Beranda / Historical / Keris Darah Candramaya / 4. Pesanan Adi Wijaya

Share

4. Pesanan Adi Wijaya

Penulis: Songdeok eunjoo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-01 21:39:06

"Di mana Candramaya?"

"Kami sudah mencarinya. Tapi Gusti Ayu hilang," ujar salah satu pelayan. Pria paruh baya yang selamat karna tidak menginap kini bersimpuh. Raut wajahnya terlihat cemas dan penuh penyesalan.

Wismaya menunduk, perasaannya semakin kacau, Sorot matanya semakin meredup. Adik dan iparnya tewas. Dan sekarang keponakannya menghilang.

Bagaimana ini?

Tapi mana mungkin adiknya bisa terbunuh jika ada keris pelindung dari leluhurnya?

"Yah!! Adikku sudah mewariskan keris itu pada putrinya," batin Wismaya. Wismaya langsung bangkit dari duduknya, saking lemasnya tubuh pria itu terhuyung. Dia tidak sabar, dia ingin memastikan sesuatu.

"Candramaya masih hidup!" Batin Wismaya mengusap bulir bening yang membasahi wajahnya. Dia langsung berlari ke dalam rumah adiknya.

Wismaya menatap getir pintu yang rusak bekas dobrakan. Dan darah yang mengering di atas lantai serta bau anyir yang menyeruak menusuk indera penciuman.

Secara reflek Wismaya menutup hidungnya dengan punggung tangannya.

Tujuan utamanya adalah kamar adiknya.

Wismaya memasuki kamar yang porak-poranda.

Tak! Tak!

Candramaya melihat sepasang kaki melangkah memasuki kamar. Dia sudah sadar dan masih menggenggam keris pemberian Ibunya. Rasa takutnya kembali muncul, dia takut kedua orang jahat itu kembali.

"Maya ...kamu di mana, Nak? Paman datang," Wismaya memanggil-manggil keponakannya, sambil memindai kamar yang kini penuh dengan jejak kekerasan dan darah kering yang berceceran.

Wismaya duduk di sisi ranjang dengan perasaan suram. Dia tidak mencari Candramaya karna percuma. Selagi anak itu menggenggam keris itu dia tidak akan terlihat.

"Keluar dari persembunyianmu, Nak. Ini Paman."

Pergelangan Kaki Wismaya terasa dingin, seperti ada sesuatu menempel di kakinya. Dia cukup terperanjat.

Namun saat dia melihat ke arah kakinya tidak ada siapapun. Namun seulas senyum menghiasai bibirnya, "Ini kau, Nak? Paman tidak bisa melihatmu. Sekarang lepaskan keris itu agar Paman bisa melihatmu."

Candramaya melepaskan genggamannya lalu merangkak keluar, dia menatap sang Paman yang terlihat gelisah. Candramaya memilih duduk di sisi ranjang.

Sadar ada seseorang yang duduk di sisinya karna ranjang mengeluarkan suara denyitan. Wismaya menoleh, "Lepaskan keris itu, Nak."

Candramaya menurut, hingga tubuhnya muncul. Wajahnya terlihat lesu dan pucat, rambutnya berantakan serta tatapannya kosong.

Wismaya menatap nanar keponakannya yang terlihat menyedihkan.

Dulu dia sangat ceria, kini menjadi murung. Wismaya mengelus pucuk kepala Candramaya lalu memeluknya, rasa syukur dia panjatkan. Tubuh gadis ini sangat dingin, begitu juga dengan tatapannya.

"Aku akan menuntut balas! Mata di bayar dengan mata, nyawa di bayar dengan nyawa," batin Wismaya, api dendam membara di hatinya. Tekadnya kuat, tujuan hidupnya sekarang adalah menuntut balas.

Wismaya bertekad akan mengumpulkan para keluarga korban untuk meminta keadilan kepada raja Harsa Loka.

***

Di sisi lain.

Dua pria yang menjadi pembunuh dalam satu malam itu sampai di istana Harsa loka pagi hari. Dengan membawa pesanan Adi Wijaya sesuai apa yang ada di dalam isi surat.

Di dalam surat itu tertulis, bahwa kepala keempat pembrotak itu harus di masukan ke dalam guci yang terbuat dari tanah liat dan di simpan di dalam ruang harta milik Adi Wijaya.

