Kiandra
Pria tampan yang baru saja keluar dari mobil itu membuka kaca mata hitamnya dan menyerahkan pada kak Leo. Aku benar-benar di buat tercengang bahkan bibirku tidak mampu berkata-kata lagi.
"Dia siapa?" tanyanya pada kak Leo.
Kak Leo melotot pada ku agar segera kembali ke posisi Semula. Aku pun kembali menunduk memberi hormat.
"Kenalkan dirimu!" Perintah kak Leo padaku.
Jelas bibir ini begitu gugup, ada Fabian Sky di depanku , kira-kira aku bisa mengatakan apa sekarang. Aku pun kembali ke posisi semulaikh, mimpi apa aku semalam hingga harus melayani seorang pria yang bahkan dalam mimpi pun aku Tidka mampu menyentuhnya. Pria yang selalu di eluh-eluhkan oleh para gadis bukn hanya di kampungnya tapi di seluruh negri ini.
Jika Salsa tahu aku berkerja dengan siapa, dia pasti akan menangis semalaman gara-gara ini, ingin rasanya aku tersenyum jahat padanya. Tidak pa pa jika aku tidak kuliah saat ini, ini rasanya sudah melebihi kuliah yang aku impikan, walaupun mungkin seur hidupku tidak kuliah dan melayani pria itu aku rela tanpa di bayar pun aku akan rela.
"Ayo kenalkan dirimu!" Lagi-lagi ucapan kak Leo berhasil membuatku sadar jika aku masih berada di depan mereka.
"Saya Kiandra, Bian, eh_, maksud saya mas Bian!" Lancang sekali aku memanggil nama, aku di sini bukan sebagai fans nya tapi sebagai seorang yang akan melayaninya dari bangun tidur sampai tidur lagi, apa ya julukan yang pantas untukku, ahhh aku membayangkannya saja sudah geli sendiri, aku seperti istri tanpa melayani di ranjang mungkin itu jauh lebih bagus.
"Kia, atau Andra? Bagaimana aku memanggilmu?"
Suaranya begitu seksi menggema di gendang telingaku, hahhh, gila rasanya hatiku benar-benar menggila, pengen banget peluk tapi Tidka berani.
"Terserah mas Bian saja, saya nurut!"
"Penurut sekali!"
Wah merdunya suara mas Bian, bikin meleleh deh rasanya.
Setelah percakapan singkat di antara kami, walaupun ada kak Leo juga di sana . Mereka pun segera berjalan melewati tubuku begitu saja, tapi aroma tubuhnya seperti mempel di hidungku, aku bisa mencium aroma tubuhnya yang begitu wangi.
Wangi sekali
Aku mengikuti langkah mereka di belakang menuju ke kamar tidurnya, kali ini kak Leo hanya mengikuti hingga pintu kamar itu, membuat jantungku semakin deg degan saja.
Membayangkan hanya berdua di kamar itu bersama mas Bian membuatku tidak bisa menahan hasrat untuk menyentuhnya, ahhh bisa apa tangan ini kalau hanya mendengar suaranya saja sudah membuatku meleleh.
"Air mandi mas Bian sudah siap, apa mas Bian akan pergi kembali?" Aku berusaha untuk bersikap selayaknya pelayan agar tidak hanya bertahan satu hari di rumah besar yang di huni orang sekeren mas Bian.
"Aku akan dir yang malam ini, diapakan baju malamaku kemudian siapkan juga camilan sehat untukku!"
"Baik mas."
"Lalu kenapa sekarang masih di situ?"
"Hehh?" Aku tidak faham dengan perintahnya, pria itu sudah berdiri di depan pintu kamar mandi lalu aku harus apa lagi sekarang, apa yang kurang.
"Lepaskan bajuku!"
"Hahh?"
"Kamu kenapa sih, bisanya hehh, hahh?"
Bagaimana aku nggak bengkel tiba-tiba di suruh nglepasin baju mas Bian, yang benar saja ini. Aku harus gimana? Aku pun akhirny mendekat padanya, aroma tubuhnya bisa aku rasakan sekarang.
