Share

7. Ajian Malik Rupa

Klekkk!!

Wanita muda itu bergegas naik ke atas ranjang dan bersembunyi di balik selimut berbahan kain sutra.

Terdengar langkah kaki yang perlahan mendekat.

"Kamu tidur, Ratih?" Suara yang familiar berhasil membuat wanita itu hampir terkena serangan jantung.

"Gawat! Romo Prabu!" Batin wanita muda itu. Wajahnya pucat, hatinya berdebar kencang hingga dia memutuskan untuk menggunakan Ajian Malik Rupa.

Adi Wijaya duduk di sisi ranjang. Lalu menyibak selimut yang menutupi tubuh seseorang. Wajah senjanya terlihat muram, saat melihat seorang wanita berusia 55 tahun yang sedang menangis dalam diam.

Wanita muda itu merubah wujudnya menjadi Dewi Kamaratih dan berpura-pura sedang menangis.

"Kamu menangis?" Tanya Adi Wijaya, tatapannya terlihat malas.

"Hiks! Ini salah paham, kang mas? Menantu kita adalah seorang putra Resi, dia berbudi luhur dan bijaksana. Kangmas tidak kasihan dengan putri dan cucu kita?" Rintih Kamaratih palsu. Dia turun dari ranjang sambil menangis pilu lalu duduk di atas karpet bulu sambil memeluk kaki Adi Wijaya yang duduk di sisi ranjang.

"Kang mas ...kasihan putri dan cucu kita?" Wajah wanita itu mendongak, menatap Adi Wijaya yang terlihat gusar.

Sorot mata Adi Wijaya terlihat menyesal. Dia baru ingat putrinya sakit dan cucunya masih kecil. Tapi dia juga takut kehilangan tahtanya.

"Aku ini seorang raja, sabdaku adalah perintah!"

"Selain seorang Raja, kamu juga seorang Ayah!" Kamaratih menyela.

"Sudahlah! Aku tidak mungkin menjilat ludahku sendiri. Lagian anak itu mengakuinya," ujar Adi Wijaya, berdalih.

Karena tidak tahan mendengar tangisan Kamaratih, dia memilih keluar kamar dan mengabaikan istri pertamanya yang terus menangis seperti orang gila.

Tidak lama kemudian, Dewi Puspita Sari yang dari tadi di balik pintu kamar dan bersembunyi berjalan mendekat, langkahnya begitu anggun dengan wajah berseri dan senyum menghiasi bibirnya.

Matanya berbinar, saat melihat Kamaratih yang terduduk di lantai sedang menangis pilu, terlihat kacau dan menyedihkan.

Kamaratih palsu mendongak, "Ibu mertua!" Batinnya.

"Aku akan membantu membujuk Kanda Prabu, Yunda. Tapi?" Kata Puspita Sari, sudah berdiri angkuh di depan Kamaratih.

"Tapi apa, Sari?" Tanya Kamaratih palsu, suaranya parau dan serak.

"Yunda ...harus angkat kaki dari istana ini!" Jawab Puspita Sari, duduk di sisi ranjang matanya memandang kamar utama yang begitu besar dan megah. Tangannya mengelus permukaan ranjang.

Dia menginginkan kamar megah itu.

Sang Prabu sangat suka berada di kamar ini, dia ingin apapun milik Kamaratih. Dia ingin segalanya. Senyumnya mengembang, dia sangat bahagia.

Alis Kamaratih palsu terangkat sebelah, "Jadi ini tujuan Ibu mertuaku yang licik ini."

"Kenapa?" Tanya Kamaratih palsu.

"Karna aku membencimu Yunda! Pergilah ke gunung atau kemanapun jauh dari semua milikku! Bila perlu bertapa sampai mati!" Sarkas Puspita Sari.

Lalu dengan sikap tidak tau diri dia berkata, "Dan aku pastikan menantumu akan tetap hidup!"

Hari ini tidak akan terulang lagi, Wanita serakah itu pasti manfaatkannya sebaik mungkin.

