Kini Kiandra dan pak Adi sudah berada dalam bus yang sama, ia duduk tepat di samping pak Adi. Ini untuk pertama kalinya Kiandra pergi ke kota. Ia sudah membayangkan sebuah kota besar, dengan mobil-mobil mewah yang saling bersalipan di jalan raya yang luas bahkan bisa untuk perjalan empat mobil sekaligus tidak seperti jalan di kampungnya, hanya bisa untuk satu mobil dan satu motor. Kalau ada dua mobil yang saling berpapasan, salah satunya harus berhenti terlebih dulu.
Walaupun malam hari, Kiandra masih sangat bersemangat untuk melihat kelap-kelip lampu kota, benar-benar pemandangan yang jarang ia jumpai di kampung.
Sesekali pak Adi menceritakan sesuatu jika menjumpai sesuatu yang menarik dan dia tahu ceritanya dan Kiandra berfitur bersemangat untuk mendengarkannya.
Butuh waktu lima sampai enam jam untuk sampai di kota, entah jam berapa akhirnya mata Kiandra tidak mampu untuk terjaga kembali. Pak Adi pun akhirnya meminta Kiandra untuk tidur agar pagi-pagi sekali saat mereka sampai di kota, Kiandra terlihat segar.
Entah sudah berapa lama ia tidur, saat bangun ia sudah bisa melihat langit mulai terang kembali. Pak Adi juga baru saja bangun, saat ia melihat sekeliling ternyataereka sudah akan sampai,
"Di depan kita turun!"
"Baik pak!"
Benar saja, saat sampai di depan halte, pak Adi mengajak Kiandra untuk berdiri dan berjalan menghampiri kenek bus.
Saat sampai di halte, bus pun berhenti dan kami pun turun bersama beberapa orang lainnya.
Kiandra kira masih akan mencari kendaraan lagi, tapi ternyata salah. Setelah mereka turun pak Adi mengajak mereka untuk berjalan.
"Tidak pa pa kan kita berjalan sebentar, sayang soalnya uangnya kalau buat naik angkot, jaraknya tidak terlalu jauh!"
"Terserah pak Adi saja!"
Mereka pun berjalan menyusuri trotoar, sesekali pak Adi kembali bercerita. Ia memberitahukan beberapa kebiasaan yang berbeda dari kebiasaan orang kampung. Pak Adi juga memberitahukan tempat-tempat yang mungkin Kiandra ingin kunjungi atau memang sangat di butuhkan untuk di kunjungi. Pak Adi juga memberikan nomor ponselnya apa bila butuh sesuatu.
Akhirnya mereka sampai juga di depan sebuah gedung yang menjulang tinggi dengan begitu banyak lantai. Kiandra sampai tercengang menatap gedung itu, bahkan saat ia mendongakkan kepalanya ia tetap tidak bisa melihat ujung gedung itu.
"Wow, serius pak, ini rumahnya? Ini rumah apa kantor?" Kiandra sampai meloncat-loncat agar bisa melihat ujung gedung tapi tetap saja tidak bisa.
"Ini apartemen, kata asisten yang akan jadi majikan kamu, suruh ke apartemennya dulu!"
"Oh gitu!"
"Ayo masuk!"
Pak Adi pun menarik tangan Kiandra agar mengikutinya, pak Adi bertanya sebentar pada scurity yang sedang bertugas dan scurity itu pun menatap Kiandra.
"Serius mau kerja dek?"
"Iya pak!" Kiandra mengangunggukkan kepalanya.
"Baiklah kalau begitu saya antar ke apartemennya pak Leo!"
"Saya nggak usah ikut ya, soalnya sudah waktunya jam kerjaku, titip keponakanku ya!" Pak Adi berpamitan pada mereka, ternyata pak Adi bekerja sebagai salah satu cleaning servis di apartemen itu.
"Aman!"
