Danumaya masuk ke dalam rumah dan sengaja menabrak Indrayana membuatnya bangun seketika. Sedangkan Adhinatha menutup pintu rapat-rapat. Mereka tampak tergesa-gesa.Indrayana mengibas-ibaskan kepalanya yang pening. Candramaya datang menghampiri, dahinya berkerut melihat mereka berdua tampak berantakan dan membawa seorang gadis asing yang sedang tidak sadarkan diri. "Apa yang terjadi, Kakang Danu?" Tanya Candramaya."Aki ..tolong kami," ujar Danumaya. "Bawa gadis itu ke kamar itu," ujar Wirata sambil menunjuk kamar di sisi kamar Candramaya.Danumaya membawa tubuh gadis itu dalam kamar yang di tunjuk Wirata.Danumaya membaringkan tubuh gadisbitu, dia tampak cemas, "Akan aku ceritakan nanti Aki. Kita harus urus dulu gadis ini. Denyut nadinya sangat lemah dan sudah terlalu lama dia tidak sadarkan diri," ujarnya."Indrayana ayo kita tolong gadis itu," ujar Candramaya. Indrayana mengangguk dan pergi ke dalam kamarnya untuk mengambil buntelan kain yang berisi beragam ramuan yang dia bawa.
Danumaya mengangkat sudut bibirnya, dia berkata dengan dingin, "Sekarang kamu mengerti alasan kenapa aku seperti mayat hidup?" Adhinatha mengangkat dagunya dan berkata dengan angkuh, "Heh!! Kenapa kamu merahasiakannya dariku?""Kamu sudah bertunangan, jadi berita itu sepertinya tidak akan berpengaruh apapun bagimu.""Kamu benar! Apa peduliku," ujar Adhinatha dengan dingin. Walaupun di hatinya dia masih tidak terima. "Aku akan keluar mencari udara segar," ujarnya sambil berlenggang pergi.Danumaya berdecis, "Cih!"Saat berada di luar kamar, rahang Adhinatha mengatup, dia menatap pintu kamar Candramaya dengan penuh kecemburuan. Dia akhirnya memutuskan untuk keluar rumah dan duduk di balai sambil menikmati suara jangkrik sambil mengatur emosinya. Dan perlahan pemuda itu tertidur pulas.Tanpa di sadari ada sosok yang terus mengawasi rumah itu di balik kegelapan.Di dalam kamar, Candramaya menutup pintu rapat-rapat. Ada kebahagian yang tersirat di wajah tampan Indrayana. Dengan wajah ters
Candramaya melangkah secara perlahan, "Putri Damayanti Citra ..menyerahlah!" Ujarnya dengan nada dingin.Damayanti Citra berdiri, dia membuka cadarnya dan berubah menjadi Putri Asri Kemuning.Candramaya tentu heran, apalagi saat sosok Asri Kemuning kembali berubah wujud menjadi Dewi Kamaratih lalu Adi Wijaya bahkan Utari.Wanita licik itu sengaja berubah-ubah wujudnya agar bisa menepis keraguan pada hati putranya.Namun tetap saja di mata Indrayana sosok itu tetaplah Putri Damayanti Citra. Kedua tangan Indrayana terkepal dengan tatapan tajam, "Berani kamu permainkan kami!" Ujarnya sambil menarik cemetinya.Dahi Adhinatha berkerut saat yang dia lihat sebuah ikat pinggang lusuh membuatnya tersenyum tipis. Dia ingin tertawa di situasi genting seperti ini karena sebuah ikat pinggang lusuh.Berbeda dengan Danumaya yang bergidig ngeri, dia menelan salivanya saat mengingat hari di mana dia hampir lenyap karena sabetan ikat pinggang itu.Sosok itu mengangkat dagunya dengan angkuh dan berkata,
