Share

68. Dunia Yang Lain

Penulis: Songdeok eunjoo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-02 12:02:25

Baladewa hanya menoleh ke arah Kebo Ireng dan tersenyum simpul. Sungguh expresi yang menyeramkan seperti seorang pembunuh berdarah dingin.

Kebo Ireng menelan salivanya, jarinya menunjuk ke arah depan dengan wajah yang memucat, dia berteriak, "Di depan sana jalan buntu!"

"Lalu?" Ujar Baladewa dengan sudut bibir terangkat.

Kebo Ireng tertegun, dia menoleh ke belakang. Wajah Wismaya dan Seno Aji terlihat pucat, mereka terlihat pasrah dengan keadaan.

"Kalian harus percaya kepadaku sepenuhnya," ujar pria itu. Dia menarik tali pengengkang dan menambahkan kecepatan, "Berpegangan!"

Mereka bertiga hanya bisa menurut dan berpegangan lalu berteriak saat kereta kuda itu benar-benar menabrak semak belukar. "Huaaaa!"

Wismaya dan Seno Aji memeluk tubuh Aji Suteja. Kereta itu tidak menabrak tapi menembus ke dalam semak belukar.

Beberapa detik mereka berada di tempat yang berwarna hitam dan hampa, hingga sebuah titik putih terlihat semakin lama semakin melebar dan menyilaukan.

Mereka telah melewati r
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Keris Darah Candramaya   69. Musuh Dari Musuh Adalah Teman

    Kebo Ireng dan Seno Aji terkejut, begitu pula dengan Aji Suteja yang langsung membuka matanya lebar-lebar. Kebo Ireng merasa tertipu, dia menghunuskan pedangnya. Rahangnya mengatup dan sorot matanya tajam. Sedangkan Seno Aji langsung loncat dan berdiri di sisi Aji Suteja. Mereka berdua siaga, "Kalian menjebak kami rupanya!" Teriak Seno Aji. "Paman Guru dan kamu Wismaya ..beraninya kalian menghianati kami!" Ujar Kebo Ireng, dia merasa sangat kecewa. Wismaya bersikap tenang, "Itu tidak benar. Aku juga tidak tahu jika Ranu Baya adalah Arya Balaaditya." Kebo Ireng mencibir, "Tapi kamu langsung mengenalinya." "Tentu saja aku mengenalinya, kita satu seperguruan. Paman tolong jelaskan," Wismaya terlihat gelisah, dia tidak mau para sahabatnya salah paham. Aji Suteja hanya bisa mengamati, mungkin karena pertolongan Baladewa dan Ranu Baya alias Arya Balaaditya membuatnya tersentuh. Naladhipa menepuk pundak Kebo Ireng dan menatap matanya dengan lembut, "Turunkan pedangmu, kita bicarakan d

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Keris Darah Candramaya   70.Tukang Mabok

    Prajurit itu menggoyang-goyangkan tubuh Tuannya, dia bahkan memeriksa denyut nadi dan memastikan bahwa Danadyaksa masih bernafas. Namun Danadyaksa tetap bergeming, prajurit itu mengernyitkan dahi karena bingung."Maaf Tuan, dia seperti mayat hidup," ujar salah satu warga dengan lirih dan hati-hati Prajurit itu mengangguk dan berkata, "Bantu aku membawa Tuan Danadyaksa masuk ke dalam."Mereka berdua mengangguk dan membawa tubuh Danadyaksa. Setelah dua orang warga itu pergi, semua prajurit berkumpul. Orang kepercayaan Danadyaksa yang bernama Ki Bayung memerintahkan salah satu pengawal untuk memanggil tabib.Berita perampokan rumah Mahapatih Danadyaksa sampai ke telinga Adi Wijaya dalam waktu yang singkat. Tentu membuat Adi Wijaya geram, apalagi saat mengetahui keadaan adik iparnya yang seperti mayat hidup itu.Sedangkan Permaisuri Puspita Sari dan cucunya Pangeran Adhinatha mengunjungi kediaman Danadyaksa.Puspita Sari tidak mau kehilangan adik semata wayangnya sekaligus satu-satunya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Keris Darah Candramaya   71.Tekad Danumaya