Perlahan mulai ku lepas kancing kemejany dan aku lepas perlahan hingga menampakan tubuh bidangnya, aku harus pintar-pintar mengendalikan diri kalau gini, kalau enggak bisa-bisa aku yang nyosor dukun.
"Celananya juga mas?" Tanyaku yang melihat mas Bian tidak juga beranjak dari tempatnya.
"Nggak perlu!"
Mas Bian seperti nggak punya urat malu, tiba-tiba aja lepas celananya di depanku membuatku dengan cepat menutup wajahku dengan kedua tangan agar tidak bisa melihat tontonan gratis itu.
"Ngapain kayak gitu?"
Ahhh aku pasti sudah membuat mas Bian tersnggung deh, tapi apa mau di kata, mataku masih suci bel ternoda apapun.
Saat aku membuka tanganku dan mataku juga, ku lihat mas Bian sudah melilitkan handuk di pinggangnya, aku bisa melihat ada yang menyembul dari balik handuk putih itu. Ahhh kotor sekali pikiranku, kenapa juga harus fokus pada benda itu?
"Bantu aku mandi!" Perintahnya lagi, astaga perintah macam apa ini, dia benar-benar membuatku semakin syok saja.
"Bantu bagaimana ya?"
"Polos sekali jadi orang, ikut aku!"
Tiba-tiba tangan mas Bian menarik tanganku Ituk masuk ke dalam kamar mandi.
"Aaaaaa!"
Aku berteriak sat pria itu melepaskan handuknya, entah bagaimana mandanganbya karena aku memilih untuk memalingkan wajahku menghadap ke arah lain.
'pantas saja orang-orang tidak betah bekerja sebagai pelayannya, begini banget, jantungku bisa copot belum Sampek satu hari kalau gini ceritanya' batinku.
"Gosok tubuhku!" Suara perintah itu membuatku berbalik padanya, mas Bian sudah duduk di dalam bathtub dengan air yang di penuhi dengan busa, hehhhh untunglah ada bisanya hingga aku tidak bisa melihat ekor naganya.
Aku pun segera duduk di belakang punggungnya dan menggosok punggungnya itu, tanganku benar-benar menyentuh punggung pria ini, mas Bian, Fabiano Sky, seperti mimpi di siang bolong.
"Pijat bahuku!" Mas Bian tiba-tiba mendongakkan kepalanya membuat wajah kami begitu dekat. Jantungku sudah mulai aman ini, untung ma sbian memejamkan matanya hingga dia Tidka bisa mlihat bagaimana wajahku saat ini.
Aku pun mulai memijat bahunya yang bidang, pasti sangat nyaman bersandar di sana.
Sungguh pikiranmu begitu kotor, membuatku tidak suka berdekatan terlalu lama dengan pria selebriti ini.
Cukup lama, bahkan mungkin sampai mas Bian ketiduran, hampir setengah jam kami di kamar mandi, tidak ada percakapan. Kami memang hanya dua orang asing yang terjebak dalam satu kamar mandi.
"Sudah keluarlah, aku mau bilas!"
"Baik mas!"
Akhirnya, terbebas juga setidaknya untuk sementara waktu sampai mas Bian selesai mandi.
Seperti perintah kak Leo, jika mas Bian tidak pergi ke keluar, aku harus menyiapkan baju tidur.
Ahhh bahkan sekarang celana dalam pun aku bisa memegangnya, kenapa lagi ini pikiran. Bisa-bisanya aku kembali berpikir jorok.