Danumaya menjawab tanpa memandang wajah gadis itu, "Kamu sudah sadar. Syukurlah .."Gadis itu mengangguk dan tersenyum, "Terima kasih telah menyelamatkanku, Tuan. Kenapa keadaan kalian seperti ini?""Ini karena sosok itu mengejarmu sampai ke sini," ujar Adhinatha dengan judes.Bulu mata gadis itu terkulai, dia menunduk dan berkata dengan lirih, "Maaf, Tuan. Telah menyeret kalian dalam masalah."Indrayana berjalan dan berkata dengan lembut, "Jangan khawatir, kamu aman sekarang. Ayo minum ramuanmu."Gadis itu mendongak dengan jantung berdebar, matanya mengerling indah saat Indrayana menyodorkan cawan berisi ramuan.Melihat sikap gadis itu, Candramaya memalingkan wajahnya. "Kakang Danu, kamu baik-baik saja?" Danumaya mengangguk dan berkata, "Aku ingin membersihkan diri. Tolong bantu aku adik," ujarnya sambil menjulurkan kedua tangannya.Candramaya menatap sepupunya dengan sedih, gadis itu berjalan mendekat dan membuat Danumaya tersenyum lebar.Alaram bahaya di kepala Indrayana berbunyi,
Adhinatha dan Danumaya melihat ke arah Kumala memandang. Mata gadis itu berbinar saat melihat Indrayana. Biar pun penampilan pemuda itu begitu sederhana namun memancarkan aura bangsawan yang kuat. Kulit sawo matangnya membuatnya terlihat gagah dan jantan. Sedangkan pemuda itu hanya berdiri mematung dengan dahi yang berkerut. Dia seperti memikirkan sesuatu yang begitu rumit. "Tuan .." Panggil Kumala sekali lagi. Candramaya yang menyadari sikap genit Kumala terhadap suaminya membuat darahnya mendidih. Wajahnya terlihat masam dengan tatapan sinis. Gadis itu mengatur nafasnya untuk mengendalikan emosinya yang ingin meledak. Karena kesal Candramaya mencubit perut pemuda itu dengan sangat keras. "Awwww!" Indrayana menjerit kesakitan lalu mengusap perutnya sambil meringis, "Apa!!!" Kumala merasa kesal dengan sikap gadis itu, dia turun dari ranjang dan berlari menghampiri Indrayana. Kumala terlihat begitu cemas dan memarahi Candramaya, "Kenapa kamu sangat kasar!" Candramaya berdecis
"Seperti yang kamu liat saat di kamar Kumala," jawab Indrayana dengan tenang. Dia tidak mungkin menyebutkan nama. Candramaya bisa curiga. Bulu mata Candramaya terkulai, ada kebimbangan yang dia rasakan. "Jika itu benar, berarti dia adalah Putri Damayanti Citra. Tapi mana mungkin? Orang sebaik itu bisa melakukan hal keji.""Semua orang punya rahasia," ujar Indrayana. Pemuda itu menatap jauh keluar jendela dan menghela nafas panjang. Seperti ada beban yang mengganjal di hatinya, "Begitu pun denganku," batinnya."Kamu benar. Begitu banyak yang tidak aku ketahui," ujar Candramaya. Gadis itu menyandarkan kepalanya di bahu Indrayana yang kokoh. "Apa masih ada hal yang lebih mengejutkan nantinya. Aku kira perjalanan balas dendamku ini akan begitu mudah. Tapi ternyata sangat rumit."Indrayana hanya bisa tersenyum tipis, tumbuhan ilalang yang berjejer dan bergoyang-goyang saat di terpa angin. Nyatanya begitu indah dan menyejukan. Namun tidak dapat menghibur kegelisahan yang melanda hatinya se
"Aki! Candramaya menangis, Indrayana memukulnya," ujar Danumaya. Otot-otot wajahnya menonjol dan rahangnya mengatup.Wirata memijit keningnya yang sakit, dia terlalu tua untuk mengurus hal seperti ini. "Indrayana mencintai adikmu secara ugal-ugalan. Dia bahkan selalu mengikutinya seperti anjing. Lagian Ibunya tidak akan membiarkan adikmu terluka. Jadi pergi kalian semua! Jangan ganggu mereka!" Ujarnya.Kumala yang berdiri di ambang pintu akhirnya kembali masuk ke dalam kamarnya. Gadis itu berdiri