Gatra tidak sanggup lagi. Tania yang bergerilya di pangkuannya membuat sekujur tubuh lelaki itu lemas. Dari pada mereka benar-benar menabrak tiang listrik lebih baik cari aman.Gatra menepikan mobilnya di tempat sunyi, tepat di pinggir jalan.Entah sudah berapa kali Gatra meloloskan desahan dari mulutnya. Ini adalah yang kedua setelah malam itu, dan Gatra berharap kali ini benar-benar tuntas. Ia tidak ingin kenangan buruknya seperti malam itu terulang lagi, yang membuatnya meriang berhari-hari.Selagi Tania menyesap maju mundur, Gatra menumpukan tangannya di kepala Tania, sedikit menekan agar melakukannya lebih dalam.“Ta, kamu belajar dari mana sampe se-expert ini?” tanya Gatra dengan suara tercekat.Tania menjawab pertanyaan Gatra dengan sesapan yang lebih intens.“Ta ... pokoknya harus selesai, aku nggak mau pulang kalo belum tuntas,” kata Gatra mengancam. Di ujung ucapannya ia terkesiap. Tubuhnya mengejang hebat setelah Tania
Mungkin jika saat itu kalau Tania dan Gatra sama-sama bersikeras dengan ego masing-masing bisa jadi mereka sudah berpisah lagi. Gatra mundur karena tidak percaya diri sedangkan Tania mengalah lantaran terlalu lelah.Namun sekarang mereka sedang berada di rumah Audry tepat sehari setelah kepulangan Tania dari Canada. Audry dan Dypta sudah mengetahui kondisi terkini Gatra setelah laki-laki itu menceritakannya dengan detail dan sejelas mungkin. Mereka turut prihatin dan menyampaikan simpatinya. Namun mereka juga tidak dapat berbuat banyak.“Mungkin saya nggak tahu diri, dalam keadaan begini masih berani datang ke sini. Saya tidak tahu apa penilaian Papa dan Mommy mengenai saya. Tapi saya ingin melamar Tata. Izinkan saya sekali lagi untuk berumah tangga dengan Tata, Pa, Mommy,” kata Gatra meminta izin sambil menyampaikan tujuannya datang. Tania duduk mendampingi di sebelahnya.Audry dan Dypta saling memandang. Semua ini sangat mengejutkan mereka. Setelah sekian tahun berpisah dengan cara
Jalan panjang Gatra dan Tania menuju pelaminan kini terbuka semakin lebar setelah Audry dan Dypta menurunkan restunya. Satu-satunya halangan datang dari Lena.Gatra menyayangkan satu hal. Seandainya Kiera tidak pernah hadir di dalam hidupnya mungkin saat ini jalannya kembali pada Tania begitu mulus.Setelah dari rumah Audry Gatra mengajak Tania ke rumahnya. Gatra ingin hari ini juga semuanya tuntas. Gatra akan bicara baik-baik dengan Lena. Ia akan menyampaikan niatnya, mengutarakan isi hatinya dan meminta dengan sangat pengertian dari sang ibu.Jeep orange yang dikendarai Gatra memasuki halaman rumah. Bersamaan dengan itu Tania mulai menggigil. Tubuhnya gemetar, sementara tangannya basah oleh keringat. Menemui Lena vibes-nya beda tipis dengan menjumpai algojo yang akan menghukumnya di tiang gantungan.“Turun yuk, Ta,” ajak Gatra setelah mematikan mesin mobil. Sedangkan Tania masih duduk terpaku di tempatnya.“Gat, kira-kira nanti Mama bakal bilang apa ya? Mama pasti marah. Mama kan ng
Jika ada hal-hal yang ingin Tania syukuri dalam hidupnya saat ini maka Tania kesulitan menjabarkan satu demi satu. Namun jika Tania diminta untuk menyebutkan hal yang paling sangat disyukurinya adalah karena saat ini diberikan kebahagiaan yang luar biasa. Apalagi kalau bukan menemukan cintanya kembali dan mendapatkan restu dari sang mantan mertua yang tidak akan lama lagi akan kembali menjadi mertuanya.Tania masih ingat, tempo hari saat sedang memasak sendiri di dapur rumah Gatra, ia dikejutkan ketika tiba-tiba Lena datang dan memanggilnya. Lena mengajaknya bicara baik-baik. Mengungkit masa lalu, menguraikan kesalahannya, memberi nasihat bijak dan sebagai penutup memberikan restunya yang sudah lama ditunggu-tunggu.“Taaaa! Ada Gatra tuh!” Claudia berteriak dari depan pintu kamar mandi memanggil Tania yang mendekam sejak tadi di ruang basah itu.“Iya, bentar! Bilang gue lagi mandi!” Tania membilas badannya yang dipenuhi oleh busa sabun. Hari ini ia dan Gatra berencana mengunjungi tok
