Share

19. Di Mana Kamu?

Author: Glory Bella
last update Last Updated: 2025-02-13 20:22:14
'Ranaya, gimana keadaan rumah tanggamu sekarang?'

Jantung Ranaya berdebar. Ini sudah kedua kalinya ia mendapat pesan aneh seperti ini, seolah ada seseorang di luar sana yang tahu betul tentang kehidupannya. Namun, yang paling membuatnya ngeri adalah foto yang dikirim nomor tersebut beberapa bulan lalu. Foto Sagara bersama Sherly di pesta malam setelah pernikahan mereka.

Ada perasaan getir sekaligus sedih saat matanya terpaku membaca pesan tersebut. Namun, lebih dari itu, Ranaya sangat penasaran dengan sosok pengirim misterius yang kembali mengiriminya pesan.

Siapa sebenarnya orang ini? Apa motifnya? Jangan-jangan memang ada orang yang sengaja mempermainkannya!

Tapi … siapa?

Ranaya tentu pernah memeriksa nomor asing tersebut di sebuah aplikasi yang dapat memunculkan tagar nama kontak. Tetapi, tak berhasil. Sepertinya pemilik nomor itu sengaja menyembunyikan identitas dirinya dan mengatur nomornya menjadi privasi.

Ia termangu dan larut dalam pikirannya. Napasnya tersendat tat
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   20. Hari-hari Kacau

    Pagi ini Sagara membuka kelopak matanya yang terasa berat. Ia perlahan menoleh, mendapati ruang di sisi pembaringannya kosong tanpa Rayana yang biasanya mendiami. Sagara mengusap wajah secara kasar. Perasaan sepi dan janggal itu menusuk dadanya kembali. Kemarin selama seharian penuh ia tak berhasil menemukan jejak perempuan itu walau dirinya menyusuri sampai ujung kota dan perbatasan wilayah. Orang-orang yang ia temui pun menggeleng tiap Sagara menyodorkan foto Ranaya kepada mereka. Tak terasa matanya tetap terpaku pada tempat kosong yang setiap hari ditiduri Ranaya. Biasanya, meskipun ia sering mengabaikan kehadiran Ranaya, perempuan itu tetap ada dan tidur di sana. Ia sepertinya lupa kalau istrinya tersebut sudah pergi. Bahkan tanpa sadar, selama semalaman ia selalu memberi ruang lain di sampingnya tersebut saat tidur. Sagara bangkit dengan malas, kepalanya berdenyut. Saat membuka lemari, ia mendengus kesal. Biasanya pakaian kerjanya sudah tergantung rapi dengan aroma lembut kh

    Last Updated : 2025-02-14
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   21. Pengakuan Sherly

    "Sagara, ayo cari Ranaya sekali lagi!" Alih-alih memperhatikan Sherly yang sedang berbicara kepadanya, pikiran Tantri justru tersulut oleh kecemasannya sendiri. Hal itu membuat kecewa Sherly yang ucapannya justru terpotong. “Gawat, Sagara, pokoknya kita harus cepat menemukan Ranaya apa pun yang terjadi!” tambahnya lagi. Sagara menatap ibunya dengan napas yang tersendat. Ia sendiri sudah kehabisan akal sebenarnya. Kemarin ia menyusuri hampir seluruh sudut kota, tetapi tetap tidak ada jejak perempuan itu. "Ma, mau ke mana lagi kita cari dia? Kita sudah cari kemana-mana," ungkapnya pelan sambil berusaha menahan frustrasi. Mungkin saja Ranaya memang tidak mau ditemukan, batinnya. “Pasti ada cara.” Mata Tantri melebar saat mengucapkannya. Pandangannya tidak terlepas dari satu titik. “Mungkin Ranaya belum pergi jauh. Dia kan lagi sakit.” Tantri manggut-manggut tanpa sadar. Ia yakin akan pendapatnya barusan. Mana mungkin seseorang yang sedang sakit mampu melakukan perjalanan jau

