Aku segera menyiapkan baju tidur pria yang sudah membuat beberapa anak perempuan seusiaku mengidolakannya.
Cklek
Suara pintu kamar mandi yang kembali di buka berhasil membuat dadaku Skot jantung lagi, dia benar-benar penuh kejutan.
Kepalaku langsung menunduk, tidak berani menatap tubuh yang terbuka itu, hanya sebuah handuk lamat-lamat aku menatap dari bawah.
"Bajunya sudah siap mas!" bibirku bergetar bahkan hanya untuk mengucapkan hal itu.Kakinya melangkah mendekat padaku, iya dia sepertinya benar-benar mendekat hingga hanya tersisa sekitar tiga langkah saja, ahhh pikiranku sudah melayang bebas sekarang.
"Aku butuh kopi panas, nama kopiku!"
'Ampun deh, aku lupa!' ingin rasanya segera berlari sebelum pria maskulin itu menendang bokongku.
"Maaf mas, saya lupa!"
"Pergilah, dalam lima menit kalau tidak kembali aku akan menghukummu!"
'lima menit?' dia gila atau apa, dari kamar utama ke dapur bukan jarak yang singkat, bi
Pagi ini, aku tentu bangun lebih pagi dari biasanya, bangun jam tiga dini hari. Menyiapkan semua keperluan mas Bian karena ternyata kak Leo sudah mengirimiku banyak sekali pesan agar menyiapkan persis seperti yang ada di dalam daftar.Mas Bian begitu tampan dengan kaos polos yang di lapisi dengan jaket demin dan celana gelap, sebuah sepatu bermerk menjadi pelengkap penampilannya yang luar biasa. Aku berjalan di belakangnya dengan membawa sebuah koper besar.Sebuah mobil sudah siap membawa kali ke sebuah lokasi.Berada seperti orang yang istimewa untuk mas Bian, aku duduk di depan sayangnya bukan di samping mas Bian."Kamu nggak punya baju lain ya?""Hah?" aku segera menoleh ke belakang, aku yakin yang di tanya pasti aku bukan pak sopir karena hanya ada kita bertiga di dalam mobil yang bentuknya long itu. Dulu aku hanya bisa melihatnya di tv tapi sekarang aku aku berada di dalamnya. Sedikit mual tapi tidak pa pa lah, masih bisa aku tahan juga.
Bukan urusanku juga, aku memilih merebahkan tubuhku di atas kasur yang empuk itu, karena udaranya begitu sejuk dan tubuhku juga terasa capek, perlahan mata ini mulai terpejam.Hingga suara ketukan di pintu kembali membuat mataku terbuka lebar."Mas Bian kembali lagi ya?" tanyaku sambil tangan ini mulai membuka pintu.Seorang wanita cantik sudah berdiri di depan pintu, mata kami saling bertemu. Rasanya memang tidak asing wajah itu, tapi aku lupa melihatnya di mana.Wanita itu tampak terkejut melihat aku di dalam kamar itu, sepertinya karena dia langsung memelongokkan kepalanya ke dalam kamar dan mencari sesuatu."Kamu siapa?" tanyanya saat sudah kembali ke posisi semula.'Kenapa dia yang tanya? Seharusnya kan aku yang tanya!' aku merasa aneh dengan wanita di depanku itu, aku lupa jika kamar yang aku tempati saat ini adalah kamar mas Bian, mungkin wanita di depanku itu memang tamunya mas Bian."Cari mas Bian ya?""Kamu siapa?" seka
Dari pada penasaran, aku pun memilih mendekati mas Bian. Dia sedang berselancar dengan benda pipihnya itu, entah apa yang sedang ia lakukan. Tidak lupa aku membawa sebotol minuman dingin untuknya, siapa tahu dia haus."Mas Bian haus nggak?" tanyaku setelah sampai di depannya. Pria yang selalu aku idolakan itu memilih mendongakkan kepalanya dan menatap ke arahku.Aku segera menyodorkan botol minuman dingin di tanganku."Kamu yang beli?""Bukan, om itu yang kasih!" ucapku sambil menunjuk pria brewok yang memakai kacamata sedang membagikan minuman."Duduklah!" mas Bian menepuk bangku kosong di sampingnya.Dengan senang hati dong aku duduk, memang dari tadi itu yaang aku inginkan, duduk bersebelahan sama mas Bian, tapi sayang sekali seandainya saja aku tadi yang berpose mesra sama mas Bian, pasti tambah seneng.Kami hanya saling diam, mas Bian juga tidak menanyakan apapun padaku padahal aku sudah di sampingnya, matanya tampak masih mengawas
