Pria itu kembali memperhatikan penampilan Kiandra dari atas hingga bawah, sepertinya ia sedang menilai penampilan Kiandra saat ini, memang tidak jauh-jauh dari penampilan orang kampung dengan sepatu sport yang sudah tidak begitu bersih karena sudah ada banyak jahitan di sekelilingnya agar tetap kuat.
"Sudah lulus SMP?"
'Hahh ...' Kiandra benar-benar tercengang, bisa-bisanya pria di depannya mengatakan kalau dia baru lulu SMP. Memang sih tubuhnya mungil dan masih pantas untuk lulus SMP. Tapi apa iya orang di depannya itu menganggapnya lulusan SMP.
"Saya lulus SMA pak, eh maksudnya kak Leo, baru tahun ini! Ijasah aja belum keluar, saya juga belum cap tiga jari!"
Pria itu mengeryitkan matanya, "Banyak omong juga ternyata kamu!"
"Saya hanya menjawab pertanyaan kak Leo!" Kiandra merasa tidak enak karena di anggap banyak bicara, walaupun memang kenyataannya iya. Hanya saat di rumah saja ia sedikit malas untuk bicara apalagi sama Salsa, karena gadis yang sudah menjadi saudaranya sejak kecil itu memang menyebalkan kalau sedang bicara.
"Jadi, berapa usiamu? Bisa bekerja apa saja? Cuci piring? Masak? Atau apa?"
"Saya bisa semua kak, di rumah saya mengerjakan semua pekerjaan rumah, saya cukup cekatan, usia saya delapan belas tahun, baru kemarin punya KTP!"
"Benarkah?" Pria bernama Leo itu terlihat tidak percaya.
"Kalau tidak percaya, kak Leo bisa lihat sendiri KTP saya!" Kiandra merogoh tas kecil yang berisi hp jadulnya, hp butut yang sudah terlihat retakan di mana-mana. Ternyata di balik casing softcase hp nya terselip sebuah KTP. Ia sedikit membuka casing softcase hpnya dan mengambil benda pipih itu, "Ini kak!"
Kak Leo mengambilnya dan bebetak kali mengeryitkan keningnya, membolak-balikkan benda pipih itu,
"Kenapa di simpan di situ?"
"Memang di sini kak aku menyimpannya!"
"Memang kamu nggak punya dompet?"
"Dompet buat apa kak, kan nggak punya uang!"
"Ya kalau punya dompet kamu bisa menyimpan kartu-kartu lainnya, bukan hanya ktp atau uang kan!?"
"Aku hanya punya KTP ini saja, oha iya kemarin punya kartu pelajar tapi kan sekarang sudah nggak fungsi, jadi nggak aku bawa-bawa!"
'Dia polos sekali' batin kak Leo.
Kak Leo kembali mengamati benda pipih itu dan benar saja gadis di depannya ternyata lahir delapan belas tahun yang lalu bukan lima belas tahun yang lalu.
"Baiklah, kamu lulus tes!"
"Tes?" Kiandra terlihat bingung, karena belum juga pria di depannya mengajukkan satu pertanyaan tapi sudah mengatakan kalau dirinya lulus tes, tes yang mana? Pikirnya bingung.
"Anggap saja semua pertanyaan saya tadi adalah sebuah tes untuk bekerja, semacam interview!"
Baiklah sekarang kiandra faham, ia pun memilih untuk ikut saja peraturan pria yang usianya sekitar tiga puluh tahunan itu.
Kak Leo beranjak dari duduknya dan mulai berjalan, tangannya menyambar sebuah jaket yang menggantung rapi di sudut ruangan.
"Ayo berangkat!" ajaknya kemudian, mungkin sekarang wajah Kiandra benar-benar terlihat bodoh dengan ketidak Tahuan dirinya.
"Kita ke mana kak? Ada tes lagi?"
"Kita ke tempat kamu kerja!"
"Saya bukannya kerja di sini ya?"
"Saya nggak butuh asisten, bosku yang butuh!"
'Jadi aku akan jauh sama pak Adi dong' batin Kiandra khawatir. Di tempat yang asing menurutnya dan dia akan jauh dengan satu-satunya orang yang ia kenal saat ini.
"Ayo, kenapa masih bengong di situ!?"
Kiandra pun segera mengikuti langkah pria itu keluar dari apaatemen dan mereka segera menuju ke pintu lift yang masih tertutup. Pria itu tampak memencet panah arah bawah hingga ke lantai satu.