    Saat pintu terbuka, aroma menyengat menusuk indera penciuman Adhinatha, pemuda itu menutupi hidungnya dengan punggung tangannya. "Ya ampun! Bau apa ini," ujar Adhinatha. Kamar itu dalam keadaan gelap, pengap, berantakan dan bau arak. Kendi-kendi bekas arak berserakan, pemuda itu berjalan dengan perlahan lalu membuka tirai dan jendela. Walaupun sudah sore, tapi setidaknya ada sedikit cahaya dan udara yang masuk untuk mengurangi kepengapan dan aroma tidak sedap. Mata Adhinatha melotot, dia hampir pingsan saat melihat temannya tergeletak dan bertelanjang dada di atas ranjang. Pemuda tampan dan manis itu terlihat menyedihkan, tubuhnya kurus dan seperti tidak mandi berhari-hari. Kondisinya sangat buruk walaupun dia sedang mabuk, dia biasanya selalu mengunakan pakaian terbaik para bangsawan tapi sekarang dia seperti gembel. "Hei!! Danumaya .." panggil Adhinatha, dia berdiri di sisi ranjang dengan melipat kedua tangannya dengan angkuh. ''Humm .." Danumaya hanya berdehem, dia membuka mat

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Keris Darah Candramaya   72. Gadis Asing

    Setelah beberapa hari Danumaya mengurung diri dan terlihat kacau, akhirnya dia bisa berpikir secara jernih."Dewata pasti telah menyiapkan gadis yang terbaik untukmu? Sekarang bersihkan dirimu dan temani pangeran. Pelayan akan membersihkan kamar ini," ujar Utari, wanita itu mengambil nampan makanan tadi siang yang masih utuh. Dia pergi meninggalkan Danumaya yang terpaku.Danumaya berusaha menyadarkan dirinya agar lebih tabah, lalu turun dari ranjang dan berjalan dengan sempoyongan menuju pemandian.Tentu saja kenyataan ini bukan hal yang mudah untuk dia lewati. Dia tahu bahwa kelak Candramaya memang akan menikah. Namun kenapa secepat ini? Itulah pertanyaan yang selalu terngiang di kepalanya. Dengan frustasi pemuda itu memukul permukaan air dengan keras.Byurr!!Pemuda itu berendam di kolam dengan tatapan kosong. Dia hanya menggunakan selembar kain untuk menutupi pinggang dan area sensitifnya. Kolam itu bertabur kelopak bunga mawar dan airnya sangat segar dan jernih. Dadanya yang bida

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Keris Darah Candramaya   73. Adhinatha Goyah

    Adhinatha mengeluarkan pedangnya dan mulai mendekati arah cahaya itu. Ssssttt!!! Terdengar suara desisan hewan melata yang membuat tubuh bergidik ngeri. Adhinatha menajamkan mata dan pendengarannya. Dia bersiaga untuk menyerang mahluk itu. Tentu Danumaya tidak tinggal diam, dia melepaskan tangan gadis itu dan mengikuti langkah temannya. Jangan sampai ular itu menelan Putra Mahkota Harsaloka. Mereka berdua sama-sama masuk ke sumber cahaya yang perlahan hilang bersama kegelapan. Kini hanya mengikuti suara daun kering yang terinjak. Mereka berdua berlari masuk dan menyisir di mana suara itu berasal tapi tidak menemukan apapun hingga terdengar sebuah teriakan. "Huaaa!!" Gadis asing itu berteriak. Mereka berdua kecolongan. Danumaya dan Adhinata berlari menuju gadis itu berada. Seekor ular besar melilit tubuh gadis itu hingga memutahkan darah. Ular itu berdesis dan hendak mematuknya, namun Danumaya segera melompat dan menendang kepala ular itu dengan keras hingga tersungkur ke tana