"Kamu ternyata cantik juga, anak kecil!" ucap mas Bian sambil mengusap kepalaku, jelas aku kesal. Aku harus menjelaskan berapa kali lagi agar pria idaman hatiku itu tidak memanggilku anak kecil, rasanya pengen gigit aja kalau boleh."Ayo!" sekali lagi, mas Bian benar-benar ingin buat aku Skot jantung, ia menarik tanganku dan melingkarkan ya di lengannya yang kekar hingga aku bisa merasakan kerasnya otot lengan mas Bian. Walaupun aku tidak pernah lihat tapi aku yakin jika pria itu memang pecinta olah raga.'Ehh tunggu! Sepertinya aku melupakan sesuatu!' kalau aku semesra ini sama mas Bian lalu bagaimana dengan mbak Tere, dia kan pacarnya mas Bian.Aku menghentikan langkahku saat sampai di depan pintu lift sebelum pintu itu terbuka."Mas, bagaimana dengan mbak Tere? Bukankan nanti mbak Tere marah saat lihat kita seperti ini?"Mas Bian menoleh padaku dan semakin mengeratkan tanganku yang ada di lengannya,"Dia milih pergi sama pak Kenan, jadi janga
Aku memilih meninggalkan makananku dan menghampiri mas Bian, mbak Tere harus mendapat pelajaran atas apa yang di lakukan pada mas Bian ku.'Cie, mas Bian ku, aku jadi malu sendiri menyebutnya mas Bian ku, tapi mau bagaimana, jika ada yang menelantarkan dia, aku jelas dengan tangan terbuka memungutnya!'Aku dengan semangat membara, berjalan dengan pasti menghampiri pria pujaan hatiku, aku sampai lupa kalau kali ini sendalku jauh lebih tinggi dari batu bata.Hingga sebuah kursi mematahkan semangatku, karena sendal hak tinggiku menyenggol kaki kursi hingga membuat tubuhku limbung.brukkkkksepertinya aku mendarat di tempat yang tepat, sangat tepat. Bibirku mendarat di bibirnya, hingga tubuh ini seakan tidak mampu bergerak lagi.'Bibir mas Bian begitu manis!'Mata kami bertemu, aku seperti es krim yang meleleh seketika hingga sebuah tangan menarikku dengan paksa bangun dari tubuh mas Bian.PlakkkkkSebuah tamparan kera
Aku seakan ingin menghentikan waktu untuk saat ini saja, saat di mana hanya ada aku dan mas Bian saja.Mas Bian terus menarik tanganku walaupun sebenarnya aku enggan kembali, aku tahu setelah ini sudah pasti mas Bian akan pergi dengan yang lain atau dia akan memilih tidur di tempat lain seperti yang ia katakan tadi pagi.Hingga kami sampai juga di ujung lorong, ku lihat ada seseorang yang sedang duduk berjongkok di depan kamar kami, walaupun gelap tapi aku bisa melihat siapa wanita itu, dia mbak Tere.Mas Bian melambatkan langkahnya, sepertinya ia masih enggan untuk bertemu dengan wanita itu.Hingga jarak kami semakin dekat, wanita itu segera berdiri dan hampir berjalan menghampiri kami tapi segera ia urungkan saat melihat tangan kami yang saling bertaut."Bian!""Ada apa kamu ke sini?" mas Bian masih menampakkan wajah dinginnya.Srekkk
Aku tetap tidak ingin terlibat obrolan dengan mereka hingga mata pak Kenan mengarah padaku, mungkin dia sedikit penasaran dengan seseorang yang duduk sendiri di depan perapian."Kamu?"Aku tersenyum, pak Kenan mendekat padaku. Ada rasa was-was, takut apa yang di katakan oleh mas Bian itu benar."Boleh aku ikut duduk?" tanyanya sebelum bergabung denganku.Aku pun segera menggeser dudukku agar memberi tempat pada pak Kenan."Silahkan pak!"Pak Kenan segera duduk di tempat kosong yang ada di sampingku, kami sama-sama menghadap perapian dengan duduk di karpet bulu dan kaki yang di tekuk, bedanya aku pakek selimut sedangkan pak Kenan pakek treneng tidur berwarna biru tua."Kamu kenapa di sini sendiri? Bian mana? Kayaknya kakak sepupumu itu sedikit posesif!""Tadi aku ke sini nggak bilang pak, sama mas Bian!""
Seharusnya jarak kursi itu tadi lebih jauh tapi karena Tere menggeser kursinya jadi terlihat lebih dekat dan sekarang aku yang berada paling jauh.Aku tertarik dengan paper bag yang di bawa pria itu, ukurannya sama dengan yang aku bawa saat ini, atau mungkin jauh lebih besar miliknya."Sebenarnya aku tadi cari kamu di kamar, tapi kamunya nggak ada, ternyata di sini!"Okey, sekarang aku tahu. Bukan aku dan hanya Tere yang di cari. Aku tetap memilih diam dan melihat apa yang akan terjadi selanjutnya, untuk apa pria itu mencari Tere."Ada apa mas?" Tere begitu manis padanya, sebenarnya dia kekasih siapa? Atau dia pernah tidur juga dengan pria itu? Ahhhh kenapa pikiranku jadi buruk sekali."Sebenarnya aku mau ngajak kamu datang ke pesta nanti malam, kamu mau kan jadi pasangan aku?"DegDia melakukan hal yang sama padaku. Tapi aku kembali opti