Tentunya para eksekutor itu menemui tuannya dan melapor.

Sekarang mereka sedang duduk bersama Adi Wijaya di gazebo taman yang berada di halaman kediaman pribadi sang Raja.

"Apakah mereka menerima penawaranku?" Tanya Adi Wijaya, pria paruh baya itu sedang menikmati secangkir teh melati sambil di temani salah satu selirnya.

"Mereka menolak Gusti. Jadi sesuai perintah, kami membawa pesanan Gusti," kata seorang pria bertubuh kecil yang tidak lain adalah Patih kerajaan Harsa Loka yang bernama Bima Reksa.

"Hmm ...mereka keras kepala," Adi Wijaya menghela nafas. Dia cukup kecewa.

"Sangat di sayangkan, tapi merampas harta dan tanah mereka itu tidak lah buruk, mereka pasti akan memohon. Memangnya siapa yang tahan hidup miskin," batin Adi Wijaya, suasana hatinya sedang baik hari ini.

"Apakah Gusti ingin memeriksanya, sebelum kami menguburnya" tanya pria satunya yang bernama Danadyaksa, adik ipar sang Raja.

"Hmm ...kenapa di kubur, biarkan saja," jawab Adi Wijaya santai.

Danadyaksa dan Bima Reksa saling bertatapan. Mereka cukup kaget, bukankah kepala itu akan membusuk jika tidak segera di kuburkan.

Sedangkan Adi Wijaya berfikir yang dibawa bawahannya adalah harta benda dari ke empat orang itu.

"Tapi Gusti ...sebaiknya Gusti priksa saja dulu."

"Pergilah! Kalian merusak suasana hatiku saja," perintah Adi Wijaya, dia ingin bersantai sejenak. Tapi mereka datang membawa kabar yang tidak enak untuk di dengar.

"Bukan hanya keji dan gila kekuasaan, ternyata kakak iparku orang yang tidak waras. Menyimpan kepala manusia untuk apa? Pajangan? Dasar gila!" Batin Danadyaksa, kedua alisnya saling bertautan karna merasa heran.

Danadyaksa dan Bima Reksa mengundurkan diri, mereka sebenarnya tidak habis pikir dengan pemikiran Raja.

Tapi memilih untuk patuh dari pada berakhir dengan kehilangan kepala.

***

Istana Harsa Loka terletak di bawah Gunung berapi yang aktif, tanahnya subur dengan sumber air yang melimpah. Membuat kerajaan Harsa Loka menjadi salah satu kerajaan yang makmur dan subur.

Dua hari setelah malam berdarah di istana Harsa Loka.

Raja yang berkuasa bernama Adi Wijaya duduk dengan gagah di singgasana. Di temani kedua permaisurinya yaitu Dewi Kamaratih duduk di sisi kanan dan Dewi Puspita Sari duduk di sisi kiri.

Sedangkan Putra mahkota bernama Pangeran Dwi Narendra duduk di sisi ibundanya Dewi Puspita Sari.

Sedangkan Putri sulung yang bernama Putri Asri Kemuning sedang terbaring lemah karna sakit yang dia derita sejak kecil sedang kambuh.

Patih dan para punggawa juga duduk di tempat masing-masing.

Setiap pagi pasti semua berkumpul di balai pertemuan untuk berdiskusi tentang urusan kerajaan.

"Gusti Prabu ...Lurah dari desa A melapor bahwa banyak para gadis yang hilang secara misterius."

"Desa B dan C juga mengalami hal sama."

"Sampai saat ini Senopati Damarjati bahkan belum datang, padahal dia yang sedang menyelidiki perkara itu."

"Masalah ini sudah tidak terkendali, Gusti!"

Bab terkait

  • Keris Darah Candramaya    5. Masalah baru

    Laporan para punggawa seperti rasa pahit yang memenuhi mulut Adi Wijaya, membuatnya terlihat kesal. Sepertinya pagi ini akan sangat menguras emosi, tenaga dan pikiran.Adi Wijaya terdiam, dengan mata terpejam lalu memijit pelipisnya yang terasa pening dan kembali mengatur suasana hatinya. Kesialan nyatanya menimpa hidup Adi Wijaya karena memiliki putra yang tidak berguna.Sedangkan akar dari masalah ini adalah putranya sendiri. Tapi dia tidak mungkin menghukum putra tercintanya.Sedangkan Pangeran Narendra, biang kerok dari segala masalah yang mengusik ketenangan Harsa Loka hanya bersikap biasa saja. Wajahnya tenang seperti tanpa beban. Padahal semua punggawa sedang menyinggung masalah yang dia ciptakan. Karna sejatinya, sebaik-baiknya orang menyimpan bangkai pasti akan tercium juga! Dan bau busuk itu mulai menyeruak kepermukaan. "Apakah Senopati Damarjati mengatakan sesuatu pada kalian?" Tanya Adi Wijaya. Pria tua itu cukup khawatir, terlihat dari tangannya yang meremas tangannya