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Keris Darah Candramaya   74. Seperti Tersambar Petir

    Danumaya masuk ke dalam rumah dan sengaja menabrak Indrayana membuatnya bangun seketika. Sedangkan Adhinatha menutup pintu rapat-rapat. Mereka tampak tergesa-gesa.Indrayana mengibas-ibaskan kepalanya yang pening. Candramaya datang menghampiri, dahinya berkerut melihat mereka berdua tampak berantakan dan membawa seorang gadis asing yang sedang tidak sadarkan diri. "Apa yang terjadi, Kakang Danu?" Tanya Candramaya."Aki ..tolong kami," ujar Danumaya. "Bawa gadis itu ke kamar itu," ujar Wirata sambil menunjuk kamar di sisi kamar Candramaya.Danumaya membawa tubuh gadis itu dalam kamar yang di tunjuk Wirata.Danumaya membaringkan tubuh gadisbitu, dia tampak cemas, "Akan aku ceritakan nanti Aki. Kita harus urus dulu gadis ini. Denyut nadinya sangat lemah dan sudah terlalu lama dia tidak sadarkan diri," ujarnya."Indrayana ayo kita tolong gadis itu," ujar Candramaya. Indrayana mengangguk dan pergi ke dalam kamarnya untuk mengambil buntelan kain yang berisi beragam ramuan yang dia bawa.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Keris Darah Candramaya   75. Rupanya Kamu

    Danumaya mengangkat sudut bibirnya, dia berkata dengan dingin, "Sekarang kamu mengerti alasan kenapa aku seperti mayat hidup?" Adhinatha mengangkat dagunya dan berkata dengan angkuh, "Heh!! Kenapa kamu merahasiakannya dariku?""Kamu sudah bertunangan, jadi berita itu sepertinya tidak akan berpengaruh apapun bagimu.""Kamu benar! Apa peduliku," ujar Adhinatha dengan dingin. Walaupun di hatinya dia masih tidak terima. "Aku akan keluar mencari udara segar," ujarnya sambil berlenggang pergi.Danumaya berdecis, "Cih!"Saat berada di luar kamar, rahang Adhinatha mengatup, dia menatap pintu kamar Candramaya dengan penuh kecemburuan. Dia akhirnya memutuskan untuk keluar rumah dan duduk di balai sambil menikmati suara jangkrik sambil mengatur emosinya. Dan perlahan pemuda itu tertidur pulas.Tanpa di sadari ada sosok yang terus mengawasi rumah itu di balik kegelapan.Di dalam kamar, Candramaya menutup pintu rapat-rapat. Ada kebahagian yang tersirat di wajah tampan Indrayana. Dengan wajah ters

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Keris Darah Candramaya   76. Kendalikan Dirimu Dan Kerismu!

    Candramaya melangkah secara perlahan, "Putri Damayanti Citra ..menyerahlah!" Ujarnya dengan nada dingin.Damayanti Citra berdiri, dia membuka cadarnya dan berubah menjadi Putri Asri Kemuning.Candramaya tentu heran, apalagi saat sosok Asri Kemuning kembali berubah wujud menjadi Dewi Kamaratih lalu Adi Wijaya bahkan Utari.Wanita licik itu sengaja berubah-ubah wujudnya agar bisa menepis keraguan pada hati putranya.Namun tetap saja di mata Indrayana sosok itu tetaplah Putri Damayanti Citra. Kedua tangan Indrayana terkepal dengan tatapan tajam, "Berani kamu permainkan kami!" Ujarnya sambil menarik cemetinya.Dahi Adhinatha berkerut saat yang dia lihat sebuah ikat pinggang lusuh membuatnya tersenyum tipis. Dia ingin tertawa di situasi genting seperti ini karena sebuah ikat pinggang lusuh.Berbeda dengan Danumaya yang bergidig ngeri, dia menelan salivanya saat mengingat hari di mana dia hampir lenyap karena sabetan ikat pinggang itu.Sosok itu mengangkat dagunya dengan angkuh dan berkata,