Aku segera menyiapkan baju tidur pria yang sudah membuat beberapa anak perempuan seusiaku mengidolakannya.CklekSuara pintu kamar mandi yang kembali di buka berhasil membuat dadaku Skot jantung lagi, dia benar-benar penuh kejutan.Kepalaku langsung menunduk, tidak berani menatap tubuh yang terbuka itu, hanya sebuah handuk lamat-lamat aku menatap dari bawah."Bajunya sudah siap mas!" bibirku bergetar bahkan hanya untuk mengucapkan hal itu.Kakinya melangkah mendekat padaku, iya dia sepertinya benar-benar mendekat hingga hanya tersisa sekitar tiga langkah saja, ahhh pikiranku sudah melayang bebas sekarang."Aku butuh kopi panas, nama kopiku!"'Ampun deh, aku lupa!' ingin rasanya segera berlari sebelum pria maskulin itu menendang bokongku."Maaf mas, saya lupa!""Pergilah, dalam lima menit kalau tidak kembali aku akan menghukummu!"'lima menit?' dia gila atau apa, dari kamar utama ke dapur bukan jarak yang singkat, bi
Pagi ini, aku tentu bangun lebih pagi dari biasanya, bangun jam tiga dini hari. Menyiapkan semua keperluan mas Bian karena ternyata kak Leo sudah mengirimiku banyak sekali pesan agar menyiapkan persis seperti yang ada di dalam daftar.Mas Bian begitu tampan dengan kaos polos yang di lapisi dengan jaket demin dan celana gelap, sebuah sepatu bermerk menjadi pelengkap penampilannya yang luar biasa. Aku berjalan di belakangnya dengan membawa sebuah koper besar.Sebuah mobil sudah siap membawa kali ke sebuah lokasi.Berada seperti orang yang istimewa untuk mas Bian, aku duduk di depan sayangnya bukan di samping mas Bian."Kamu nggak punya baju lain ya?""Hah?" aku segera menoleh ke belakang, aku yakin yang di tanya pasti aku bukan pak sopir karena hanya ada kita bertiga di dalam mobil yang bentuknya long itu. Dulu aku hanya bisa melihatnya di tv tapi sekarang aku aku berada di dalamnya. Sedikit mual tapi tidak pa pa lah, masih bisa aku tahan juga.
Bukan urusanku juga, aku memilih merebahkan tubuhku di atas kasur yang empuk itu, karena udaranya begitu sejuk dan tubuhku juga terasa capek, perlahan mata ini mulai terpejam.Hingga suara ketukan di pintu kembali membuat mataku terbuka lebar."Mas Bian kembali lagi ya?" tanyaku sambil tangan ini mulai membuka pintu.Seorang wanita cantik sudah berdiri di depan pintu, mata kami saling bertemu. Rasanya memang tidak asing wajah itu, tapi aku lupa melihatnya di mana.Wanita itu tampak terkejut melihat aku di dalam kamar itu, sepertinya karena dia langsung memelongokkan kepalanya ke dalam kamar dan mencari sesuatu."Kamu siapa?" tanyanya saat sudah kembali ke posisi semula.'Kenapa dia yang tanya? Seharusnya kan aku yang tanya!' aku merasa aneh dengan wanita di depanku itu, aku lupa jika kamar yang aku tempati saat ini adalah kamar mas Bian, mungkin wanita di depanku itu memang tamunya mas Bian."Cari mas Bian ya?""Kamu siapa?" seka
Dari pada penasaran, aku pun memilih mendekati mas Bian. Dia sedang berselancar dengan benda pipihnya itu, entah apa yang sedang ia lakukan. Tidak lupa aku membawa sebotol minuman dingin untuknya, siapa tahu dia haus."Mas Bian haus nggak?" tanyaku setelah sampai di depannya. Pria yang selalu aku idolakan itu memilih mendongakkan kepalanya dan menatap ke arahku.Aku segera menyodorkan botol minuman dingin di tanganku."Kamu yang beli?""Bukan, om itu yang kasih!" ucapku sambil menunjuk pria brewok yang memakai kacamata sedang membagikan minuman."Duduklah!" mas Bian menepuk bangku kosong di sampingnya.Dengan senang hati dong aku duduk, memang dari tadi itu yaang aku inginkan, duduk bersebelahan sama mas Bian, tapi sayang sekali seandainya saja aku tadi yang berpose mesra sama mas Bian, pasti tambah seneng.Kami hanya saling diam, mas Bian juga tidak menanyakan apapun padaku padahal aku sudah di sampingnya, matanya tampak masih mengawas
