Beranda / Historical / Keris Darah Candramaya / 80. Membuat Perhitungan

Share

80. Membuat Perhitungan

Penulis: Songdeok eunjoo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-27 00:03:10

"Aki! Candramaya menangis, Indrayana memukulnya," ujar Danumaya. Otot-otot wajahnya menonjol dan rahangnya mengatup.

Wirata memijit keningnya yang sakit, dia terlalu tua untuk mengurus hal seperti ini. "Indrayana mencintai adikmu secara ugal-ugalan. Dia bahkan selalu mengikutinya seperti anjing. Lagian Ibunya tidak akan membiarkan adikmu terluka. Jadi pergi kalian semua! Jangan ganggu mereka!" Ujarnya.

Kumala yang berdiri di ambang pintu akhirnya kembali masuk ke dalam kamarnya. Gadis itu berdiri di balik pintu dengan perasaan campur aduk.

Beberapa saat kemudian suara tangis itu perlahan meredup. Karena lelah Candramaya tertidur di dalam pelukan Indrayana cukup lama. Saat gadis itu benar-benar pulas, Indrayana menggendong tubuhnya dengan gaya bridal style. Dia menutup pintu jendela karena hari mulai senja.

"Huaaaa!!" Teriak Indrayana. Pemuda itu terperanjat saat membuka pintu. Ada sosok tinggi yang berdiri di depan pintu. Pemuda berwajah manis tapi pemarah itu bersedekap angkuh dan m
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Keris Darah Candramaya   81. Pengakuan Kumala

    "Keras kepala," ujar Indrayana lirih dengan sorot mata yang dingin. "Kamu selalu memaksaku melakukan hal ini." Indrayana memeluk pinggang gadis itu dengan erat lalu mengambil tali pengengkang kuda. Dia berbalik arah dan memacu kudanya kembali ke rumah Wirata. Saat Indrayana memasuki rumah dengan membawa tubuh Candramaya yang pingsan dengan gaya bridal style. Suasana hati Indrayana benar-benar buruk, dia mendorong pintu kamarnya dengan kakinya. Kleek!! Untungnya Danumaya menemani Adhinatha pulang ke istana karena akan menghadiri pertemuan para petinggi kerajaan Harsa Loka. "Tuan .." panggil Kumala. Gadis itu berdiri di ambang pintu kamarnya. Langkah Indrayana terhenti lalu menoleh dengan tatapan dingin dan bibir yang merapat. Dia benar-benar muak dengan gadis itu. "Ada yang ingin aku katakan," ujar Kumala. Wajah gadis itu menunduk dan meremas kedua tangannya yang gemetar. Dia cukup kaget karena melihat Indrayana membawa Candramaya yang sedang pingsan. Dia kira Candramaya telah p

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Keris Darah Candramaya   82. Ayo Kita Berpisah

    Candramaya terus memberontak dan berteriak, "Apa yang kamu lakukan!" Indrayana menyeringai, "Meredamkan amarahku!" Candramaya langsung melotot dan terus berteriak, "Aku tidak mau!" Indrayana benar-benar kehilangann akal dan berkata, "Aku butuh tubuhmu bukan persetujuanmu!" Pemuda itu benar-benar tidak peduli, dia terus saja merobek semua kain yang membalut tubuh indah Candramaya hingga polos. Sedangkan dirinya bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana. Indrayana meremas buah dada gadis itu, jangkunnya naik turun seiring dengan tubuhnya yang bergelora. Matanya yang merah penuh nafsu seperti singa yang kelaparan. Air mata Candramaya terus mengalir saat Indrayana mengungkungi tubuhnya. Pemuda itu dengan rakus menghirup ceruk leher jenjang Candramaya tanpa memperdulikan tangisannya. Di perlakukan sekasar itu Candramaya merasa sedih dan sakit hati. Sebagai wanita dia merasa tidak punya harga diri. "Kenapa kamu memperlakukanku seperti pelacur? Apakah aku adalah alat pelampiasan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • Keris Darah Candramaya   83. Pertemuan Akbar