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23

Bab terbaru

  • Keris Darah Candramaya   149. Kemarahan Kumala

    Adi Wijaya tertawa sinis, matanya memerah karena menahan marah. Bima Reksa dan Kumala kini menjadi pusat perhatian. Suasana yang membosankan telah berubah menjadi suasana yang penuh dengan ketegangan. Seisi ruangan menjadi semakin ramai, begitu banyak pertanyaan yang muncul di kepala mereka masing-masing. Selain keberadaan Bima Reksa yang ternyata masih hidup. Padahal, Adi Wijaya sendiri telah mengumumkan bahwa Bima Reksa telah tiada 15 tahun yang lalu. Lalu kenapa sosok itu berdiri di hadapan mereka sekarang? Kini pertanyaan yang jauh lebih rumit yaitu perihal gadis yang bersamanya. Gadis yang datang dalam keadan luka-luka. Seperti korban penganiaan. Adi Wijaya berusaha untuk mengendalikan perasaannya, entah alasan apa yang akan dia berikan nanti. Sekarang, dia seperti berdiri di atas jurang. Ini adalah guncangan yang hampir membuat rohnya terlepas dari raganya. Karena salah satu kebohongannya telah terbongkar. Puspita Sari seketika menggigil ketakutan, "Apakah ini akhir dari

  • Keris Darah Candramaya   148. Wismaya vs Adi Wijaya

    Adi Wijaya mengangkat tangannya dan semua orang bangkit lalu berjalan dengan menunduk. Mereka kembali ke tempat masing-masing. Indrayana menatap wajah kakeknya dengan perasaan campur aduk. Ada rasa rindu dan kecewa secara bersamaan. Narendra duduk dengan tenang. Walaupun dia tahu bahwa banyak petisi yang datang perihal rumor yang sudah tersebar di Harsa Loka. Hanya saja itu tidak berpengaruh untuknya. "Apa ada keluhan?" tanya Adi Wijaya. Sebagai seorang raja setiap ada pertemuan, para punggawa ataupun rakyat di persilahkan untuk mengajukan keluhan dan masalahnya. Wismaya bangun dari tempat duduknya dan berjalan menghadap Adi Wijaya. Adi Wijaya menatap datar pada orang yang jelas-jelas menentangnya. "Gusti, sesuai dengan surat titah Gusti Prabu bebeberapa pekan lalu. Hamba dan rekan hamba telah mencari pelaku itu. Tapi kami gagal," ujar Wismaya dengan tenang. Adi Wijaya tersenyum samar dan sudah menduga. Orang tua itu duduk dengan santai sambil menikmati tehnya, "Tentu sampai k

  • Keris Darah Candramaya   147. Bisa Diandalkan

    "Aku akan membawa Paman pulang, kamu menyusul dengan kuda. Itu kudanya," ujar Indrayana sambil menunjuk seekor kuda yang terikat di dahan pohon. Indrayana mencuri kuda dari kandang kuda istana."Candramaya setuju, "Baiklah!"Indrayana membawa Respati menggunakan Ilmu Meringankan Tubuh agar cepat sampai. Luka Respati harus segera di tangani, sedangkan Candramaya menyusul dari belakang. Gadis itu mengendarai kuda dengan cepat.Indrayana sampai lebih dulu di Tanah Para Dewa, di depan rumah dia berteriak, "Romo!"Arya Baladitya yang sedari tadi menunggu di depan rumah dengan cemas langsung berlari saat melihat putranya. Wajahnya menegang saat melihat kondisi Respati yang terkena Ajian Tapak Geni, "Bawa masuk!" titahnya.Respati terbaring lemah, nafasnya melambat. Arya Balaaditya duduk di sisi ranjang dan langsung menyinsingkan lengan bajunya. Dia menaruh telapak tangan kanannya untuk mengeluarkan Ajian Aksamala. Darma langsung pergi ke dapur untuk merebus tanaman obat. Tangan Darma berge