Sesampai di lantai satu, lift kembali terbuka dan mereka keluar, sekelebat dari kejauhan Kiandra bisa melihat pria yang mengantarnya ke kota memakai seragam biru muda berpadu dengan warna putih khas cleaning servis.
"Kak itu saudara saya, boleh nggak saya temui dia dulu?"
Kak Leo menghentikan langkahnya dan menatap Kiandra,
"Jangan deh, hari ini aku buru-buru! Lain kali saja, kamu kan sudah tahu tempat ini!"
Kiandra pun akhirnya hanya bisa pasrah saat kak Leo mengajaknya masuk ke dalam mobil. Mobil sudah melaju meninggalkan apartemen itu, walaupun terus menatap ke luar tetap saja ia tidak mampu mengingat jalan untuk kembali ke tempat itu, terlalu banyak gang yang bentuk dan namanya hampir sama, kebanyakan mengunakan nama para pahlawan. Walaupun Kiandra cukup baik prestasinya tetap saja ia tidak bisa mengingat semua nama pahlawan.
Hingga akhirnya mereka sampai juga di sebuah rumah yang terlihat dari kejauhan dinding-dinding kaca menutupi rumah itu, jarak rumah cukup jauh dengan rumah di sekitarnya. Rumah bergaya modern dengan kolam renang yang luas di samping rumah.
Hanya dengan melihat bentukan rumah Kiandra sudah bisa menebak kalau pemilik rumah itu bukan orang biasa.
Mobil sudah memasuki lepataran rumah, tampak penjaga membukakan pintu untuk mereka.
"Ayo keluar!" Ajak kak Leo kembali.
Kiandra pun segera berjalan mengikuti pria itu masuk ke dalam rumah besar d.an ada beberapa pelayan yang sudah menunggu mereka di dalam.
"Di sini tugasmu hanya mengurusi satu orang saja, tidak usah masak, atau bersih-bersih, siapkan saja keperluannya. Saat dia datang segera siapkan air hangat untuk mandi, siapkan baju juga, semua keperluannya, saya akan memberikan daftar baju apa saja yang di kenakan saat keluar atau saat malam hari!"
Pria itu terus bicara sambil berjalan menaiki tangga. Mereka menuju sebuah kamar utama, begitu bagus dan sangat luas.
"Ini kamarnya!"
"Kamarku?"
"Nya' itu artinya bukan mu', mengerti?"
"Mengerti kak!"
Pria itu membuka salah satu pintu yang ada di kamar itu dan Kiandra masih mengikutinya,
"Dan ini lemari bajunya, semua barang-barang miliknya!"
Kiandra benar-benar terperangah dengan begitu banyaknya baju, asesoris dan sebagainya, semuanya bermerk. Dan yang membuatnya merasa luar biasa, banyak sekali foto Fabiano Sky di kamar itu dengan berbagai pose, bahkan hampir semuanya terlihat begitu seksi.
'Pemilik rumah ini fans berat Fabiano Sky juga ternyata' batin Kiandra.
Kemudian setelah mengelilingi tempat itu, kak Leo kembali keluar dan membuka satu pintu lagi, pintu menuju ke kamar mandi, sebuah kamar mandi yang luas lengkap dengan shower seperti air hujan, bathup dan lilin aroma terapi.
"Ini derajat air hangat yang di sukai ya, jangan lebih atau kurang. Dia terbiasa jika pulang, walaupun malam hari akan tetap mandi, jadi sebelum sampai di kamarnya kamu harus sudah menyiapkan air mandi, handuk dan aroma terapi, di setiap aroma terapi ada jadwalnya masingmasing."
Kiandra benar-benar mendengarkan dengan cermat, Kiandra anak yang cukup pandai, jadi sangat mudah baginya untuk mengingat sebagian besar yang di jelaskan oleh kak Leo.