    Last Updated : 2025-02-15
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   22. Sapu Tangan dengan Bordir Tulip

    Sebuah sapu tangan putih dengan bordir bunga tulip di salah sudutnya masih menjadi pusat perhatian Sagara. Jemarinya mengusap lembut kain itu, seakan mencoba merasakan jejak pemiliknya yang telah pergi. Cahaya matahari pagi yang masuk melalui jendela kantornya membuat sapu tangan itu tampak berkilau. Di sela-sela pekerjaannya, Sagara lebih memilih memperhatikan sapu tangan yang kini masih berada di tangannya. Benarkah ini milik Ranaya? Tapi, kalau tidak, kenapa bisa ada di kamarnya? Sagara tentu saja pernah mencari sapu tangan serupa di toko-toko maupun platform online. Namun, tak ada sapu tangan yang dijual sama persis seperti sapu tangan yang ada di hadapannya. Sebenarnya ini cukup mengganggunya sejak saat itu. Ia belum sempat mendapat jawaban yang benar dari bibir wanita yang kini telah pergi dari kehidupannya. Sementara ia sendiri tak ingat apakah Ranaya memang pernah satu sekolah dengannya. Rasa-rasanya tidak, sekuat apa pun dirinya menguras ingatan. Tak terasa kerutan hal

    Last Updated : 2025-02-16
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   23. Keluarga Besar Hadiwijanto

    Mobil hitam yang ditumpangi Ranaya akhirnya berhenti di depan sebuah rumah besar nan megah. Gerbang besi yang tinggi perlahan terbuka, memperlihatkan halaman luas dengan taman yang tertata rapi dan bangunan utama yang menjulang gagah. Namun, bagi Ranaya, ini bukanlah pemandangan yang indah. Melainkan jeruji yang menambah kecamuk di pikirannya. Mau dibawa ke mana ia sekarang? Lebih tepatnya, siapa yang menangkapnya? Tempat apa juga ini?! Detak jantungnya berpacu, tubuhnya bergetar. Ia menatap pria-pria berjas yang kini turun dari mobil. Wajah mereka tetap datar tanpa ekspresi. Tak ada jawaban untuk segala kebingungannya. Seorang pria menariknya keluar, mendorongnya ke halaman belakang rumah tanpa memberi kesempatan untuk bertanya. Langkah kaki Ranaya terpaksa ikut terburu-buru, sampai hampir terseret karena cengkeraman erat di lengannya. Ranaya mencoba meronta, tapi sia-sia. "Tolong, lepaskan aku!" Tidak ada yang menjawab. Ia dibawa melewati lorong panjang di sekitar taman

    Last Updated : 2025-02-19
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   24. Bagaimana Kalau Bertunangan Dulu?

    Semua orang membisu setelah mendengar kalimat yang baru saja Sherly lontarkan. Kini sorot mata mereka tertuju kepada Sagara. Hening dan ketegangan lantas menyelimuti atmosfer di ruang tamu keluarga Wiratama. “Apa benar itu, Sagara?” Suara bariton yang sarat amarah lantas keluar dari mulut Harto. Tampak rahang pria tersebut sudah mengeras. Sagara hanya menarik napas panjang. Ia tidak akan mungkin membantah. Memang itulah kebenarannya. Nasi sudah menjadi bubur karena Sherly sudah lancang mengatakannya di depan kedua orang tuanya. Sejujurnya, tentu ia akan berani menjawabnya secara lantang. Toh, dirinya sudah lama ingin punya istri seimut dan sepolos Sherly. Namun, entah kenapa kini rasanya begitu berat. Seperti ada sesuatu yang menyumbat tenggorokannya. “Ya, benar,” sahut Sagara akhirnya. Tantri yang duduk di samping Harto sontak mengusap wajahnya. Perasaan malu dan kecewa bercampur menjadi satu. Sekilas ia menoleh ke arah Mayang dengan sungkan. Bagaimanapun ia dan Mayang sudah