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-03
  • Keris Darah Candramaya   6. Dua Orang Itu Adalah Orang Teladan

    "Tentu ada, Gusti"Adi Wijaya terbelaklak, wajahnya terlihat tegang dan pucat. Jawaban singkat itu tentu saja seperti anak panah yang melesat menghujam jantung Adi Wijaya. Adi Wijaya terpojok sekarang!Wismaya menatap wajah keponakannya yang pucat, tatapan gadis itu kosong. "Katakan, Nak? Katakan yang kamu ketahui?"Candramaya kecil menatap Pamannya, tangan kecilnya menggenggam erat lengan sang Paman. Satu-satunya orang yang dia percaya saat ini. Jika pagi itu Wismaya tidak mengujungi rumah adiknya, entah apa yang akan terjadi pada gadis malang itu."Du-dua orang, Paman Patih," kata Candramaya, suaranya lirih dan bergetar. Ingatannya kembali ke malam mengerikan itu. Membuat tubuh Candramaya bergetar, dan suara isak tangis mulai terdengar. Wismaya menatap wajah keponakannya yang pucat dengan cemas. Apalagi tatapan gadis itu kosong, dengan lembut Wismaya menepuk pundak lemah Candramaya untuk menyadarkan gadis itu dari lamunan dan berkata, "Katakan yang kamu tahu, Nak?"Candramaya men

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-04
  • Keris Darah Candramaya   7. Ajian Malik Rupa

    Klekkk!!Wanita muda itu bergegas naik ke atas ranjang dan bersembunyi di balik selimut berbahan kain sutra. Terdengar langkah kaki yang perlahan mendekat."Kamu tidur, Ratih?" Suara yang familiar berhasil membuat wanita itu hampir terkena serangan jantung."Gawat! Romo Prabu!" Batin wanita muda itu. Wajahnya pucat, hatinya berdebar kencang hingga dia memutuskan untuk menggunakan Ajian Malik Rupa.Adi Wijaya duduk di sisi ranjang. Lalu menyibak selimut yang menutupi tubuh seseorang. Wajah senjanya terlihat muram, saat melihat seorang wanita berusia 55 tahun yang sedang menangis dalam diam.Wanita muda itu merubah wujudnya menjadi Dewi Kamaratih dan berpura-pura sedang menangis."Kamu menangis?" Tanya Adi Wijaya, tatapannya terlihat malas."Hiks! Ini salah paham, kang mas? Menantu kita adalah seorang putra Resi, dia berbudi luhur dan bijaksana. Kangmas tidak kasihan dengan putri dan cucu kita?" Rintih Kamaratih palsu. Dia turun dari ranjang sambil menangis pilu lalu duduk di atas karp

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-17
  • Keris Darah Candramaya   8. Surat Yang Di Tukar

    Puspita Sari pergi meninggalkan Kamaratih dengan kesal. Kebenciannya bertambah sampai mendarah daging bahkan sampai ke tulang sumsum. Tujuannya sekarang adalah menuju kamar pribadi Adi Wijaya untuk melancarkan rencananya. Wanita yang selalu mengenakan kain terbaik di negeri Harsa Loka, untuk menutupi tubuhnya yang ramping. Rambut berubannya tersanggul rapih dengan hiasan rambut yang terbuat dari emas. Membuatnya terlihat cantik dan muda, untuk usianya yang sudah setengah abad.Puspita Sari berjalan sambil bersenandung lirih, untuk mengembalikan suasana hatinya yang di rusak oleh Kamaratih."Wanita itu tak selugu yang aku kira, aku benar-benar tertipu. Sial!!!" Batin Puspita Sari, mengepalkan tangan cukup kuat, nafasnya masih terasa sesak seiring amarah yang masih belum meredam.Walaupun Kamaratih adalah orang yang telah membawanya dan adiknya dari jalanan. Tapi memang hatinya yang hitam, bukannya membalas budi dan bersikap baik. Dia justru berusaha merebut apa yang Kamaratih miliki.

