Share

21. Pengakuan Sherly

Author: Glory Bella
last update Last Updated: 2025-02-15 20:24:51
"Sagara, ayo cari Ranaya sekali lagi!"

Alih-alih memperhatikan Sherly yang sedang berbicara kepadanya, pikiran Tantri justru tersulut oleh kecemasannya sendiri. Hal itu membuat kecewa Sherly yang ucapannya justru terpotong.

“Gawat, Sagara, pokoknya kita harus cepat menemukan Ranaya apa pun yang terjadi!” tambahnya lagi.

Sagara menatap ibunya dengan napas yang tersendat. Ia sendiri sudah kehabisan akal sebenarnya. Kemarin ia menyusuri hampir seluruh sudut kota, tetapi tetap tidak ada jejak perempuan itu.

"Ma, mau ke mana lagi kita cari dia? Kita sudah cari kemana-mana," ungkapnya pelan sambil berusaha menahan frustrasi.

Mungkin saja Ranaya memang tidak mau ditemukan, batinnya.

“Pasti ada cara.” Mata Tantri melebar saat mengucapkannya. Pandangannya tidak terlepas dari satu titik. “Mungkin Ranaya belum pergi jauh. Dia kan lagi sakit.”

Tantri manggut-manggut tanpa sadar. Ia yakin akan pendapatnya barusan. Mana mungkin seseorang yang sedang sakit mampu melakukan perjalanan jau
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   22. Sapu Tangan dengan Bordir Tulip

    Sebuah sapu tangan putih dengan bordir bunga tulip di salah sudutnya masih menjadi pusat perhatian Sagara. Jemarinya mengusap lembut kain itu, seakan mencoba merasakan jejak pemiliknya yang telah pergi. Cahaya matahari pagi yang masuk melalui jendela kantornya membuat sapu tangan itu tampak berkilau. Di sela-sela pekerjaannya, Sagara lebih memilih memperhatikan sapu tangan yang kini masih berada di tangannya. Benarkah ini milik Ranaya? Tapi, kalau tidak, kenapa bisa ada di kamarnya? Sagara tentu saja pernah mencari sapu tangan serupa di toko-toko maupun platform online. Namun, tak ada sapu tangan yang dijual sama persis seperti sapu tangan yang ada di hadapannya. Sebenarnya ini cukup mengganggunya sejak saat itu. Ia belum sempat mendapat jawaban yang benar dari bibir wanita yang kini telah pergi dari kehidupannya. Sementara ia sendiri tak ingat apakah Ranaya memang pernah satu sekolah dengannya. Rasa-rasanya tidak, sekuat apa pun dirinya menguras ingatan. Tak terasa kerutan hal

    Last Updated : 2025-02-16
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   23. Keluarga Besar Hadiwijanto

    Mobil hitam yang ditumpangi Ranaya akhirnya berhenti di depan sebuah rumah besar nan megah. Gerbang besi yang tinggi perlahan terbuka, memperlihatkan halaman luas dengan taman yang tertata rapi dan bangunan utama yang menjulang gagah. Namun, bagi Ranaya, ini bukanlah pemandangan yang indah. Melainkan jeruji yang menambah kecamuk di pikirannya. Mau dibawa ke mana ia sekarang? Lebih tepatnya, siapa yang menangkapnya? Tempat apa juga ini?! Detak jantungnya berpacu, tubuhnya bergetar. Ia menatap pria-pria berjas yang kini turun dari mobil. Wajah mereka tetap datar tanpa ekspresi. Tak ada jawaban untuk segala kebingungannya. Seorang pria menariknya keluar, mendorongnya ke halaman belakang rumah tanpa memberi kesempatan untuk bertanya. Langkah kaki Ranaya terpaksa ikut terburu-buru, sampai hampir terseret karena cengkeraman erat di lengannya. Ranaya mencoba meronta, tapi sia-sia. "Tolong, lepaskan aku!" Tidak ada yang menjawab. Ia dibawa melewati lorong panjang di sekitar taman

    Last Updated : 2025-02-19
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   24. Bagaimana Kalau Bertunangan Dulu?

