Share

24. Indrayana Arya

Penulis: Songdeok eunjoo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-01 00:17:47

Candramaya lari terbirit-birit sambil menangis, ujung bibirnya berdarah. Dia berteriak, "Bibi, Kakang memukul pantatku!"

Suara teriakan gadis itu sampai di telinga Utari. Wanita itu berniat menghampirinya tapi tangannya di tahan oleh Wismaya.

Pria itu menggeleng dan berkata, "Biarkan ..Danu pasti baru menghukumnya. Dia harus di sadarkan, bahwa niatnya untuk balas dendam tidak lah mudah dan berbahaya."

Utari mengangguk, dia mematuhi nasehat suaminya.

Danumaya melempar bantal dan mengeram, "Sialan!!!!"

Teriakan itu mampu membuat tubuh Candramaya bergetar, dia mengunci kamarnya.

Sorot mata Danumaya yang mengelap berangsur tenang. Dia menyeka darah Candramaya di bibirnya dengan jempolnya. Dia memandanginya dan menyesal.

Gadis itu pasti sangat frustasi, sehingga memilih jalan itu. Dia tahu betapa menderitanya Candramaya karena kematian orang tuanya.

Sedangkan Candramaya memutuskan untuk pergi dari rumah itu dan berniat ingin pergi ke Harsa Loka dan membunuh Raja Adi Wijaya.

Karena dia lah
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Keris Darah Candramaya   25. Gulungan Daun Lontar

    "Lepaskan!" Indrayana Arya mencoba melepaskan cekalan itu, namun gagal. Wajahnya menjadi cemberut, pemuda itu memukul perut pria gendut itu dengan kesal. Pria gendut itu tetap tidak bergerak, tatapannya terlihat datar. Pria itu berkata, "Ayo kita pulang, Ketua menunggu kita. "Sebentar saja, Paman. Tolong lepaskan," dengan wajah memelas, Indrayana berusaha membujuk pengasuhnya. Pria ini begitu patuh dan setia. "Iya," jawab pria bernama Sentot, pria itu mengangguk dan melepaskan cengkramannya. Pria itu berusia sekitar 60 tahunan. Sedangkan pria satunya berusia Sekitar 40 tahunan bernama Darma. Saat Indrayana berhasil membujuk pengasuhnya, dia segera kembali ketempat itu. Namun gadis itu sudah pergi. Wajahnya semakin muram, "Paman gendut!" Indrayana Arya berjalan sambil berkacak pinggang, wajahnya masam dan matanya sedikit berair. Dia berteriak, "Kenapa Paman mengacaukan urusanku? Gara-gara Paman! Dia sudah pergi." Darma tertawa karena melihat tingkah pemuda manja itu. Waja

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-02
  • Keris Darah Candramaya   26. Sumpah Serapah

    Candramaya, dia bergeming dengan mata yang merah dan berair. Amarahnya sekarang seperti gunung merapi yang dalam hitungan detik akan meledak. Dan memutahkan segalanya, gadis itu mengeram lirih, "Arya Balaaditya!" Gadis itu menyadari bahwa Pamannya sengaja melakukannya. Dia bukan pria sembrono. Kebo Ireng menutup mulutnya. Sedangkan Wismaya dia hanya diam. Dia harus siap untuk menghadapi kemarahan keponakannya. Wismaya mengangguk dan Kebo Ireng mengerti. Dia mengundurkan diri dan pamit. "Tutup pintunya?!" Perintah Wismaya, Pria itu berdiri dan tatapannya tajam. Pelayan langsung bergegas menjalankan perintah. Setelah pintu itu tertutup rapat, Wismaya membuka mulutnya, "Tunjukan dirimu!" Candramaya muncul sekarang, dia berdiri tepat di hadapannya. Matanya semerah darah, wajahnya mengeras dan nafasnya tampak liar dan tidak terkendali. Gadis itu memegang keris dan mengarahkan mata keris itu ke leher Pamannya, "Kenapa Paman melakukan ini?" "Paman tidak ingin kamu salah jal