Kini Kiandra dan scurity itu mulai memasuki lift mereka menuju ke lantai enam apartemen itu. Sepenjang jalan scurity itu memberitahu bagaimana nanti cara bersikap Kiandra dengan majikan barunya. Sepertinya karena yang bertanggung jawab mencarikan dia, jadi dia ikut bertanggung jawab.
"Mengerti pak!" Kiandra hanya menjawab sebisanya, ia juga tidak kenal dengan pria yang mengantarnya itu.
Hingga akhirnya mereka sampai juga di depan sebuah apartemen dengan nomor pintu 673, entah apa artinya nomor itu tapi tidak mungkin itu banyakkannya ruangan di apartemen itu.
Ting tong ting tong
Scurity itu memencet bel beberapa kali hingga pintu itu terbuka, seorang pria sudah berdiri di depannya dengan masih mengenakan handuk yang melilit bagian bawah tubuhnya, sepertinya orang itu baru saja selesai mandi.
"Ada apa?"
"Maaf pak Leo, ini asisten rumah tangga yang saya janjikan kemarin!"
Pria yang bernama Leo pun mengamati penampilan Kiandra dari atas hingga bawah, "Cepat sekali!?"
"Iya pak, kebetulan cleaning servis di apartemen ini kemarin pulang kampung dan ternyata ada yang berminat kerja!"
Lagi-lagi pria yang bernama Leo itu mengamati penampilan Kiandra hingga membuat Kiandra merasa risih di buatnya, apalagi saat ini pria itu sedang bertelanjang dada.
"Menarik! Perkenalkan nama kamu!"
Scurity itu menyenggol bahu Kiandra yang sedang melamun agar segera menjawab pertanyaan pria itu,
"Eh, nama saya Kiandra pak!"
"Baiklah, tinggalkan Kiandra di sini!"
"Baik pak Leo, saya permisi!"
Scurity itu meninggalkan Kiandra dengan pria itu sendiri.
"Mau tetap di luar atau masuk?" pertanyaan pria itu lagi-lagi menyadarkannya,
"Iya masuk pak!"
Kiandra pun mengikuti pria itu masuk ke dalam apartemen pria itu, ia membantu menutupkan pintu dan berjalan di belakang pria yang bernama Leo itu.
"Duduklah, saya akan berganti baju dulu!"
"Baik pak!"
Pria itu akhirnya meninggalkan Kiandra juga dan masuk ke dalam ruangan lainnya yang sepertinya itu adalah sebuah kamar.
Hehhhh ....
Kiandra bernafas lega sekarang, setidaknya tidak melihat pria telanjang itu. Ia pun memutusakan untuk duduk di salah satu sofa kecil dengan notif bulu berwarna abu-abu serasih dengan ruangan itu. Ruangannya sudah sangat rapi tidak mungkin jika pria itu masih membutuhkan pembantu rumah tangga.
Karena terlalu lama menunggu, Kiandra pun memutuskan untuk kembali berdiri dan melihat-lihat apartemen itu, ia tersenyum saat melihat foto artis idolanya juga terpajang di salah satu dinding apartemen itu.
"Ini Fabiano sky! Jadi pria itu juga penggemar Fabiano Sky!" gumam Kiandra, ia begitu mengagumi poster yang ada di ruangan itu, poster itu terlihat nyata seperti foto, bahkan pose tanpa baju dan mempertontonkan otot kekar Fabiano itu tidak pernah ia temui di manapun, hanya di tempat itu.
Kiandra jadi tertarik untuk memegangnya, meraba tubuh Fabiano walaupun hanya dalam foto, ia membayangkan memegang tubuh keker pria itu, ia bahkan menempelkan pipinya ke dada bidangnya, "Seperti nyata!"
"Hmmm!" suara deheman membuat Kiandra segera menoleh ke sumber suara dan ia bisa melihat pria itu sedang berdiri di belakangnya sekitar dua meter dan sedang mengamatinya, entah sejak kapan pria itu berdiri di situ.