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-18
  • Keris Darah Candramaya   9. Kambing Hitam

    "Jadi kamu menuduhku berbohong! Bukankah kamu juga membacanya sebelum keluar dari kamar ini, karna aku meminta kamu memberi saran pada tulisanku!""Bukan itu maksud Ananda. Tapi, saat Ananda akan memberikan surat itu. Ananda mendengar Kanjeng Ibu berteriak dari kamar Kemuning, Romo," ujar Arya Baladitya. Pemuda itu berusaha keras menjelaskan.Di mata pemuda itu hanya ada kejujuran. Adi Wijaya tidak buta. Dia melihatnya.Menantunya selalu jujur dan tidak pernah mengecewakannya. Dan ini untuk pertama kalinya."Jadi surat itu Ananda letakan di atas nakas dan bergegas membantu Asri kemuning yang sedang pingsan. Di ruang itu ada Ibu Kamaratih, Dewi Damayanti Citra dan dua dayang, Romo.""Kamu teledor bodoh! Bawa mereka berempat kemari!" Titah Adi wijaya dengan rahang yang mengatup, terduduk di sisi ranjang sambil memijit pelipisnya dengan kasar.Beberapa saat kemudian.Dua Prajurit kembali ke kamar Adi wijaya, dengan nafas yang tersengal lalu bersimpuh. "Gusti, kedua dayang istana yang ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-18
  • Keris Darah Candramaya   10. Kemarahan Kamaratih

    Air mata Asri Kemuning tumpah, menangis pilu di pelukan sang suami, "Takdir macam apa ini!" Batinnya. Hati Kamaratih terasa tercabik-cabik dan sesak. Setelah kekacauan di rapat pagi itu. Dia selalu menemani putrinya. Dia juga menceritakan segalanya mengenai apa yang sedang terjadi. Asri Kemuning tidak terima, hingga akhirnya memutuskan untuk tetap membela suaminya. Walaupun dia harus menjadi anak pembangkang. Tubuh lemahnya keluar dari pelukan sang suami. Dia berjalan menghampiri Ayahnya. "Romo ...tidak adil!" Suara lirih dan lemah Asri Kemuning terdengar. Tatapan Adi Wijaya begitu dingin, telinganya terasa sakit. Sejak kapan putrinya berani melawannya. Apa karena seorang pria? "Kamu bilang apa!" Adi Wijaya membentak putri kandungnya untuk pertama kali. Hampir membuat nyali Asri Kemuning menciut. Namun dengan sorot mata yang penuh tekad dan keberanian dari seorang putri Harsa Loka. Dia berkata dengan lantang, "Romo tidak adil kepadaku. Teganya Romo menghancurkan kebahagiaan putr

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-18
  • Keris Darah Candramaya   11. Buah Si Malakama

    Arya Balaaditya menoleh dan tubuhnya terasa membeku, tatapannya lurus menatap lengan istrinya yang di cengkeram oleh Ayah mertuanya. Otaknya seperti mati rasa, dia benar-benar tidak bisa berpikir.Kamaratih merasakan firasat buruk, " jangan-jangan?" Batinnya.Memang siapa yang lebih mengenal tua bangka itu jika bukan istrinya.Senyum licik menghiasi wajah Adi Wijaya. Dengan suara rendah, tua bangka itu berkata, "Putramu atau Putriku? Pilih salah satu!"Deg!Pilihan macam apa ini. Bukankah ini seperti buah si malakama.Seisi ruangan pun terdiam.Jantung Asri Kemuning berdebar kencang, matanya mengerjab-erjam saat melihat tangannya. Dengan ragu dia bertanya, "Romo ...jangan bercanda?"Dengan tawa meledek, Adi Wijaya menunjuk wajahnya seraya berkata, " Apa aku terlihat sedang bercanda? Hah! Kamu tidak tulikan, Nak?"Rupanya, Adi Wijaya butuh tameng agar di masa depan Arya Balaaditya tidak akan membalas dendam atas ketidakadilan yang menimpanya sekarang. Bukankah orang jahat terlahir dar

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-20
  • Keris Darah Candramaya   12. Pertemuan