    Last Updated : 2025-02-20
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   25. Hari Pertama sebagai Penerus

    Ranaya duduk dengan tenang di meja makan yang luas dan mewah. Sejujurnya dari awal ia berusaha menyesuaikan diri dengan suasana sekitar. Sejak tadi ia lebih banyak diam sambil menyimak obrolan para kerabat yang masih asing baginya. Sesekali matanya melirik ke arah ibunya yang tampak sudah akrab dengan beberapa orang. Ida dan Ranaya memang berbeda. Jika ibunya itu mudah bergaul, berbeda dengan Ranaya yang memiliki sikap pengamat dan hati-hati yang sifatnya diturunkan dari Sugik. "Kamu tuh kebanyakan diam, Ran. Dari dulu kalau ketemu orang baru selalu begitu." Demikian yang diucapkan Ida jika Ranaya menyatakan ketakjuban pada ibunya yang cepat mengenal banyak orang dalam waktu singkat. Ranaya tersenyum samar seraya menyesap pelan minuman dingin yang baru saja terhidang saat membayangkan momen tersebut. Di sela lamunannya, seorang perempuan dengan senyum lebar menyodorkan piring ke arah Ranaya. "Mbak, cobain ayam ingkungnya juga, deh. Enak lo! Ini selalu jadi andalan tukang masak

    Last Updated : 2025-02-21
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   26. Saya Tahu Di Mana Ranaya

    “Ya, bagus, Bu Ranaya! Ini kesempatan kita untuk mencari lebih banyak keuntungan lagi!” Beberapa pemegang saham menyuarakan pendapatnya. Sebagian besar memang berambisi untuk mengeruk pembagian hasil usaha yang lebih besar lagi. Acel yang duduk di seberangnya menganga lebar. Ia menggenggam pulpen dengan erat dan menggeram samar. Kekesalan jelas terpatri di wajahnya. ‘Baru pertama kali di kantor aja udah belagu!’ batinnya. Sejujurnya Acel tak menyukai Ranaya dari awal bertemu. Ranaya yang menurutnya cantik, menjadi tanda bahaya baginya. Sejak saat itu ia menganggap Ranaya sebagai saingan. Apalagi keluarganya memang mengincar bisnis berlian ini. Tentu saja kedatangan Ranaya sekarang merupakan gangguan terbesar bagi Acel dan keluarganya! Bagaimanapun Acel juga sudah bekerja keras agar mendapatkan pujian dari ibunya. Ia sudah bersusah payah mendapatkannya sejak kakek masih hidup. Ranaya memperbaiki letak kacamatanya, mengamati orang-orang di depannya, lantas mengulas senyum. Pa

    Last Updated : 2025-02-22
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   27. Anak Tanpa Ayah

    Sagara menatap layar ponselnya cukup lama. Pesan dari Sarah Nabila itu membuatnya tertegun. Ada sedikit debaran aneh di dadanya. Setelah sekian lama mencari, akhirnya ada titik terang mengenai Ranaya. Tak ingin membuang waktu, ia langsung mengucapkan terima kasih kepada petugas tadi, lalu melangkah menjauh sambil mengetik balasan dengan cepat. [Kamu teman dekatnya Ranaya, ya? Bisa kamu beri tahu di mana dia sekarang?] Sagara menunggu balasannya dengan harap-harap cemas. Karena ia tak ingin terlihat begitu resah, maka ia segera masuk ke dalam mobilnya lagi. Begitu ia menutup pintu mobil, bunyi dengung singkat ponselnya kembali terdengar. Cahaya di matanya langsung meredup. [Maaf, saya belum bisa memberitahu kamu. Tapi, sebenarnya kalau kamu mau, kamu akan menemukannya.] Dada Sagara mendadak sesak. Kecewa. Ia sudah berharap lebih. Harusnya ia bisa langsung mendapat jawaban, bukan teka-teki seperti ini. Sagara menggeram pelan. Jemarinya meremas setir mobil, sementara matanya m