'Mati aku ...!' batin Kiandra.
"Siapa suruh kamu sentuh foto itu!" hardik pria itu dan Kiandra hanya bisa menunduk.
"Maafkan saya pak!"
"Memang saya terlihat begitu tua di mata kamu?"
"Maaf mas, saya sungguh tidak sengaja!"
"Panggal saya kak Leo!"
"Baik kak Leo!"
Pria yang ingin di panggil kak Leo oleh Kiandra itu pun berjalan mendekat dan duduk di sofa yang tadi sempat di duduki oleh Kiandra. Kini Kiandra menghela nafas lega, setidaknya ia sudah berdiri dari sofa itu, terlihat sekali jika sofa itu adalah sofa kesukaannya.
"Duduklah!" dia mempersilahkan Kiandra untuk duduk di sofa yang ada di depannya bersekat sebuah meja berukuran sedang. Walaupun gugup tapi Kiandra berusaha bersikap biasa saja menghadapi pria itu. Kiandra duduk dan tangannya ia letakkan di pangkuannya dengan memilih kemeja bermotif kotak besar yang menutupi Kaos tanpa lengannya.
BERSAMBUNG
Pria itu kembali memperhatikan penampilan Kiandra dari atas hingga bawah, sepertinya ia sedang menilai penampilan Kiandra saat ini, memang tidak jauh-jauh dari penampilan orang kampung dengan sepatu sport yang sudah tidak begitu bersih karena sudah ada banyak jahitan di sekelilingnya agar tetap kuat."Sudah lulus SMP?"'Hahh ...' Kiandra benar-benar tercengang, bisa-bisanya pria di depannya mengatakan kalau dia baru lulu SMP. Memang sih tubuhnya mungil dan masih pantas untuk lulus SMP. Tapi apa iya orang di depannya itu menganggapnya lulusan SMP."Saya lulus SMA pak, eh maksudnya kak Leo, baru tahun ini! Ijasah aja belum keluar, saya juga belum cap tiga jari!"Pria itu mengeryitkan matanya, "Banyak omong juga ternyata kamu!""Saya hanya menjawab pertanyaan kak Leo!" Kiandra merasa tidak enak karena di anggap banyak bicara, walaupun memang kenyataannya iya. Hanya saat di rumah saja ia sedikit malas untuk bicara apalagi sa
Setelah selesai menjelaskan tentang kamar dan pemilik kamar itu, mereka pun keluar. Seorang pelayan yang menghampiri mereka. "Antar dia ke kamarnya, beri pelayan pelayan!" "Baik tuan! Ayo!" Ajak pelayan itu dan Kiandra segera mengikutinya di belakang. Kak Leo keluar dari rumah itu dan mobil terlihat meninggalkan halaman rumah. "Nama saya Anna, saya kepala pelayan di sini. Di rumah ini ada lima pelayan dengan tugas masing-masing jadi pernah mengerjakan pekerjaan yang bukan pekerjaanm
KiandraPria tampan yang baru saja keluar dari mobil itu membuka kaca mata hitamnya dan menyerahkan pada kak Leo. Aku benar-benar di buat tercengang bahkan bibirku tidak mampu berkata-kata lagi."Dia siapa?" tanyanya pada kak Leo.Kak Leo melotot pada ku agar segera kembali ke posisi Semula. Aku pun kembali menunduk memberi hormat."Kenalkan dirimu!" Perintah kak Leo padaku.Jelas bibir ini begitu gugup, ada Fabian Sky di depanku , kira-kira aku bisa mengatakan apa sekarang. Aku pun kembali ke posisi semulaikh, mimpi apa aku semalam hingga harus melayani seorang pria yang bahkan dalam mimpi pun aku Tidka mampu menyentuhnya. Pria yang selalu di eluh-eluhkan oleh para gadis bukn hanya di kampungnya tapi di seluruh negri ini.Jika Salsa tahu aku berkerja dengan siapa, dia pasti akan menangis semalaman gara-gara ini, ingin rasany