Aksi tiba-tiba yang dilakukan Kiera tentu saja mengundang atensi para pengunjung toko. Alhasil, berpasang-pasang mata memandang serempak pada mereka.Tania memegang pipinya yang perih sedangkan tangannya sudah terangkat untuk membalas tamparan perempuan itu kalau saja tidak ingat saat ini mereka sedang berada di ruang publik.Sebagai seorang laki-laki begitu menyaksikan dengan matanya sendiri ada yang menyakiti perempuan yang dicintainya, ingin rasanya Gatra memaki dan mencecar Kiera saat itu juga. Namun Gatra berhasil menahan emosinya. Ia malah menyodorkan pipinya ke arah Kiera.“Aku nggak ditampar sekalian? Kenapa cuma Tania? Nih, tampar lagi!”Kiera mengangkat tangannya, bersiap-siap melayangkannya ke pipi Gatra. Sebelum ia berhasil melakukanya, petugas keamanan datang melerai mereka.“Maaf, Mbak, Mas, jangan ribut di sini, jangan mengganggu kenyamanan pembeli lain. Kalau ada masalah tolong selesaikan di luar saja.”“Mbak ini yang duluan, Pak, saya nggak tahu masalahnya apa. Tiba-t
Tania refleks menutup mulutnya kala menyadari sesuatu hal. Apa yang tadi dikatakannya? Papa? Kenapa ia ikut-ikutan memanggil Papa saat berbicara dengan Gatra? Dan sejak kapan Tania memanggil Dypta dengan sebutan Papa?“Ta, aku balik sekarang aja ya?” pamit Gatra kemudian.“Ya ... jangan dong. Ntar aja, tunggu Papa datang dulu.”“Nggak enak ah. Masa udah malam masih di sini. Jaga image dikit nggak ada salahnya kan?” Gatra tertawa.“Ya udah, hati-hati ya, Gat.” Tania terpaksa mengizinkan Gatra pergi.“Kamu juga hati-hati. Jaga kesehatan, tidur yang cukup dan kurangi pikiran negatif. Jangan lupa obatnya juga diminum.”Tania mengangguk patuh. Sebelum pergi dari apartemen Tania Gatra meninggalkan kecupan lembut di dahi perempuan itu.Tania langsung bersiap-siap mengemasi beberapa helai pakaian yang akan dibawa. Seharusnya tadi ia minta diantar Gatra saja. Tapi nggak enak juga sama Dypta yang sudah terlanjur menuju apartemennya. Saat Tania sedang berkemas-kemas, ponselnya kembali berbunyi.
Tidak ada yang tahu bahwa setelah dari apartemen Tania tadi Gatra tidak langsung pulang ke rumah. Saat ini Gatra mengawal dari belakang sebuah SUV hitam yang berada bermeter-meter di depannya. Gatra sengaja menjaga jarak agar tidak terlalu dekat dengannya. SUV itu melaju tidak konsisten. Kadang pelan kadang mengencang. Membuat Gatra juga harus menyelaraskan jaraknya.Dypta dan Tania berada di dalam SUV tersebut. Gatra selalu merasa waswas setiap kali ada momen Tania hanya berdua dengan Dypta di mobil. Pengakuan jujur Tania tentang kejadian malam itu seakan membawa Gatra kembali pada masa lalu. Apalagi momennya nyaris serupa. Terjadi persis sebelum mereka menikah.Ketika mobil Dypta melambat, detak jantung Gatra mengencang. Ia merasa kesulitan mengendalikan pikirannya. Jangan-jangan Dypta memelan lantaran sedang berciuman dengan Tania. Jangan-jangan Tania juga melakukan hal yang sama dengan yang dilakukannya pada Gatra saat itu. Di saat Dypta menyetir Tania beraksi
“Mbak, kayaknya rambutnya belum deh, masih agak kusut di belakang.” Audry memanggil penata rias agar mendekat padanya. Lalu kemudian seorang perempuan berusia tiga puluhan datang menghampiri. Perempuan itu merapikan rambut Tania yang disanggul modern.“Blush on-nya juga, Mbak, kayaknya harus dipoles satu pulasan lagi.” Itu suara Lena.Tania hanya bisa menahan senyum menyaksikan betapa antusiasnya Audry dan Lena. Dari tadi keduanya yang paling excited memerhatikan penampilannya.Hari ini adalah hari yang begitu penuh kesan. Tania dan Gatra akan mengukir sejarah baru dalam hidup mereka.Iya, hari ini merupakan hari pernikahan keduanya. Momen sakral tersebut mengusung konsep garden party dan diadakan di sebuah venue yang sering digunakan oleh para public figure. Hanya saja acara tersebut dihelat secara privat. Gatra dan Tania hanya mengundang beberapa orang yang benar-benar mengenal mereka.Setelah Tania selesai dirias ia digiring