"Kamu ternyata cantik juga, anak kecil!" ucap mas Bian sambil mengusap kepalaku, jelas aku kesal. Aku harus menjelaskan berapa kali lagi agar pria idaman hatiku itu tidak memanggilku anak kecil, rasanya pengen gigit aja kalau boleh."Ayo!" sekali lagi, mas Bian benar-benar ingin buat aku Skot jantung, ia menarik tanganku dan melingkarkan ya di lengannya yang kekar hingga aku bisa merasakan kerasnya otot lengan mas Bian. Walaupun aku tidak pernah lihat tapi aku yakin jika pria itu memang pecinta olah raga.'Ehh tunggu! Sepertinya aku melupakan sesuatu!' kalau aku semesra ini sama mas Bian lalu bagaimana dengan mbak Tere, dia kan pacarnya mas Bian.Aku menghentikan langkahku saat sampai di depan pintu lift sebelum pintu itu terbuka."Mas, bagaimana dengan mbak Tere? Bukankan nanti mbak Tere marah saat lihat kita seperti ini?"Mas Bian menoleh padaku dan semakin mengeratkan tanganku yang ada di lengannya,"Dia milih pergi sama pak Kenan, jadi janga
Aku memilih meninggalkan makananku dan menghampiri mas Bian, mbak Tere harus mendapat pelajaran atas apa yang di lakukan pada mas Bian ku.'Cie, mas Bian ku, aku jadi malu sendiri menyebutnya mas Bian ku, tapi mau bagaimana, jika ada yang menelantarkan dia, aku jelas dengan tangan terbuka memungutnya!'Aku dengan semangat membara, berjalan dengan pasti menghampiri pria pujaan hatiku, aku sampai lupa kalau kali ini sendalku jauh lebih tinggi dari batu bata.Hingga sebuah kursi mematahkan semangatku, karena sendal hak tinggiku menyenggol kaki kursi hingga membuat tubuhku limbung.brukkkkksepertinya aku mendarat di tempat yang tepat, sangat tepat. Bibirku mendarat di bibirnya, hingga tubuh ini seakan tidak mampu bergerak lagi.'Bibir mas Bian begitu manis!'Mata kami bertemu, aku seperti es krim yang meleleh seketika hingga sebuah tangan menarikku dengan paksa bangun dari tubuh mas Bian.PlakkkkkSebuah tamparan kera
Aku seakan ingin menghentikan waktu untuk saat ini saja, saat di mana hanya ada aku dan mas Bian saja.Mas Bian terus menarik tanganku walaupun sebenarnya aku enggan kembali, aku tahu setelah ini sudah pasti mas Bian akan pergi dengan yang lain atau dia akan memilih tidur di tempat lain seperti yang ia katakan tadi pagi.Hingga kami sampai juga di ujung lorong, ku lihat ada seseorang yang sedang duduk berjongkok di depan kamar kami, walaupun gelap tapi aku bisa melihat siapa wanita itu, dia mbak Tere.Mas Bian melambatkan langkahnya, sepertinya ia masih enggan untuk bertemu dengan wanita itu.Hingga jarak kami semakin dekat, wanita itu segera berdiri dan hampir berjalan menghampiri kami tapi segera ia urungkan saat melihat tangan kami yang saling bertaut."Bian!""Ada apa kamu ke sini?" mas Bian masih menampakkan wajah dinginnya.Srekkk
Aku tetap tidak ingin terlibat obrolan dengan mereka hingga mata pak Kenan mengarah padaku, mungkin dia sedikit penasaran dengan seseorang yang duduk sendiri di depan perapian."Kamu?"Aku tersenyum, pak Kenan mendekat padaku. Ada rasa was-was, takut apa yang di katakan oleh mas Bian itu benar."Boleh aku ikut duduk?" tanyanya sebelum bergabung denganku.Aku pun segera menggeser dudukku agar memberi tempat pada pak Kenan."Silahkan pak!"Pak Kenan segera duduk di tempat kosong yang ada di sampingku, kami sama-sama menghadap perapian dengan duduk di karpet bulu dan kaki yang di tekuk, bedanya aku pakek selimut sedangkan pak Kenan pakek treneng tidur berwarna biru tua."Kamu kenapa di sini sendiri? Bian mana? Kayaknya kakak sepupumu itu sedikit posesif!""Tadi aku ke sini nggak bilang pak, sama mas Bian!""