Candice melihat Claire dengan menarik napas dalam-dalam. Dia menahan rasa sakit di hati, lalu mengangguk. “Oke.”Candice yakin. Seandainya mereka berdua bisa berciuman malam ini, semua itu pasti inisiatif Kak Cahya!Entah karena pemandangan malam ini terlalu indah atau alkohol telah memabukkan mereka, kedua bibir semakin mendekat. Tetiba Cahya bagai dibangunkan oleh akal sehatnya. Dia pun berhenti.Saat Cahya hendak mundur, Cherry menarik dasinya, lalu menempelkan bibirnya di atas bibir si lelaki.Cahya menatapnya. Belum sempat Cahya merespons, Cherry pun menunjukkan senyuman gembira. “Tuan Cahya yang menggodaku duluan. Aku tidak bisa menahan diri, makanya aku menciummu. Mohon maafkan aku, Tuan Cahya.”Cherry tersenyum, lalu membalikkan tubuhnya dan melarikan diri.Candice pun terbengong di tempat. Ternyata bukan Cahya yang mengambil inisiatif, Kak Cahya-nya malah dipermainkan oleh Cherry.Semuanya sungguh tidak masuk akal!Claire menepuk-nepuk pundaknya. “Aku sudah lama mengenal Cherr
“Jadi?”“Aku kira kamu terlalu gembira sampai nggak bisa tidur.”Tangan Cherry yang memegang peralatan makan pun berhenti. Dia menatap Claire dengan terbengong. “Kenapa aku mesti gembira?”Claire tersenyum lebar. “Semalam aku sama Candice taruhan. Candice kirim uang satu juta buat aku.”Cherry masih merasa bingung. “Taruhan apa?”Jerry meminum jus jagungnya. “Ibu dan Ibu Angkat taruhan siapa yang akan duluan ciuman di antara Tante dengan Ayah Angkat. Ibuku taruhan Tante Cherry akan duluan mencium Ayah Cahya.”Suasana seketika menjadi canggung. Wajah Cherry seketika menjadi merona. “Kalian ….”Claire juga merasa kaget. Dia menatap Jerry. “Dasar, gimana kamu bisa tahu?”Jerry mengunyah makanannya, lalu berkata, “Semalam Ibu Candice ngomel-ngomel di kamar kita.”Ternyata! Candice memang tidak bisa menjaga rahasia!Cherry ingin sekali bersembunyi saat ini. Kenapa dia malah dipergoki?Cherry masih tidak tahu bagaimana menghadapi Cahya. Semalam dia sungguh tidak sanggup menahan nafsunya!“Ay
Cherry langsung mengalihkan pandangannya. Dia melihat ke luar jendela. “Apa yang ingin kamu katakan?”Cahya baru teringat bahwa ucapannya dipotong oleh Cherry. “Aku ingin bertanya masalah semalam? Kenapa kamu … uhuk … kenapa bisa begitu?”Cahya tidak tahu bagaimana mengutarakannya. Hanya saja, dia tidak merasa risi dengan ciuman semalam. Dia merasa sangat gembira.Cherry menutup bibirnya dengan erat. Setelah terdiam beberapa saat, dia memegang cangkir tehnya. “Kamu ingin dengar?”Cahya menatap Cherry.Cherry menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum untuk menyembunyikan rasa canggungnya. “Semalam … aku … sepertinya aku sudah gila. Aku nggak bisa menahan diriku. Tentu saja, seandainya aku telah membuatmu merasa terbebani, anggap saja nggak pernah terjadi apa-apa.”Ketika Claire menguping ucapan itu, keningnya spontan berkerut. Padahal semalam nyalinya begitu besar, kenapa hari ini dia malah begitu penakut?Javier meletakkan sepotong daging ke atas piring Claire. “Sepertinya aku akan men
Mana mungkin Cherry benar-benar mengharapkannya? Apa Cahya juga memiliki maksud lain terhadapnya?Beberapa saat kemudian, Cahya meletakkan cangkir teh ke depan bibirnya. Dia mengangkat kepala untuk melihat Cherry. “Semalam aku memang … kepikiran untuk menciummu.”Cherry merasa sangat syok. Dia pun berusaha menunjukkan senyuman di wajahnya. “Kamu mabuk, ‘kan?”“Bukan.” Beberapa saat kemudian. Cahya berkata, “Aku sangat sadar.”Cherry spontan terbengong di tempat. Dia curiga bahwa dirinya salah dengar. Cahya ingin menciumnya bukan karena sedang mabuk, melainkan karena sangat sadar.Ucapan Cherry semalam, bukannya ….Betapa inginnya dia bersembunyi saat ini!Pada akhirnya, kapal pesiar baru kembali ke Pelabuhan Lazen. Candice dan sekelompok orang berjalan menuruni kapal pesiar. Wajahnya tidak sebengkak sebelumnya lagi. Hanya saja, meski dia mengenakan masker, masih bisa terlihat bengkak di bagian matanya.Louis mengenakan topi di atas kepalanya. Candice pun terkejut. Saat dia memalingkan
