Lidah Arletta kelu. Tenggorokannya tercekat. Wanita itu seolah kehilangan cara bagaimana cara merangkai sebuah kata. Seperti bumi yang berhenti pada porosnya, tubuh Arletta nyaris terhuyung ke belakang kala mendengar semua kisah masa kuliahnya dulu dengan Keevan. Dalam benak Arletta berpikir kalau semua yang Keevan katakan adalah tak mungkin. Jelas Arletta tahu kalau Keevan selalu menolaknya bahkan mengabaikannya.Tidak! Arletta yakin ini semua hanya permainan Keevan saja! Arletta tak mau jatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya! Sudah cukup dirinya menjadi gadis naif dan bodoh. Dia tidak ingin lagi mengulangi kesalahan yang sama.Arletta menatap serius Keevan. Sorot matanya nampak memendung kebencian mendalam dan tersirat penuh luka. Mata Arletta sudah berembun nyaris mengeluarkan air mata.“Hentikan sandiwaramu! Aku nggak bodoh, Keevan. Aku tau semua ucapanmu itu omong kosong. Sejak awal kamu nggak pernah tertarik ataupun suka sama aku.” Keevan terdiam mendengar respon Arlett
Arletta memeluk lututnya dengan derai air mata yang sejak tadi tak terhenti. Wanita itu bersimpuh di lantai kamarnya yang dingin. Tangis yang menunjukkan jelas kepiluannya. Setelah perdebatannya dengan Keevan, tak ada yang bisa Arletta lakukan selain menangis.Ribuan kali Keevan menjelaskan padanya tetap saja Arletta tak akan pernah percaya. Arletta yakin bahkan sangat yakin kalau Keevan tak pernah menginginkannya. Semua ucapan Keevan tentang masa-masa kuliah mereka dulu hanya omong kosong.Arletta sangat mengingat kala Keevan selalu menganggap dirinya seperti virus yang wajib dijauhi. Berkali-kali dulu Arletta mendekat tapi Keevan mengusirnya dan bahkan mengeluarkan kata-kata yang kasar hanya agar dirinya pergi.Tentu Arletta mengakui betapa bodohnya dirinya di masa lalu. Ditolak tapi tetap mengejar. Gadis naif dan sangat bodoh itu adalah gambaran dirinya di masa lalu. Namun, Arletta tak akan pernah membiarkan itu terjadi. Cukup di masa lalu dirinya menjadi gadis bodoh dan naif. Tida
Suara Keevan menegur Arletta dengan nada pelan namun tegas. Terlihat Arletta sedikit terkejut mendengar teguran Keevan. Akan tetapi buru-buru Arletta berusaha bersikap tenang seolah tak terjadi sesuatu apa pun.“Temanku.” Arletta menjawab pertanyaan Keevan dingin dan acuh. Wanita itu membuang wajahnya tak mau melihat Keevan.Sejak perdebatannya tadi malam dengan Keevan, Arletta memang memutuskan tak lagi memedulikan ucapan Keevan. Hingga detik ini wanita itu masih tinggal di rumah Keevan karena pria itu memaksa bukan karena keinginan dirinya.Keevan menatap Arletta penuh dengan tatapan yang bermakna curiga. Entah kenapa pria itu mencurigai sesuatu. Pasalnya raut wajah Arletta menunjukkan jelas seperti tengah ada yang ditutupi.Ingin sekali Keevan merampas ponsel Arletta dan melihat sendiri pesan itu, namun Keevan tidak ingin mencari keributan. Terlebih ada Keanu di tengah-tengah mereka. Mau tak mau Keevan berusaha untuk menepis kecurigaannya dan memilih percaya dengan ucapan Arletta.