    Semua orang membisu setelah mendengar kalimat yang baru saja Sherly lontarkan. Kini sorot mata mereka tertuju kepada Sagara. Hening dan ketegangan lantas menyelimuti atmosfer di ruang tamu keluarga Wiratama. “Apa benar itu, Sagara?” Suara bariton yang sarat amarah lantas keluar dari mulut Harto. Tampak rahang pria tersebut sudah mengeras. Sagara hanya menarik napas panjang. Ia tidak akan mungkin membantah. Memang itulah kebenarannya. Nasi sudah menjadi bubur karena Sherly sudah lancang mengatakannya di depan kedua orang tuanya. Sejujurnya, tentu ia akan berani menjawabnya secara lantang. Toh, dirinya sudah lama ingin punya istri seimut dan sepolos Sherly. Namun, entah kenapa kini rasanya begitu berat. Seperti ada sesuatu yang menyumbat tenggorokannya. “Ya, benar,” sahut Sagara akhirnya. Tantri yang duduk di samping Harto sontak mengusap wajahnya. Perasaan malu dan kecewa bercampur menjadi satu. Sekilas ia menoleh ke arah Mayang dengan sungkan. Bagaimanapun ia dan Mayang sudah

    Last Updated : 2025-02-20
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   25. Hari Pertama sebagai Penerus

    Ranaya duduk dengan tenang di meja makan yang luas dan mewah. Sejujurnya dari awal ia berusaha menyesuaikan diri dengan suasana sekitar. Sejak tadi ia lebih banyak diam sambil menyimak obrolan para kerabat yang masih asing baginya. Sesekali matanya melirik ke arah ibunya yang tampak sudah akrab dengan beberapa orang. Ida dan Ranaya memang berbeda. Jika ibunya itu mudah bergaul, berbeda dengan Ranaya yang memiliki sikap pengamat dan hati-hati yang sifatnya diturunkan dari Sugik. "Kamu tuh kebanyakan diam, Ran. Dari dulu kalau ketemu orang baru selalu begitu." Demikian yang diucapkan Ida jika Ranaya menyatakan ketakjuban pada ibunya yang cepat mengenal banyak orang dalam waktu singkat. Ranaya tersenyum samar seraya menyesap pelan minuman dingin yang baru saja terhidang saat membayangkan momen tersebut. Di sela lamunannya, seorang perempuan dengan senyum lebar menyodorkan piring ke arah Ranaya. "Mbak, cobain ayam ingkungnya juga, deh. Enak lo! Ini selalu jadi andalan tukang masak

    Last Updated : 2025-02-21
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   26. Saya Tahu Di Mana Ranaya

    “Ya, bagus, Bu Ranaya! Ini kesempatan kita untuk mencari lebih banyak keuntungan lagi!” Beberapa pemegang saham menyuarakan pendapatnya. Sebagian besar memang berambisi untuk mengeruk pembagian hasil usaha yang lebih besar lagi. Acel yang duduk di seberangnya menganga lebar. Ia menggenggam pulpen dengan erat dan menggeram samar. Kekesalan jelas terpatri di wajahnya. ‘Baru pertama kali di kantor aja udah belagu!’ batinnya. Sejujurnya Acel tak menyukai Ranaya dari awal bertemu. Ranaya yang menurutnya cantik, menjadi tanda bahaya baginya. Sejak saat itu ia menganggap Ranaya sebagai saingan. Apalagi keluarganya memang mengincar bisnis berlian ini. Tentu saja kedatangan Ranaya sekarang merupakan gangguan terbesar bagi Acel dan keluarganya! Bagaimanapun Acel juga sudah bekerja keras agar mendapatkan pujian dari ibunya. Ia sudah bersusah payah mendapatkannya sejak kakek masih hidup. Ranaya memperbaiki letak kacamatanya, mengamati orang-orang di depannya, lantas mengulas senyum. Pa