    Indrayana menaruh jari telunjuknya di bibirnya dan memberi isyarat, "Sssstttt!" Indrayana menatap mata hitam gadis itu yang dalam dan menyelaminya. Terdengar deru nafas Candramaya yang mulai tidak beraturan. Dia bahkan mampu mendengar detak jantungnya yang berdebar kencang. Candramaya mengalungkan kedua tangannya di leher Indrayana. Tatapan gadis itu terlihat sayu dan lembut. Bibir keduanya saling bertautan. Saling memberi cinta dan kasih sayang. Dua sejoli itu terbuai dalam mimpi yang indah. Mereka terbakar oleh api cinta yang membara di hati keduanya. Kini yang terdengar hanya suara erangan yang saling bersautan dari keduanya. Kumala terduduk karena kakinya terasa lemas saat mendengar suara rintihan Candramaya. Tatapannya kosong dan hatinya terasa panas dan perih. Dia hanya bisa menelan ludahnya. Setelah selesai, Candramaya berada dalam pelukan pemuda itu. Gadis itu mendongak dan menatap wajah Indrayana yang terlihat begitu tenang saat terpejam. Dia terlihat polos dan menawan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Keris Darah Candramaya   84. Penemuan Jasad Di Lembah Wingit

    Adi Wijaya terbatuk, "Ohok ..ohok! Mawar hitam sudah sangat meresahkan. Mereka telah terang-terangan menabuh genderang perang kepada kita," ujarnya dengan lemah. Adi Wijaya berhenti sejenak untuk mengatur nafasnya yang mulai sesak. Puspita Sari cukup khawatir, melihat tubuh suaminya yang semakin hari semakin melemah. Damayanti Citra tersenyum penuh arti, "Sebentar lagi tua bangka itu akan berakhir," batinnya. Adi Wijaya kembali meneruskan ucapannya sambil menunjuk ke sudut ruangan. Wajahnya mengeras dengan tatapan yang tajam, "Kalian liat algojo itu?" Semua orang mengangguk dan pandangan mereka tertuju pada sosok tinggi kekar dengan wajah dingin, tampak seperti malaikat maut. "Dia akan memenggal siapapun orang yang terdapat bekas telapak tangan Mahapatih Danadyaksa di dadanya," ujar Adi Wijaya. Suasana mulai ramai mereka saling berbicara satu sama lain dan saling melempar tatapan mencurigai. Adi Wijaya melirik Danadyaksa. Orang itu mengangguk dan berdiri lalu berteriak, "

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Keris Darah Candramaya   85. Surat Perintah

    "Jadi rumor itu benar," ujar salah satu punggawa. Mereka saling berbisik dan saling beramsumsi. Setelah melihat orang-orang mulai terpengaruh, Wismaya mengambil kesempatan untuk melancarkan rencananya. Pria itu bersujud, wajahnya mendongak seraya berkata, "Hamba mengharapkan titah untuk mengusut kasus ini kembali, Gusti Prabu!" Deg! Adi Wijaya menelan ludahnya dan jantungnya bergemuruh hebat. Dia tidak menyangka hal yang membuatnya hampir gila kini terulang lagi. Bagaimana bisa Adi Wijaya menurunkan titah yang akan mengancam tahtanya? Itu tidak mungkin. Saat Adi Wijaya hendak mengelak, satu persatu para punggawa ikut bersujud di belakang Wismaya termasuk Aji Suteja dan lainnya. Tentu membuat Adi Wijaya tidak bisa berkutik. Sedangkan Narendra, dia meremas tangan istrinya dengan kuat. Pria pengecut itu mulai kehilangan kendali. Namun Damayanti Citra tetap bersikap tenang. Puspita Sari rasanya ingin pingsan. Dia menyesal melahirkan anak yang tidak berguna sepertinya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Keris Darah Candramaya   86. Keangkuhan Pangeran Narendra