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-04
  • Keris Darah Candramaya   27. Keras Kepala

    Nafas Wismaya naik turun tidak beraturan, dia memijit pelipisnya yang pening dan terduduk kembali. "Anak keras kepala!" Ujarnya lirih. Sedangkan gadis keras kepala itu pergi meninggalkan Pamannya seorang diri. Awalnya dia merasa ragu dan pendiriannya mulai goyah. Tapi bukankah tidak ada yang tidak mungkin kan? Jika dia sudah melangkah ke depan, seperti apapun tantangannya dia tidak akan mundur. Ini adalah bentuk baktinya sebagai seorang anak. Itulah yang selalu Candramaya percayai. *** Arya Balaaditya sekarang berada di persembunyiannya. Sebuah hutan belantara yang terkenal angker dan berbahaya. Ternyata ada tempat yang indah. Ada sebuah air terjun, dan sungai dengan bebatuan besar, airnya jernih dan segar. Di tepi sungai ada beberapa rumah yang sederhana. Tempat itu cukup ramai karena Ada sekitar Lima belas orang dan semuanya laki-laki, berpawakan sangar. Orang jika melihatnya, pasti seperti gerombolan perampok atau pembunuh bayaran. Tapi itu adalah faktanya dulu.

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-05
  • Keris Darah Candramaya   28. Takdir Berkata Lain

    Candramaya terlihat linglung, sepertinya gadis itu sedang memikirkan sesuatu. Bukankah saat akan berangkat terjadi bencana? Seolah-olah dia tidak harus pergi. Dan sekarang roda kereta itu rusak.Apa ini firasat?Sedangkan langit terlihat cerah walaupun hampir senja dan semua terlihat tenang. Candramaya menghilangkan keraguannya, dia tidak boleh mundur sekarang."Bukankah setelah kita melewati hutan belantara ini, kita akan memasuki sebuah perkampungan? Di situ kita bisa beristirahat dan melanjutkan perjalanan esuk harinya," gadis itu menatap langit yang cerah dengan tatapan dinginnya. Dia hafal perjalanan ini, karena ini bukan pertama kalinya.Pendiriannya kokoh bagaikan karang. Sekuat apapun ombak menerjang, dia tidak akan goyah.Setelah melewati perjalanan yang melelahkan, hampir setengah hari, mana mungkin Candramaya mau kembali dengan tangan kosong.Pelayan itu mengangguk, dia bernama Darsih. Wanita itu yang selalu melayani Candramaya saat masih kecil hingga sekarang.Semua peng

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-07
  • Keris Darah Candramaya   29. Candramaya Terdesak

    Semua perampok bersorak kegirangan. Candramaya hanya bisa menangis dan menggigil ketakutan. Dia mencoba membrontak. Gadis itu di seret ke semak-semak dengan paksa dan di dorong ke tanah. Candramaya jatuh tersungkur dengan menyedihkan. "Ibu ..!" Ujar Candramaya lirih. Candramaya membayar sifat keras kepalanya dengan sangat mahal. Jika dia menurut dan mau menunggu pasti kejadiannya tidak akan seburuk ini. Dia tidak berani memanggil nama penunggu keris dan bahkan menggunakannya dalam keadaan mendesak seperti ini. Dia ingat dengan peringatan Pamannya. Sejujurnya dia takut tidak bisa mengendalikan kerisnya. Mata pria bernama Barja di selimuti kabut hasrat, dia menunduk dan merobek sebagian kain yang di kenakan Candramaya hingga terlihat pahanya yang mulus. Tubuh pria tua itu terasa terbakar, jangkunnya naik turun dan air liurnya menetes. Tubuh Candramaya menggigil ketakutan, dia merangkak dengan sisa tenaga. Barja semakin bersemangat, dia menarik kaki Candramaya, "Mau kemana