    Candramaya kecil menghentikan tangisannya, dia diam dan tidak bergerak. Seiring dengan suara auman yang semakin dekat serta suara rumput kering yang terinjak. Gadis itu mengingat sesuatu, dia meninggalkan kerisnya. Sekarang dia pasti akan menjadi makanan harimau itu. Tanpa pikir panjang dia berlari kembali, Karena rasa takut yang menyerang dia tersandung batu terjal, ibu jari kakinya berdarah. Tubuh kecilnya tersungkur mengenaskan di atas tanah yang dingin. "Tooloooongggg!" Gadis itu berteriak, suaranya menggema. Gadis itu meringis, tubuhnya semakin bergetar ketakutan. Mata harimau itu menyala bagaikan api di tengah malam, yang akan membakar apa saja yang dia pandang. Candramaya hanya menangis melihat harimau besar itu berjalan mendekatinya secara perlahan. Hingga samar-samar dari kejauhan ada suara kaki kuda yang mendekat. Gadis itu menoleh, tampak seorang pria dewasa menaiki kuda dengan gagah. Kudanya melaju tapi kedua tangannya memegang busur panah dan melepaskan anak pa

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-21

Bab terbaru

  • Keris Darah Candramaya   129. Pesan Singkat Seorang Saka

    Wanita lemah lembut itu menatap ke arah Kumala yang sedang berdiri sambil berkacak pinggang, matanya berkilat dengan amarah. "Pantas putraku tidak menyukaimu! Selain kasar, kamu juga tidak tahu malu. Bagaimana bisa kamu berteriak dan mengumpat di depan orang tua. Apa kamu tidak tahu adab dan sopan santun?"Kumala merasa malu, pipinya memerah dan wajahnya tertunduk. Dia kembali duduk dan berkata lirih tanpa berani menatap mata Asri Kemuning, "Maaf, Tuan Putri."Suasana menjadi hening, semua orang tertunduk dan kembali melanjutkan makannya. Berbeda dengan Candramaya yang terang-terangan menatap wajah Ibu Mertuanya. Dia merasa kagum terhadap wanita yang begitu lembut namun sangat tegas.Dia jadi teringat dengan ibunya, mereka sangat mirip.Merasa sedang diamati, Asri Kemuning ikut menatap Candramaya. Mereka saling memandang untuk beberapa detik. Hingga tatapan itu berubah menjadi tatapan canggung. Wajah Candramaya yang dingin melembut, dia tersenyum tipis. Asri Kemuning juga ikut tersen

  • Keris Darah Candramaya   128. Tamu Tak Di Undang

    Kesedihan meliputi semua orang, gadis ceria seperti Cempaka sekarang hancur karena kematian orang yang dia Cintai. Cempaka terus menangis di atas jasad Saka, cinta pertama dan mungkin cinta terakhirnya.Sebuah tangan terulur dan menyentuh pundak Cempaka yang bergetar, "Lepaskan dia, biarkan dia beristirahat dengan tenang."Cempaka mendongak dan membiarkan Indrayana dan Baladewa mengangkat jasad Saka. Cempaka memeluk tubuh Candramaya dan menangis di pelukannya."Menangislah Cempaka! Itu akan membuatmu semakin lebih baik," ucap Candramaya dengan penuh kasih sayang."Terima kasih, Adik," ujar Cempaka dengan suara parau.Memang benar kata pepatah, 'Hanya wanita yang bisa mengerti wanita.'Asri Kemuning sangat tersentuh, dia tidak menyangka gadis dengan wajah dingin itu sangat begitu lembut dan dewasa. "Mungkin ini alasan Indrayana berselingkuh dengannya. Tapi alangkah baiknya jika aku memastikannya lebih dulu," batinnya.Setelah semua mayat di kebumikan termasuk Saka. Cempaka berdiri di