Bersambung
Setelah selesai menjelaskan tentang kamar dan pemilik kamar itu, mereka pun keluar. Seorang pelayan yang menghampiri mereka. "Antar dia ke kamarnya, beri pelayan pelayan!" "Baik tuan! Ayo!" Ajak pelayan itu dan Kiandra segera mengikutinya di belakang. Kak Leo keluar dari rumah itu dan mobil terlihat meninggalkan halaman rumah. "Nama saya Anna, saya kepala pelayan di sini. Di rumah ini ada lima pelayan dengan tugas masing-masing jadi pernah mengerjakan pekerjaan yang bukan pekerjaanm
KiandraPria tampan yang baru saja keluar dari mobil itu membuka kaca mata hitamnya dan menyerahkan pada kak Leo. Aku benar-benar di buat tercengang bahkan bibirku tidak mampu berkata-kata lagi."Dia siapa?" tanyanya pada kak Leo.Kak Leo melotot pada ku agar segera kembali ke posisi Semula. Aku pun kembali menunduk memberi hormat."Kenalkan dirimu!" Perintah kak Leo padaku.Jelas bibir ini begitu gugup, ada Fabian Sky di depanku , kira-kira aku bisa mengatakan apa sekarang. Aku pun kembali ke posisi semulaikh, mimpi apa aku semalam hingga harus melayani seorang pria yang bahkan dalam mimpi pun aku Tidka mampu menyentuhnya. Pria yang selalu di eluh-eluhkan oleh para gadis bukn hanya di kampungnya tapi di seluruh negri ini.Jika Salsa tahu aku berkerja dengan siapa, dia pasti akan menangis semalaman gara-gara ini, ingin rasany
Aku segera menyiapkan baju tidur pria yang sudah membuat beberapa anak perempuan seusiaku mengidolakannya.CklekSuara pintu kamar mandi yang kembali di buka berhasil membuat dadaku Skot jantung lagi, dia benar-benar penuh kejutan.Kepalaku langsung menunduk, tidak berani menatap tubuh yang terbuka itu, hanya sebuah handuk lamat-lamat aku menatap dari bawah."Bajunya sudah siap mas!" bibirku bergetar bahkan hanya untuk mengucapkan hal itu.Kakinya melangkah mendekat padaku, iya dia sepertinya benar-benar mendekat hingga hanya tersisa sekitar tiga langkah saja, ahhh pikiranku sudah melayang bebas sekarang."Aku butuh kopi panas, nama kopiku!"'Ampun deh, aku lupa!' ingin rasanya segera berlari sebelum pria maskulin itu menendang bokongku."Maaf mas, saya lupa!""Pergilah, dalam lima menit kalau tidak kembali aku akan menghukummu!"'lima menit?' dia gila atau apa, dari kamar utama ke dapur bukan jarak yang singkat, bi
Pagi ini, aku tentu bangun lebih pagi dari biasanya, bangun jam tiga dini hari. Menyiapkan semua keperluan mas Bian karena ternyata kak Leo sudah mengirimiku banyak sekali pesan agar menyiapkan persis seperti yang ada di dalam daftar.Mas Bian begitu tampan dengan kaos polos yang di lapisi dengan jaket demin dan celana gelap, sebuah sepatu bermerk menjadi pelengkap penampilannya yang luar biasa. Aku berjalan di belakangnya dengan membawa sebuah koper besar.Sebuah mobil sudah siap membawa kali ke sebuah lokasi.Berada seperti orang yang istimewa untuk mas Bian, aku duduk di depan sayangnya bukan di samping mas Bian."Kamu nggak punya baju lain ya?""Hah?" aku segera menoleh ke belakang, aku yakin yang di tanya pasti aku bukan pak sopir karena hanya ada kita bertiga di dalam mobil yang bentuknya long itu. Dulu aku hanya bisa melihatnya di tv tapi sekarang aku aku berada di dalamnya. Sedikit mual tapi tidak pa pa lah, masih bisa aku tahan juga.