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-08
  • Keris Darah Candramaya   30. Terbawa Arus Sungai

    Candramaya jatuh kedalam sungai, dia masih menggenggam cunduk manik itu dan berusaha naik ke permukaan.Namun arus sungai sangat deras, dia berulang kali akan tenggelam. Sekarang yang dia takutkan bukan hanya perampok. Tapi ujung dari sungai ini.Para perampok itu menganga, gadis itu sungguh nekat dan berani. Mereka menatap nanar gadis itu yang hanyut ke dalam sungai.Hati mereka terasa sakit, seolah-olah sekarung emas hanyut begitu saja. Tangkapan mereka terlepas sia-sia. Dan mereka merasa di rugikan.Barja berteriak kesal, "Kita kehilangan gadis itu!""Ayo kita kejar dia ketua," ujar salah satu perampok. Mencoba memberi usul.Mata Barja berkedut, "Kamu bisa berenang?""Tidak," pria itu menyengir lebar."Jadi tutup mulutmu!" Barja sangat kesal dan meninju perut anak buahnya.Bug!Pria konyol itu meringis kesakitan. Semua perampok terdiam melihat ketua mereka berjalan pergi dengan jalannya yang tertatih. Kepala Candramaya berhasil naik kepermukaaan air, dia buru-buru menghirup oksige

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-10
  • Keris Darah Candramaya   31. Ketahuan

    Indrayana menelan salivanya, dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Pemuda konyol itu menunjuk paha Candramaya yang terbuka. Wajahnya merah, dia tersipu malu, "Itu," ujarnya.Mata Candramaya terbelaklak, dia pun akhirnya buru-buru menutup pahanya dengan canggung. Kepala gadis itu tertunduk malu."Indrayana ... " panggil Darma dari kejauhan.Indrayana kelabakan saat mendengar Pamannya terus memanggil, apalagi suara itu semakin mendekat. "Bagaimana ini?" Dia sontak berdiri dan meloncat-loncat seperti anak kecil, wajahnya terlihat sangat panik. Pemuda itu seperti kebakaran jenggot.Candramaya keheranan melihat tingkah pemuda itu. Jadi dia bertanya, "Kenapa?"Indrayana berjongkok di depan Candramaya. Dia berbisik, "Aku harus menyembunyikanmu. Paman-pamanku dan Romoku tidak boleh melihatmu atau aku akan kena masalah," ujarnya. Mulut pemuda itu menganga dan kedua tangannya menangkup wajahnya. Dia terlihat bodoh dan konyol. Pemuda itu hanya menggunakan kain yang di lilit dengan sebuah

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-12
  • Keris Darah Candramaya   32. Bermimpi Buruk

    Kaki Indrayana bergetar, dia tahu benar dengan sifat Romonya. Peraturan tetap peraturan. Indrayana dan Arya Balaaditya sudah berpindah-pindah tempat beberapa kali. Mereka bahkan pernah tinggal di negara seberang. "Bagaimana ini, Paman?" Tanya Indrayana dengan cemas. Pemuda manja itu bergelayut pada tangan Ki sentot. Sedangkan Ki sentot, dia hanya menghela nafas panjang, "Bagaimana lagi? Sembunyikan gadis itu di kamarmu. Setelah Ketua dan lainnya pergi, gadis itu harus pergi. "Cepat!" Darma mengangguk dan berkata, "Sembunyikan gadis itu dan kami akan menyambut ketua dan yang lainnya. Setelah semua beres, cepat bergabung dengan kami. Tenanglah kami akan selalu mendukungmu," ujar Darma. Walaupun kesannya Darma sangat galak kepada Indrayana. Tetapi dia adalah orang yang sangat peduli padanya. Di mata Ki sentot dan Darma, Indrayana seperti anak kecil berusia 6 tahun. Seperti saat mereka pertama kali bertemu dulu. Untuk sekian kalinya, Indrayana terharu. Dia tahu apapun yang t