“Ma, sebenarnya kita mau pergi kemana, Ma?” Suara Keanu bertanya dengan tatapan polos menatap Arletta—yang terlihat seperti tengah menunggu seseorang. Sejak tadi Arletta mondar-mandi tidak jelas di hadapan Keanu. Itu yang membuat Keanu bingung. Bocah laki-laki itu duduk di sofa sambil memeluk robot dan mobil-mobilannya. Matanya mengerjap beberapa kali, menatap ibunya.Arletta mengatur napasnya, berusaha untuk setenang mungkin di kala pikirannya benar-benar dilingkupi rasa cemas yang mendalam. Berikutnya, langkah wanita itu terhenti kala mendengar pertanyaan putranya itu.Beberapa detik Arletta hening belum menjawab pertanyaan putranya. Otaknya berusaha mencari-cari jawaban yang paling tepat. Yang pasti dia tidak ingin membuat putranya mencurigai sesuatu.Arletta mendekat dan berucap lembut, “Kita akan pergi ke tempat yang jauh, Sayang. Keanu selalu ikut Mama, kan, Nak?”Mata Keanu mengerjap beberapa kali menatap Arletta dengan tatapan yang bingung dan tak mengerti. “Ke tempat yang jau
Suara bentakan keras dan menggelegar sontak membuat tubuh Arletta mematung. Seketika raut wajah Arletta memucat. Tubuh wanita itu menegang. Dia merasakan darahnya seperti terhenti tepat di kepalanya. Debaran jantung Arletta berpacu tak karuan. Tenggorokan Arletta tercekat. Napasnya bahkan seakan ingin berhenti mendengar suara berat yang begitu familiar di telinganya.Perlahan Arletta memberanikan diri untuk mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu. Tampak sepasang iris mata cokelat di hadapannya sudah memberikan tatapan tajam—dan penuh peringatan sekaligus amarah yang menggebu.“K-Kevan?” Arletta menelan salivanya susah payah kala melihat Keevan ada di hadapannya. Seperti bumi yang berhenti pada porosnya, tubuh Arletta nyaris terhuyung ke belakang. Andai saja Arletta tak ingat kalau dirinya sedang menggendong Keanu—maka sudah pasti dia akan terjatuh akibat rasa terkejut.Arvin bergeming di tempatnya kala melihat Keevan. Benak Arvin bekerja akan apa yang Keevan ucapkan tadi. ‘Mer
Arletta berteriak dan berontak sekuat tenaga di kala Keevan menyeret paksa dirinya untuk kembali masuk ke dalam rumah pria itu. Penjaga dan pelayan yang ada di sana hanya bisa menonton tanpa bisa melakukan apa pun.Sekalipun Arletta menangis darah, tetap tidak akan ada yang berani membantu. Pasalnya, mereka tidak mungkin melawan Keevan Danuarga. Ya, seperti sekarang meski Arletta menangis dan berteriak—penjaga dan pelayan malah pergi menjauh dari Arletta dan Keevan.Keanu sudah diamankan di dalam kamar. Untungnya kamar Keanu kedap suara, jadi suara teriakan dan tangis Arletta tidak akan didengar oleh Keanu. Keevan sudah lebih dulu meminta Angga mengamankan Keanu, karena Keevan tahu dirinya dan Arletta pasti akan melewati pertengkaran hebat.“Bajingan kamu, Keevan! Lepasin aku! Kembalikan putraku! Biarkan aku dan putraku pergi!” teriak Arletta keras bercampur dengan tangisnya yang membasahi pipinya.Keevan tak mengindahkan ucapan Arletta. Pria itu tetap menarik tangan Arletta, membawa
“K-kamu mau apa, Keevan?” Arletta melangkah mundur menjauh dari Keevan yang semakin mendekat padanya. Raut wajah Arletta begitu panik kala kakinya terbentur di pinggir ranjang. “Aku hanya ingin membutikan kalau ucapan kamu itu bohong.” Keevan melempar kemejanya ke sembarangan.Arletta menelan salivanya susah payah kala melihat Keevan bertelanjang dada. Tubuh kekar, dada bidang, otot perut sempurna tercetak begitu jelas. Tubuh Keevan tercetak sangat menggoda. Pria itu layaknya dewa Adonis yang sempurna. Bahkan rasanya napas Arletta ingin berhenti melihat tubuh Keevan bertelajang dada. Buru-buru Arletta menepis otaknya yang mulai tak waras mengimajinasikan sesuatu. “K-kamu jangan macam-macam, Keevan! Aku bisa teriak kalau kamu melakukan hal yang kurang ajar!”“Ah? Kamu ingin berteriak? Silakan kamu coba teriak sekencang mungkin. Kamarku kedap suara. Sekalipun ada yang dengar, siapa yang bisa menolongmu, Letta? Kamu di bawah kendaliku.” Keevan berucap dengan senyuman misterius di waja
Pelupuk mata Arletta bergerak-gerak. Perlahan mata Arletta mulai terbuka—wanita itu meringis perih kala merasakan inti tubuh bagian bawahnya begitu nyeri. Tubuh Arletta terasa begitu remuk. Bahkan rasanya Arletta kesulitan untuk bergeser meski hanya sedikit saja.Saat mata Arletta telah terbuka, dia memijat tengkuk lehernya seraya mengedarkan pandangan ke sekitar. Lalu seketika tubuh Arletta menegang melihat dirinya berada di kamar milik Keevan. Aroma parfume maskulin Keevan pun telah menyeruak ke indra penciuman Arletta. Dada Arletta bergemuruh. Raut wajahnya memucat.Detik itu juga ingatan Arletta tergali akan kejadian kemarin. Buru-buru Arletta melihat ke tubuhnya sendiri—mata Arletta langsung memanas melihat tubuhnya polos tanpa sehelai benang pun. Hanya selimut tebal yang menutup tubuhnya.Napas Arletta tercekat. Tenggorokan wanita itu seperti ada yang menghalangi kuat. Dengan memberanikan diri, Arletta menoleh ke samping melihat ke ranjang—yang dia yakini Keevan masih ada di sam