Bukan urusanku juga, aku memilih merebahkan tubuhku di atas kasur yang empuk itu, karena udaranya begitu sejuk dan tubuhku juga terasa capek, perlahan mata ini mulai terpejam.Hingga suara ketukan di pintu kembali membuat mataku terbuka lebar."Mas Bian kembali lagi ya?" tanyaku sambil tangan ini mulai membuka pintu.Seorang wanita cantik sudah berdiri di depan pintu, mata kami saling bertemu. Rasanya memang tidak asing wajah itu, tapi aku lupa melihatnya di mana.Wanita itu tampak terkejut melihat aku di dalam kamar itu, sepertinya karena dia langsung memelongokkan kepalanya ke dalam kamar dan mencari sesuatu."Kamu siapa?" tanyanya saat sudah kembali ke posisi semula.'Kenapa dia yang tanya? Seharusnya kan aku yang tanya!' aku merasa aneh dengan wanita di depanku itu, aku lupa jika kamar yang aku tempati saat ini adalah kamar mas Bian, mungkin wanita di depanku itu memang tamunya mas Bian."Cari mas Bian ya?""Kamu siapa?" seka
Dari pada penasaran, aku pun memilih mendekati mas Bian. Dia sedang berselancar dengan benda pipihnya itu, entah apa yang sedang ia lakukan. Tidak lupa aku membawa sebotol minuman dingin untuknya, siapa tahu dia haus."Mas Bian haus nggak?" tanyaku setelah sampai di depannya. Pria yang selalu aku idolakan itu memilih mendongakkan kepalanya dan menatap ke arahku.Aku segera menyodorkan botol minuman dingin di tanganku."Kamu yang beli?""Bukan, om itu yang kasih!" ucapku sambil menunjuk pria brewok yang memakai kacamata sedang membagikan minuman."Duduklah!" mas Bian menepuk bangku kosong di sampingnya.Dengan senang hati dong aku duduk, memang dari tadi itu yaang aku inginkan, duduk bersebelahan sama mas Bian, tapi sayang sekali seandainya saja aku tadi yang berpose mesra sama mas Bian, pasti tambah seneng.Kami hanya saling diam, mas Bian juga tidak menanyakan apapun padaku padahal aku sudah di sampingnya, matanya tampak masih mengawas
"Kamu ternyata cantik juga, anak kecil!" ucap mas Bian sambil mengusap kepalaku, jelas aku kesal. Aku harus menjelaskan berapa kali lagi agar pria idaman hatiku itu tidak memanggilku anak kecil, rasanya pengen gigit aja kalau boleh."Ayo!" sekali lagi, mas Bian benar-benar ingin buat aku Skot jantung, ia menarik tanganku dan melingkarkan ya di lengannya yang kekar hingga aku bisa merasakan kerasnya otot lengan mas Bian. Walaupun aku tidak pernah lihat tapi aku yakin jika pria itu memang pecinta olah raga.'Ehh tunggu! Sepertinya aku melupakan sesuatu!' kalau aku semesra ini sama mas Bian lalu bagaimana dengan mbak Tere, dia kan pacarnya mas Bian.Aku menghentikan langkahku saat sampai di depan pintu lift sebelum pintu itu terbuka."Mas, bagaimana dengan mbak Tere? Bukankan nanti mbak Tere marah saat lihat kita seperti ini?"Mas Bian menoleh padaku dan semakin mengeratkan tanganku yang ada di lengannya,"Dia milih pergi sama pak Kenan, jadi janga
Aku memilih meninggalkan makananku dan menghampiri mas Bian, mbak Tere harus mendapat pelajaran atas apa yang di lakukan pada mas Bian ku.'Cie, mas Bian ku, aku jadi malu sendiri menyebutnya mas Bian ku, tapi mau bagaimana, jika ada yang menelantarkan dia, aku jelas dengan tangan terbuka memungutnya!'Aku dengan semangat membara, berjalan dengan pasti menghampiri pria pujaan hatiku, aku sampai lupa kalau kali ini sendalku jauh lebih tinggi dari batu bata.Hingga sebuah kursi mematahkan semangatku, karena sendal hak tinggiku menyenggol kaki kursi hingga membuat tubuhku limbung.brukkkkksepertinya aku mendarat di tempat yang tepat, sangat tepat. Bibirku mendarat di bibirnya, hingga tubuh ini seakan tidak mampu bergerak lagi.'Bibir mas Bian begitu manis!'Mata kami bertemu, aku seperti es krim yang meleleh seketika hingga sebuah tangan menarikku dengan paksa bangun dari tubuh mas Bian.PlakkkkkSebuah tamparan kera