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-14

Bab terbaru

  • Keris Darah Candramaya   148. Wismaya vs Adi Wijaya

    Adi Wijaya mengangkat tangannya dan semua orang bangkit lalu berjalan dengan menunduk. Mereka kembali ke tempat masing-masing. Indrayana menatap wajah kakeknya dengan perasaan campur aduk. Ada rasa rindu dan kecewa secara bersamaan. Narendra duduk dengan tenang. Walaupun dia tahu bahwa banyak petisi yang datang perihal rumor yang sudah tersebar di Harsa Loka. Hanya saja itu tidak berpengaruh untuknya. "Apa ada keluhan?" tanya Adi Wijaya. Sebagai seorang raja setiap ada pertemuan, para punggawa ataupun rakyat di persilahkan untuk mengajukan keluhan dan masalahnya. Wismaya bangun dari tempat duduknya dan berjalan menghadap Adi Wijaya. Adi Wijaya menatap datar pada orang yang jelas-jelas menentangnya. "Gusti, sesuai dengan surat titah Gusti Prabu bebeberapa pekan lalu. Hamba dan rekan hamba telah mencari pelaku itu. Tapi kami gagal," ujar Wismaya dengan tenang. Adi Wijaya tersenyum samar dan sudah menduga. Orang tua itu duduk dengan santai sambil menikmati tehnya, "Tentu sampai k

  • Keris Darah Candramaya   147. Bisa Diandalkan

    "Aku akan membawa Paman pulang, kamu menyusul dengan kuda. Itu kudanya," ujar Indrayana sambil menunjuk seekor kuda yang terikat di dahan pohon. Indrayana mencuri kuda dari kandang kuda istana."Candramaya setuju, "Baiklah!"Indrayana membawa Respati menggunakan Ilmu Meringankan Tubuh agar cepat sampai. Luka Respati harus segera di tangani, sedangkan Candramaya menyusul dari belakang. Gadis itu mengendarai kuda dengan cepat.Indrayana sampai lebih dulu di Tanah Para Dewa, di depan rumah dia berteriak, "Romo!"Arya Baladitya yang sedari tadi menunggu di depan rumah dengan cemas langsung berlari saat melihat putranya. Wajahnya menegang saat melihat kondisi Respati yang terkena Ajian Tapak Geni, "Bawa masuk!" titahnya.Respati terbaring lemah, nafasnya melambat. Arya Balaaditya duduk di sisi ranjang dan langsung menyinsingkan lengan bajunya. Dia menaruh telapak tangan kanannya untuk mengeluarkan Ajian Aksamala. Darma langsung pergi ke dapur untuk merebus tanaman obat. Tangan Darma berge

  • Keris Darah Candramaya   146. Cucu Kesayangan

    Sebuah keris kecil melesat, menyerang pedang Danadyaksa. Keris itu melaju dengan cepat dan kuat. Suara besi kembali beradu, pedang itu jatuh dari genggaman pemiliknya.Semua mata tertuju pada keris yang datang bersamaan dengan dua sekelebatan orang yang memakai cadar masuk ke area pertempuran. Satu laki-laki dan satu wanita. Kedua orang misterius itu menghampiri tubuh Respati yang terluka parah. "Paman ... " panggil Indrayana dengan suara bergetar. Matanya mengembun, dia merasa tidak tega dengan keadaan Pamannya yang terluka parah. Candramaya mengangkat tangannya dan keris itu dengan patuh kembali padanya. Saat gadis itu melihat kondisi Respati, kakinya mendadak lemas, luka pada Pamannya sama persis dengan luka mendiang ayahnya. Seketika itu juga Candramaya menoleh ke arah pria tua berperut buncit. Ingatannya kembali ke masa lalu seiring dengan darahnya yang mendidih.Danadyaksa tertegun dan sedikit linglung, dia cukup heran dengan keris kecil itu. "Bagaimana bisa benda kecil itu ma

