Suara bentakan keras dan menggelegar sontak membuat tubuh Arletta mematung. Seketika raut wajah Arletta memucat. Tubuh wanita itu menegang. Dia merasakan darahnya seperti terhenti tepat di kepalanya. Debaran jantung Arletta berpacu tak karuan. Tenggorokan Arletta tercekat. Napasnya bahkan seakan ingin berhenti mendengar suara berat yang begitu familiar di telinganya.Perlahan Arletta memberanikan diri untuk mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu. Tampak sepasang iris mata cokelat di hadapannya sudah memberikan tatapan tajam—dan penuh peringatan sekaligus amarah yang menggebu.“K-Kevan?” Arletta menelan salivanya susah payah kala melihat Keevan ada di hadapannya. Seperti bumi yang berhenti pada porosnya, tubuh Arletta nyaris terhuyung ke belakang. Andai saja Arletta tak ingat kalau dirinya sedang menggendong Keanu—maka sudah pasti dia akan terjatuh akibat rasa terkejut.Arvin bergeming di tempatnya kala melihat Keevan. Benak Arvin bekerja akan apa yang Keevan ucapkan tadi. ‘Mer
Arletta berteriak dan berontak sekuat tenaga di kala Keevan menyeret paksa dirinya untuk kembali masuk ke dalam rumah pria itu. Penjaga dan pelayan yang ada di sana hanya bisa menonton tanpa bisa melakukan apa pun.Sekalipun Arletta menangis darah, tetap tidak akan ada yang berani membantu. Pasalnya, mereka tidak mungkin melawan Keevan Danuarga. Ya, seperti sekarang meski Arletta menangis dan berteriak—penjaga dan pelayan malah pergi menjauh dari Arletta dan Keevan.Keanu sudah diamankan di dalam kamar. Untungnya kamar Keanu kedap suara, jadi suara teriakan dan tangis Arletta tidak akan didengar oleh Keanu. Keevan sudah lebih dulu meminta Angga mengamankan Keanu, karena Keevan tahu dirinya dan Arletta pasti akan melewati pertengkaran hebat.“Bajingan kamu, Keevan! Lepasin aku! Kembalikan putraku! Biarkan aku dan putraku pergi!” teriak Arletta keras bercampur dengan tangisnya yang membasahi pipinya.Keevan tak mengindahkan ucapan Arletta. Pria itu tetap menarik tangan Arletta, membawa
“K-kamu mau apa, Keevan?” Arletta melangkah mundur menjauh dari Keevan yang semakin mendekat padanya. Raut wajah Arletta begitu panik kala kakinya terbentur di pinggir ranjang. “Aku hanya ingin membutikan kalau ucapan kamu itu bohong.” Keevan melempar kemejanya ke sembarangan.Arletta menelan salivanya susah payah kala melihat Keevan bertelanjang dada. Tubuh kekar, dada bidang, otot perut sempurna tercetak begitu jelas. Tubuh Keevan tercetak sangat menggoda. Pria itu layaknya dewa Adonis yang sempurna. Bahkan rasanya napas Arletta ingin berhenti melihat tubuh Keevan bertelajang dada. Buru-buru Arletta menepis otaknya yang mulai tak waras mengimajinasikan sesuatu. “K-kamu jangan macam-macam, Keevan! Aku bisa teriak kalau kamu melakukan hal yang kurang ajar!”“Ah? Kamu ingin berteriak? Silakan kamu coba teriak sekencang mungkin. Kamarku kedap suara. Sekalipun ada yang dengar, siapa yang bisa menolongmu, Letta? Kamu di bawah kendaliku.” Keevan berucap dengan senyuman misterius di waja
Pelupuk mata Arletta bergerak-gerak. Perlahan mata Arletta mulai terbuka—wanita itu meringis perih kala merasakan inti tubuh bagian bawahnya begitu nyeri. Tubuh Arletta terasa begitu remuk. Bahkan rasanya Arletta kesulitan untuk bergeser meski hanya sedikit saja.Saat mata Arletta telah terbuka, dia memijat tengkuk lehernya seraya mengedarkan pandangan ke sekitar. Lalu seketika tubuh Arletta menegang melihat dirinya berada di kamar milik Keevan. Aroma parfume maskulin Keevan pun telah menyeruak ke indra penciuman Arletta. Dada Arletta bergemuruh. Raut wajahnya memucat.Detik itu juga ingatan Arletta tergali akan kejadian kemarin. Buru-buru Arletta melihat ke tubuhnya sendiri—mata Arletta langsung memanas melihat tubuhnya polos tanpa sehelai benang pun. Hanya selimut tebal yang menutup tubuhnya.Napas Arletta tercekat. Tenggorokan wanita itu seperti ada yang menghalangi kuat. Dengan memberanikan diri, Arletta menoleh ke samping melihat ke ranjang—yang dia yakini Keevan masih ada di sam
