael ingin mengakuisisi perusahaan milik saingannya, dia juga tidak mengalami kesulitan seperti sekarang ini.Karina juga tidak mengatakan apa-apa dan menatap Jeremy lekat-lekat. Sejak berhubungan dengan Rafael, emosi Karina menjadi makin memburuk. Karina tahu hal itu buruk, tetapi, dia tetap saja tidak bisa untuk menahannya."Kurasa membiarkan Tuan Muda Rafael pergi ke rumah Nona Karina bukanlah suatu masalah yang besar."Mendengar hal tersebut, Rafael langsung menatap Karina dengan bangga. Akan tetapi, Karina memelototi Rafael dengan tajam, sebelum akhirnya menatap Jeremy dengan kesal dan berkata, "Kalian berdua mem
Karina mengepalkan tangannya."Karina, bagaimana kamu bisa melakukan kesalahan yang mendasar dalam hal seperti ini?""Rafael, kamu harus tahu kalau aku bukannya menolakmu. Aku hanya ....""Aku berjanji kalau aku sama sekali nggak akan membiarkan siapa pun mengganggu ketenangan orang tuamu, oke?"Rafael berkata dengan sungguh-sungguh. Karina hampir saja menganggukkan kepalanya. Namun, pada akhirnya dia masih tidak bisa menerimanya. Tidak semua hal bisa berjalan sesuai kehendak Rafael. Sekarang, Rafael bisa bicara dengan penuh keyakinan. Namun, siapa yang akan tahu, apa yang akan terjadi nantinya?Karina menggelengkan kepala dan ingin menolaknya. Akan tetapi, Jeremy terlebih dahulu berkata, "Nona Karina, sebelum menjawab, tolong pikirkan dulu identitas Tuan Muda Rafael.""Hmm?" Karina menengadah dan menatap Jeremy.Jeremy berkata sambil memperhatikan kendaraan di depannya, "Tuan Muda Rafael bukan orang biasa. Apa yang menurutmu nggak bisa dilakukan orang biasa, mungkin menurutnya bisa di
Karina merasa sangat menyesal saat melihat kantong-kantong besar maupun kecil yang dibawa keluar dari mal.Karina menatap langit dan berpikir dalam hati betapa dirinya tidak berpikir masak-masak sebelum setuju untuk membiarkan Rafael bertemu dengan orang tuanya?"Apa kamu punya saudara?" Rafael menoleh dan bertanya pada Karina.Karina yang masih merasa tertekan menganggukkan kepalanya. "Aku punya kakak laki-laki dan adik perempuan.""Berapa umur kakakmu?""Dua puluh delapan tahun. Memangnya kenapa?" tanya Karina dengan bingung."Kakakmu harusnya menjadi pekerja kantoran, 'kan?""Ya. Dia bekerja sebagai manajer penjualan sekarang." Meskipun kakaknya meminta bantuan koneksi untuk bisa mendapatkan pekerjaan tersebut, pekerjaannya berjalan dengan cukup baik dan kakaknya juga masih bertahan di sana.Rafael menunduk dan berpikir selama beberapa saat. Kemudian, dia menatap Jeremy. Jeremy mengerti dan berbalik pergi ke area pria di lantai tiga.Melihat hal tersebut, Karina pun membuka mulutnya
Karina buru-buru menjawab telepon tersebut. Dia melirik ke arah Rafael. Tanpa sadar, Karina langsung menutup pengeras suara ponselnya dan berjalan ke samping. "Halo?"Rafael merasa kesal saat melihatnya.Wanita sialan ini menganggapnya sebagai pencuri, 'kan?"Aku akan segera pulang, Bu.""Hmm ... sekitar jam satu sampai jam dua. Eh, keretanya telat. Ya, ya, aku tahu. Aku akan berhati-hati di jalan.""Tunggu sebentar. Itu, aku akan membawa dua teman sekelas ...." Karina langsung berhenti di tengah-tengah kalimat saat merasakan tatapan tajam yang tertuju pada dirinya, hingga membuat punggungnya merinding."Eh ... maksudku aku akan membawa dua teman laki-laki ... pulang. Tolong kalian siapkan dua set peralatan makan tambahan." Di bawah tatapan dingin Rafael, Karina terpaksa dengan canggung mengubah kata "teman sekelas" menjadi "teman laki-laki"."Bukan, bukan. Bukan pacarku .... Eh, sinyalnya buruk di sini. Aku tutup dulu teleponnya sekarang. Nanti aku jelaskan lebih rinci pada kalian saa