  • Keris Darah Candramaya   145. Respati Tertangkap Basah

    Tanpa di duga di perjalanan Danadyaksa melihat ada sekelebatan burung merpati yang masuk ke dalam kediaman tabib istana. Matanya langsung bersinar dan moodnya membaik.Kali ini Danadyaksa tidak akan tertipu lagi, Danadyaksa meringankan setiap langkahnya dan berjalan dengan hati-hati. Di balik pintu dia mengintip dan akan menangkap basah tabib itu.Tampak, Respati sedang memegang burung dan mengambil sesuatu pada kaki burung itu. Namun saat hendak membaca, Danadyaksa tiba-tiba melompat dan menendang punggung Respati.Bug!Respati tersungkur di tanah, dia meringis kesakitan. Langkah seorang pria berjalan mendekatinya lalu berdiri di depan kepalanya.Respati mendongak dan seketika matanya terbelaklak. Tampak seorang pria tua berperut buncit menatapnya dengan remeh, "Aku tertangkap," batinnya.Danadyaksa menyeringai, matanya memerah dan berkata sinis, "Rupanya benar dugaanku! Kamu adalah mata-mata."Respati menjatuhkan pesan dari Arya Balaaditya. Dia mengabaikan Danadyaksa dan fokus untuk

  • Keris Darah Candramaya   144. Bima Reksa Bersedia Menjadi Saksi

    "Hais!!" Candramaya mengeram dengan kedua tangan terkepal."Bara yang para Pamanmu lempar sudah mulai membakar rumput Harsa Loka, sebentar lagi bara itu akan membakar seluruh penghuni istana Harsa Laka. Setelah itu, tugas kita adalah memadamkan bara itu. Kamu pahamkan?"Candramaya mengangguk, "Baiklah."Kumala mengambil kesempatan, dia bertanya dengan mata berbinar, "Candramaya! Kamu benar-benar ingin membantuku?""Tentu," jawab Candramaya dengan tulus."Kamu bisa membantuku sekarang," ujar Kumala."Katakan ... " Candramaya mengangguk.Kumala tersenyum lalu berkata tanpa dosa, "Biarkan aku menikah dengan Indrayana.""Kamu gila!" Candramaya memekik. "Gadis ini benar-benar," batin Indrayana sambil memutar bola matanya. Dia sudah menduganya.Kumala langsung berkata dengan nada sedih, "Aku mohon ... Sekarang tidak akan ada yang mau menikahi aku yang kotor ini."Candramaya memejamkan matanya sambil menggertakan giginya, "Aku kasihan padamu Kumala dan aku benar-benar kasihan. Tapi kenapa d

  • Keris Darah Candramaya   143. Melempar Umpan

    Gadis itu tidak lain adalah Kumala. Dia yang tidak sabar menunggu hari esok dan bersikeras untuk segera menemui Arya Balaaditya. Sebelumnya, Bima Reksa dan cucunya berada di depan dinding berwujud semak belukar yang tinggi cukup lama karena tidak bisa masuk. Hanya saja tiba-ada sebuah celah terbuka. Semak belukar itu terbuka dan seekor burung merpati keluar. Bima Reksa dan Kumala memanfaatkannya untuk masuk sebelum celah itu tertutup kembali. Setelah sampai di depan rumah besar satu-satunya di tempat itu. Bima Reksa mengetuk pintu rumah Arya Balaaditya dengan kepala tertunduk dan Kumala berdiri di belakangnya. Mereka datang membawa keluhan dan rasa malu. Saat pintu terbuka, Darma terkejut dengan tamu yang datang. Dan dia juga heran karena dua orang ini bisa masuk. Dan yang membuatnya tercengang dan merinding adalah seorang gadis yang familiar berdiri dengan kepala tertunduk dalam keadaan, wajah dan tubuh penuh lebam. Pakaian yang dia kenakan juga sangat sederhana. "Dewata!" g