Aku segera menyiapkan baju tidur pria yang sudah membuat beberapa anak perempuan seusiaku mengidolakannya.CklekSuara pintu kamar mandi yang kembali di buka berhasil membuat dadaku Skot jantung lagi, dia benar-benar penuh kejutan.Kepalaku langsung menunduk, tidak berani menatap tubuh yang terbuka itu, hanya sebuah handuk lamat-lamat aku menatap dari bawah."Bajunya sudah siap mas!" bibirku bergetar bahkan hanya untuk mengucapkan hal itu.Kakinya melangkah mendekat padaku, iya dia sepertinya benar-benar mendekat hingga hanya tersisa sekitar tiga langkah saja, ahhh pikiranku sudah melayang bebas sekarang."Aku butuh kopi panas, nama kopiku!"'Ampun deh, aku lupa!' ingin rasanya segera berlari sebelum pria maskulin itu menendang bokongku."Maaf mas, saya lupa!""Pergilah, dalam lima menit kalau tidak kembali aku akan menghukummu!"'lima menit?' dia gila atau apa, dari kamar utama ke dapur bukan jarak yang singkat, bi
Pagi ini, aku tentu bangun lebih pagi dari biasanya, bangun jam tiga dini hari. Menyiapkan semua keperluan mas Bian karena ternyata kak Leo sudah mengirimiku banyak sekali pesan agar menyiapkan persis seperti yang ada di dalam daftar.Mas Bian begitu tampan dengan kaos polos yang di lapisi dengan jaket demin dan celana gelap, sebuah sepatu bermerk menjadi pelengkap penampilannya yang luar biasa. Aku berjalan di belakangnya dengan membawa sebuah koper besar.Sebuah mobil sudah siap membawa kali ke sebuah lokasi.Berada seperti orang yang istimewa untuk mas Bian, aku duduk di depan sayangnya bukan di samping mas Bian."Kamu nggak punya baju lain ya?""Hah?" aku segera menoleh ke belakang, aku yakin yang di tanya pasti aku bukan pak sopir karena hanya ada kita bertiga di dalam mobil yang bentuknya long itu. Dulu aku hanya bisa melihatnya di tv tapi sekarang aku aku berada di dalamnya. Sedikit mual tapi tidak pa pa lah, masih bisa aku tahan juga.
Bukan urusanku juga, aku memilih merebahkan tubuhku di atas kasur yang empuk itu, karena udaranya begitu sejuk dan tubuhku juga terasa capek, perlahan mata ini mulai terpejam.Hingga suara ketukan di pintu kembali membuat mataku terbuka lebar."Mas Bian kembali lagi ya?" tanyaku sambil tangan ini mulai membuka pintu.Seorang wanita cantik sudah berdiri di depan pintu, mata kami saling bertemu. Rasanya memang tidak asing wajah itu, tapi aku lupa melihatnya di mana.Wanita itu tampak terkejut melihat aku di dalam kamar itu, sepertinya karena dia langsung memelongokkan kepalanya ke dalam kamar dan mencari sesuatu."Kamu siapa?" tanyanya saat sudah kembali ke posisi semula.'Kenapa dia yang tanya? Seharusnya kan aku yang tanya!' aku merasa aneh dengan wanita di depanku itu, aku lupa jika kamar yang aku tempati saat ini adalah kamar mas Bian, mungkin wanita di depanku itu memang tamunya mas Bian."Cari mas Bian ya?""Kamu siapa?" seka