    Wismaya menggenggam surat perintah itu dengan erat dan matanya penuh dengan tekad. "Inilah awal pembalasanku yang sesungguhnya. Aku akan membalaskan kematian adikku yang sangat berharga. Dan kalian harus membayar gelar yatim piatu yang kalian berikan pada keponakanku," batin Wismaya. Wismaya mengangkat surat perintah itu dengan kedua tangannya seraya berkata dengan lantang, "Hamba bersumpah tidak akan mengecewakan titah dan harapan Gusti Prabu!" Semua orang berberkata serempak, "Hidup Gusti Prabu Adi Wijaya! Hidup!" Adi Wijaya berbalik badan, dia berjalan menuju singgasananya dengan wajah yang suram. Setiap langkah terasa berat, lantai marmer yang bergitu halus dan kokoh kini seperti hamparan kaca yang tipis. Seakan-akan ketika terinjak, kaca itu akan pecah dan membuatnya jatuh ke dalam jurang. Seruan para punggawanya juga terdengar seperti kutukan baginya. Tenggorokannya terasa tercekik namun saat dia kembali duduk expresinya harus berubah. Adhinatha mengingat nasehat nenekny

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Keris Darah Candramaya   87. Arahan Arya Balaaditya

    "Haha ... " kelakar Adi Wijaya memenuhi ruangan itu. Dia tertawa seperti kesetanan dan matanya bahkan sampai berair. Hingga tawa itu mulai melirih dan meredup, sorot mata Adi Wijaya terlihat dingin. Tangannya meremas gulungan sketsa gambar Arya Balaaditya dan melemparnya ke wajah Wismaya. Bug!! Wismaya tersenyum tipis lalu memungut gulungan itu. Melihat seringai dari orang yang kastanya lebih rendah darinya, membuat mata Adi Wijaya terasa sakit. Darahnya mendidih dan rahangnya mengatup, dia bangkit dari duduknya dan berteriak, "Kalian benar-benar lancang! Rupanya menantuku itu telah mencuci otak kalian hingga berani menentangku sekarang!" Wismaya tertawa lirih, "Kami hanya membawa gambar Arya Balaaditya bukan orangnya." Adi Wijaya berkata dengan gigi bergertak, "Apa mau Kalian?" Wismaya mengangkat pandangannya, ada api yang menyala di matanya. Di sudah tidak peduli dengan hal buruk yang akan mengejarnya nanti, "Hamba harap, Gusti Prabu berhenti ikut campur. Dan bersikapla

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Keris Darah Candramaya   88. Isi Lemari Kamaratih

    "Saka ... " panggil Adi Wijaya. Dia kembali menutup pintu lemari dengan tenang. Adi Wijaya berjalan mendekati seorang pria yang hanya berdiri di depan pintu lalu menepuk pundaknya. Saka hanya mendongak, tatapannya datar dan bibirnya terus saja merapat. Dia tidak berekspresi apapun. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Tatapannya yang datar tertuju ada satu buah mata yang terlihat dari celah jendela."Apa kamu sudah menemukan tabibnya?" tanya Adi Wijaya.Sebenarnya di istana ada tabib kerajaan, hanya saja dia ingin menyembunyikan pengobatannya. Sudah beberapa hari dia tidak meminum teh yang selalu di hidangkan. Saat dia tidk sengaja menumpahkannya dan ada seekor kucing peliharaan salah satu selirnya mati karena menjilati bekas tumpahan teh ini. Hingga dia menyadari bahwa ada orang yang selama ini meracuninya.Dia ingin pelaku itu berpikir Adi Wijaya tidak tahu. Jadi dia ingin berobat sembunyi-sembunyi.Saka sadar dari lamunanannya lalu mengangguk.Adi Wijaya tersenyum tipis, "Baiklah,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10