AuthorKarena rasa bersalahnya pada Kiandra, Bian pun akhirnya keluar dari kamarnya. ia bergegas untuk mencari Kiandara. gadis itu masih begitu polos hingga membuat Bian begitu khawatir.Hingga langkahnya terhenti di depan sebuah perapian, betapa terkejutnya dia saat mendapati gadis itu sedang tidur dan di sampinya di temani seorang pria yang ia kenal siapa pria itu."Kenan!"Bian pun segera mendekat dan membangunkan Kiandar, saat kIandara hendak mengeluarkan suara, Bian segera membuangk mulutnya. dengan perlahan Bian menarik tanga nya dan membawanya pergi dari tempat itu."mas, mau kemana? Biar aku tidur di sana saja!""Maksudnya sama pria itu?""Pak Kenan hanya menemaniku saja, dia baik kok mas, dia ngasih selimut sama kkkia!""kamu itu begitu polos hingga tidak tah kalau kamu sedang di manfaatkan!""La
Aku tahu Kia adalah gadis yang masih polos, walaupun aku sering menyebutnya anak kecil tapi berdasar KTP yang aku ketahui ternyata usianya sudah sembilan belas tahun. dia bukan akan kecil seperti yang aku bayangkan selama ini.Aku mengajak Kia ke taman, tujuanku adalah untuk mengurangi rasa kesalku karena Tere dan pria itu.Hal yang paling lucu yang bisa aku dengar dari gadis polos seperti Kia adalah dia baru pertama kali ciuman.Aku menertawakannya dan saat ia lengah segera ku tarik tubuhnya dan ku cium bibirnya, sebenarnya aku hanya sedang memanfaatkannya saja agar aku puas dan melampiaskan pada kiandra. Jahatnya ku, begitulah aku."Sekarang aku tidak punya hutang lagi kan karena tadi sudah menciummu?" Tanyaku dan Kia begitu polos, ia memegangi bibirnya setelah aku usap dengan tanganku.Kia mengangguk, aku tahu dengan pesonaku bahkan siapapun akan jatuh cinta deng
"Kia!"Panggilku setelah pintu ku buka, terlihat Kia sedang sibuk merapikan seprei. Dia menoleh padaku, seperti biasa tersenyum seolah tidak ada beban.Jika aku pikir-pikir dia adalah asisten yang terlama yang aku miliki selain Leo tentunya."Temani aku makan malam!""Makan malam?""Iya, pakai saja ini!" aku segera melempar paper bag itu, paper bag yang menorehkan luka di hatiku."Ini apa lagi mas?""Itu sebenarnya mau aku kasih sama Tere, tapi dia malam milih sama Kenan!" mungkin Kia tidak peduli dengan alasannya, tapi tetap saja aku ingin cerita padanya. Melihat wajah polosnya sedikit mengobati luka hatiku.Ahhhh ini tidak bisa di biarkan, bisa-bisanya aku menganggap Kia istimewa."Aku tunggu lima belas menit, selesai nggak selesai keluar!"Aku memilih segera keluar, tidak baik hati
Seharusnya jarak kursi itu tadi lebih jauh tapi karena Tere menggeser kursinya jadi terlihat lebih dekat dan sekarang aku yang berada paling jauh.Aku tertarik dengan paper bag yang di bawa pria itu, ukurannya sama dengan yang aku bawa saat ini, atau mungkin jauh lebih besar miliknya."Sebenarnya aku tadi cari kamu di kamar, tapi kamunya nggak ada, ternyata di sini!"Okey, sekarang aku tahu. Bukan aku dan hanya Tere yang di cari. Aku tetap memilih diam dan melihat apa yang akan terjadi selanjutnya, untuk apa pria itu mencari Tere."Ada apa mas?" Tere begitu manis padanya, sebenarnya dia kekasih siapa? Atau dia pernah tidur juga dengan pria itu? Ahhhh kenapa pikiranku jadi buruk sekali."Sebenarnya aku mau ngajak kamu datang ke pesta nanti malam, kamu mau kan jadi pasangan aku?"DegDia melakukan hal yang sama padaku. Tapi aku kembali opti
Aku tetap tidak ingin terlibat obrolan dengan mereka hingga mata pak Kenan mengarah padaku, mungkin dia sedikit penasaran dengan seseorang yang duduk sendiri di depan perapian."Kamu?"Aku tersenyum, pak Kenan mendekat padaku. Ada rasa was-was, takut apa yang di katakan oleh mas Bian itu benar."Boleh aku ikut duduk?" tanyanya sebelum bergabung denganku.Aku pun segera menggeser dudukku agar memberi tempat pada pak Kenan."Silahkan pak!"Pak Kenan segera duduk di tempat kosong yang ada di sampingku, kami sama-sama menghadap perapian dengan duduk di karpet bulu dan kaki yang di tekuk, bedanya aku pakek selimut sedangkan pak Kenan pakek treneng tidur berwarna biru tua."Kamu kenapa di sini sendiri? Bian mana? Kayaknya kakak sepupumu itu sedikit posesif!""Tadi aku ke sini nggak bilang pak, sama mas Bian!""