di balik pintu dengan perasaan campur aduk. Beberapa saat kemudian suara tangis itu perlahan meredup. Karena lelah Candramaya tertidur di dalam pelukan Indrayana cukup lama. Saat gadis itu benar-benar pulas, Indrayana menggendong tubuhnya dengan gaya bridal style. Dia menutup pintu jendela karena hari mulai senja."Huaaaa!!" Teriak Indrayana. Pemuda itu terperanjat saat membuka pintu. Ada sosok tinggi yang berdiri di depan pintu. Pemuda berwajah manis tapi pemarah itu bersedekap angkuh dan m
"Keras kepala," ujar Indrayana lirih dengan sorot mata yang dingin. "Kamu selalu memaksaku melakukan hal ini." Indrayana memeluk pinggang gadis itu dengan erat lalu mengambil tali pengengkang kuda. Dia berbalik arah dan memacu kudanya kembali ke rumah Wirata. Saat Indrayana memasuki rumah dengan membawa tubuh Candramaya yang pingsan dengan gaya bridal style. Suasana hati Indrayana benar-benar buruk, dia mendorong pintu kamarnya dengan kakinya. Kleek!! Untungnya Danumaya menemani Adhinatha pulang ke istana karena akan menghadiri pertemuan para petinggi kerajaan Harsa Loka. "Tuan .." panggil Kumala. Gadis itu berdiri di ambang pintu kamarnya. Langkah Indrayana terhenti lalu menoleh dengan tatapan dingin dan bibir yang merapat. Dia benar-benar muak dengan gadis itu. "Ada yang ingin aku katakan," ujar Kumala. Wajah gadis itu menunduk dan meremas kedua tangannya yang gemetar. Dia cukup kaget karena melihat Indrayana membawa Candramaya yang sedang pingsan. Dia kira Candramaya telah p
Bima Reksa tidak mengucapkan sepatah katapun, dia melengos dan pergi menaiki kudanya. Tentu membuat Kumala semakin bingung. Akhirnya Kumala mengambil salah satu kuda yang berjejer terikat di pohon. Dia sekilas melirik kereta kencana yang kemarin mengantarnya dengan perasaan sedih. Baru saja dia merasakan kemewahan dan sekarang dia sudah tidak punya harapan lagi. Di tepi pantai ada Ki Sentot dan Darma yang berjaga di tempat itu. Mereka tampak acuh dan dingin seolah-olah tidak perduli dengan keberadaan Kumala. Mereka hanya sibuk membakar ikan dan saling berbincang ringan.Kumala juga tidak menyapa, dia memilih mengikuti kakeknya yang terlihat marah."Pulang! Jangan sampai Aki bersikap kasar padamu," ancam Bima Reksa tanpa menoleh sedikit pun.Kumala menghela nafas dalam-dalam dan naik ke atas kuda dengan patuh, dia bergumam, "Untuk saat ini aku patuh, Aki!" Mereka berdua melakukan perjalanan menuju desa Kuningan. Menembus gelapnya malam dan rimbunnya pepohonan. Hanya mengandalkan cah
"Huaaa!!!" Kumala jatuh terjerembab di dalam perahu dengan menyedihkan. Perahu yang Kumala naiki juga bergoyang-goyang di atas air. Kumala segera bangun dan menyesuaikan duduknya agar perahu bisa seimbang. Dia memegangi dua sisi perahu dan berteriak marah, "Jangan keterlaluan! Kamu ingin aku tenggelam!"Danumaya tertawa sinis sambil melempar dayung ke arah Kumala, "Cepat pergi!"Mata Kumala seketika melotot dan giginya berkertak, "Awas kamu!""Jika lain kali kamu mendapatkan kesulitan. Aku tidak akan pernah menolongmu lagi," ujar Danumaya dengan sinis. Dia tidak seharusnya menyesal karena telah menolong seseorang. Hanya saja orang yang dia tolong ternyata orang yang tidak tahu diri.Kumala membuang muka lalu berbalik badan, sejenak dia merenung. Gadis itu menggenggam dayung kayu itu dengan erat. Dia harus melawan rasa takut yang dia rasakan. Jarak antara pulau Wijaya Kusuma dan pulau Jawa memang tidak terlalu jauh. Hanya saja dua pulau itu di pisahkan oleh sebuah lautan. Jadi dia har