Bab terbaru

  • Keris Darah Candramaya   131. Kelinciku Yang Manis

    Bima Reksa tidak mengucapkan sepatah katapun, dia melengos dan pergi menaiki kudanya. Tentu membuat Kumala semakin bingung. Akhirnya Kumala mengambil salah satu kuda yang berjejer terikat di pohon. Dia sekilas melirik kereta kencana yang kemarin mengantarnya dengan perasaan sedih. Baru saja dia merasakan kemewahan dan sekarang dia sudah tidak punya harapan lagi. Di tepi pantai ada Ki Sentot dan Darma yang berjaga di tempat itu. Mereka tampak acuh dan dingin seolah-olah tidak perduli dengan keberadaan Kumala. Mereka hanya sibuk membakar ikan dan saling berbincang ringan.Kumala juga tidak menyapa, dia memilih mengikuti kakeknya yang terlihat marah."Pulang! Jangan sampai Aki bersikap kasar padamu," ancam Bima Reksa tanpa menoleh sedikit pun.Kumala menghela nafas dalam-dalam dan naik ke atas kuda dengan patuh, dia bergumam, "Untuk saat ini aku patuh, Aki!" Mereka berdua melakukan perjalanan menuju desa Kuningan. Menembus gelapnya malam dan rimbunnya pepohonan. Hanya mengandalkan cah

  • Keris Darah Candramaya   130. Omelan Emak-emak

    "Huaaa!!!" Kumala jatuh terjerembab di dalam perahu dengan menyedihkan. Perahu yang Kumala naiki juga bergoyang-goyang di atas air. Kumala segera bangun dan menyesuaikan duduknya agar perahu bisa seimbang. Dia memegangi dua sisi perahu dan berteriak marah, "Jangan keterlaluan! Kamu ingin aku tenggelam!"Danumaya tertawa sinis sambil melempar dayung ke arah Kumala, "Cepat pergi!"Mata Kumala seketika melotot dan giginya berkertak, "Awas kamu!""Jika lain kali kamu mendapatkan kesulitan. Aku tidak akan pernah menolongmu lagi," ujar Danumaya dengan sinis. Dia tidak seharusnya menyesal karena telah menolong seseorang. Hanya saja orang yang dia tolong ternyata orang yang tidak tahu diri.Kumala membuang muka lalu berbalik badan, sejenak dia merenung. Gadis itu menggenggam dayung kayu itu dengan erat. Dia harus melawan rasa takut yang dia rasakan. Jarak antara pulau Wijaya Kusuma dan pulau Jawa memang tidak terlalu jauh. Hanya saja dua pulau itu di pisahkan oleh sebuah lautan. Jadi dia har

  • Keris Darah Candramaya   129. Pesan Singkat Seorang Saka

    Wanita lemah lembut itu menatap ke arah Kumala yang sedang berdiri sambil berkacak pinggang, matanya berkilat dengan amarah. "Pantas putraku tidak menyukaimu! Selain kasar, kamu juga tidak tahu malu. Bagaimana bisa kamu berteriak dan mengumpat di depan orang tua. Apa kamu tidak tahu adab dan sopan santun?"Kumala merasa malu, pipinya memerah dan wajahnya tertunduk. Dia kembali duduk dan berkata lirih tanpa berani menatap mata Asri Kemuning, "Maaf, Tuan Putri."Suasana menjadi hening, semua orang tertunduk dan kembali melanjutkan makannya. Berbeda dengan Candramaya yang terang-terangan menatap wajah Ibu Mertuanya. Dia merasa kagum terhadap wanita yang begitu lembut namun sangat tegas.Dia jadi teringat dengan ibunya, mereka sangat mirip.Merasa sedang diamati, Asri Kemuning ikut menatap Candramaya. Mereka saling memandang untuk beberapa detik. Hingga tatapan itu berubah menjadi tatapan canggung. Wajah Candramaya yang dingin melembut, dia tersenyum tipis. Asri Kemuning juga ikut tersen