    Last Updated : 2025-02-22
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   27. Anak Tanpa Ayah

    Sagara menatap layar ponselnya cukup lama. Pesan dari Sarah Nabila itu membuatnya tertegun. Ada sedikit debaran aneh di dadanya. Setelah sekian lama mencari, akhirnya ada titik terang mengenai Ranaya. Tak ingin membuang waktu, ia langsung mengucapkan terima kasih kepada petugas tadi, lalu melangkah menjauh sambil mengetik balasan dengan cepat. [Kamu teman dekatnya Ranaya, ya? Bisa kamu beri tahu di mana dia sekarang?] Sagara menunggu balasannya dengan harap-harap cemas. Karena ia tak ingin terlihat begitu resah, maka ia segera masuk ke dalam mobilnya lagi. Begitu ia menutup pintu mobil, bunyi dengung singkat ponselnya kembali terdengar. Cahaya di matanya langsung meredup. [Maaf, saya belum bisa memberitahu kamu. Tapi, sebenarnya kalau kamu mau, kamu akan menemukannya.] Dada Sagara mendadak sesak. Kecewa. Ia sudah berharap lebih. Harusnya ia bisa langsung mendapat jawaban, bukan teka-teki seperti ini. Sagara menggeram pelan. Jemarinya meremas setir mobil, sementara matanya m

    Last Updated : 2025-02-23
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   28. Si Kecil Radeva

    "Alhamdulillah, ternyata kamu di sini!" Alis tebal Sagara tertaut sewaktu menangkap seorang wanita bertubuh tambun yang berseru sambil setengah berlari mendekati bocah kecil yang tadi bersamanya. Sagara memperkirakan jika wanita tersebut berusia 30-an. “Terima kasih ya, Pak, sudah menjaga anak ini.” Sepasang mata itu menatap Sagara penuh syukur. Sekilas Sagara menelisik penampilan orang yang sekarang ada di hadapannya. Wanita itu dikuncir sekenanya dan mengenakan kaos putih polos yang lumayan kedombrangan bersama celana kain hitam. Tas selempang sederhana melilit sebagian tubuhnya. "Maaf, Anda siapanya?" tanya Sagara. Tentu ia harus memastikan bahwa wanita tersebut bukan berniat menculik bocah lelaki ini. "Saya Yanti, asisten yang mengurus anak ini," sahut wanita tersebut tergesa-gesa. "Sekali lagi terima kasih, lo, Pak, sudah menjaga Radeva. Kalau nggak, saya bisa dimarahin nanti." Sagara melirik anak kecil yang kini mengerucutkan bibir tampak kesal, lantas merajuk dengan

    Last Updated : 2025-02-26
  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   29. Kencan Lagi?

    Peka terhadap perubahan gestur tubuh ibunya, Radeva kecil ikut menghentikan langkah kakinya, lalu mendongak. “Ada apa, Ma?” tanyanya memastikan. Ranaya terpaksa menerbitkan senyum di bibir. “Ah, nggak apa-apa, Sayang. Kita duduk di kursi sebelah sana, yuk.” Ranaya mengajak Radeva berjalan lagi sembari menuding meja yang sekarang sudah ditempati oleh seorang pria pemilik rahang tegas dan bercambang. Pria itu belum menyadari kehadiran Ranaya maupun Radeva. Tablet yang tengah ia pegang menutupi hampir sebagian wajahnya. Pandangan Radeva turut berlabuh pada pria tersebut. Ia memperhatikan dengan kening yang berkerut. “Apa Mama menyukainya?” Lagi-lagi Radeva memastikan kebahagiaan ibunya. Apakah anak ini bisa menangkap gerak-gerik tak nyamannya? Ranaya mengulum senyum. Sementara mereka masih melangkah melewati sejumlah meja. “Mama suka pria baik, Sayang. Dan mungkin pria itu juga baik,” tukasnya. Walau ia sendiri sebenarnya tak yakin. Restoran itu tak begitu ramai, tapi cukup