    Last Updated : 2025-02-23

Latest chapter

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   95. Kos Melati

    “Setahuku di sini sih, Te. Masa ada Kos Melati lain?” gumam Sherly seraya memandangi papan nama di atas gerbang.Taksi yang mereka tumpangi berhenti di depan kompleks rumah kos yang tampak asri, dengan dominasi cat hijau muda yang sudah mulai pudar di beberapa bagian. Area kos ini tepat berada di belakang sebuah kampus seperti yang Sherly maksud.Tadi setelah menyelesaikan masakan mereka, dan makan bersama, keduanya memutuskan untuk kemari sambil membawa makanan hasil kegiatan masak tersebut.Sopir taksi yang mengantar mereka menoleh ke belakang. “Benar, Bu. Kos Melati adanya cuma di sini saja, kok,” terangnya ikut melebur ke dalam percakapan Tantri dan Sherly.Tantri manggut-manggut mengerti sembari memindai lanskap di luar kaca jendela taksi.“Oh, gitu ya … baik, baik, terima kasih banyak infonya, Pak,” ungkapnya kepada sang sopir.Dari pantulan spion di depan, pria itu mengunggah senyum ramah. “Iya, sama-sama, Bu.”Usai membayar ongkos taksi, Tantri melangkah turun lebih dulu, lalu

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   94. Keganjilan Harto

    Tantri baru saja selesai menaburkan garam ke ikan yang sedang ia goreng di atas wajan besar ketika ponselnya berbunyi pelan. Satu pesan masuk dari Sagara.[Ma, pagi ini aku dan Radeva sudah melakukan tes DNA. Bantu doa ya semoga hasilnya akurat dan memuaskan. Kita tinggal tunggu hasilnya bersama.]Tantri menatap layar ponsel itu cukup lama. Senyum kecil kemudian mengembang di bibirnya yang semula sempat menegang karena panasnya dapur.“Alhamdulillah ….” gumamnya pelan.Ia mengembuskan napas lega. Setidaknya satu langkah penting sudah dilakukan. Hati kecilnya selalu merasa bahwa Radeva adalah anak Sagara. Matanya tak pernah bisa bohong, dari cara anak itu berbicara sampai tertawa hingga dua lesung pipinya menyembul, semuanya sama persis seperti Sagara dulu.Kini segalanya akan segera terjawab, batinnya.Namun sebelum ia sempat membalas pesan itu, bel rumah tiba-tiba berbunyi.Tantri buru-buru menyeka tangannya dengan handuk kecil di dekatnya, lantas berjalan cepat ke pintu depan. Ketik

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   93. Tes DNA Paternitas

    Diam-diam, Acel mengirimkan sejumlah desain terbaru Flare & Co ke Rio. Dengan jari lincah, ia menekan tombol "kirim" pada ponselnya. Matanya kemudian berbinar penuh kemenangan.Ini adalah langkah besar! Sebuah tiket emas yang akan semakin mendekatkannya dengan Rio.Di tempat lain, di tengah jalannya rapat yang dipenuhi suara diskusi serius, ponsel Rio bergetar pelan di atas meja. Ia melirik layar sebentar sebelum meraihnya. Begitu melihat isi pesan, bibirnya terangkat membentuk senyum miring.Rio menggeser satu per satu gambar desain perhiasan yang dikirim Acel. Setiap detail yang rumit dan elegan itu memancarkan keahlian tangan Ranaya yang tak tertandingi. Pria sipit itu mengangguk pelan, mengagumi keindahan rancangan-rancangan Ranaya."Sayang sekali, Ran. Kamu sudah mengecewakanku," gumamnya sambil mengetuk pelipisnya menggunakan jemari."Andaikan kamu mendengar nasihatku untuk nggak melakukan kerja sama dan dekat dengan Sagara lagi, semuanya nggak bakal seperti ini. Aku terpaksa m

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   92. Jangan Bodoh Ya, Sher!