  • Keris Darah Candramaya   127. Tekad Saka

    "Sebentar Romo," Candramaya berlari dan mengambil air dalam sebuah kendi besar. Ada gayung yang terbuat dari cangkang kelapa. "Ini Romo, basuh mata Romo," ujar Candramaya.Arya Balaaditya membasuh matanya, perlahan matanya terasa lebih baik dan pandangannya kembali membaik."Siapa gadis itu?" tanya Asri Kemuning. Dia tersenyum melihat perlakuan manis gadis itu. Dia kira gadis itu sangat kejam, terlihat dari wajahnya yang dingin dan galak. Apalagi saat gadis itu membunuh satu persatu para pemanah dengan keji dan sadis. Seperti pembunuh berdarah dingin.Asri Kemuning mulai semakin meragukan kata-kata Kumala.Indrayana sedang bertarung dengan Saka. Dia menyerang dengan membabi buta, Marah karena orang itu berani melukai ayahnya.Kumala semakin terdesak, dia kira Candramaya tidak ikut. Dengan begitu dia bisa membujuk Asri Kemuning untuk membujuk Putra dan suaminya.Beraninya Paman melukai Romoku!" teriak Indrayana dengan marah. Karena dia mulai kewalahan jadi Indrayana menarik cemetinya.

  • Keris Darah Candramaya   126. Pertumpahan Darah

    "Kang Mas!!" Asri Kemuning bangkit. Rasa lega dan bahagia bercampur membuatnya semakin terharu. Air mata kebahagian mengalir dari matanya yang indah. Dia hendak pergi menuju sumber suara, namun sayang Saka menghalanginya. Wajah pria itu terlihat semakin dingin, dia bahkan memberi isyarat agar Asri Kemuning kembali duduk dengan tenang.Suara riuh itu semakin kencang dan semakin mendekat. Mata Asri Kemuning semakin liar, bergerak-gerak mencari sosok yang dia kenal.Tangan Kumala bergetar, dia sedikit panik kalau kebohongannya akan terbongkar. Tapi dalam sekejab dia berusaha mengendalikan emosinya dan bersikap wajar. Asalkan mendapatkan dukungan Ibu dan Kakek Indrayana, pemuda itu pasti akan patuh.Arya Baladitya dan pasukannya yang dipimpin oleh Baladewa telah sampai di pulau Wijaya Kusuma. Indrayana, Candramaya, Cempaka dan Danumaya juga ikut bersama mereka.Perasaan Arya Balaaditya berkecambuk. Kerinduannya semakin besar dan tak terkendali lagi. Rasa ingin bertemu semakin menggebu-geb

  • Keris Darah Candramaya   125. Pulau Wijaya Kusuma

    Saat pintu terbuka mata Saka terbelaklak, dia tercengang bukan main. Bukan karena terpesona melainkan kaget dengan dandanan Kumala yang begitu mewah dan terkesan norak. Dia memakai kain sutra terbaik dan rambutnya terlihat begitu berat dan ramai dengan banyak hiasan yang terbuat dari emas. Begitu juga dengan riasannya yang begitu tebal. Dan perhiasan emas yang dia kenakan."Apa gadis ini benar-benar waras," batin Saka. Pria yang biasa selalu acuh dengan sekitar dan sibuk dengan dunianya kini teralihkan.Pemandangan itu benar-benar membuat matanya sakit."Aku sudah selesai," ujar Kumala, dia mengangkat dagunya dan berjalan lebih dulu.Ketakutan Saka saat ini bukanlah pertempuran yang mengancam hidupnya. Dia lebih takut jika perahu yang nanti mereka tumpangi terbalik dan Kumala akan tenggelam ke dasar laut akibat tubuhnya yang terlalu berat karna emas-emas yang dia kenakan.Saka naik ke atas kuda, sedangkan Kumala hanya berdiri dengan wajah masam. Gadis itu mulai bertingkah, " Apakah k

  • Keris Darah Candramaya   124. Menjemput Tamu

    Pupil mata Adi Wijaya melebar, namun dengan cepat Adi Wijaya menutupi rasa keterkejutannya dengan tertawa, "Kamu cucu menantuku rupanya. Siapa orang tuamu?""Hamba anak yatim piatu. Hamba sebatang kara, maka dari itu hamba mohon keadilan dari Gusti Prabu. Hanya Kang Mas Indrayana yang hamba miliki di dunia ini, hiks ... " Kumala menangis dengan pilu. Kebohongannya semakin menjadi-jadi.Akting Kumala memang hebat, hanya saja Adi Wijaya tidak peduli. Dia juga tidak suka cucunya menikah dengan gadis yang tidak jelas asal-usulnya. Adi Wijaya memijit keningnya, bagaimana bisa cucunya menikahi sembarang gadis. Dan lebih parahnya, dia juga menjalin hubungan dengan putri Damarjati. Bagaimanapun Indrayana adalah cucunya. Dia membenci Arya Balaaditya tapi tidak dengan cucunya. Darahnya mengalir di dalam tubuh anak itu.Adi Wijaya menghela nafas dan mencoba menahan diri untuk mendapatkan simpati gadis itu. Tujuannya adalah mendapatkan banyak informasi tentang Arya Balaaditya dari gadis itu. "Apa