Wanita lemah lembut itu menatap ke arah Kumala yang sedang berdiri sambil berkacak pinggang, matanya berkilat dengan amarah. "Pantas putraku tidak menyukaimu! Selain kasar, kamu juga tidak tahu malu. Bagaimana bisa kamu berteriak dan mengumpat di depan orang tua. Apa kamu tidak tahu adab dan sopan santun?"Kumala merasa malu, pipinya memerah dan wajahnya tertunduk. Dia kembali duduk dan berkata lirih tanpa berani menatap mata Asri Kemuning, "Maaf, Tuan Putri."Suasana menjadi hening, semua orang tertunduk dan kembali melanjutkan makannya. Berbeda dengan Candramaya yang terang-terangan menatap wajah Ibu Mertuanya. Dia merasa kagum terhadap wanita yang begitu lembut namun sangat tegas.Dia jadi teringat dengan ibunya, mereka sangat mirip.Merasa sedang diamati, Asri Kemuning ikut menatap Candramaya. Mereka saling memandang untuk beberapa detik. Hingga tatapan itu berubah menjadi tatapan canggung. Wajah Candramaya yang dingin melembut, dia tersenyum tipis. Asri Kemuning juga ikut tersen
Kesedihan meliputi semua orang, gadis ceria seperti Cempaka sekarang hancur karena kematian orang yang dia Cintai. Cempaka terus menangis di atas jasad Saka, cinta pertama dan mungkin cinta terakhirnya.Sebuah tangan terulur dan menyentuh pundak Cempaka yang bergetar, "Lepaskan dia, biarkan dia beristirahat dengan tenang."Cempaka mendongak dan membiarkan Indrayana dan Baladewa mengangkat jasad Saka. Cempaka memeluk tubuh Candramaya dan menangis di pelukannya."Menangislah Cempaka! Itu akan membuatmu semakin lebih baik," ucap Candramaya dengan penuh kasih sayang."Terima kasih, Adik," ujar Cempaka dengan suara parau.Memang benar kata pepatah, 'Hanya wanita yang bisa mengerti wanita.'Asri Kemuning sangat tersentuh, dia tidak menyangka gadis dengan wajah dingin itu sangat begitu lembut dan dewasa. "Mungkin ini alasan Indrayana berselingkuh dengannya. Tapi alangkah baiknya jika aku memastikannya lebih dulu," batinnya.Setelah semua mayat di kebumikan termasuk Saka. Cempaka berdiri di
"Sebentar Romo," Candramaya berlari dan mengambil air dalam sebuah kendi besar. Ada gayung yang terbuat dari cangkang kelapa. "Ini Romo, basuh mata Romo," ujar Candramaya.Arya Balaaditya membasuh matanya, perlahan matanya terasa lebih baik dan pandangannya kembali membaik."Siapa gadis itu?" tanya Asri Kemuning. Dia tersenyum melihat perlakuan manis gadis itu. Dia kira gadis itu sangat kejam, terlihat dari wajahnya yang dingin dan galak. Apalagi saat gadis itu membunuh satu persatu para pemanah dengan keji dan sadis. Seperti pembunuh berdarah dingin.Asri Kemuning mulai semakin meragukan kata-kata Kumala.Indrayana sedang bertarung dengan Saka. Dia menyerang dengan membabi buta, Marah karena orang itu berani melukai ayahnya.Kumala semakin terdesak, dia kira Candramaya tidak ikut. Dengan begitu dia bisa membujuk Asri Kemuning untuk membujuk Putra dan suaminya.Beraninya Paman melukai Romoku!" teriak Indrayana dengan marah. Karena dia mulai kewalahan jadi Indrayana menarik cemetinya.