Herman mengendarai mobil mengantar mereka kembali ke vila. Claire melihat Javier tidak berencana untuk memasuki mobil. Dia pun merasa bingung. “Kita nggak pulang?”Javier merangkul pinggangnya, lalu mendekati telinganya. “Bukankah aku pernah bilang ingin memberimu bunga?”Claire semakin kebingungan lagi. Bukankah hanya menghadiahkan bunga saja? Kenapa misterius sekali?Hanya saja, tebakan Claire salah. Setelah kembali ke Vila Blue Canyon, gambaran di dalam halaman sungguh mencengangkan.Mawar biru memenuhi satu halaman.Saking terkejutnya, Claire bahkan tidak sempat menutupi mulutnya. Kejutan ini datangnya terlalu mendadak.Javier memeluk Claire dari belakang. Dia menyandarkan dagu di atas pundaknya, lalu merendahkan nada bicaranya. “Apa kamu suka?”“Kamu … gimana ceritanya kamu bisa melakukannya?”Mawar biru adalah varietas mawar rekayasa genetika. Gen yang dimasukkan dapat merangsang produksi pigmen biru dari violet yang digunakan untuk pewarnaan mawar. Masa mekar mawar biru sebenarn
Charine membuka kotak cincin, lalu mengeluarkan cincin kuno itu. Saat dia hendak meninggalkan ruangan, dia tidak menyadari ada kelap-kelip cahaya merah dari atas kamera.Tanpa menunda waktu, Charine mengendarai mobil keluar rumah, lalu mengajak Karen ketemuan. Mereka pun janjian di kafe.Charine tiba duluan. Kemudian, disusul oleh Karen. “Cepat sekali Nona Charine mendapatkan uangnya?”Charine mengeluarkan kotak ke atas meja, lalu berkata, “Dibandingkan dengan uang tunai seratus miliar, lebih baik aku memberimu barang yang nilainya seratus miliar.”Karen mengerutkan keningnya. “Barang apa?”Ketika melihat Charine mengeluarkan cincin itu, raut wajahnya langsung berubah drastis. “Gimana kamu bisa mendapatkan cincin ini?”“Bagaimanapun, aku itu calon istri Keluarga Chaniago. Mertuaku sudah bercerai. Apa salahnya aku minta cincin ini dari Hardy? Sudahlah, jangan basa-basi lagi. Mau tukar, nggak?” Charine berlagak tidak sabaran. Dia sengaja bersikap seperti ini untuk menyembunyikan rasa ta
Sepertinya Claire harus berkunjung ke rumah Fendra.Di Kediaman Chaniago.Saat Charine pulang ke rumah, tampak Mario sedang duduk di ruang tamu. Dia spontan merasa gugup hingga air keringat membasahi kemejanya.Charine dengan terpaksa menyapanya, “Paman, kamu lagi di rumah, ya.”Mario sedang minum kopi. Dia memang tidak puas dengan menantunya ini, tetapi dia telah mengandung keturunan dari Keluarga Chaniago. Jadi, dia pun tetap menjaga sikapnya. “Kamu lagi hamil, jangan sering keluar. Besok suruh Hardy bawa kamu untuk melakukan pemeriksaan kandungan.”Menyadari Mario tidak menanyakan masalah cincin, sepertinya dia masih tidak mengetahuinya.Charine menghela napasnya, lalu mengangguk dengan tersenyum. “Oke, terima kasih, Paman Mario. Kalau begitu, aku kembali ke kamar dulu.”Charine langsung naik ke lantai atas.Mario menunduk. Ekspresinya seketika menjadi muram. Dia kepikiran masa kehamilan Bianca waktu itu, dia selalu pergi melakukan pemeriksaan kandungan sendiri ….Saat Charine naik
Fendra menyerahkan bayi kecil kepada Claire.Claire menggendong si kecil dengan lembut. Saat menyentuh si kecil, hati Claire langsung menjadi luluh. Dia menepuk-nepuk punggung Fendra dengan perlahan, lalu menghiburnya. Tak lama kemudian, si kecil tidak menangis lagi, malah tersenyum padanya.Ketika melihat gambaran ini, Fendra pun tersenyum. “Ternyata anak cuma bisa patuh ketika dijaga kalian.”Claire memasukkan dot ke dalam mulutnya, lalu membalikkan kepalanya dan berkata, “Paman Fendra, kamu masih belum menjawab pertanyaanku. Anak ini ….”“Dia bukan anakku. Ceritanya panjang.” Fendra menghela napas. Dia berjalan duduk di sofa, lalu berkata, “Satu bulan lalu, aku memungut anak ini di tengah hujan ….”Claire terbengong. “Pungut?”Fendra mengangguk. Dia mulai mengatakan masalah hujan pada satu bulan lalu. Dia sedang pergi ke supermarket untuk belanja. Sewaktu di perjalanan, dia menemukan sebuah kardus rongsokan di depan sana. Awalnya Fendra tidak ingin meladeninya. Hanya saja, terdengar