Dari pada penasaran, aku pun memilih mendekati mas Bian. Dia sedang berselancar dengan benda pipihnya itu, entah apa yang sedang ia lakukan. Tidak lupa aku membawa sebotol minuman dingin untuknya, siapa tahu dia haus."Mas Bian haus nggak?" tanyaku setelah sampai di depannya. Pria yang selalu aku idolakan itu memilih mendongakkan kepalanya dan menatap ke arahku.Aku segera menyodorkan botol minuman dingin di tanganku."Kamu yang beli?""Bukan, om itu yang kasih!" ucapku sambil menunjuk pria brewok yang memakai kacamata sedang membagikan minuman."Duduklah!" mas Bian menepuk bangku kosong di sampingnya.Dengan senang hati dong aku duduk, memang dari tadi itu yaang aku inginkan, duduk bersebelahan sama mas Bian, tapi sayang sekali seandainya saja aku tadi yang berpose mesra sama mas Bian, pasti tambah seneng.Kami hanya saling diam, mas Bian juga tidak menanyakan apapun padaku padahal aku sudah di sampingnya, matanya tampak masih mengawas
"Kamu ternyata cantik juga, anak kecil!" ucap mas Bian sambil mengusap kepalaku, jelas aku kesal. Aku harus menjelaskan berapa kali lagi agar pria idaman hatiku itu tidak memanggilku anak kecil, rasanya pengen gigit aja kalau boleh."Ayo!" sekali lagi, mas Bian benar-benar ingin buat aku Skot jantung, ia menarik tanganku dan melingkarkan ya di lengannya yang kekar hingga aku bisa merasakan kerasnya otot lengan mas Bian. Walaupun aku tidak pernah lihat tapi aku yakin jika pria itu memang pecinta olah raga.'Ehh tunggu! Sepertinya aku melupakan sesuatu!' kalau aku semesra ini sama mas Bian lalu bagaimana dengan mbak Tere, dia kan pacarnya mas Bian.Aku menghentikan langkahku saat sampai di depan pintu lift sebelum pintu itu terbuka."Mas, bagaimana dengan mbak Tere? Bukankan nanti mbak Tere marah saat lihat kita seperti ini?"Mas Bian menoleh padaku dan semakin mengeratkan tanganku yang ada di lengannya,"Dia milih pergi sama pak Kenan, jadi janga
AuthorKarena rasa bersalahnya pada Kiandra, Bian pun akhirnya keluar dari kamarnya. ia bergegas untuk mencari Kiandara. gadis itu masih begitu polos hingga membuat Bian begitu khawatir.Hingga langkahnya terhenti di depan sebuah perapian, betapa terkejutnya dia saat mendapati gadis itu sedang tidur dan di sampinya di temani seorang pria yang ia kenal siapa pria itu."Kenan!"Bian pun segera mendekat dan membangunkan Kiandar, saat kIandara hendak mengeluarkan suara, Bian segera membuangk mulutnya. dengan perlahan Bian menarik tanga nya dan membawanya pergi dari tempat itu."mas, mau kemana? Biar aku tidur di sana saja!""Maksudnya sama pria itu?""Pak Kenan hanya menemaniku saja, dia baik kok mas, dia ngasih selimut sama kkkia!""kamu itu begitu polos hingga tidak tah kalau kamu sedang di manfaatkan!""La