    Last Updated : 2025-02-27

Latest chapter

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   110. Penuh “R” (TAMAT)

    "Papa!”“Papa ....”“Depa bisa manggil Papa benelan, kan?”Ini adalah pertanyaan Radeva kesekian kalinya yang ia ucapkan setelah mengetahui bahwa Sagara adalah ayah kandungnya. Bahkan selama perjalanan dari Indonesia hingga negeri sakura. Sampai-sampai mereka sempat memergoki jika dalam tidur pun Radeva sering menggumamkan kata "Papa" di alam bawah sadarnya.Sagara yang tengah menggendong Radeva mengulum senyum, apalagi anak mungil itu masih menatapnya dengan mata bulat nan berbinar.Sagara mengangguk sambil mempererat pelukannya. “Bisa dong, Sayang. Kamu adalah anak Papa. Benar-benar anak Papa,” ucapnya lembut, diselingi cubitan gemas di pipi anaknya.Di sebelah mereka, Ranaya menghela napas. Suara itu—panggilan “Papa”—seolah mengguncang hatinya juga, mengaduk-aduk emosi yang selama ini ia kunci rapat. Sebagian dirinya masih tak percaya kalau momen ini nyata. Kalau mereka, akhirnya, berdiri di sini sebagai sebuah keluarga.Berikutnya pupil Ranaya membesar sewaktu matanya tertuju kepa

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   109. Ayah Om Papa!

    Ranaya menggenggam ponsel Rio lebih erat. Matanya berair. Dalam diamnya, ia sadar Sagara tidak benar-benar tinggal diam. Pria itu diam-diam bekerja di balik layar untuk membantunya.Sagara bahkan tak pernah bilang bahwa ia akan melakukan ini, pikirnya.Untuk pertama kalinya, ia merasa ada sesuatu yang hangat mengalir dalam dadanya. Perasaan campur aduk antara sakit hati, penyesalan, dan harapan. Ia memandangi layar televisi itu lama sekali, seolah tak ingin kehilangan sosok Sagara yang selama ini ia anggap sebagai pria dingin tanpa empati.Kini Ranaya tahu. Kadang cinta tidak selalu hadir dalam bentuk pelukan atau kata-kata manis. Bisa jadi wujud cinta itu adalah perjuangan dalam diam.Dan mungkin ... Sagara mencintainya lebih dari yang ia sangka."Saya tidak bisa tinggal diam melihat perusahaan kami diinjak-injak.” Suara tegas Sagara kembali membelai telinga Ranaya dan membuyarkan lamunannya. Pria itu masih berjuang dalam wawancara live yang disiarkan oleh banyak stasiun berita."Ber

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   108. Tersingkap

    Rio menutup laptopnya dan memandang Ranaya dengan sorot mata penuh percaya diri. "Bagaimana planningku tadi? Bisa kamu terima, kan?" tanyanya. Suaranya tenang tapi mengandung tekanan di dalamnya. Ranaya tidak langsung menjawab. Ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, lalu mengusap pelan dagunya yang tegang. Ia mencoba merangkum semua pemetaan strategi yang barusan dipaparkan Rio. Langkah demi langkah untuk memulihkan kepercayaan customer Flare & Co terdengar logis, bahkan cukup menjanjikan. Harus ia akui, temannya ini sangat jenius. Trik-trik yang dijabarkan secara detail bisa membuatnya terpukau. "Tapi ... cara itu tadi nggak bakal memengaruhi customer tempatmu bekerja, kan? Gold Mulia? Mana mungkin kamu bunuh diri dengan memihak perusahaanku?" Ranaya mengerutkan kening, menatap Rio penuh keraguan. Rio hanya mengangkat bahu sambil tersenyum santai. "Enggak kok, tenang. Kan Gold Mulia punya teknik sendiri nanti. Lagipula, aku juga nggak akan sepenuhnya nyebrang ke Flare & Co