    Ranaya masih berdiri di ruang tamu dengan perasaan was-was. Pikirannya berkelindan dengan berbagai pertanyaan yang belum menemukan jawaban. Apa yang sebenarnya diinginkan Tantri dan Harto darinya? Bagaimana mereka bisa tahu keberadaannya di sini?Dan yang paling membuatnya cemas: apakah Sagara juga sudah tahu tempat tinggalnya sekarang?"Ranaya, kamu duduk saja dulu. Radeva biar ikut Ibu," ucap Ida dengan suara lembut tapi penuh penekanan.Ranaya memandang putranya dengan enggan. Radeva yang sedari tadi memegangi tangannya erat, tampak ragu untuk melepaskan genggaman ibunya. Matanya menatap Ranaya seakan meminta kepastian."Ayo, Deva, sama Oma dulu." Ida kembali membujuk. Tangannya terulur kepada Radeva.Dengan berat hati, Radeva akhirnya melepaskan genggaman tangan Ranaya dan berjalan perlahan ke arah neneknya. Ranaya menatap punggung kecil itu sebelum akhirnya mengalihkan pandangan ke depan. Ia bergegas duduk di sofa yang ditempati Ida tadi, dan menghadapi kedua tamunya.Ranaya tent

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   91. Phising

    Ranaya melangkah dengan anggun. Sesekali ia mengamati sekeliling dengan tatapan tenang namun penuh pengawasan. Begitu berbelok ke salah satu ruangan, seorang pegawainya segera berdiri menyambutnya dengan sikap hormat."Ada yang bisa kami bantu, Bu Ranaya?" tanya pegawai itu dengan nada sopan.Ranaya tersenyum tipis. "Aku hanya ingin memastikan apakah desain yang kemarin sudah dikirim ke tim produksi? Karena produksi harus dilakukan hari ini juga."Pegawai itu langsung mengangguk cepat merespons ucapan pimpinannya. "Benar, Bu. Semua sudah kami proses sesuai instruksi Anda.""Bagus," ujar Ranaya mengangguk puas. "Terima kasih."“Baik, Bu, sama-sama.”Ranaya lalu melanjutkan langkahnya keluar dan berjalan dengan tenang di sepanjang koridor. Namun, tanpa sengaja, ia justru berpapasan dengan Acel. Perempuan berambut pendek itu juga tengah melangkah penuh percaya diri sembari sibuk berbicara di telepon.Pandangan mereka sempat bertemu sekilas, tapi hanya sebatas itu. Keduanya melangkah mele

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   90. Membeli Kepercayaan

    “Ranaya?”“Kamu sedang apa?”Ranaya buru-buru melirik ponselnya yang masih memanggil nomor misterius itu dan langsung mematikannya."Oh, nggak, ini aku lagi barusan nonton video." Ia mencoba mencari alasan. Dengan gerakan canggung ia meletakkan kembali ponselnya ke atas meja. "Kenapa, Rio?""Nggak apa-apa. Kamu masih lama di sini, kan? Seumpama aku pulang dulu nggak apa-apa? Soalnya aku harus menemui rekan kerja dulu di dekat sini.""Nggak papa banget, kok. Kamu duluan aja. Ini Deva juga masih makan,” sanggah Ranaya menggeleng seraya melambaikan kedua tangannya dan mengusung senyum.Ia sama sekali tidak merasa keberatan. Lagian, sepertinya Radeva juga masih betah berada di sini. Sesekali anaknya itu melenguh keenakan karena ayam goreng yang ia santap terasa sangat gurih di lidahnya."Oke, Ran. Sekali lagi aku minta maaf, ya."Rio memasukkan barang-barangnya dengan tergesa―termasuk dua ponselnya, meraih jaket, kemudian keluar dari tempat makan dengan langkah cepat.Usai Ranaya mengangk

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   89. Siapa Pengirim Pesan Misterius?