Aku seakan ingin menghentikan waktu untuk saat ini saja, saat di mana hanya ada aku dan mas Bian saja.Mas Bian terus menarik tanganku walaupun sebenarnya aku enggan kembali, aku tahu setelah ini sudah pasti mas Bian akan pergi dengan yang lain atau dia akan memilih tidur di tempat lain seperti yang ia katakan tadi pagi.Hingga kami sampai juga di ujung lorong, ku lihat ada seseorang yang sedang duduk berjongkok di depan kamar kami, walaupun gelap tapi aku bisa melihat siapa wanita itu, dia mbak Tere.Mas Bian melambatkan langkahnya, sepertinya ia masih enggan untuk bertemu dengan wanita itu.Hingga jarak kami semakin dekat, wanita itu segera berdiri dan hampir berjalan menghampiri kami tapi segera ia urungkan saat melihat tangan kami yang saling bertaut."Bian!""Ada apa kamu ke sini?" mas Bian masih menampakkan wajah dinginnya.Srekkk
Aku memilih meninggalkan makananku dan menghampiri mas Bian, mbak Tere harus mendapat pelajaran atas apa yang di lakukan pada mas Bian ku.'Cie, mas Bian ku, aku jadi malu sendiri menyebutnya mas Bian ku, tapi mau bagaimana, jika ada yang menelantarkan dia, aku jelas dengan tangan terbuka memungutnya!'Aku dengan semangat membara, berjalan dengan pasti menghampiri pria pujaan hatiku, aku sampai lupa kalau kali ini sendalku jauh lebih tinggi dari batu bata.Hingga sebuah kursi mematahkan semangatku, karena sendal hak tinggiku menyenggol kaki kursi hingga membuat tubuhku limbung.brukkkkksepertinya aku mendarat di tempat yang tepat, sangat tepat. Bibirku mendarat di bibirnya, hingga tubuh ini seakan tidak mampu bergerak lagi.'Bibir mas Bian begitu manis!'Mata kami bertemu, aku seperti es krim yang meleleh seketika hingga sebuah tangan menarikku dengan paksa bangun dari tubuh mas Bian.PlakkkkkSebuah tamparan kera
"Kamu ternyata cantik juga, anak kecil!" ucap mas Bian sambil mengusap kepalaku, jelas aku kesal. Aku harus menjelaskan berapa kali lagi agar pria idaman hatiku itu tidak memanggilku anak kecil, rasanya pengen gigit aja kalau boleh."Ayo!" sekali lagi, mas Bian benar-benar ingin buat aku Skot jantung, ia menarik tanganku dan melingkarkan ya di lengannya yang kekar hingga aku bisa merasakan kerasnya otot lengan mas Bian. Walaupun aku tidak pernah lihat tapi aku yakin jika pria itu memang pecinta olah raga.'Ehh tunggu! Sepertinya aku melupakan sesuatu!' kalau aku semesra ini sama mas Bian lalu bagaimana dengan mbak Tere, dia kan pacarnya mas Bian.Aku menghentikan langkahku saat sampai di depan pintu lift sebelum pintu itu terbuka."Mas, bagaimana dengan mbak Tere? Bukankan nanti mbak Tere marah saat lihat kita seperti ini?"Mas Bian menoleh padaku dan semakin mengeratkan tanganku yang ada di lengannya,"Dia milih pergi sama pak Kenan, jadi janga
Dari pada penasaran, aku pun memilih mendekati mas Bian. Dia sedang berselancar dengan benda pipihnya itu, entah apa yang sedang ia lakukan. Tidak lupa aku membawa sebotol minuman dingin untuknya, siapa tahu dia haus."Mas Bian haus nggak?" tanyaku setelah sampai di depannya. Pria yang selalu aku idolakan itu memilih mendongakkan kepalanya dan menatap ke arahku.Aku segera menyodorkan botol minuman dingin di tanganku."Kamu yang beli?""Bukan, om itu yang kasih!" ucapku sambil menunjuk pria brewok yang memakai kacamata sedang membagikan minuman."Duduklah!" mas Bian menepuk bangku kosong di sampingnya.Dengan senang hati dong aku duduk, memang dari tadi itu yaang aku inginkan, duduk bersebelahan sama mas Bian, tapi sayang sekali seandainya saja aku tadi yang berpose mesra sama mas Bian, pasti tambah seneng.Kami hanya saling diam, mas Bian juga tidak menanyakan apapun padaku padahal aku sudah di sampingnya, matanya tampak masih mengawas