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   107. Lemme Help You

    Ranaya dan Sagara langsung bergerak cepat. Dengan raut wajah panik, keduanya mendekati etalase yang kini menjadi sorotan orang banyak.“Sebentar, tenang dulu,” ucap Sagara kepada semua orang saat di dekat perempuan yang berteriak tadi. “Maaf, bolehkah saya memeriksa cincin itu?”Tangan kanan Sagara terulur sopan kepada aktris yang cukup ternama tersebut. Perempuan yang diajak bicara secara spontan melepas cincin yang tersemat di salah satu jarinya, lantas menyerahkan kepada Sagara dengan ekspresi kecewa.Sagara mengamati cincin itu dengan teliti. Mata tajamnya yang bagai elang memeriksa hingga detail. Dari setiap lekuk, permata, bahkan berlian memang menyerupai desain mereka.Tetapi … tunggu dulu. Perlahan keningnya menimbulkan kerutan. Ada yang aneh di sini.“Ini sepertinya bukan berlian kita, Ran,” gumamnya pelan dengan rahang mengeras. “Coba lihat dulu.”Tangan Sagara menyodorkan benda berkilau tersebut kepada Ranaya yang sudah pucat pasi. Kini cincin yang dimaksud sudah beralih di

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   106. Kalau Hari Itu Ada

    "Belcelai? Kayak yang dilakukan Mama dan Om Papa, dong?"Ucapan Radeva yang polos menggema di udara seperti petir di siang bolong. Sepanjang koridor apartemen itu seketika hening.Ranaya, Sagara, dan Tantri sama-sama tercekat. Tatapan mereka membeku, lantas saling bertaut satu sama lain, seperti mengandung beragam rasa yang tak mampu diutarakan masing-masing.Sagara tampak menahan napas. Ranaya kaku. Sementara itu, Tantri susah payah menelan salivanya."Eh, kita masuk aja yuk!" ajak Tantri tiba-tiba, berusaha memecah suasana yang mendadak tegang. Tangannya langsung menggamit lengan Ranaya dan Radeva sekaligus, kemudian menarik mereka ke dalam apartemen.“Nggak enak dilihatin tetangga kalau ngobrol di lorong kayak gini,” kilahnya sedikit memaksakan tawa yang tersembur samar.Mau tak mau, Ranaya dan Radeva mengikuti langkahnya. Sagara menyusul pelan dari belakang. Jujur, pikirannya masih terpaku pada celetukan anak itu tadi. Ia tak menyangka jika Radeva masih mengingat kata “bercerai” y

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   105. Mengganti Masa Emas

    [Subject: Hasil Pemeriksaan DNA antara Sdr. Sagara Wiratama dan An. Radeva Elvano AtmajaKepada Yth.Bapak Sagara Wiratamadi TempatDengan hormat,Bersama email ini, kami sampaikan hasil resmi pemeriksaan DNA yang telah dilakukan oleh Laboratorium Genetika Klinik GenLab Diagnostics terhadap sampel biologis Bapak Sagara Wiratama dan anak atas nama Radeva Elvano Atmaja.Berdasarkan analisis 24 lokus genetik yang diperiksa, diperoleh hasil kecocokan biologis 99,9999%, yang secara ilmiah menyimpulkan bahwa Sdr. Sagara Wiratama adalah ayah biologis dari An. Radeva Elvano Atmaja.Laporan lengkap dan sertifikat hasil pemeriksaan terlampir dalam bentuk PDF untuk dapat Bapak telaah lebih lanjut.Apabila Bapak membutuhkan informasi tambahan atau klarifikasi lebih lanjut terkait hasil ini, silakan menghubungi kami melalui kontak yang tersedia.Demikian kami sampaikan. Terima kasih atas kepercayaan Bapak terhadap layanan kami.Hormat kami,Dr. Antonius Setiawan, Sp.AndKepala LaboratoriumGenLab