"Kang Mas!!" Asri Kemuning bangkit. Rasa lega dan bahagia bercampur membuatnya semakin terharu. Air mata kebahagian mengalir dari matanya yang indah. Dia hendak pergi menuju sumber suara, namun sayang Saka menghalanginya. Wajah pria itu terlihat semakin dingin, dia bahkan memberi isyarat agar Asri Kemuning kembali duduk dengan tenang.Suara riuh itu semakin kencang dan semakin mendekat. Mata Asri Kemuning semakin liar, bergerak-gerak mencari sosok yang dia kenal.Tangan Kumala bergetar, dia sedikit panik kalau kebohongannya akan terbongkar. Tapi dalam sekejab dia berusaha mengendalikan emosinya dan bersikap wajar. Asalkan mendapatkan dukungan Ibu dan Kakek Indrayana, pemuda itu pasti akan patuh.Arya Baladitya dan pasukannya yang dipimpin oleh Baladewa telah sampai di pulau Wijaya Kusuma. Indrayana, Candramaya, Cempaka dan Danumaya juga ikut bersama mereka.Perasaan Arya Balaaditya berkecambuk. Kerinduannya semakin besar dan tak terkendali lagi. Rasa ingin bertemu semakin menggebu-geb
Saat pintu terbuka mata Saka terbelaklak, dia tercengang bukan main. Bukan karena terpesona melainkan kaget dengan dandanan Kumala yang begitu mewah dan terkesan norak. Dia memakai kain sutra terbaik dan rambutnya terlihat begitu berat dan ramai dengan banyak hiasan yang terbuat dari emas. Begitu juga dengan riasannya yang begitu tebal. Dan perhiasan emas yang dia kenakan."Apa gadis ini benar-benar waras," batin Saka. Pria yang biasa selalu acuh dengan sekitar dan sibuk dengan dunianya kini teralihkan.Pemandangan itu benar-benar membuat matanya sakit."Aku sudah selesai," ujar Kumala, dia mengangkat dagunya dan berjalan lebih dulu.Ketakutan Saka saat ini bukanlah pertempuran yang mengancam hidupnya. Dia lebih takut jika perahu yang nanti mereka tumpangi terbalik dan Kumala akan tenggelam ke dasar laut akibat tubuhnya yang terlalu berat karna emas-emas yang dia kenakan.Saka naik ke atas kuda, sedangkan Kumala hanya berdiri dengan wajah masam. Gadis itu mulai bertingkah, " Apakah k
Pupil mata Adi Wijaya melebar, namun dengan cepat Adi Wijaya menutupi rasa keterkejutannya dengan tertawa, "Kamu cucu menantuku rupanya. Siapa orang tuamu?""Hamba anak yatim piatu. Hamba sebatang kara, maka dari itu hamba mohon keadilan dari Gusti Prabu. Hanya Kang Mas Indrayana yang hamba miliki di dunia ini, hiks ... " Kumala menangis dengan pilu. Kebohongannya semakin menjadi-jadi.Akting Kumala memang hebat, hanya saja Adi Wijaya tidak peduli. Dia juga tidak suka cucunya menikah dengan gadis yang tidak jelas asal-usulnya. Adi Wijaya memijit keningnya, bagaimana bisa cucunya menikahi sembarang gadis. Dan lebih parahnya, dia juga menjalin hubungan dengan putri Damarjati. Bagaimanapun Indrayana adalah cucunya. Dia membenci Arya Balaaditya tapi tidak dengan cucunya. Darahnya mengalir di dalam tubuh anak itu.Adi Wijaya menghela nafas dan mencoba menahan diri untuk mendapatkan simpati gadis itu. Tujuannya adalah mendapatkan banyak informasi tentang Arya Balaaditya dari gadis itu. "Apa
Pengawal yang berjaga membuka pintu, mereka berdua tampak marah jadi berbicara dengan keras karena suara mereka teredam oleh suara air hujan. Tentu saja kedua pengawal itu tidak akan memberi izin, "Jangan lancang! Kenapa terus berteriak?""Aku ingin menyampaikan sesuatu! Tolong antarkan aku menghadap Gusti Prabu. Aku tahu di mana Arya Balaaditya berada," Kumala membungkuk dan menyatukan tangannya. Wajahnya pucat dan tubuhnya menggigil.Dua pengawal itu tentu tidak percaya begitu saja. Mana mungkin buronan seperti Arya Balaaditya yang sudah hampir 15 tahun menghilang bagaikan di telan bumi itu kembali. "Jika kamu ingin mengeluh, datang besok saat ada pertemuan di balai istana. Gusti Prabu sedang istirahat," ujar salah satu pengawal."Tidak! Ini sangat penting. Ini masalah Arya Balaaditya. Aku harus bertemu sekarang," ujar Kumala dengan gigi gemeletuk karena kedinginan. Mereka telah menghinanya jadi sekarang mereka harus mendapatkan balasan yang setimpal. Bahkan harus lebih kejam. Dua