  • Keris Darah Candramaya   128. Tamu Tak Di Undang

    Kesedihan meliputi semua orang, gadis ceria seperti Cempaka sekarang hancur karena kematian orang yang dia Cintai. Cempaka terus menangis di atas jasad Saka, cinta pertama dan mungkin cinta terakhirnya.Sebuah tangan terulur dan menyentuh pundak Cempaka yang bergetar, "Lepaskan dia, biarkan dia beristirahat dengan tenang."Cempaka mendongak dan membiarkan Indrayana dan Baladewa mengangkat jasad Saka. Cempaka memeluk tubuh Candramaya dan menangis di pelukannya."Menangislah Cempaka! Itu akan membuatmu semakin lebih baik," ucap Candramaya dengan penuh kasih sayang."Terima kasih, Adik," ujar Cempaka dengan suara parau.Memang benar kata pepatah, 'Hanya wanita yang bisa mengerti wanita.'Asri Kemuning sangat tersentuh, dia tidak menyangka gadis dengan wajah dingin itu sangat begitu lembut dan dewasa. "Mungkin ini alasan Indrayana berselingkuh dengannya. Tapi alangkah baiknya jika aku memastikannya lebih dulu," batinnya.Setelah semua mayat di kebumikan termasuk Saka. Cempaka berdiri di

  • Keris Darah Candramaya   127. Tekad Saka

    "Sebentar Romo," Candramaya berlari dan mengambil air dalam sebuah kendi besar. Ada gayung yang terbuat dari cangkang kelapa. "Ini Romo, basuh mata Romo," ujar Candramaya.Arya Balaaditya membasuh matanya, perlahan matanya terasa lebih baik dan pandangannya kembali membaik."Siapa gadis itu?" tanya Asri Kemuning. Dia tersenyum melihat perlakuan manis gadis itu. Dia kira gadis itu sangat kejam, terlihat dari wajahnya yang dingin dan galak. Apalagi saat gadis itu membunuh satu persatu para pemanah dengan keji dan sadis. Seperti pembunuh berdarah dingin.Asri Kemuning mulai semakin meragukan kata-kata Kumala.Indrayana sedang bertarung dengan Saka. Dia menyerang dengan membabi buta, Marah karena orang itu berani melukai ayahnya.Kumala semakin terdesak, dia kira Candramaya tidak ikut. Dengan begitu dia bisa membujuk Asri Kemuning untuk membujuk Putra dan suaminya.Beraninya Paman melukai Romoku!" teriak Indrayana dengan marah. Karena dia mulai kewalahan jadi Indrayana menarik cemetinya.

  • Keris Darah Candramaya   126. Pertumpahan Darah

    "Kang Mas!!" Asri Kemuning bangkit. Rasa lega dan bahagia bercampur membuatnya semakin terharu. Air mata kebahagian mengalir dari matanya yang indah. Dia hendak pergi menuju sumber suara, namun sayang Saka menghalanginya. Wajah pria itu terlihat semakin dingin, dia bahkan memberi isyarat agar Asri Kemuning kembali duduk dengan tenang.Suara riuh itu semakin kencang dan semakin mendekat. Mata Asri Kemuning semakin liar, bergerak-gerak mencari sosok yang dia kenal.Tangan Kumala bergetar, dia sedikit panik kalau kebohongannya akan terbongkar. Tapi dalam sekejab dia berusaha mengendalikan emosinya dan bersikap wajar. Asalkan mendapatkan dukungan Ibu dan Kakek Indrayana, pemuda itu pasti akan patuh.Arya Baladitya dan pasukannya yang dipimpin oleh Baladewa telah sampai di pulau Wijaya Kusuma. Indrayana, Candramaya, Cempaka dan Danumaya juga ikut bersama mereka.Perasaan Arya Balaaditya berkecambuk. Kerinduannya semakin besar dan tak terkendali lagi. Rasa ingin bertemu semakin menggebu-geb