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   104. Recovery Phase

    Untuk beberapa waktu, Andra bergeming. Bola matanya bergerak sewaktu mengamati Sherly. Namun, gurat wajahnya tampak tenang seperti permukaan air tanpa adanya hantaman gelombang.“Maka … saya akan tetap ada di sini membantu kamu, sampai kamu tahu bahwa kamu bisa, Sherly,” ungkapnya.Sherly memandang Andra dengan tatapan yang sulit percaya. Rahang perempuan itu terlihat keras. Lagian, siapa yang bisa dipercayai lagi olehnya? Bahkan sekarang ia juga meragukan diri sendiri kalau ia pantas dicintai.Satu-satunya tempat nyaman untuk pulang, yaitu Mayang yang merupakan ibu kandungnya sendiri pun sudah mengkhianatinya dengan semudah itu.Apalagi … pria asing yang kini sedang duduk berhadapan dengannya?Sherly kembali menyunggingkan senyum tipis yang penuh keraguan. Ia tentu saja menyepelekan peran seorang pria muda yang belum berpengalaman baginya. Ditambah usia pria tersebut masih seumuran dengan sosok yang turut menyumbang rasa depresinya.“Aku tetep nggak percaya,” papar Sherly to the poin

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   103. Api Cemburu

    Tangan Rio bergerak pelan. Jari-jarinya menyentuh lembut ujung bibir Ranaya, mengusap sisa saus yang tertinggal di sana. Mata elang Sagara membulat sempurna. Tubuhnya menegang. Darahnya terasa mendidih saat itu juga.Tangannya langsung bergerak cepat menampar cangkir espresso yang ada di depannya hingga terguling. Sontak cairan hitam pekat itu tumpah dan sebagian besar mengenai lengan Rio. Sontak Rio segera menarik tangannya dari bibir Ranaya.“Argh! Panas! Panas!” teriak Rio sambil refleks berdiri, tangannya menggeliat dan segera membuka kancing lengan kemejanya. Ia meniup dan mengibas-ngibas tangan itu dengan panik.Ranaya pun langsung berdiri untuk turut membantu. “Rio?! Kamu nggak apa-apa?” Suaranya meninggi. Matanya membesar.Menyaksikan kehebohan itu, Sagara hanya duduk diam. Tapi rahangnya mengeras.“Gila, kamu sengaja, ya?!” Rio membentak, tatapannya tajam menuding ke arah Sagara.Sagara membalas dengan sorot mata dingin. “Kamu jangan asal nuduh kalau nggak tahu apa-apa,” kata

  • Kepergian Istri yang Tuan Dingin Sesali   102. Banyak Saus di Mulut

    Langkah-langkah kaki berdetak mantap di lantai pabrik yang dingin, menggema lembut di antara deru mesin produksi perhiasan yang tak henti berdengung. Ranaya masih berdiri di depan mesin cetak berlian. Kini pandangannya tertuju kepada satu arah di mana sosok itu melangkah menghampiri. Tubuh Ranaya menegang, tapi bukan bunyi mesin atau hasil produksi yang menyebabkannya.“Gimana proses produksinya? Lancar, kan?”Suara itu. Suara bariton dengan tone menenangkan tapi cukup untuk membangunkan kenangan-kenangan lama yang tak pernah benar-benar padam. Apalagi malam itu, di mana ia dan pria tersebut nyaris berciuman.Ranaya perlahan mengerjapkan mata. Di balik cahaya pagi yang menembus jendela besar pabrik, berdiri Sagara dengan kemeja putih yang lengannya digulung sebatas siku. Kedua tangan pria tersebut tenggelam dalam saku celana hitamnya.Sorot mata elang Sagara tajam, sialnya pria itu masih saja tampan di pandangan Ranaya.Tetapi, kemudian Ranaya menegakkan kepalanya. Ia sudah berprinsi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status