  • Keris Darah Candramaya   146. Cucu Kesayangan

    Sebuah keris kecil melesat, menyerang pedang Danadyaksa. Keris itu melaju dengan cepat dan kuat. Suara besi kembali beradu, pedang itu jatuh dari genggaman pemiliknya.Semua mata tertuju pada keris yang datang bersamaan dengan dua sekelebatan orang yang memakai cadar masuk ke area pertempuran. Satu laki-laki dan satu wanita. Kedua orang misterius itu menghampiri tubuh Respati yang terluka parah. "Paman ... " panggil Indrayana dengan suara bergetar. Matanya mengembun, dia merasa tidak tega dengan keadaan Pamannya yang terluka parah. Candramaya mengangkat tangannya dan keris itu dengan patuh kembali padanya. Saat gadis itu melihat kondisi Respati, kakinya mendadak lemas, luka pada Pamannya sama persis dengan luka mendiang ayahnya. Seketika itu juga Candramaya menoleh ke arah pria tua berperut buncit. Ingatannya kembali ke masa lalu seiring dengan darahnya yang mendidih.Danadyaksa tertegun dan sedikit linglung, dia cukup heran dengan keris kecil itu. "Bagaimana bisa benda kecil itu ma

  • Keris Darah Candramaya   145. Respati Tertangkap Basah

    Tanpa di duga di perjalanan Danadyaksa melihat ada sekelebatan burung merpati yang masuk ke dalam kediaman tabib istana. Matanya langsung bersinar dan moodnya membaik.Kali ini Danadyaksa tidak akan tertipu lagi, Danadyaksa meringankan setiap langkahnya dan berjalan dengan hati-hati. Di balik pintu dia mengintip dan akan menangkap basah tabib itu.Tampak, Respati sedang memegang burung dan mengambil sesuatu pada kaki burung itu. Namun saat hendak membaca, Danadyaksa tiba-tiba melompat dan menendang punggung Respati.Bug!Respati tersungkur di tanah, dia meringis kesakitan. Langkah seorang pria berjalan mendekatinya lalu berdiri di depan kepalanya.Respati mendongak dan seketika matanya terbelaklak. Tampak seorang pria tua berperut buncit menatapnya dengan remeh, "Aku tertangkap," batinnya.Danadyaksa menyeringai, matanya memerah dan berkata sinis, "Rupanya benar dugaanku! Kamu adalah mata-mata."Respati menjatuhkan pesan dari Arya Balaaditya. Dia mengabaikan Danadyaksa dan fokus untuk

  • Keris Darah Candramaya   144. Bima Reksa Bersedia Menjadi Saksi

    "Hais!!" Candramaya mengeram dengan kedua tangan terkepal."Bara yang para Pamanmu lempar sudah mulai membakar rumput Harsa Loka, sebentar lagi bara itu akan membakar seluruh penghuni istana Harsa Laka. Setelah itu, tugas kita adalah memadamkan bara itu. Kamu pahamkan?"Candramaya mengangguk, "Baiklah."Kumala mengambil kesempatan, dia bertanya dengan mata berbinar, "Candramaya! Kamu benar-benar ingin membantuku?""Tentu," jawab Candramaya dengan tulus."Kamu bisa membantuku sekarang," ujar Kumala."Katakan ... " Candramaya mengangguk.Kumala tersenyum lalu berkata tanpa dosa, "Biarkan aku menikah dengan Indrayana.""Kamu gila!" Candramaya memekik. "Gadis ini benar-benar," batin Indrayana sambil memutar bola matanya. Dia sudah menduganya.Kumala langsung berkata dengan nada sedih, "Aku mohon ... Sekarang tidak akan ada yang mau menikahi aku yang kotor ini."Candramaya memejamkan matanya sambil menggertakan giginya, "Aku kasihan padamu Kumala dan aku benar-benar kasihan. Tapi kenapa d