  • Keris Darah Candramaya   125. Pulau Wijaya Kusuma

    Saat pintu terbuka mata Saka terbelaklak, dia tercengang bukan main. Bukan karena terpesona melainkan kaget dengan dandanan Kumala yang begitu mewah dan terkesan norak. Dia memakai kain sutra terbaik dan rambutnya terlihat begitu berat dan ramai dengan banyak hiasan yang terbuat dari emas. Begitu juga dengan riasannya yang begitu tebal. Dan perhiasan emas yang dia kenakan."Apa gadis ini benar-benar waras," batin Saka. Pria yang biasa selalu acuh dengan sekitar dan sibuk dengan dunianya kini teralihkan.Pemandangan itu benar-benar membuat matanya sakit."Aku sudah selesai," ujar Kumala, dia mengangkat dagunya dan berjalan lebih dulu.Ketakutan Saka saat ini bukanlah pertempuran yang mengancam hidupnya. Dia lebih takut jika perahu yang nanti mereka tumpangi terbalik dan Kumala akan tenggelam ke dasar laut akibat tubuhnya yang terlalu berat karna emas-emas yang dia kenakan.Saka naik ke atas kuda, sedangkan Kumala hanya berdiri dengan wajah masam. Gadis itu mulai bertingkah, " Apakah k

  • Keris Darah Candramaya   124. Menjemput Tamu

    Pupil mata Adi Wijaya melebar, namun dengan cepat Adi Wijaya menutupi rasa keterkejutannya dengan tertawa, "Kamu cucu menantuku rupanya. Siapa orang tuamu?""Hamba anak yatim piatu. Hamba sebatang kara, maka dari itu hamba mohon keadilan dari Gusti Prabu. Hanya Kang Mas Indrayana yang hamba miliki di dunia ini, hiks ... " Kumala menangis dengan pilu. Kebohongannya semakin menjadi-jadi.Akting Kumala memang hebat, hanya saja Adi Wijaya tidak peduli. Dia juga tidak suka cucunya menikah dengan gadis yang tidak jelas asal-usulnya. Adi Wijaya memijit keningnya, bagaimana bisa cucunya menikahi sembarang gadis. Dan lebih parahnya, dia juga menjalin hubungan dengan putri Damarjati. Bagaimanapun Indrayana adalah cucunya. Dia membenci Arya Balaaditya tapi tidak dengan cucunya. Darahnya mengalir di dalam tubuh anak itu.Adi Wijaya menghela nafas dan mencoba menahan diri untuk mendapatkan simpati gadis itu. Tujuannya adalah mendapatkan banyak informasi tentang Arya Balaaditya dari gadis itu. "Apa

  • Keris Darah Candramaya   123. Kebohongan Kumala

    Pengawal yang berjaga membuka pintu, mereka berdua tampak marah jadi berbicara dengan keras karena suara mereka teredam oleh suara air hujan. Tentu saja kedua pengawal itu tidak akan memberi izin, "Jangan lancang! Kenapa terus berteriak?""Aku ingin menyampaikan sesuatu! Tolong antarkan aku menghadap Gusti Prabu. Aku tahu di mana Arya Balaaditya berada," Kumala membungkuk dan menyatukan tangannya. Wajahnya pucat dan tubuhnya menggigil.Dua pengawal itu tentu tidak percaya begitu saja. Mana mungkin buronan seperti Arya Balaaditya yang sudah hampir 15 tahun menghilang bagaikan di telan bumi itu kembali. "Jika kamu ingin mengeluh, datang besok saat ada pertemuan di balai istana. Gusti Prabu sedang istirahat," ujar salah satu pengawal."Tidak! Ini sangat penting. Ini masalah Arya Balaaditya. Aku harus bertemu sekarang," ujar Kumala dengan gigi gemeletuk karena kedinginan. Mereka telah menghinanya jadi sekarang mereka harus mendapatkan balasan yang setimpal. Bahkan harus lebih kejam. Dua

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status