Aku tahu Kia adalah gadis yang masih polos, walaupun aku sering menyebutnya anak kecil tapi berdasar KTP yang aku ketahui ternyata usianya sudah sembilan belas tahun. dia bukan akan kecil seperti yang aku bayangkan selama ini.Aku mengajak Kia ke taman, tujuanku adalah untuk mengurangi rasa kesalku karena Tere dan pria itu.Hal yang paling lucu yang bisa aku dengar dari gadis polos seperti Kia adalah dia baru pertama kali ciuman.Aku menertawakannya dan saat ia lengah segera ku tarik tubuhnya dan ku cium bibirnya, sebenarnya aku hanya sedang memanfaatkannya saja agar aku puas dan melampiaskan pada kiandra. Jahatnya ku, begitulah aku."Sekarang aku tidak punya hutang lagi kan karena tadi sudah menciummu?" Tanyaku dan Kia begitu polos, ia memegangi bibirnya setelah aku usap dengan tanganku.Kia mengangguk, aku tahu dengan pesonaku bahkan siapapun akan jatuh cinta deng
"Kia!"Panggilku setelah pintu ku buka, terlihat Kia sedang sibuk merapikan seprei. Dia menoleh padaku, seperti biasa tersenyum seolah tidak ada beban.Jika aku pikir-pikir dia adalah asisten yang terlama yang aku miliki selain Leo tentunya."Temani aku makan malam!""Makan malam?""Iya, pakai saja ini!" aku segera melempar paper bag itu, paper bag yang menorehkan luka di hatiku."Ini apa lagi mas?""Itu sebenarnya mau aku kasih sama Tere, tapi dia malam milih sama Kenan!" mungkin Kia tidak peduli dengan alasannya, tapi tetap saja aku ingin cerita padanya. Melihat wajah polosnya sedikit mengobati luka hatiku.Ahhhh ini tidak bisa di biarkan, bisa-bisanya aku menganggap Kia istimewa."Aku tunggu lima belas menit, selesai nggak selesai keluar!"Aku memilih segera keluar, tidak baik hati
Seharusnya jarak kursi itu tadi lebih jauh tapi karena Tere menggeser kursinya jadi terlihat lebih dekat dan sekarang aku yang berada paling jauh.Aku tertarik dengan paper bag yang di bawa pria itu, ukurannya sama dengan yang aku bawa saat ini, atau mungkin jauh lebih besar miliknya."Sebenarnya aku tadi cari kamu di kamar, tapi kamunya nggak ada, ternyata di sini!"Okey, sekarang aku tahu. Bukan aku dan hanya Tere yang di cari. Aku tetap memilih diam dan melihat apa yang akan terjadi selanjutnya, untuk apa pria itu mencari Tere."Ada apa mas?" Tere begitu manis padanya, sebenarnya dia kekasih siapa? Atau dia pernah tidur juga dengan pria itu? Ahhhh kenapa pikiranku jadi buruk sekali."Sebenarnya aku mau ngajak kamu datang ke pesta nanti malam, kamu mau kan jadi pasangan aku?"DegDia melakukan hal yang sama padaku. Tapi aku kembali opti
Aku tetap tidak ingin terlibat obrolan dengan mereka hingga mata pak Kenan mengarah padaku, mungkin dia sedikit penasaran dengan seseorang yang duduk sendiri di depan perapian."Kamu?"Aku tersenyum, pak Kenan mendekat padaku. Ada rasa was-was, takut apa yang di katakan oleh mas Bian itu benar."Boleh aku ikut duduk?" tanyanya sebelum bergabung denganku.Aku pun segera menggeser dudukku agar memberi tempat pada pak Kenan."Silahkan pak!"Pak Kenan segera duduk di tempat kosong yang ada di sampingku, kami sama-sama menghadap perapian dengan duduk di karpet bulu dan kaki yang di tekuk, bedanya aku pakek selimut sedangkan pak Kenan pakek treneng tidur berwarna biru tua."Kamu kenapa di sini sendiri? Bian mana? Kayaknya kakak sepupumu itu sedikit posesif!""Tadi aku ke sini nggak bilang pak, sama mas Bian!""