"Baiklah ...tepati janjimu dan aku akan menepati janjiku!" Kata Kamaratih, mengigit bibirnya yang bergetar, air matanya luruh membasahi pipinya yang keriput.

Wanita muda itu bukan cuma pandai mengubah wujudnya dengan sempurna, dia juga mampu berakting layaknya Kamaratih.

Puspita Sari tertipu.

Wanita yang bernama Damayanti Citra berpikir akan lebih menyenangkan jika dia memberi mertuanya pelajaran. Sekaligus memperburuk hubungan dua istri Adi Wijaya.

Ini pasti seru!

"Dasar lemah!" Ejek Puspita Sari, telunjuknya mendorong pundak Kamaratih lalu bangkit.

Saat akan melangkahkan kakinya untuk pergi, Puspita Sari mendengar hal yang membuat hatinya terasa terbakar.

Wanita tidak tau diri! Menjijikan! Dasar lintah!" Ujar Kamaratih lirih.

Wanita berusia 50 tahun itu menoleh. Jelas saja dia mendengar ejekan dan hinaan Kamaratih. "Yunda bilang apa?" Tanya Puspita Sari.

"Kamu ...wanita tidak tau diri! Menjijikan! Dasar lintah!" Ujar Kamaratih palsu, sedikit memekik dengan nada mencibir.

Kamaratih palsu mendongak, sorot matanya tampak berbeda dengan sudut bibir terangkat. "Dulu kamu berpura-pura lugu dan sekarang kamu berpura-pura tuli, hah?"

"Kamu masih bisa angkuh, Kamaratih" Puspita Sari menggeram lirih, tatapannya tajam. Puspita Sari berdiri angkuh dengan kedua tangan di lipat di dada.

Dia benar-benar tidak menyangka wanita selembut Kamaratih bisa berkata sekasar itu.

Tatapan Kamaratih sangat berbeda, sorot matanya tajam dan mengintimidasi. Tidak seperti biasanya, lembut dan hangat.

Kamaratih palsu bangkit dan wajahnya terlihat dingin. Dengan nada memprovokasi dia berkata, "Kamu hanya gadis miskin yang aku pungut dari jalanan. Dan sekarang kau berlagak jadi ratu negeri ini. Apa Kau sedang bermimpii?"

Kamaratih berjalan mendekati Puspita Sari yang memucat dan tanpa sadar lipatan tangannya terlepas. Dia meremas pundak Puspita Sari cukup keras. Rasanya seperti remuk.

''Kau kira aku tidak tau dengan tingkah binalmu dalam merayu Adi Wijaya. Kau seperti lintah yang suka menghisap darah. Dasar jalang!" Kamaratih berkata sarkas, bahkan dia tidak segan-segan mengungkit dari mana Puspita Sari berasal.

Hal yang paling dia benci adalah asal-usulnya. Walaupun itu sudah menjadi rahasia umum di Harsa Loka.

Puspita Sari menggigit bibir bawahnya, tenggorokannya terasa tercekik. Nafasnya tak beraturan menahan amarah, terlihat dari matanya yang membulat sempurna dengan bola mata memerah dan berair.

"Aku tidak perduli Kamaratih! Tapi yang jelas aku pasti akan mengusirmu dari negeri ini!" Kata Puspita Sari.

Tekadnya bulat.

Puspita Sari benar-benar telah membuka topengnya selama ini. dengan sikapnya yang tidak tau diri. Dia menghempas tangan kamaratih yang mencengkram bahunya, lalu memilih pergi dengan dada yang terasa sesak dan panas.

Jika ada kesempatan Puspita Sari ingin sekali menguliti wanita paruh baya itu.

"Cih!" Kamaratih palsu berdecih menatap Puspita Sari yang pergi. Dia berhasil melukai wanita tidak tau diri itu dengan cakar tajam yang dia sembunyikan selama ini.

Kamaratih palsu menatap cermin lalu menghapus air matanya, wujudnya kembali seperti sedia kala.

Wanita itu mengeluarkan stempel kerajaan yang dia curi.

"Humm ...ada yang harus aku lakukan. Yah! Kedua dayang itu," ucapnya lirih, dengan senyum menyeringai.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status