    Angin yang berembus lembut di dermaga kecil tepi danau kala sore itu tak mampu menenangkan gejolak yang membara di dada Sagara. Rahangnya mengeras begitu telinganya menangkap dengan jelas nama yang keluar dari bibir Ranaya saat menjawab telepon.Pria itu lagi, pria itu lagi! Kenapa Rio selalu merusak momen yang tengah ia bangun bersama Ranaya?!Padahal sempat ada kelegaan dalam diri Sagara saat ia tahu bahwa Ranaya bukanlah istri pria tersebut. Namun, kedekatan mereka, cara Rio selalu ada di sekitar Ranaya, membuat bara cemburu di hatinya kian membesar.Ranaya menutup teleponnya dengan cepat. Ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas dan mengangkat wajah ke arah Sagara. Tatapan pria itu sudah berubah. Dingin, tajam, penuh emosi yang tak bisa ia definisikan."Aku minta maaf, Mas. Aku harus pergi dulu," ujarnya sedikit merasa bersalah.Sagara menatapnya tanpa berkedip. "Ke mana? Menemui Rio?" tembaknya langsung.Untuk sejenak Ranaya mengerutkan kening samar. Nada suara Sagara berubah

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   88. Resor Tepi Danau

    "Kamu serius?"Ranaya meliriknya sekilas, lantas kembali sibuk pada dokumen-dokumennya. Alisnya masih saling tertaut saking tak percayanya.Sagara menghela napas, lalu menyandarkan satu tangan ke meja. Kini tubuhnya sedikit condong ke arah Ranaya hingga kepala perempuan itu mendongak dan mundur secara refleks dalam sisi waspada."Apa aku terlihat bercanda sekarang?" tanya Sagara seraya menunjuk wajahnya sendiri.Ranaya susah payah menelan saliva. Dari jarak sedekat ini, apalagi kini hanya mereka berdua yang tinggal di ruang rapat, Ranaya takut jika degup jantungnya yang mulai menggila terdengar sampai telinga Sagara.Ranaya berdeham pelan. Ia menggeser tubuhnya untuk memberi jarak aman. Perempuan itu berusaha menjaga ekspresinya agar tetap netral."Kalau begitu, aku yang tentukan tempatnya,” tukasnya, ingin mempercepat perbincangan di antara mereka.Lagian, apa kata orang-orang kalau sampai mereka tahu Ranaya dan Sagara berduaan di sini?!Sagara mengangkat bahu. Seutas senyum simpul t

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   87. Pretty Lilies for a Pretty Someone

    Malam itu, restoran fine dining dihiasi cahaya temaram, memantulkan kilau lembut di atas meja marmer. Sebuah buket bunga lili putih tergeletak di tengah meja.Acel menatap bunga itu dengan alis sedikit mengernyit, tetapi kini bibirnya mengembang dalam senyum kecil."Lili?" Acel mengangkat bunga tersebut. "Ini serius untukku?”Rio yang kala itu sudah berpakaian rapi dari ujung rambut hingga kaki mengangguk. Matanya masih terpana pada sosok perempuan cantik berambut pendek di hadapannya.“Of course, pretty lilies for a pretty someone,” ucapnya dengan merekahkan senyum.Acel sontak tergelak. Dahinya muncul garis-garis halus lagi. “Kupikir kamu lebih suka memberi mawar merah untuk wanita yang kamu kencani."Rio menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan santai. Senyum tipis itu masih menghiasi wajahnya."Mawar merah terlalu klise. Aku memilih lili karena melambangkan kecerdasan dan ambisi. Sama sepertimu."Acel terkekeh kecil, lantas menyibak rambut pendeknya yang berkilau."Hmm … gombalanmu b

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status