  • Keris Darah Candramaya   143. Melempar Umpan

    Gadis itu tidak lain adalah Kumala. Dia yang tidak sabar menunggu hari esok dan bersikeras untuk segera menemui Arya Balaaditya. Sebelumnya, Bima Reksa dan cucunya berada di depan dinding berwujud semak belukar yang tinggi cukup lama karena tidak bisa masuk. Hanya saja tiba-ada sebuah celah terbuka. Semak belukar itu terbuka dan seekor burung merpati keluar. Bima Reksa dan Kumala memanfaatkannya untuk masuk sebelum celah itu tertutup kembali. Setelah sampai di depan rumah besar satu-satunya di tempat itu. Bima Reksa mengetuk pintu rumah Arya Balaaditya dengan kepala tertunduk dan Kumala berdiri di belakangnya. Mereka datang membawa keluhan dan rasa malu. Saat pintu terbuka, Darma terkejut dengan tamu yang datang. Dan dia juga heran karena dua orang ini bisa masuk. Dan yang membuatnya tercengang dan merinding adalah seorang gadis yang familiar berdiri dengan kepala tertunduk dalam keadaan, wajah dan tubuh penuh lebam. Pakaian yang dia kenakan juga sangat sederhana. "Dewata!" g

  • Keris Darah Candramaya   142. Pesan Rahasia

    "Ada hal penting, Kang Mas?" tanya Asri Kemuning. Wanita itu merasa khawatir setelah melihat perubahan wajah suaminya. Merasa tidak puas dengan jawaban Ayahnya, Indrayana menggunakan kekuatan Batu Merah Delima yang ada di keningnya. Pesan itu berisi 'Pangeran Narendra telah menganiaya seorang gadis bernama Kumala. Gadis itu sudah berhasil selamat.' Setelah membaca pesan itu, Indrayana cukup kaget. Apa Kumala yang ada di surat itu adalah Kumala yang dia kenal atau orang lain. Entahlah! Tapi yang pasti adalah tugas dari Respati adalah menjadi mata-mata. Indrayana melirik Candramaya, dia membelai wajah dingin istrinya lalu bertanya, "Kamu bosan ya?" Candramaya hanya mengangguk lalu berbisik, "Bawa aku dari sini." Indrayana menyeringai lalu berkata, "Romo ... Ibu ... Aku akan membawa istriku jalan-jalan." "Baiklah ... " ujar Asri Kemuning. "Candramaya izin keluar dulu," ujarnya dengan canggung. Asri Kemuning dan Arya Balaaditya mengangguk. Setelah memastikan putra dan menantunya

  • Keris Darah Candramaya   141. Rumor itu seperti Bola Api

    "Oh maaf ... Kisanak! Silahkan lanjutkan," ujar pria yang menyela dengan canggung. Kebo Ireng melanjutkan ceritanya dengan wajah yang tegang dan serius, "Untungnya tidak ada korban, kebetulan bukit itu tidak pernah di jamah oleh orang. Jika saja tidak terjadi longsor, pasti jasad-jasad itu tidak akan pernah ditemukan." Seno Aji ikut menimpali, "Jasad-jasad itu dikumpulkan dan kebetulan ada jasad yang masih baru. Jasad gadis itu dalam keadaan tanpa busana, tubuh dan wajahnya penuh memar. Bahkan di area kemaluannya penuh darah. Sepertinya selain dianiaya, gadis itu juga di lecehkan. Karena penasaran kami datang dan melihat proses pemakaman masal itu. Dan mulai detik itu, aku selalu mual saat makan. Benar-benar mengenaskan, aromanya sangat busuk dan menusuk hidung. Hoek!" Seseorang di belakang tubuh Seno Aji memijit lehernya. Seno Aji kali ini benar-benar muntah, semua isi perutnya keluar. Pria itu tampak lemas dan pucat. Pemilik warung dengan sigap menyodorkan minuman, "Ini minum lag

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status