Mata Arletta bergerak-gerak, menandakan mata wanita itu sebentar lagi akan terbuka. Perlahan-lahan di kala mata Arletta mulai terbuka—tatapan Arletta menangkap sosok pria yang tertidur pulas seraya memeluknya erat.Seketika raut wajah Arletta langsung berubah. Wanita itu memejamkan mata sebentar, malu akan apa yang dilihatnya itu. Arletta ingin melepaskan pelukan tangan kokoh yang sejak tadi begitu erat memeluknya, namun alih-alih bisa terlepas malah pelukan itu semakin erat.Ya, di samping Arletta adalah Keevan yang memeluknya begitu erat. Itu yang membuat raut wajah Arletta berubah. Ingatan Arletta pun langsung mengingat kejadian tiga jam lalu—di mana dirinya kembali mengulangi pergulatan panas dengan Keevan seperti tadi malam.Sungguh, jika mengingat itu tak pernah Arletta sangka kalau ini akan terjadi bahkan sampai berkali-kali. Arletta yakin dirinya sudah tak lagi waras. Kenapa dia mau disentuh oleh pria yang menorehkan luka padanya? Bodoh! Betapa bodoh dirinya sampai mau disentu
Keevan mondar-mandir tidak jelas di depan ruang gawat darurat. Pria itu langsung membawa Arletta ke rumah sakit. Otaknya saat ini tak mampu berpikir jernih. Rasa takut dalam dirinya menelusup ke dalam dirinya.Debaran jantung Keevan berpacu dengan kencang di kala rasa takut terus menyergap dirinya. Otak pria itu terus mengingat darah yang keluar di pergelangan tangan Arletta.“Berengsek!” Keevan meninju dinding, di kala kemarahan dalam dirinya menyulut tak lagi bisa terkendali.Keevan mengumpati kebodohannya yang tak menyadari kalau Arletta sudah bangun. Dia membenci otak Arletta yang berpikir ingin mengakhiri hidup. Padahal Keanu masih sangat membutuhkannya.Keevan mengusap wajahnya kasar. Untung Keanu tidak melihat Arletta pingsan dalam kondisi bersimbah darah. Jika saja tadi bocah laki-laki itu melihat Arletta, sudah pasti akan meninggalkan rasa takut pada putranya.Keevan mengatur napasnya, berusaha untuk bersikap tenang. Lalu, tiba-tiba terdengar suara pintu dari ruang pemeriksaa
Arletta diam seribu bahasa mendengar ucapan Keevan. Sepasang iris matanya menyimpan kerapuhan dan perasaan yang tak menentu. Hatinya merasakan sebuah rasa campur aduk. Arletta lelah dengan semua ini …“Kenapa, Keevan? Kenapa baru sekarang?” tanya Arletta lirih.“Aku memang bodoh, Letta. Kalau aja waktu bisa diputar, pasti aku memilih untuk nggak berangkat ke New York.” Keevan semakin mendekat, menatap Arletta penuh rasa bersalah. “Kalau kamu pikir, kamu bunuh diri bisa nyelesain masalah kita, kamu salah besar, Letta. Apa kamu nggak mikirin Keanu? Putra kita itu masih membutuhkan ibunya. Dia masih terlalu kecil untuk ditinggal ibunya, Letta.”Raut wajah Arletta berubah di kala Keevan menyebut nama ‘Keanu’. Hatinya langsung menjadi lemah. Tindakannya memang nekat tanpa sama sekali pikir panjang akan resiko yang ada di depan mata.Mata Arletta berkaca-kaca. “Aku ingin ketemu Keanu,”Keevan duduk di tepi ranjang seraya menyeka air mata Arletta yang sudah menetes jatuh membasahi pipi wani
Dokter telah mengizinkan Arletta untuk kembali pulang ke rumah. Luka yang diderita wanita itu tidaklah parah. Hal tersebut yang membuat dokter memberikan izin untuk Arletta pulang.Jujur, memang Arletta sudah tidak betah jika berlama-lama di rumah sakit. Wanita itu ingin segera kembali ke rumah, karena sangat merindukan putra kesayangannya. Selama di rumah sakit, Arletta cenderung pendiam. Dia tidak banyak bicara, karena dia sudah merasa lelah dengan segalanya.Arletta tidak mau banyak berpikir apa pun. Yang dia pikirkan sekarang adalah segera bertemu dengan putranya. Dia sangat merindukan putranya. Masalah akan selalu ada, dan dia memutuskan menyingkirkan masalah itu demi putra kesayangannya.“Letta, kamu udah siap?” Keevan mendekat ke arah Arletta yang kini duduk di kursi roda—bersiap untuk segera pulang.Arletta mengangguk. “Udah, aku udah siap.”Tanpa banyak bertanya, Keevan mendorong kursi roda Arletta—membawa wanita itu keluar dari ruang rawatnya. Barang-barang Arletta tadi suda