Aku seakan ingin menghentikan waktu untuk saat ini saja, saat di mana hanya ada aku dan mas Bian saja.Mas Bian terus menarik tanganku walaupun sebenarnya aku enggan kembali, aku tahu setelah ini sudah pasti mas Bian akan pergi dengan yang lain atau dia akan memilih tidur di tempat lain seperti yang ia katakan tadi pagi.Hingga kami sampai juga di ujung lorong, ku lihat ada seseorang yang sedang duduk berjongkok di depan kamar kami, walaupun gelap tapi aku bisa melihat siapa wanita itu, dia mbak Tere.Mas Bian melambatkan langkahnya, sepertinya ia masih enggan untuk bertemu dengan wanita itu.Hingga jarak kami semakin dekat, wanita itu segera berdiri dan hampir berjalan menghampiri kami tapi segera ia urungkan saat melihat tangan kami yang saling bertaut."Bian!""Ada apa kamu ke sini?" mas Bian masih menampakkan wajah dinginnya.Srekkk
Aku memilih meninggalkan makananku dan menghampiri mas Bian, mbak Tere harus mendapat pelajaran atas apa yang di lakukan pada mas Bian ku.'Cie, mas Bian ku, aku jadi malu sendiri menyebutnya mas Bian ku, tapi mau bagaimana, jika ada yang menelantarkan dia, aku jelas dengan tangan terbuka memungutnya!'Aku dengan semangat membara, berjalan dengan pasti menghampiri pria pujaan hatiku, aku sampai lupa kalau kali ini sendalku jauh lebih tinggi dari batu bata.Hingga sebuah kursi mematahkan semangatku, karena sendal hak tinggiku menyenggol kaki kursi hingga membuat tubuhku limbung.brukkkkksepertinya aku mendarat di tempat yang tepat, sangat tepat. Bibirku mendarat di bibirnya, hingga tubuh ini seakan tidak mampu bergerak lagi.'Bibir mas Bian begitu manis!'Mata kami bertemu, aku seperti es krim yang meleleh seketika hingga sebuah tangan menarikku dengan paksa bangun dari tubuh mas Bian.PlakkkkkSebuah tamparan kera
"Kamu ternyata cantik juga, anak kecil!" ucap mas Bian sambil mengusap kepalaku, jelas aku kesal. Aku harus menjelaskan berapa kali lagi agar pria idaman hatiku itu tidak memanggilku anak kecil, rasanya pengen gigit aja kalau boleh."Ayo!" sekali lagi, mas Bian benar-benar ingin buat aku Skot jantung, ia menarik tanganku dan melingkarkan ya di lengannya yang kekar hingga aku bisa merasakan kerasnya otot lengan mas Bian. Walaupun aku tidak pernah lihat tapi aku yakin jika pria itu memang pecinta olah raga.'Ehh tunggu! Sepertinya aku melupakan sesuatu!' kalau aku semesra ini sama mas Bian lalu bagaimana dengan mbak Tere, dia kan pacarnya mas Bian.Aku menghentikan langkahku saat sampai di depan pintu lift sebelum pintu itu terbuka."Mas, bagaimana dengan mbak Tere? Bukankan nanti mbak Tere marah saat lihat kita seperti ini?"Mas Bian menoleh padaku dan semakin mengeratkan tanganku yang ada di lengannya,"Dia milih pergi sama pak Kenan, jadi janga
Dari pada penasaran, aku pun memilih mendekati mas Bian. Dia sedang berselancar dengan benda pipihnya itu, entah apa yang sedang ia lakukan. Tidak lupa aku membawa sebotol minuman dingin untuknya, siapa tahu dia haus."Mas Bian haus nggak?" tanyaku setelah sampai di depannya. Pria yang selalu aku idolakan itu memilih mendongakkan kepalanya dan menatap ke arahku.Aku segera menyodorkan botol minuman dingin di tanganku."Kamu yang beli?""Bukan, om itu yang kasih!" ucapku sambil menunjuk pria brewok yang memakai kacamata sedang membagikan minuman."Duduklah!" mas Bian menepuk bangku kosong di sampingnya.Dengan senang hati dong aku duduk, memang dari tadi itu yaang aku inginkan, duduk bersebelahan sama mas Bian, tapi sayang sekali seandainya saja aku tadi yang berpose mesra sama mas Bian, pasti tambah seneng.Kami hanya saling diam, mas Bian juga tidak menanyakan apapun padaku padahal aku sudah di sampingnya, matanya tampak masih mengawas