  • Keris Darah Candramaya   123. Kebohongan Kumala

    Pengawal yang berjaga membuka pintu, mereka berdua tampak marah jadi berbicara dengan keras karena suara mereka teredam oleh suara air hujan. Tentu saja kedua pengawal itu tidak akan memberi izin, "Jangan lancang! Kenapa terus berteriak?""Aku ingin menyampaikan sesuatu! Tolong antarkan aku menghadap Gusti Prabu. Aku tahu di mana Arya Balaaditya berada," Kumala membungkuk dan menyatukan tangannya. Wajahnya pucat dan tubuhnya menggigil.Dua pengawal itu tentu tidak percaya begitu saja. Mana mungkin buronan seperti Arya Balaaditya yang sudah hampir 15 tahun menghilang bagaikan di telan bumi itu kembali. "Jika kamu ingin mengeluh, datang besok saat ada pertemuan di balai istana. Gusti Prabu sedang istirahat," ujar salah satu pengawal."Tidak! Ini sangat penting. Ini masalah Arya Balaaditya. Aku harus bertemu sekarang," ujar Kumala dengan gigi gemeletuk karena kedinginan. Mereka telah menghinanya jadi sekarang mereka harus mendapatkan balasan yang setimpal. Bahkan harus lebih kejam. Dua

  • Keris Darah Candramaya   122. Ancaman Kumala

    Arya Baladitya memerintahkan tugas mereka masing-masing. " Darma dan Ki Sentot kalian datanglah ke ibukota Harsa Loka, sebarkan kabar tentang pelaku yang suka menculik para gadis telah kembali. Buat agar sedramatis mungkin. Karena dengan begitu, berita itu akan menyebar luas dengan sendirinya ke segala penjuru wilayah Harsa Loka. Kita akan memanfaatkan ketakutan rakyat untuk mengusik ketenangan Adi Wijaya." "Baik ... akan kami lakukan, Ketua," ujar Darma dan Ki Sentot. "Dan sekarang sudah saatnya aku menunjukan diriku," Arya Balaaditya menjeda ucapannya. Tatapannya menjadi tajam dan penuh keyakinan. Lalu setelahnya tatapan pria itu beralih kearah keempat para punggawa Harsa Loka. "Dan kalian berempat, gunakan surat perintah dari Adi Wijaya untuk mengejarku," ujar Arya Balaaditya. Pria itu tersenyum penuh arti. Sedangkan Wismaya dan teman-temannya juga ikut tersenyum. Mereka akan mulai bersandiwara dengan seolah-olah mengejar Arya Balaaditya dan membuat pelaku sesungguhnya terkec

  • Keris Darah Candramaya   121. Raja Yang Ideal

    Wajah Arya Balaaditya tampak dingin dan acuh, "Jangan mengancamku, Paman!"Bima Reksa tetap kekeh, "Arya Balaaditya, semua akan sulit tanpa bantuanku." Arya Balaaditya menghela nafas, dimatanya terlihat rasa kekecewaan yang begitu besar. "Paman ... semua yang ada di sini mempunyai tujuannya masing-masing. Wismaya dan ketiga temannya ingin keadilan untuk mendiang keluarga mereka. Candramaya ingin keadilan untuk orang tuanya. Indrayana ingin mendapatkan kembali haknya. Dan aku ingin membersihkan namaku. Dan Paman juga kan. Kita punya musuh yang sama. Kita punya keinginan yang sama. Lalu kenapa hanya Paman yang meminta syarat!"Bisa di bilang orang-orang itu terjadlin ikatan kaena takdir mereka saling berkaitan. Bima Reksa terdiam sejenak, dia menunduk dan hatinya mulai goyah. Dia merasa, dia adalah orang yang sangat egosi. Dia berkata lirih karena malu, "Aku hanya ingin menjamin hidup cucuku."Arya Balaaditya akhirnya duduk, dia mengesap tehnya. "Darma ... tolong ambil kembali gulunga

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status