  • Keris Darah Candramaya   142. Pesan Rahasia

    "Ada hal penting, Kang Mas?" tanya Asri Kemuning. Wanita itu merasa khawatir setelah melihat perubahan wajah suaminya. Merasa tidak puas dengan jawaban Ayahnya, Indrayana menggunakan kekuatan Batu Merah Delima yang ada di keningnya. Pesan itu berisi 'Pangeran Narendra telah menganiaya seorang gadis bernama Kumala. Gadis itu sudah berhasil selamat.' Setelah membaca pesan itu, Indrayana cukup kaget. Apa Kumala yang ada di surat itu adalah Kumala yang dia kenal atau orang lain. Entahlah! Tapi yang pasti adalah tugas dari Respati adalah menjadi mata-mata. Indrayana melirik Candramaya, dia membelai wajah dingin istrinya lalu bertanya, "Kamu bosan ya?" Candramaya hanya mengangguk lalu berbisik, "Bawa aku dari sini." Indrayana menyeringai lalu berkata, "Romo ... Ibu ... Aku akan membawa istriku jalan-jalan." "Baiklah ... " ujar Asri Kemuning. "Candramaya izin keluar dulu," ujarnya dengan canggung. Asri Kemuning dan Arya Balaaditya mengangguk. Setelah memastikan putra dan menantunya

  • Keris Darah Candramaya   141. Rumor itu seperti Bola Api

    "Oh maaf ... Kisanak! Silahkan lanjutkan," ujar pria yang menyela dengan canggung. Kebo Ireng melanjutkan ceritanya dengan wajah yang tegang dan serius, "Untungnya tidak ada korban, kebetulan bukit itu tidak pernah di jamah oleh orang. Jika saja tidak terjadi longsor, pasti jasad-jasad itu tidak akan pernah ditemukan." Seno Aji ikut menimpali, "Jasad-jasad itu dikumpulkan dan kebetulan ada jasad yang masih baru. Jasad gadis itu dalam keadaan tanpa busana, tubuh dan wajahnya penuh memar. Bahkan di area kemaluannya penuh darah. Sepertinya selain dianiaya, gadis itu juga di lecehkan. Karena penasaran kami datang dan melihat proses pemakaman masal itu. Dan mulai detik itu, aku selalu mual saat makan. Benar-benar mengenaskan, aromanya sangat busuk dan menusuk hidung. Hoek!" Seseorang di belakang tubuh Seno Aji memijit lehernya. Seno Aji kali ini benar-benar muntah, semua isi perutnya keluar. Pria itu tampak lemas dan pucat. Pemilik warung dengan sigap menyodorkan minuman, "Ini minum lag

  • Keris Darah Candramaya   140. Rumor

    Bima Reksa menaruh kapaknya, dia berjalan mendekati cucunya yang dalam keadaan menyedihkan. "Kumala ... katakan! Apa yang terjadi?" tanyanya dengan perasaan hancur. Pria tua itu membelai kepala cucunya dengan kasih sayang.Bima Reksa dipenuhi dengan banyak pertanyaan atas hal buruk yang telah di alami cucunya.Lidah Kumala terasa keluh, dia hanya bisa berhambur memeluk tubuh kakeknya dan menangis. Bima Reksa merangkul cucunya untuk masuk ke dalam rumah, "Bibi ... " panggil Bima Reksa.Pelayan rumah itu datang, namun langkahnya terhenti dan tenggorokannya tercekat, "Hah! Raden Kumala?"Kumala terus saja menangis, "Hiks! Aki ... to-long! Pangeran Narendra!"Deg!Jantung Bima Reksa rasanya mau copot, dia menggelengkan kepalanya dan menampik pikiran buruknya. "Nak! Pangeran Narendra tidak memaksamu kan?"Kumala kembali menangis, dia mengangguk. Sorot mata gadis itu terlihat sedih dan putus asa, "Pria itu telah menganiayaku, Aki!" ujar Kumala lirih. Tangisnya pecah dan semakin pilu.Pria

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status